STABILISASI BEKATUL TINJAUAN PUSTAKA A.

5 penggilingan terjadi kenaikan kadar ALB Orthoefer, 2001. Mekanisme hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol ditunjukkan melalui reaksi kimia dibawah ini. Trigliserida air Asam lemak Bebas gliserol Gambar 3. Reaksi hidrolisis dengan katalis lipase Hamilton, 1983 Aktivitas lipase sangat bergantung pada suhu penyimpanan dan kelembaban Orthoefer, 2001. Suhu optimal aktifitas lipase adalah 35–40ºC. Penyimpanan dalam keadaan panas dan kelembaban yang tinggi dapat meningkatkan ALB sebesar 5-10 perhari dan 70 dalam satu bulan. Aktivitas lipase menurun pada suhu rendah dan berhenti saat disimpan dibawah suhu beku Champagne, 1994. Bekatul juga mengandung lipoxygenase dan peroxigenase, keduanya mempunyai pengaruh negatif saat terjadi oksidasi dibekatul. Aktivitas kedua enzim tersebut mendegradasi minyak dalam bekatul, menghasilkan peningkatan nilai peroksida, penurunan kadar iodin, dan peningkatan kadar asam barbiturat. Lipoxsigenase dan peroxidase menjadi inaktif seiring ketidakaktifan lipase, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur aktivitas lipase. Lipase dapat membuat bekatul menjadi tengik melalui proses hidrolisis dan lipoxgenase meningkatkan ALB yang menghasilkan bau tengik. Perubahan bau pada bekatul menunjukkan peningkatan ALB Orthoefer, 2001.

B. STABILISASI BEKATUL

Stabilisasi bekatul dilakukan dengan prinsip meniadakan aktivitas lipase dengan cara merubah susunan molekul enzim sehingga tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Proses inaktivasi lipase harus menyeluruh, tidak bersifat balik reversible dan disaat bersamaan kandungan komponen Lipase 6 berharga harus dijaga. Metode yang dapat digunakan untuk stabilisasi bekatul adalah ekstrusi kering, ekstrusi basah, pendinginan, pengubahan pH, perlakuan kimia Orthoefer, 2001, penyiranan sinar gamma, dan penyimpanan kedap udara Luh, 1991. Stabilisasi pemanasan kering dilakukan dengan pengeringan menggunakan pemanasan tinggi 100-110ºC selama 20–30 menit Orthoefer, 2001. Penyimpanan sebaiknya dilakukan pada RH rendah untuk menjaga kondisi stabilisasi. Metode stabilisasi yang dapat digunakan antara lain: pan roasting, stasionary dryer, atau fluid bed dryer. Seiring lamanya pemanasan, bekatul menjadi semakin gelap. Stabilisasi menggunakan pemanasan kering tidak dapat menginaktifasi lipase secara total. Tingkat kadar air bekatul diharapkan 3-6 untuk menahan laju pembentukan asam lemak bebas dan untuk menahan penurunan mutu akibat oksidasi Champagne, 1994. Stabilisasi paling ideal dilakukan dalam jangka waktu 1 jam setelah penggilingan. Bekatul kering kadar air 10-14 di masukkan ke dalam ektruder dan dilakukan hingga mencapai suhu 130-150ºC Orthoefer, 2001. Densitas bahan meningkat dan kadar air bahan menurun hingga 5-8 . Pemanasan selama 3 menit diperlukan untuk proses stabilisasi. Efek penggunaan ekstrusi antara lain: bekatul terstabilisasi berbentuk bubuk, warna semakin gelap karena pemanasan, inaktivasi lipase dimungkinkan kurang sempurna sehingga diperlukan penyimpanan dalam kelembaban rendah untuk mencegah terjadinya peningkatan ALB, dan pemeliharaan alat membutuhkan biaya tinggi Orthoefer, 2001. Pemanasan basah lebih efektif dalam proses stabilisasi bekatul dibandingkan dengan pemanasan kering. Lipase menjadi tidak aktif dengan perlakuan pemanasan selama 3 menit pada suhu 100ºC Orthoefer, 2001. Penambahan uap panas atau air selama ekstrusi memerlukan pengeringan setelah stabilisasi. Proses pengeringan ini dapat meningkatkan biaya stabilisasi, tetapi lipase akan inaktif secara permanen dan sedikit kehilangan nutrisiOrthoefer, 2001. 7 Stabilisasi menggunakan pendingin, modifikasi pH, dan penambahan bahan kimia telah diteliti. Penurunan suhu dapat menurunkan aktifitas hidrolisis lipase. Lajunya saja yang dihambat, lipase akan aktif kembali seriring peningkatan suhu. Penggunaan pendingin akan meningkatkan biaya dan untuk komersialisasi akan terhambat Orthoefer, 2001. Aktivitas lipase dan lipoxsigenase akan terhenti akibat denaturasi oleh panas selama stabilisasi bekatul. Panas dapat mengakibatkan rekasi oksidasi non enzimatik. Panas menyebabkan penyebaran kembali minyak, penghancuran endogenous dan peningkatan luas permukaan yang terpapar oksigen. Kerusakan oksidasi enzimatik dan non enzimatik di dalam pati dapat diperlambat dengan menjaga kadar oksigen yang rendah melalui pengemasan yang optimum selama penyimpanan Kao dan Luh, 1991. Autoklaf atau sering disebut sebagai panci bertekanan digunakan untuk meningkatkan tekanan sehingga titik didih cairan menjadi lebih tinggi. Efeknya, sterilisasi menjadi lebih efektif dan lama pemasakan menjadi lebih cepat Walker, 2007 .

C. PENGERINGAN