Aktivitas SOD Superoksida Dismutase

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 Kontrol S. ornata S. plana S. willdenovii SOD Jenis Ekstrak Kontrol Gambar 10 Nilai SOD kontrol dan perlakuan ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii pada semua mencit yang mendapat cekaman. Kontrol merupakan mencit yang tidak mendapat ekstrak, namun mendapat cekaman. Dosis pemberian ekstrak Selaginella berpengaruh nyata terhadap nilai aktivitas SOD Lampiran 7. Semua dosis yang diberikan menunjukkan aktivitas SOD yang lebih tinggi daripada kontrol 32. Pemberian ekstrak menggunakan dosis 0.3 g ekstrakkg bb menunjukkan nilai aktivitas SOD paling tinggi 54.6. Namun demikian, nilai aktivitas SOD pada dosis 0.3 g ekstrakkg bb ini tidak berbeda secara nyata dengan nilai aktivitas SOD dosis 0.6 g ekstrakkg bb 54.4 dan dosis 1.2 g ekstrakkg bb 52.4. Hal ini berarti pemberian dosis 0.3 g ekstrakkg bb sudah cukup untuk meningkatkan aktivitas SOD Gambar 11. 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 0.3 0.6 1.2 SOD Dosis g ekstrakkg bb Gambar 11 Nilai SOD mencit yang mendapat ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii dengan dosis 0.3, 0.6, dan 1.2 g ekstrakkg bb dan mendapat cekaman. Pembahasan Pemanfaatan Selaginella sebagai antioksidan sudah mulai banyak dilakukan. Pengujian aktivitas antioksidan dimulai dengan pengujian LD 50 untuk mendapat tingkat toksisitas bahan alami pada Selaginella. Hasil pengujian LD 50 dari ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii menunjukkan nilai yang bervariasi. Pengujian toksisitas akut LD 50 dilakukan sebanyak satu kali dalam jangka waktu 24 jam untuk memperoleh tingkat toksisitas zat kimia yang diuji Weil 1952; Harmita Radji 2008. Berdasarkan toksisitas relatif dari klasifikasi zat kimia oleh Harmita dan Radji 2008, maka ekstrak S. ornata dan S. plana dikategorikan hanya sedikit toksik, sedangkan ekstrak S. willdenovii dikategorikan cukup toksik. Pada umumnya semakin besar nilai LD 50 , semakin rendah toksisitasnya. Ekstrak S. ornata memiliki nilai LD 50 terbesar dibandingkan dengan dua jenis ekstrak lainnya. Dengan demikian, ekstrak S. ornata memiliki toksisitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kedua jenis ekstrak Selaginella lainnya dan diharapkan akan memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi. Perbedaan hasil pengujian LD 50 ditunjukkan dengan adanya perbedaan respon pada setiap mencit yaitu perubahan bobot badan mencit di akhir pengamatan uji LD 50 . Perubahan bobot badan mencit diduga karena perbedaan tingkat toksisitas dan kandungan senyawa dari jenis ekstrak Selaginella dengan jumlah dan kadar tidak sama. Tingkat toksisitas tanaman berhubungan dengan metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya Hutapea 1999. Tingkat toksisitas hanya sedikit toksik pada ekstrak S. ornata dan S. plana mampu meningkatkan bobot badan mencit berturut-turut 1.1 dan 0.5 g, sedangkan tingkat toksisitas cukup toksik pada ekstrak S. willdenovii menyebabkan penurunan bobot badan 1.2 g Gambar 6 dan 7. Senyawa metabolit sekunder yang utama pada Selaginella adalah biflavonoid Seigler 1998. Akan tetapi, informasi lain dari hasil uji fitokimia dengan menggunakan pelarut etanol menunjukkan bahwa S. ornata , S. plana, dan S. willdenovii yang diambil dari pulau Jawa juga mengandung alkaloid, tanin, saponin, dan steroid Chikmawati et al. 2007, dan diduga S. willdenovii lebih toksik karena kandungan saponinnya lebih tinggi dari S. ornata dan S. plana. Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan ekstrak Selaginella dilakukan dengan pemberian cekaman pada mencit. Pemberian cekaman telah menunjukkan efektivitasnya untuk menyebabkan mencit mendapat cekaman oksidatif. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian aktivitas antioksidan ekstrak Selaginella dengan uji peroksidasi lipid yang memperoleh konsentrasi MDA yang berbeda-beda pada mencit yang tercekam dan tidak tercekam. Pada kondisi tercekam membutuhkan senyawa penghasil energi. Secara fisiologis, pada kondisi kekurangan pangan, tubuh harus mempertahankan kadar glukosa darah. Glikogen hati hanya dapat menyediakan glukosa selama beberapa jam, dan setelah itu terjadi proses glukoneogenesis dalam hati yang membutuhkan substrat dari jaringan lain. Substrat tersebut berasal dari asam amino glikogenik dan lemak Montgomery et al. 1983. Lemak netral dikatabolisme menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak merupakan bahan bakar utama. Katabolisme asam lemak pada saat kondisi normal berbeda dengan kondisi saat kelaparan. Katabolisme asam lemak pada kondisi normal terjadi di dalam mitokondria melalui proses β- oksidasi. Akan tetapi, pada kondisi kelaparan, terjadi peningkatan proses β- oksidasi pada peroksisom jalur minor proses β-oksidasi. Peningkatan aktivitas β- oksidasi di dalam peroksisom tersebut mengakibatkan peningkatan jumlah radikal bebas oksidan yang merupakan hasil samping metabolisme Orellana et al. 1992; Wresdiyati Makita 1995. Alfarabi et al. 2010 melaporkan bahwa radikal bebas yang diproduksi dari proses biokimia dari dalam tubuh seperti ROS dapat mengakibatkan peningkatan peroksidasi lipid dari lipid tak jenuh. Lipid yang mengandung asam lemak tak jenuh tersebut mudah diserang oleh radikal bebas pada ikatan gandanya dan membentuk peroksidasi lipid yang menyebabkan terjadinya kerusakan strukturnya. Serangan radikal bebas tersebut selanjutnya akan berakibat munculnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung, aterosklerosis, stroke, dan kanker Hariyatmi 2004; Alfarabi et al. 2010. Pengujian tingkat peroksidasi lipid dengan mengukur konsentrasi MDA dalam materi biologi telah digunakan secara luas sebagai indikator adanya kerusakan oksidatif, terutama dari asam lemak tak jenuh Ohkawa et al. 1979. Pemberian ekstrak S. ornata pada mencit menyebabkan tingkat peroksidasi lipid yang paling rendah dibandingkan dengan kedua jenis ekstrak Selaginella lainnya. Pada kondisi tercekam, pemberian ekstrak S. ornata menggunakan dosis 0.6 g ekstrakkg bb mampu menekan peroksidasi lipid sampai dengan 0.170 nmolµg protein 14 lebih rendah dibandingkan mencit yang tidak mendapat ekstrak 1.010 nmolµg protein Gambar 8. Aktivitas penghambatan peroksidasi lipid pada hati mencit diduga terjadi karena kandungan biflavonoid Selaginella berpotensi sebagai antioksidan Gayathri et al. 2005; Chikmawati et al. 2007. Biflavonoid pada Selaginella memiliki gugus pendonor hidroksil OH yang diduga dapat menghambat proses terjadinya peroksidasi lemak pada tahap inisiasi, sehingga radikal bebas tidak dapat berkembang membentuk radikal bebas yang baru Rahman et al. 2007. Ekstrak Selaginella yang memiliki kandungan senyawa flavonoid menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat dengan menghambat terjadinya peroksidasi lipid. Kandungan senyawa tersebut diduga memiliki kemampuan untuk melindungi membran sel dari serangan radikal bebas Saija et al. 1995. Pemberian ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii pada mencit dapat menekan tingkat peroksidasi lipid yang relatif sama pada dosis 0.3 g ekstrakkg bb. Namun demikian, pemberian ekstrak S. plana 1.2 g ekstrakkg bb dan S. willdenovii 0.6 dan 1.2 g ekstrakkg bb menyebabkan meningkatnya aktivitas peroksidasi lipid yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ekstrak dosis 0.3 g ekstrakkg bb. Tingginya tingkat peroksidasi lipid pada kedua ekstrak Selaginella tersebut diduga telah menunjukkan efek toksik Gambar 8. Hal ini berarti pemberian ekstrak S. plana dan S. willdenovii menggunakan dosis tersebut tidak memberikan efek antioksidan. Efek toksik diduga karena kandungan bahan bioaktif lainnya yang terkandung di dalam ekstrak Selaginella, diantaranya saponin dan alkaloid. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak S. willdenovii memiliki kandungan saponin yang lebih banyak dibandingkan ekstrak lainnya Chikmawati et al. 2007. Nio 1989 melaporkan bahwa saponin mempunyai rasa pahit dan mempunyai efek racun yang kuat untuk ikan dan amfibi. Bahan bioaktif lainnya yaitu alkaloid yang mempunyai rasa pahit dan berfungsi sebagai antiserangga yang diduga juga dapat mempengaruhi efek toksik Zulak et al. 2006. Data yang sangat menarik juga terlihat pada mencit yang tidak mendapat cekaman, namun mendapat ekstrak Selaginella dengan dosis 0.6 g ekstrakkg bb. Nilai-nilai MDA untuk ketiga pemberian ekstrak tersebut berturut-turut 0.045, 0.140, dan 0.155 nmolµg protein untuk ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii Gambar 9. Ketiga nilai MDA tersebut lebih rendah dari nilai MDA mencit yang tidak mendapat cekaman dan tidak mendapat ekstrak 0.360 nmolµg protein Tabel 2. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak Selaginella dapat menekan tingkat peroksidasi lipid tidak hanya pada mencit yang mendapat cekaman tetapi juga pada mencit yang tidak mendapat cekaman. Hal ini berarti ekstrak Selaginella yang berpotensi sebagai antioksidan dapat dimanfaatkan untuk pengobatan kuratif dan pencegahan preventif. Superoksida dismutase merupakan enzim yang berada pada cairan intraseluler yang berpartisipasi pada proses degadrasi senyawa radikal bebas intraseluler, seperti anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Enzim ini menghambat kehadiran simultan dari anion superoksida dan hidrogen peroksida yang berasal dari pembentukan radikal hidroksil Wresdiyati et al. 2007. Pemberian ekstrak S. ornata dosis 0.3 g ekstrakkg bb pada mencit menunjukkan nilai aktivitas antioksidan yang tinggi aktivitas SOD tertinggi 51.9, hampir 20 lebih tinggi daripada nilai SOD pada mencit kontrol negatif 32. Aktivitas SOD meningkat dengan pemberian ekstrak Selaginella diduga dapat menghambat produksi ion superoksida O 2 – dan peroxynitrite ONOO – dengan cara memicu kerja sel-sel sesuai dengan dosis yang ditentukan Menvielle-Bourg 2005. Aktivitas antioksidan yang tinggi ditunjukkan dari nilai penghambatan terhadap peroksidasi lipid konsentrasi MDA rendah dan peningkatan aktivitas SOD yang tinggi. Enzim SOD merupakan suatu kelompok enzim protektif yang bekerja sebagai sistem pertahanan yang mampu melindungi sel dari pengaruh metabolit oksigen Hariyatmi 2004. Konsumsi antioksidan dari tumbuhan juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap cekaman oksidatif Sanchez- Moreno et al. 1999. Aktivitas antioksidan Selaginella ditunjukkan dari hasil identifikasi bahan aktifnya yang memberi gambaran bahwa Selaginella memiliki potensi cukup besar sebagai sumber bahan aktif metabolit sekunder terutama biflavonoid. Hasil identifikasi biflavonoid dari beberapa ekstrak Selaginella menunjukkan adanya amentoflavon pada ekstrak S. willdenovii 2.46 ppm, namun tidak terdeteksi pada S. ornata dan S. plana. Tipe biflavonoid lain yang diduga terdapat dalam spesies Selaginella ini antara lain seperti ginkgetin dan robustaflavon Chikmawati et al. 2007, namun hingga saat ini untuk pengujian kandungan biflavonoid dari ketiga ekstrak Selaginella tersebut menggunakan standar ginkgetin dan robustaflavon belum bisa dilakukan. Yang et al. 2006 melaporkan bahwa S. tamariscina yang mengandung amentoflavon dapat menghambat produksi NO nitrat oksida pada makrofage melalui inaktivasi nuclear factor- B NF- B, akan tetapi robustaflavon tidak dapat menghambat produksi nitrat oksida. Ginkgetin memberikan beberapa pengaruh yang berbeda- beda, antara lain berkhasiat sebagai antioksidan Sah et al. 2005 dan meningkatkan kadar hidrogen peroksida Su et al. 2000. Pengujian aktivitas antioksidan dengan mengukur kadar MDA dan SOD menunjukkan perbedaan untuk ketiga jenis esktrak Selaginella. Metode pengujian analisis aktivitas antioksidan dengan peroksidasi lipid menunjukkan tingkat sensitifitas yang lebih baik dibandingkan pengujian aktivitas SOD. Hal ini ditunjukkan oleh pengujian peroksidasi lipid yang dapat memperoleh jenis data yang lebih representatif untuk dideskripsikan. Selaginella memiliki potensi antioksidan diantaranya karena memiliki metabolit sekunder terutama biflavonoid, perlu dikembangkan menjadi herbal yang berstandar dan fitofarmaka. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi BPOM 2005. Tahap-tahap dalam pengembangan obat herbal diantaranya: 1 isolasi senyawa aktif, 2 identifikasi senyawa aktif, 3 penentuan potensi senyawa aktif, 4 penentuan kadar senyawa aktif standarisasi, 5 uji potensi produk in vivo, dan 6 legitimasi dan formalitas produk. Selanjutnya tahapan-tahapan untuk mendukung bahan alami Selaginella sebagai obat fitofarmaka diantaranya: 1 uji klinis pada orang yang sakit atau sehat, 2 standarisasi dosis ekstrak Selaginella, 3 standarisasi bahan baku, dan 4 standarisasi produk jadinya BPOM 2005; Khoiri 2009. Pelaksanaan tahapan- tahapan tersebut akan mendukung terwujudnya Selaginella sebagai bahan antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, khususnya masyarakat Indonesia. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda. Pengujian aktivitas antioksidan yang dimulai dengan uji toksisitas akut menunjukkan nilai LD 50 ekstrak S. ornata dan S. plana dikategorikan hanya sedikit toksik 9 dan 5.2 g ekstrakkg bb, sedangkan ekstrak S. willdenovii dikategorikan cukup toksik 3 g ekstrakkg bb. Aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada ekstrak S. ornata dengan konsentrasi MDA terendah 0.170 nmolµg protein 14 lebih rendah dari kontrol dan nilai SOD tertinggi 51.9 20 lebih tinggi dari kontrol. Dosis 0.6 g ekstrakkg bb merupakan dosis terbaik untuk S. ornata dan S. plana yang mampu menekan peroksidasi lipid berturut-turut 0.170 dan 0.240 nmolµg protein. Namun, dosis ekstrak 0.3 gkg bb sudah cukup untuk meningkatkan aktivitas SOD 54.6. Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak Selaginella dengan analisis peroksidasi lipid lebih baik daripada pengujian dengan analisis SOD. Saran Pemberian ekstrak pada rentangan dosis 0.3–0.6 g ekstrakkg bb memerlukan pengujian lebih lanjut untuk mendapatkan konsentrasi MDA yang lebih tepat untuk ketiga jenis ekstrak Selaginella, khususnya S. willdenovii sehingga akan mendapat suatu potensi aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. Pemanfaatan Selaginella sebagai salah satu obat herbal yang dapat memenuhi standar sebagai bahan antioksidan bagi manusia perlu dikaji lebih lanjut. Standarisasi perlu didukung dengan data ilmiah dan uji klinis bertujuan untuk menjadikan Selaginella yang berasal dari Indonesia, khususnya pulau Jawa sebagai bahan antioksidan yang aman dan murah. DAFTAR PUSTAKA Alfarabi M, Bintang M, Suryani, Safithri M. 2010. The comparative ability of antioxidant activity of Piper crocatum in inhibiting fatty acid oxidation and free radical scavenging. Hayati J Biosci 17:201–204. Ali SS, Kasoju N, Luthra A, Singh A, Sharanabasava H, Sahu A, Bora U. 2008. Indian medicinal herbs as sources of antioxidants [review]. Food Res Int 41:1–15. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari N L, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Penerbit IPB Press. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Jakarta. Jakarta. BPOM RI No: HK.00.05.41.1384. Blokhina O, Virolainen E, Fagerstedt. 2003. Antioxidant, oxidative damage and oxygen deprivation stress [review]. Ann Bot 91:179–194. Camus JM. 1997. The genus Selaginella Selaginellaceae in Malesia. Di dalam: Dransfield. J Plant Diversity of Malesia III: 59–69. Chikmawati T, Setyawan AD, Miftahudin. 2007. Kandungan Fitokimia Ekstrak Tumbuhan Selaginella dari Pulau Jawa. Seminar Nasional Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia. Bogor, 17–19 November 2007. Chikmawati T, Wijayanto A, Miftahudin. 2009. Potensi Selaginella Sebagai Antioksidan. Seminar Nasional Biologi XX, Universitas Islam Negeri Malang, 25 Juli 2009. Gaspar J, Rodrigues A, Laires A, Silva F, Costa S, Monteiro MJ, Monteiro C, Rueff J. 1994. On the mechanism of genotoxicity and metabolism of quercetin. Mutagenesis 9:445–449. Gayathri V, Asha V, Subromanian A. 2005. Preliminary studies on the immunomodulatory and antioxidant properties of Selaginella species. Indian J Pharmacol 37:381–385. Gurr MI, Harwood JL, Frayn KN. 2002. Lipid Biochemistry 5 th edition. UK: Blackwell Science. Handayani R, Sulistyo J. 2008. Sintesis senyawa flavonoid- α-glikosida secara reakasi transglikosilasi enzimatik dan aktivitasnya sebagai antioksidan. J Biodiversitas 9:1–4. Hariyatmi. 2004. Kemampuan vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal bebas pada lanjut usia. MIPA 14:52–60. Harmita, Radji M. 2008. Analisis Hayati. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Hasani P, Yasa N, Vosough-Ghanbari S, Mohammadirad A, Dehghan G, Abdollahi M. 2007. In vivo antioxidant potential of Teucrium polium, as compared to α-tocopherol. Acta Pharm 57:123–129. Heikkila RE, Cabbat FS, Cohen G. 1976. In Vivo Inhibition of Superoxide Dismutase in Mice By Diethyldithiocarbamate. J Biol Chem 251:2182– 2185. Hutapea JR. 1999. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid V. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan. Jermy AC. 1990. Selaginellaceae. Di dalam: Kubitzki K, Kramer KU, Green PS. The Families and Genera of Vascular Plants, 1. Pteridophytes and Gymnosperms. Berlin: Springer. Khoiri M. 2009. Aktivitas Anti Tumor Ekstrak Etanol Selaginella pada Sel Tumor Kelenjar Mamari mencit Mus musculus C3H. [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Kubo I, Masuoka N, Xiao P, Haraguchi H. 2002. Antioxidant Activity of Dodecyl Gallate. J Agric Food Chem 50: 3533–3539. Kumar A, Kaur R, Arora S. 2010. Free radical scavenging potential of some Indian medicinal plants. J Medicinal Plants Res . 4:2034–2042. Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB Bandung. Mau JL, Lin HC, Song SF. 2002. Antioxidant properties of several specialty mushrooms. Food Res Int 35:519–526. Menvielle-Bourg FJ. 2005. Superoxide dismutase SOD, a powerful antioxidant, is now available orally. Phytothérapie 3:1–4 Mihara M, Uchiyama M, Fukazawa K. 1980. Thiobarbituric acid value on fresh homogenate of rat as parameter of lipid peroxidation in aging, CCl 4 intoxication and vitamin e deficiency. Biochem Med 23:302–311. Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1983. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus-Kasus Jilid 1 . Diterjemahkan Ismadi M. Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada University Press. Myara I, Pico I, Vedie B, Moatti N. 1993. A method to screen for the antioxidant effect of compounds on low-density lipoprotein LDL: illustration with flavonoids. J Pharmacol and Toxicology Methods 30:69–73. Nio KO. 1989. Zat-zat toksik yang secara alamiah ada pada bahan makanan nabati. J Cermin Dunia Kedokteran 58:24–28. Ohkawa H, Ohishi N, Yagi K. 1979. Assay for lipid peroxides in animal tissues by thiobarbituric acid reaction. Anal Biochem 95:351–358. Orellana M, Fuentes O, Rosenbluth H, Lara M, Valdes F. 1992. Modulatios of rats liver peroxisomal and microsomal fatty acids oxidation by starvation. FEBS 310:193–196. Packer L, Cadenas E, editor. 2002. Handbook of Antioxidant 2 nd edition. New York: Marcel Dekker Inc. Prangdimurti E, Muchtadi D, Astawan M, Zakaria FR. 2006. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Suji Pleomele angustifolia N. E. Brown. J Teknol dan Industri Pangan 17:79–86. Rahman M, Riaz M, Desai UR. 2007. Synthesis of bologically relevant biflavonoids [review]. Chemistry and Biodiversity 4:2495–2527. Rose WM, Creighton MO, Stewart DHPJ, Sanwal M, Trevithick GR. 1982. In vivo effects of vitamin E on cataractogenesis in diabetic rats. Canadian J Ophtalmology 17:61–66. Sah NK, Singh SNP, Sahdev S, Banerji S, Jha V, Khan Z, Hasnain SE. 2005. Indian herb ‘Sanjeevani’ Selaginella bryopteris can promote growth and protect against heat shock and apoptotic activities of ultra violet and oxidative stress. J Biosci 30:499–505. Saija A, Scalese M, Lanza M, Marzullo D, Bonina F, Castelli F. 1995. Flavonoids as antioxidant agents: importance of their interaction with biomembranes. Free Radical Biol Medicine 19:481–486. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Diah R Lukman dan Sumaryono, penerjemah. Bandung : ITB Press. Terjemahan dari : Plant Physiology. Sanchez-Moreno C, Larrauri JA, Saura-Calixto F. 1999. Free radical scavenging capacity an inhibition of lipid oxidation of wines, grape juices and related polyphenolic constituents. Food Res Int 32:407–412. Seigler DS. 1998. Plant Secondary Metabolism. Dodrecht: Kluwer. Setyawan AD, Darusman LK. 2008. [review]: Senyawa biflavonoid pada Selaginella Pal. Beauv. dan pemanfaatannya. J Biodiversitas 9:64–81. Suhartono E, Fujiati, Aflanie I. 2002. Oxygen toxicity by radiation and effect of glutamic piruvat transamine GPT activity rat plasma after vitamin C treatment. Diajukan pada International seminar on Environmental chemistry and Toxicology, Yogyakarta. Sun DM, Luo WH, Li ZY. 2006. Determination of amentoflavone in 11 Spesies of Selaginella medical material by HPLC. Zhong-Yao-Cai 29: 26–28. Su Y, Sun CM, Chuang HH, Chang PT. 2000. Studies on the cytotoxic mechanisms of ginkgetin in a human ovarian adenocarcinoma cell line. Naunyn Schmiedebergs Arch Pharmacol 362:82–90. Thomson GE. 2007. The Health Benefit of Traditional Chinese Plant Medicine: Weighing the scientific evidence. Australia: RIRDC Pr. Tjitrosoepomo G. 1994. Taksonomi Tumbuhan. Jakarta: Bhratara Karya Aksara Pr. Tuminah S. 2000. Radikal bebas dan antioksidan kaitannya dengan nutrisi dan penyakit kronis. J Cermin Dunia Kedokteran 128:49–51. Weil CS. 1952. Tables for convenient calculation of median effective dose ld 50 or ed 50 and instructions for their use. Biometric 8:249−263. Wijeratne SSK, Cuppett SL, Schlegel V. 2005. Hydrogen peroxide induced oxidative stress damage and antioxidant enzyme response in caco-2 human colon cells. J Agric Food Chem 53:8768–8774. Winter WP de, Jansen PKM. 2003. Selaginella Pal. Beauv. Di Dalam: Winter WP de, Amoroso VB, editor. 2003. Plant Resources of South-East Asia 152. Cryptogams: Ferns And Fern Allies. Bogor: Prosea Foundation. Woo ER, Lee JY, Cho IJ, Kim SG, Kang KW. 2005. Amentoflavone inhibits the induction of nitric oxide synthase by inhibiting NF-kappaB activation in macrophages. Pharmacol Res 51:539–546. Wresdiyati T, Makita T. 1995. Remarkable increase of peroxisomes in the renal tubule cells of Japanese monkeys under fasting stress. Pathophysiol 2:177–182. Wresdiyati T, Astawan M, Fithriani D, Adnyane IKM, Novelina S, Aryani S. 2007. Pengaruh α-tokoferol terhadap profil superoksida dismutase dan malondialdehida pada jaringan hati tikus di bawah kondisi stres. J Veteriner 8:202–209. Yang JW, Pokharel YR, Kim MR, Woo ER, Choi HK, Kang KW. 2006. Inhibition of inducible nitric oxide synthase by sumaflavone isolated from Selaginella tamariscina. J Ethnopharmacol 105:107–113. Zhang XC. 2001. Studies on the chinese species of selaginellaceae i: selaginella subgenus tetragonostachys jermy. J Acta Phytotax Sinica 39: 345–355. Zheng J, Wang N, Fan M, Chen H, Liu H, Yao X. 2007. A new biflavonoid from Selaginella uncinata . Asian J Traditional Medicines 2:92–97. Zumsteg IS, Weckerle CS. 2007. Bakera, a herbal steam bath for postnatal care in Minahasa Indonesia: Documentation of the plants used and assesment of the method. J Ethnophar 111:641–650. Zulak KG, Liscombe DK, Ashihara H, Facchini PJ. 2006. Alkaloids. Di dalam: Crozier A, Clifford MN, Ashihara H, editor. 2006. Plant Secondary Metabolites : Occurance, Structure, and Role in the Human Diet. Blackwell Publishing. LAMPIRAN Lampiran 1 Mencit putih untuk percobaan LD 50 dan uji in vivo Lampiran 2 Bobot badan mencit pada pengujian awal LD 50 menggunakan dosis 15 g ekstrakkg bb mulai hari ke-1 sampai dengan hari ke-7 pengamatan Kelompok Bobot badan g Awal percobaan 1 2 3 4 5 6 7 SO1 30.04 mati - - - - - - SO2 31.40 mati - - - - - - SO3 30.00 mati - - - - - - SO4 31.00 31.0 31.5 31.5 32.2 32.1 32.8 32.1 SO5 34.50 mati - - - - - - SP1 34.50 mati - - - - - - SP2 29.70 mati - - - - - - SP3 31.50 mati - - - - - - SP4 30.00 30.0 30.8 30.8 31.0 30.3 31.0 30.5 SP5 31.60 mati - - - - - - SW1 32.70 mati - - - - - - SW2 31.00 mati - - - - - - SW3 30.09 mati - - - - - - SW4 28.50 mati - - - - - - SW5 31.20 31.2 31.2 31.2 28.5 31.6 31.2 30.0 Keterangan: SO1, SO2, SO3, SO4, dan SO5= mencit yang mendapatkan ekstrak S. ornata ulangan 1, 2, 3, 4, dan 5. SP1, SP2, SP3, SP4, dan SP5= mencit yang mendapatkan ekstrak S. plana ulangan 1, 2, 3, 4, dan 5. SW1, SW2, SW3, SW4, dan SW5= mencit yang mendapatkan ekstrak S. willdenovii ulangan 1, 2, 3, 4, dan 5. Awal percobaan merupakan hari pemberian ekstrak. Mencit mati pada hari ke-1 periode pengamatan 24 jam setelah pemberian ekstrak. Lampiran 3 Bobot badan mencit pada pengujian LD 50 menggunakan dosis 1, 3, 9, dan 27 g ekstrakkg bb pada hari ke-1 sampai dengan hari ke-7 Kelompok Bobot badan g Awal Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Percobaan ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 SO1.1 25.50 mati - - - - - - SO1.2 28.00 31.50 33.50 34.80 37.50 39.20 38.00 38.80 SO1.3 24.60 26.60 30.50 32.80 31.50 32.00 30.90 31.80 SO1.4 28.50 mati - - - - - - SO2.1 32.50 32.50 37.30 38.00 36.00 38.00 36.40 36.20 SO2.2 30.50 34.80 36.50 34.30 34.10 39.50 36.80 36.50 SO2.3 25.50 29.70 31.50 34.20 33.50 34.00 27.00 31.80 SO2.4 24.00 27.50 30.80 32.40 33.30 33.30 28.00 31.50 SO3.1 32.60 31.00 36.00 38.50 39.60 40.00 38.50 39.60 SO3.2 29.60 mati - - - - - - SO3.3 32.00 37.10 39.70 39.40 39.50 38.40 38.70 38.30 SO3.4 30.50 mati - - - - - - SO4.1 32.50 mati - - - - - - SO4.2 26.00 mati - - - - - - SO4.3 31.00 mati - - - - - - SO4.4 33.20 mati - - - - - - SP1.1 32.20 31.30 33.30 31.60 33.30 31.00 27.30 24.60 SP1.2 25.70 29.30 30.50 32.00 32.50 32.70 30.50 30.70 SP1.3 30.30 30.00 28.60 27.90 29.20 29.90 22.50 23.80 SP1.4 31.70 38.50 39.50 38.90 38.60 38.50 36.50 35.60 SP2.1 36.70 36.10 37.40 39.50 39.80 39.60 37.10 37.40 SP2.2 35.00 39.30 42.00 42.50 43.20 43.00 41.80 39.80 SP2.3 31.70 36.40 36.60 38.00 38.50 37.70 36.70 36.50 SP2.4 32.00 40.00 39.00 40.20 37.00 40.20 38.00 37.50 SP3.1 23.50 mati - - - - - - SP3.2 21.70 mati - - - - - - SP3.3 35.00 mati - - - - - - SP3.4 26.00 mati - - - - - - SP4.1 32.50 mati - - - - - - SP4.2 35.50 mati - - - - - - SP4.3 34.50 mati - - - - - - SP4.4 38.40 mati - - - - - - SW1.1 32.00 32.50 34.40 35.50 37.10 37.00 35.50 33.00 SW1.2 32.30 32.00 37.80 40.50 41.50 40.80 38.50 38.00 SW1.3 33.00 37.10 40.80 36.50 35.50 36.00 34.20 33.10 SW1.4 33.20 40.50 44.80 40.10 43.80 43.80 43.50 42.60 SW2.1 35.00 mati - - - - - - SW2.2 26.70 mati - - - - - - SW2.3 31.50 mati - - - - - - SW2.4 39.70 48.50 48.70 48.00 48.00 48.00 46.50 46.50 SW3.1 32.00 mati - - - - - - SW3.2 32.80 mati - - - - - - SW3.3 31.00 35.50 40.90 39.60 38.00 40.00 38.60 38.80 SW3.4 28.50 mati - - - - - - SW4.1 32.30 mati - - - - - - SW4.2 24.00 mati - - - - - - SW4.3 26.20 mati - - - - - - SW4.4 40.80 mati - - - - - - Keterangan: SO1, SO2, SO3, SO4, dan SO5= mencit yang mendapatkan ekstrak S. ornata ulangan 1, 2, 3, 4, dan 5. SP1, SP2, SP3, SP4, dan SP5= mencit yang mendapatkan ekstrak S. plana ulangan 1, 2, 3, 4, dan 5. SW1, SW2, SW3, SW4, dan SW5= mencit yang mendapatkan ekstrak S. willdenovii ulangan 1, 2, 3, 4, dan 5. Awal percobaan merupakan hari pemberian ekstrak. Mencit mati pada hari ke-1 periode pengamatan 24 jam setelah pemberian ekstrak. Lampiran 4 Perhitungan LD 50 ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii dengan menggunakan perhitungan LD 50 Weil 1952 Jenis ekstrak log D d f log m LD 50 S. ornata 0.477 1.000 0.954 9.0 g ekstrakkg bb S. plana 0.477 0.500 0.7155 5.2 g ekstrakkg bb S. willdenovii 0 0.477 0.477 3.0 g ekstrakkg bb Lampiran 5 Analisis Sidik Ragam terhadap peubah MDA, menggunakan kontrol negatif yaitu mencit yang tidak mendapat ekstrak Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P Jenis Ekstrak E 2 1.052 0.526 113.793 0.000 Dosis D 3 0.940 0.313 67.839 0.000 Interaksi E dan D 6 1.726 0.288 62.254 0.000 Galat 12 0.055 0.005 Total 23 3.773 = perlakuan berbeda nyata terhadap respon pada α = 0.05 Lampiran 6 Konsentrasi MDA nmolµg protein pada mencit yang mendapat ekstrak dan kontrol tidak mendapat ekstrak pada semua mencit yang mendapat cekaman Dosis g ekstrakkg bb Ekstrak SO SP SW 1.010 b 1.010 b 1.010 b 0.3 0.590 c 0.615 c 0.565 c 0.6 0.170 d 0.240 d 1.255 a 1.2 0.255 d 1.240 a 1.245 a Keterangan: Angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05 Lampiran 7 Analisis sidik ragam untuk SOD menggunakan kontrol negatif yaitu mencit yang tidak mendapat ekstrak Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P Jenis Ekstrak E 2 87.747 43.874 8.306 0.005 Dosis D 3 738.612 246.204 46.610 0.000 Interaksi E dan D 6 33.529 5.588 1.058 0.437 Galat 12 63.386 5.282 Total 23 923.274 = perlakuan berbeda nyata terhadap respon pada α = 0.05 Lampiran 8 Larutan dan bahan kimia yang digunakan dalam penelitian peroksidasi lipid dan SOD Parameter yang diamati Bahan yang digunakan 1. Peroksidasi Lipid a. analisis protein - Pereaksi biuret terdiri dari: 1. 3 g CuSO 4 .5H 2 2. 9 g Na-K-Tartrat dalam 500 ml NaOH 0.2 N 3. 5 g KI diencerkan sampai 1000 ml dengan NaOH 0.2 N - Larutan protein standar larutan BSA dalam aquades dengan konsentrasi 5 mgml - TCA 10 - Etil eter b. analisis MDA - Tris-HCl 1 M pH 7 - Asam askorbat 1.5 mM - Fe-ammonium sulfat 4 mM - Aquabides - TCA 0.1 wv yang mengandung BHT 1 mM - H 3 PO 4 2 vv - TBA 0.6 wv dalam TCA 20 wv - n-butanol 100 vv 2. Superoksida Dismutase - Bufer Natrium Karbonat 40 mM yang mengandung EDTA 0.1 mM pH 10 - Xantin 10 mM - BSA 0.5 - NBT 2.5 mM - Xantin Oksidase 0.04 units Lampiran 9 Bobot hati mencit untuk pembuatan homogenat 25 dengan aquabides Unit Percobaan Bobot hati mencit g Aquabides ml Kontrol negatif 1 1.20 4.80 Kontrol negatif 2 1.66 6.64 Kontrol negatif 3 1.68 6.72 Kontrol netral 1 1.65 6.60 Kontrol netral 2 3.38 13.52 Kontrol netral 3 2.02 8.08 Kontrol positif 1 SO 1.85 7.40 Kontrol positif 2 SO 2.24 8.96 Kontrol positif 3 SO 1.99 7.96 Kontrol positif 1 SP 1.96 7.84 Kontrol positif 2 SP 1.90 7.60 Kontrol positif 3 SP 1.92 7.68 Kontrol positif 1 SW 2.59 10.36 Kontrol positif 2 SW 1.62 6.48 Kontrol positif 3 SW 1.56 6.24 SO 0.3 g ekstrak kg bb 1.28 5.12 SO 0.3 g ekstrak kg bb 1.52 6.08 SO 0.3 g ekstrak kg bb 1.83 7.32 SO 0.6 g ekstrak kg bb 1.47 5.88 SO 0.6 g ekstrak kg bb 2.76 11.04 SO 0.6 g ekstrak kg bb 1.30 5.20 SO 1.2 g ekstrak kg bb 1.39 5.56 SO 1.2 g ekstrak kg bb 1.71 6.84 SO 1.2 g ekstrak kg bb 2.77 11.08 SP 0.3 g ekstrak kg bb 1.56 6.24 SP 0.3 g ekstrak kg bb 0.75 3.00 SP 0.3 g ekstrak kg bb 2.15 8.60 SP 0.6 g ekstrak kg bb 1.80 7.20 SP 0.6 g ekstrak kg bb 1.67 6.68 SP 0.6 g ekstrak kg bb 1.44 5.76 SP 1.2 g ekstrak kg bb 2.39 9.56 SP 1.2 g ekstrak kg bb 1.21 4.84 SP 1.2 g ekstrak kg bb 1.47 5.88 SW 0.3 g ekstrak kg bb 1.58 6.32 SW 0.3 g ekstrak kg bb 1.88 7.52 SW 0.3 g ekstrak kg bb 1.99 7.96 SW 0.6 g ekstrak kg bb 1.62 6.48 SW 0.6 g ekstrak kg bb 1.69 6.76 SW 0.6 g ekstrak kg bb 1.19 4.76 SW 1.2 g ekstrak kg bb 1.66 6.64 SW 1.2 g ekstrak kg bb 1.81 7.24 SW 1.2 g ekstrak kg bb 1.95 7.80 Keterangan: SO= S. ornata, SP= S. plana, dan SW= S. willdenovii. Kontrol negatif 1, 2, dan 3 yaitu mencit yang mendapat cekaman tanpa ekstrak. Kontrol netral 1, 2, dan 3 yaitu mencit yang tetap mendapat pakan. Kontrol Positif 1, 2, dan 3 yaitu mencit yang mendapat ekstrak 0.6 g ekstrak kg bb untuk ketiga jenis esktrak yang berbeda dan tidak mendapat cekaman. AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK SELAGINELLA RINI SYAHRAYNI HASIBUAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PENDAHULUAN Latar Belakang Penurunan kualitas lingkungan hidup yang semakin cepat, menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada lingkungan tercemar, radiasi ultraviolet yang tinggi dan bahan-bahan polutan serta radikal bebas lain yang mengakibatkan cekaman oksidatif oxidative stress. Hal ini dapat menimbulkan proses penuaan dini dan berbagai penyakit degeneratif yang membahayakan kesehatan manusia. Konsumsi bahan antioksidan diperlukan untuk menangkal stres tersebut yang dapat menurunkan tingkat cekaman oksidatif sehingga memperlambat terjadinya penuaan dini dan mencegah terjadinya komplikasi berbagai penyakit. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat, atau mencegah proses peroksidasi lipid. Dalam pengertian lainnya antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya radikal bebas dalam peroksidasi lipid. Senyawa antioksidan berperan penting untuk mengurangi kerusakan oksidatif sel maupun jaringan yang disebabkan Reactive Oxygen Spesies ROS termasuk radikal bebas seperti radikal anion superoksida, radikal hidroksil, singlet oksigen, dan senyawa yang bukan radikal bebas seperti hidrogen peroksida Hariyatmi 2004; Kumar et al. 2010. Pemanfaatan tumbuhan obat sebagai antioksidan tradisional sudah mulai banyak dilakukan. Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas dengan tingkat keanekaragaman hayati tergolong tinggi di dunia termasuk tumbuhan obat dan memiliki jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan baku untuk antioksidan, salah satunya adalah Selaginella. Selaginella memiliki karakter morfologi khas berupa percabangan pada batang menggarpu, daun-daun kecil menyerupai sisik pada beberapa spesies, dengan dua ukuran yang berbeda Jermy 1990. Struktur reproduksinya tersusun dalam strobili yang terdapat di ujung percabangan. Selaginella ornata memiliki strobili yang rata dan sangat rapat, sedangkan S. plana dan S. willdenovii memiliki strobili bersegi empat Winter Amoroso 2003; Chikmawati et al. 2007. Selaginella memiliki banyak potensi dan manfaat antara lain sebagai bahan makanan, tanaman obat-obatan, kerajinan tangan, dan tanaman hias Winter Amoroso 2003. Sebagai tanaman obat, Selaginella dimanfaatkan sebagai anti kanker Thomson 2007, anti tumor Khoiri 2009, dan antioksidan Gayathri et al. 2005; Chikmawati et al. 2009. Kemampuan Selaginella sebagai antioksidan ditunjukkan dari beberapa penelitian sebelumnya. Sah et al. 2005 melaporkan bahwa ekstrak air S. bryopteris mampu memicu peningkatan pertumbuhan serta aktivitas perlindungan terhadap cekaman oksidatif. Perlakuan kultur sel mamalia dengan 1–2.5 ekstrak air dapat melindungi kultur sel dari hidrogen peroksida H 2 O 2 . Selanjutnya Gayathri et al. 2005 menyatakan bahwa penghambatan peroksidasi lipid secara in vitro pada ekstrak S. involvens hampir 50 memiliki aktivitas meningkatkan pertumbuhan pada konsentrasi 2 µgml, dan juga perlindungan melawan kematian sel yang terinduksi stress dalam sejumlah sistem sel eksperimen termasuk sel mamalia. Ekstrak lainnya yaitu dari S. tamariscina mampu menghambat produksi nitrat oksida, dan kerjanya tergantung pada konsentrasinya Woo et al. 2005. Kemampuan Selaginella sebagai antioksidan tersebut dipengaruhi oleh senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Anggota marga ini kaya akan bahan aktif biflavonoid, suatu metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan tertentu dalam bentuk dimer dari flavon dan flavanon Rahman et al. 2007. Selaginella ornata, S. plana , dan S willdenovii merupakan tiga contoh jenis Selaginella yang banyak ditemukan melimpah di Indonesia dan telah dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat oleh penduduk setempat. Chikmawati et al. 2009 telah mengkaji aktivitas antioksidan ketiga jenis tersebut secara in vitro, namun kajian aktivitasnya secara in vivo belum terungkapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melengkapi informasi yang telah tersedia agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar pada bidang ilmu dasar, farmasi dan kesehatan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas antioksidan ekstrak S. ornata , S. plana, dan S. willdenovii secara in vivo dan in vitro. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Distribusi Selaginella Selaginella termasuk divisi Lycopodiophyta, kelas Lycopodiopsida, ordo Selaginellales, famili Selaginellaceae. Selaginella termasuk tumbuhan herba perennial. Akar ada yang panjang, pendek, atau rizosfor. Batang kecil, tegak, atau menjalar dengan akar di setiap intervalnya. Percabangannya menggarpu, daun tersusun spiral atau berhadapan, sepasang daun kecil meyerupai sisik di bagian lateral dan median batang yang sebagian besar dengan ukuran yang berbeda. Sporangia tersusun dalam strobili dan terdapat di ujung percabangan. Sporangia pada permukaan atas, di ketiak sporofil sporangium bertangkai, ada dua macam yaitu megaspora dan mikrospora. Selaginella dapat tumbuh pada berbagai tipe iklim dan tanah, dengan tingkat keanekaragaman tertinggi di hutan hujan tropis Tjitrosoepomo 1994; Zhang 2001. Spesies Selaginella banyak terdapat di Indonesia dan negara-negara Malesia, tetapi informasi tentang takson ini masih terbatas. Di pulau Jawa ditemukan 18 spesies tersebar dalam 29 lokasi dengan jumlah spesies terbesar ditemukan di Jawa Barat seperti S. willdenovii. Beberapa spesies yang umum ditemukan melimpah di pulau Jawa antara lain S. plana, S. ornata, S. opaca , dan S. ciliaris Chikmawati et al. 2007. Selaginella juga ditemukan di pulau-pulau besar Indonesia lainnya seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, serta pulau-pulau kecil seperti Maluku dan Sunda Kecil. Sejumlah spesies juga ditemukan di negara Filipina, Thailand, Semenanjung Malaya, dan kepulauan Solomon Camus 1997. Di Indonesia, Selaginella memiliki beberapa nama lokal seperti rumput solo, cemara kipas gunung, cakar ayam Jawa, paku rane Sunda, menter Jakarta, tai lantuan Madura, usia Ambon, sikili batu Minangkabau, rutu- rutu Maluku Winter Amoroso 2003; Setyawan Darusman 2008, dan ringan, rorak Minahasa Zumsteg Weckerle 2007. Jenis-jenis Selaginella memiliki banyak kesamaan tetapi umumnya dapat dibedakan berdasarkan bentuk morfologi dan pigmentasinya. Selaginella ornata Hook Grev. Spring. Selaginella ornata memiliki batang utama tegak, warna merah hati, kaku, mudah patah, ujung batang keemasan, ada satu akar keluar dari percabangan, daun dimorfik seluruhnya, bentuk lembaran daun garis-bundar telur, daun lateral oblong-garis, nampak persisten, warna hijau muda, hijau sedang, dan coklat merah hati Gambar 1. Strobili rata dan sangat rapat, sporofil dimorfik, sporofil dari daun di bawah lebih kecil dari bagian atas. Selaginella ornata tersebar luas di Asia Tenggara. Sementara di Indonesia, khususnya pulau Jawa persebaran spesies ini terdapat di beberapa daerah seperti Gunung Wiru, G. Salak, G. Gede, Cibodas, Cibeber, Paninggaran-Pekalongan, G. Selamet, dan G. Argopuro. Habitat yang disukai oleh spesies ini adalah tempat yang lembab, ternaungi tumbuhan lain maupun terbuka serta terkena sinar matahari, di tebing pinggir jalan dan tebing persawahan dengan sumber air di sekitarnya, dan hutan sekunder Winter Amoroso 2003; Chikmawati et al. 2007. Selaginella plana Desv. ex Poir. Hieron Selaginella plana merupakan tumbuhan yang memiliki batang yang tegak, bagian pangkal batangnya memanjat atau menjalar, bagian atas cabangnya membentuk seperti frond yang cukup besar tumbuh dari batang utamanya Gambar 2. Daunnya dimorfik, warna hijau, sporofilnya seragam dan strobili bersegi empat. Daun lateral oblong-garis. Ada beberapa variasi yang terlihat diantaranya batang coklat dominan, batang hijau, daun hijau dominan, dan daun cokelat. Spesies ini dapat ditemukan di dekat sawah, di tebing dengan aliran air kecil di bawah tebing, tepi sungai, hutan sekunder, ternaungi, dan terbuka pada ketinggian antara 250-2771 m dpl. S. plana dapat tumbuh dengan baik pada tanah lempung liat, batu, dan tanah pasir berbatu Winter Amoroso 2003; Chikmawati et al. 2007. Selaginella willdenovii Desv. ex Poir. Baker Tumbuhan S. willdenovii merupakan semak dengan tinggi antara 1–2 meter, memanjat, batang utamanya tegak, bentuk segi empat, coklat kemerahan, licin, cabang dengan sudut 45 º terhadap cabang utama. Cabang ada yang merayap, teratur, dan median daun berbentuk lanset. Pada bagian atas permukaan daun berwarna hijau kebiruan, ujung keemasan Gambar 3. Sporofil seragam dan strobili bersegi empat. S. willdenovii dapat ditemukan pada daerah yang cukup panas pada ketinggian +250 m dpl, diantara semak belukar di hutan, di bawah pohon damar, dan di bawah pohon pinus Winter Amoroso 2003; Chikmawati et al. 2007. Senyawa Bioaktif pada Selaginella Senyawa bioaktif pada tumbuhan dihasilkan dari proses metabolisme sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa organik yang tidak langsung berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan. Senyawa ini tersebar terbatas hanya pada beberapa spesies tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder memiliki suatu fungsi ekologi seperti perlindungan tumbuhan dari herbivora, patogen, dan atraktan terhadap polinator hewan penyebar biji. Contoh metabolit sekunder pada tumbuhan adalah terpenoid isoprenoid, alkaloid serta senyawa N lainnya, dan phenol seperti biflavonoid. Menurut Seigler 1998 distribusi senyawa biflavonoid ini terbatas pada beberapa tumbuhan seperti Selaginellales, Psilotales, dan Gymnospermae. Biflavonoid yaitu metabolit sekunder utama pada Selaginella merupakan dimer flavonoid yang dibentuk dari dua unit flavon atau campuran antara flavon dan flavonon Gambar 4. Gambar 1 Selaginella ornata di Kebun Raya Cibodas Cianjur. Gambar 2 Selaginella plana di Kampus IPB Dramaga Bogor. Gambar 3 Selaginella willdenovii di Kampus IPB Dramaga Bogor. Biflavonoid yang paling banyak diteliti adalah ginkgetin, isoginkgetin, amentoflavon, morelloflavon, robustaflavon, hinokiflavon, dan ochnaflavon. Senyawa-senyawa ini memiliki struktur dasar yang serupa yaitu 5,7,4’-trihidroksi flavonoid, tetapi berbeda pada sifat dan letak ikatan antar flavonoid Rahman et al. 2007. Flavonoid Biflavonoid Gambar 4 Struktur dasar flavonoid dan biflavonoid Rahman et al. 2007 Hasil penelitian Zheng et al. 2007 menunjukkan bahwa dari empat biflavonoid yakni, robustaflavone, 4 ′-methyl ether, tetrahydrorobustaflavone, dan 2 ′′, 3 ′′-dihydrorobustaflavone 4′-methyl ether, yang diisolasi dari fraksi larutan ethanol 60 dari seluruh herba S. uncinata Desv. Spring, diperoleh bahwa senyawa 2 ′′, 3 ′′-dihydrorobustaflavone 4′-methyl ether adalah merupakan biflavonoid baru. Hal ini dapat menjadi suatu petunjuk baru untuk mendapatkan senyawa-senyawa biflavonoid lainnya yang belum terungkap pada spesies Selaginella lainnya karena beberapa senyawa biflavonoid dengan mudah ditemukan pada berbagai spesies Selaginella. Selanjutnya Sun et al. 2006 melaporkan bahwa amentoflavon dan ginkgetin merupakan senyawa biflavonoid pada Selaginella yang paling melimpah, luas sebarannya, dan paling mudah ditemukan. Antioksidan Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam Suhartono et al. 2002. Selanjutnya menurut Handayani dan Sulistyo 2008 antioksidan juga dapat menginaktifkan radikal bebas, molekul tidak stabil yang dihasilkan oleh berbagai jenis proses kimia normal tubuh atau oleh radiasi matahari, asap rokok, dan pengaruh-pengaruh lingkungan lainnya. Secara alamiah semua organisme memiliki mekanisme untuk mengatasi radikal bebas, misalnya dengan enzim superoksida dismutase dan katalase, atau dengan senyawa asam askorbat, tokoferol, dan glutation Tuminah 2000; Mau et al. 2002. Superoksida dismutase mengkatalisis reaksi dismutasi, dimana dua radikal superoksida ditransformasikan menjadi molekul hidrogen peroksida dan satu molekul oksigen Heikkila et al. 1976. Reaksinya adalah sebagai berikut: 2 O 2 + 2H + H 2 O 2 + O 2 Senyawa antioksidan berperan penting untuk mengurangi kerusakan oksidatif sel maupun jaringan yang disebabkan antara lain oleh ROS seperti radikal superoksida, radikal nitrat hidroksida, radikal lipid peroksil, dan radikal hidroksil Tuminah 2000; Blokhina et al. 2003; Ali et al. 2008. Radikal bebas merupakan molekul yang sangat reaktif sekali, karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dan merupakan molekul yang dapat mengakibatkan kerusakan pada membran. Selanjutnya Blokhina et al. 2003 menyatakan bahwa kerusakan pada komponen membran sel seperti lipid peroksidasi dari asam lemak tidak jenuh pada membran, protein denaturasi, karbohidrat, dan asam nukleat dapat dilihat dari perubahan komposisi dan kandungan lipid, pengaktifan lipid peroksidase dan meningkatnya kebocoran membran. Berbagai senyawa antioksidan yang dihasilkan tumbuhan untuk menangkal radikal bebas, diantaranya biflavanoid, β-karoten, vitamin C, dan E Gaspar et al. 1994. Kemampuan Selaginella sebagai antioksidan dipengaruhi oleh senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Diantara beberapa jenis antioksidan yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut, yang menunjukkan aktivitas antioksidan terbaik adalah biflavonoid Myara et al. 1993. Biflavonoid efektif dalam penghilangan radikal hidroksil, radikal peroksil, dan anion superoksida Packer Cadenas 2002. Potensi antioksidan senyawa biflavonoid diperkirakan disebabkan oleh pelepasan atom hidrogen yang terdapat pada gugus hidroksil –OH. Gugus hidroksil hampir selalu terdapat dalam flavonoid, khususnya pada cincin B di posisi 3’ dan 4’, cincin A pada posisi 5 dan 7, atau cincin C pada posisi 3 Gambar 4. Gugus hidroksil ini merupakan tempat menempelnya berbagai gula yang dapat meningkatkan kelarutan flavonoid dalam air. Sebagian besar flavonoid disimpan dalam vakuola tengah, walaupun disintesis di luar vakuola Salisbury Ross 1995. Radikal bebas berikatan dengan atom hidrogen tersebut sehingga energi aktivasinya berkurang Gurr et al. 2002. Selanjutnya Rose et al. 1982 menyatakan bahwa pemberian antioksidan dapat menurunkan tingkat cekaman oksidatif sehingga memperlambat terjadinya penuaan dini dan mencegah terjadinya komplikasi berbagai penyakit. Hasil penelitian Sah et al. 2005 menunjukkan bahwa ekstrak air S. bryopteris mampu memicu peningkatan pertumbuhan serta aktivitas perlindungan terhadap cekaman oksidatif. Perlakuan kultur sel mamalia dengan 1-2.5 ekstrak air dapat melindungi kultur sel dari hidrogen peroksida. Gayathri et al. 2005 meneliti tentang ekstrak air dari tiga spesies tumbuhan S. involvens , S. delicatula, dan S. wightii yang bersifat antioksidan. Dari ketiga spesies tumbuhan tersebut, yang berpengaruh secara signifikan terhadap anti peroksidasi lipid adalah S. involvens EC 50 = 2 µgml. Hal ini mendukung pandangan masyarakat tradisional India yang menganggap bahwa tumbuhan S. involvens ini dapat memperpanjang usia. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan Maret 2011. Sampel tumbuhan untuk pembuatan ekstrak S. plana dan S. willdenovii diambil dari kampus IPB Dramaga Bogor sedangkan S. ornata berasal dari Kawasan Kebun Raya Cibodas Cianjur. Pemeliharaan mencit dalam perlakuan dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, sedangkan uji in vitro aktivitas antioksidan ekstrak Selaginella dilakukan di Laboratorium Penelitian Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, IPB. Bahan Tanaman Bahan tanaman yang dipakai dalam penelitian adalah ekstrak dari S. ornata , S. plana, dan S. willdenovii. Diagram Alir penelitian Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel Selaginella, persiapan ekstrak, dan selanjutnya analisis aktivitas antioksidan. Adapun alir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 5. Rancangan Percobaan Percobaan aktivitas antioksidan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan Percobaan Faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah jenis ekstrak Selaginella yang terdiri dari 3 taraf yaitu S. ornata, S. plana dan S. willdenovii. Faktor kedua adalah dosis pemberian ekstrak Selaginella dengan empat taraf yaitu 0, 0.3, 0.6, dan 1.2 g ekstrakkg bb. Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak dua kali. Selaginella Pengujian efektifitas pemberian cekaman oksidatif Analisis Superoksida Dismutase Analisis Peroksidasi Lipid Pemberian cekaman oksidatif Perlakuan ekstrak Selaginella Uji LD 50 Studi pendahuluan LD 50 Persiapan ekstrak Analisis Data Gambar 5 Diagram alir penelitian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Selaginella. Pelaksanaan Penelitian 1. Pembuatan Ekstrak Selaginella Ekstraksi dimulai dengan membersihkan bagian tajuk daun dan batang ketiga spesies Selaginella dengan air kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50 º C selama 3 hari. Bahan kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender sampai terbentuk tepung. Tepung kemudian dimaserasi dengan etanol 70 dengan komposisi 5 g dimasukkan dalam 100 ml etanol 70 selama 24 jam Gayathri et al. 2005. Selanjutnya dilakukan pengadukan selama 4 jam dengan menggunakan stirer pada kecepatan 300 rpm. Hasil maserasi disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42 dan diuapkan dengan menggunakan rotary vaccum evaporator pada suhu 60 º C selama 3 sampai dengan 4 jam dengan kecepatan 200 rpm Markham 1988. Untuk menghilangkan air yang tersisa, filtrat dikeringbekukan dengan freeze dryer sampai terbentuk pasta dan hasilnya disimpan dalam ruang pendingin pada suhu 4ºC. 2. Aktivitas Antioksidan 2.1 Uji LD50 Studi pendahuluan pada pengujian LD 50 menggunakan dosis 15 g ekstrakkg bb bobot badan bertujuan untuk mencari efek toksik. Pemberian ekstrak Selaginella dilakukan secara oral sebanyak satu kali. Mencit yang digunakan adalah mencit jantan, strain DDY Deutch Danken Yolken dengan bobot badan berkisar 28.5–34.5 g yang berumur 2.5−3 bulan. Jumlah mencit untuk setiap kelompok ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii masing- masing sebanyak 5 ekor. Pengamatan bobot badan dan kematian mortalitas dilakukan selama 7 hari Harmita Radji 2008. Pengujian LD 50 selanjutnya pada ketiga jenis ekstrak Selaginella dilakukan dengan menggunakan metode Weil 1952. Pemberian ekstrak pada hewan mencit diberikan secara oral dengan empat taraf dosis yang berbeda. Pemilihan dosis mengikuti progresi geometris Harmita Radji 2008. Rumus yang digunakan sebagai berikut: Y N = Y 1 R N-1 Keterangan: Y N = dosis ke-N Y 1 = dosis pertama R = faktor pemacu N = deret dosis Mencit yang digunakan adalah mencit betina, strain DDY dengan bobot badan berkisar 21.7–40.8 g yang berumur 2.5−3 bulan. Jumlah mencit untuk setiap jenis ekstrak S. ornata, S. plana, dan S. willdenovii masing-masing sebanyak 4 ekor. Selanjutnya efek toksik ekstrak dievaluasi selama 7 hari Harmita Radji 2008 dan dihitung dosis letal median LD 50 . Rumus yang digunakan pada metode Weil 1952 sebagai berikut: Log m = log D + df+1 Keterangan: m = nilai LD 50 D = Dosis terkecil yang diberikan d = log dari kelipatan dosis log R f = suatu faktor dalam tabel Weil

2.2 Pemberian Ekstrak Selaginella dan Cekaman Oksidatif

Metode pemberian ekstrak dan cekaman oksidatif merupakan modifikasi dari metode yang digunakan oleh Gayathri et al. 2005 dan Wresdiyati et al. 2007. Cekaman oksidatif diberikan dengan cara puasa tidak diberi pakan dan berenang selama lima menit setiap hari dengan pemberian air minum secara ad libitum selama 3 hari. Untuk menganalisis pengaruh ekstrak Selaginella terhadap aktivitas antioksidan secara in vivo digunakan mencit jantan dengan bobot badan berkisar 21.3–43 g yang berumur 2.5−3 bulan. Kontrol terdiri dari: 1 kontrol negatif yaitu mencit yang tidak mendapat ekstrak, namun mendapat cekaman oksidatif, 2 kontrol positif yaitu mencit yang mendapat ekstrak dosis 0.6 g ekstrakkg bb, tetapi tanpa cekaman oksidatif, dan 3 kontrol netral yaitu mencit yang tetap mendapatkan pakan dan tidak mendapat cekaman maupun ekstrak. Pada setiap ekor mencit percobaan diberi 0.5 ml ekstrak dengan dosis sesuai perlakuan. Pada hari kelima mencit-mencit tersebut dimatikan dan contoh hati diambil.

2.3 Persiapan Homogenat Hati

Hati yang telah diperoleh dari hasil pembedahan direndam dengan NaCl 0.9 dan selanjutnya disimpan dalam larutan KCl 1.15 Ohkawa et al. 1979. Dari larutan KCl 1.15, dicuci dengan aquabides dan dibuat homogenat 25 menggunakan aquabides Gayathri et al. 2005 dan Lampiran 9. Pembuatan homogenat dengan cara dihaluskan, disaring, dan disimpan pada suhu –20ºC untuk pengujian selanjutnya Hasani et al. 2007. Dari bahan homogenat tersebut, diambil masing-masing 0.1–1 ml untuk analisis peroksidasi lipid dan analisis Superoksida Dismutase.

2.4 Analisis Peroksidasi Lipid

Analisis peroksidasi lipid untuk penentuan konsentrasi MDA malondialdehyde dalam nmolµg protein dimulai dengan analisis protein. Analisis protein pada homogenat hati mencit menggunakan metode biuret. Metode biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan kadar protein suatu larutan Apriyantono et al. 1989. Pereaksi biuret terdiri dari larutan 3 g CuSO 4 .5H 2 O dan 9 g Na-K-Tartrat dalam 500 ml NaOH 0.2 N. Selanjutnya larutan ditambah 5 g KI kemudian diencerkan sampai 1000 ml dengan menggunakan NaOH 0.2 N. Larutan protein standar merupakan larutan bovine serum albumin BSA dalam aquades dengan konsentrasi 5 mgml. Kurva standar dibuat dengan menggunakan larutan BSA dengan konsentrasi 5 mgml pada 7 macam volume yang berbeda yaitu 0 blanko, 0.1,