Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Hipotesis Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Subjek Penelitian

commit to user 3 Salah satu kriteria eksklusi sampel pada penelitian ini adalah perokok, berdasarkan data susenas 1995 dan 2001, prevalensi merokok laki-laki umur 15 tahun ke atas yang tinggal di desa adalah sebesar 67,0, sedangkan prevalensi merokok wanita umur 15 tahun ke atas di desa hanya sebesar 1,5 . Oleh karena itu, pada penelitian ini, sampel yang dipakai adalah wanita. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merasa perlu mempelajarinya melalui penelitian klinis dengan judul perbedaan persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi APE pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo.

B. Perumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi APE pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya perbedaan persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi APE pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam hal perbedaan persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi APE pada wanita yang terpapar dan tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo. commit to user 4 b. Menambah informasi yang berguna bagi penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh paparan asap obat nyamuk bakar terhadap persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi APE. 2. Manfaat aplikatif a. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh paparan asap obat nyamuk bakar terhadap fungsi paru. b. Memberikan masukan dan bahan pertimbangan kepada masyarakat dalam menggunakan sarana pengusir nyamuk. commit to user 5 BAB II LANDASAN TEORI A . Tinjauan Pustaka 1. Obat Nyamuk Bakar Obat nyamuk bakar merupakan obat anti nyamuk yang berbentuk coil kumparan dan salah satu formulasi obat anti nyamuk yang menimbulkan asap. Selain murah harganya, obat nyamuk bakar juga mudah didapatkan serta cukup efektif dalam membunuh nyamuk. Setiap kumparan obat nyamuk memiliki berat rata-rata 12 gram dan masa pembakaran selama 7,5 sampai 8 jam Wahyono, 2006. Zat aktif utama dalam sebagian besar obat nyamuk bakar adalah pyrethrins, sekitar 0,3-0,4 dari berat total obat nyamuk Liu, et al., 2003. Pyrethrin oleh WHO juga dikelompokkan dalam racun kelas menengah. Pada obat antinyamuk, pyrethrin yang digunakan berupa d-allethrin, transflutrin, bioallethrin, pralethrin, d-phenothrin, cyphenothrin, atau esbiothrin WHO, 1998. Bahan-bahan lain penyusun obat nyamuk bakar adalah bahan- bahan organik, pengikat, pewarna, dan zat-zat tambahan lain yang mudah terbakar. Hasil pembakaran dari bahan-bahan di atas menghasilkan sejumlah besar partikel submikrometer dan polutan dalam bentuk gas. Partikel submikrometer ini dilapisi dengan berbagai senyawa organik, beberapa di antaranya karsinogen atau yang dicurigai sebagai 5 commit to user 6 karsinogen, seperti Polycyclic Aromatic Hydrocarbons PAHs yang dihasilkan melalui pembakaran tidak lengkap biomassa bahan dasar obat nyamuk bakar dan dapat mencapai saluran pernapasan bagian bawah Lukwa dan Chandiwana, 1998. Pembakaran obat nyamuk bakar juga melepaskan berbagai komponen aromatik seperti benzopyrenes, benzo-fluoroethane Brashier, et al., 2009.

2. Pengaruh Asap Obat Nyamuk Bakar terhadap Sistem Pernafasan

Asap obat nyamuk bakar dikategorikan sebagai salah satu sumber polusi udara di dalam ruangan Departemen Kesehatan RI, 2008. Polutan dalam asap obat nyamuk bakar : Menurut Nahsihah dalam Wahyono 2006 obat nyamuk bakar jika dinyalakan akan menghasilkan gas-gas polutan berupa karbon dioksida CO 2 , karbon monoksida CO, NO 2 , NO, NH 3 , dan juga fine particles partikel dengan diameter 2,5 µm atau PM 2,5 , polycyclic aromatic hydrocarbons PAHs, dan aldehydes Liu, et al., 2003 . a. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons PAHs Polycyclic Aromatic Hydrocarbons PAHs merupakan kelompok senyawa yang memiliki berat molekul besar, dan memiliki struktur dengan banyak cincin aromatik. Senyawa ini banyak terdapat di alam sebagai polutan hasil pembakaran bahan-bahan organik, baik dalam bentuk partikel padat ataupun gas Mahardini T., Renawati I., Yulistia A, 2008. Beberapa jenis senyawa PAHs bersifat karsinogenik. Bahan ini merupakan salah satu dari commit to user 7 komponen polutan utama biomassa, dilepaskan dari kondensasi pembakaran gas atau pembakaran tidak sempurna bahan organik Aditama, 1999. b. Particulate Matter PM PM biasanya dikategorikan berdasar seberapa dalam mereka dapat masuk ke dalam sistem pernafasan manusia. Partikel kasar coarse particles adalah partikel yang memiliki diameter lebih dari 10 µm. Partikel ini terlalu besar untuk bisa masuk ke dalam saluran pernafasan. Partikel dengan diameter kurang dari 10 µm dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan karena jika terhirup, partikel- partikel ini dapat terakumulasi di dalam sistem pernafasan. Partikel dengan diameter kurang dari 2,5 µm disebut fine particles dan dipercaya dapat menyebabkan risiko kesehatan yang lebih besar karena partikel-partikel ini dapat masuk jauh ke dalam alveoli. Partikel dengan diameter kurang dari 0,1 µm disebut ultrafine particles. Studi epidemiologi melaporkan terdapat hubungan antara PM di udara dengan beberapa efek kesehatan akut, termasuk gejala- gejala pernafasan dan disfungsi paru Lin, et al., 2008. Menurut hasil penelitian Liu, et al. 2003 menyalakan satu obat nyamuk bakar menghasilkan PM 2,5 sama dengan menyalakan 75-137 rokok. PM merupakan salah satu komponen penting terkait dengan pengaruhnya terhadap kesehatan Zaini, 2008. Paparan akut PM akan menimbulkan iritasi, inflamasi dan peningkatan reaktivitas commit to user 8 bronkus dan dapat menurunkan kemampuan clearance mukosiliar. Sehingga berpotensi untuk menimbulkan mengi, eksaserbasi asma, infeksi saluran pernafasan, bronkitis kronik, penyakit paru obstruktif kronik, dan eksaserbasi akut dari PPOK Bruce, et al., 2000. Polusi PM terbukti dapat meningkatkan hiperesponsivitas jalan nafas dan menyebabkan penurunan fungsi paru Brashier, et al., 2009. Menurut Dubois dan Dautrebande dalam Arden Pope, et al., 2003 pada orang sehat, Fine PM dapat menyebabkan bronkospasme jika terhirup. Mekanisme pengendapan dan penimbunan partikel di dalam paru : 1 Inertia kelambanan Untuk partikel ukuran 2-100µ, karena ukuran partikel relatif besar, partikel sulit mengikuti aliran udara yang berkelok-kelok, sehingga mudah membentur selaput lendir dan terperangkap di percabangan bronkus besar. 2 Sedimentasi gravitasi Untuk partikel berukuran 0,5-2µ, umumnya akan mengendap di percabangan bronkus kecil dan bronkioli. Gravitasi pengendapan partikel dimungkinkan karena kecepatan aliran udara cukup lamban. 3 Gerakan Brown proses difusi Partikel ukuran ± 1µ, akibat gerakan Brown ini, maka partikel akan membentuk permukaan alveoli dan mengendap. commit to user 9 4 Intersepsi Partikel berbentuk serat fiber dengan perbandingan panjangdiameter 3:1, berhubungan dengan bentuknya mudah tersangkut dalam mukosa saluran nafas. 5 Elektrostatik Daya tarik elektrostatik antara partikel-mukosa saluran nafas, berperan pula pada pengendapan partikel. Winariani, 2004 c. Aldehydes Aldehydes merupakan zat yang dapat menyebabkan iritasi kulit, mata, dan saluran pernafasan atas, aldehydes juga mempengaruhi membran mukosa hidung dan kerongkongan, menyebabkan sensasi terbakar, bronkokonstriksi, tercekik, dan batuk Lin, et al., 2008. Selain itu, Black, et al., dalam Lin, Krishnaswamy, Chi. 2008 melalui penelitiannya bahwa formaldehyde dapat menganggu keseimbangan mukosiliar clearance. Pembakaran satu obat nyamuk bakar menghasilkan kurang lebih formaldehyde sama banyaknya dengan membakar 51 batang rokok Liu, et al., 2003. d. CO Karbon Monoksida CO adalah salah satu polutan gas terbanyak yang dihasilkan dari pembakaran obat nyamuk bakar The Hong Kong Polytechnic University, 2004. CO dihasilkan dari pembakaran tidak lengkap bahan organik Aditama, 1999. Daya ikatnya dengan hemoglobin 230 kali lebih kuat dibandingkan daya ikat zat asam sehingga dengan commit to user 10 sejumlah besar ikatan COHb yang beredar, maka sel–sel jaringan dan organ tubuh menjadi kekurangan zat asam. Pada orang sehat di tempat terbuka kadar CO mungkin tidak banyak mengganggu tetapi pada penderita penyakit paru besar sekali pengaruhnya Antaruddin, 2003. e. NO dan NO 2 Sifat racun toksisitas gas NO 2 empat kali lebih kuat daripada toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas NO 2 adalah paru-paru Wardhana, 2004. Nilai ambang batas NO 2 adalah sebesar 0,05 ppmjam. Dampak paparan NO 2 lebih bersifat kronik. Paparan NO 2 sebesar 0,1 ppm selama waktu 1 jam meningkatkan hipereaktivitas bronkus yang diukur dengan inhalasi metakolin serta meningkatkan osbtruksi saluran nafas. Kejadian infeksi saluran nafas meningkat pada orang yang terpapar dengan nitrogen dioksida Yunus, 1998. f. CO 2 Setiap proses pembakaran selalu menghasilkan CO 2 . Jumlah CO 2 yang dihasilkan tergantung pada persediaan O 2 di udara. Apabila jumlah O 2 di udara cukup, maka akan terjadi pembakaran sempurna dan CO 2 yang dihasilkan banyak Wardhana, 2004. g. NH 3 NH 3 merupakan salah satu polutan udara yang berbahaya. Beberapa efek NH 3 pada sistem pernafasan antara lain : iritasi hidung commit to user 11 dan tenggorokan, edema tenggorokan yang menyebabkan obstruksi jalan nafas, batuk, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik Brashier, et al., 2009.

3. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

a. Anatomi Sistem Pernafasan Pulmo adalah organ tubuh yang berhubungan dengan lingkungan diluar tubuh, yaitu melalui sistem pernafasan Antaruddin, 2003. Ketika masuk hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernafasan bagian bawah menuju ke faring Price dan Wilson, 2006. Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernafasan bagian atas. Faring terbagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Alsagaff dan Mukty, 2008. Udara mengalir dari faring menuju ke laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot – otot yang mengandung pita suara. Selanjutnya udara commit to user 12 inspirasi menuruni trakea. Trakea bercabang menjadi dua bronkus utama yang masuk ke dalam pulmo. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai charina. Charina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam Price dan Wilson, 2006. Setelah masuk pulmo, bronkus primer membentuk tiga bronkus pada pulmo kanan dan dua bronkus pada pulmo kiri. Bronkus primer bercabang berulang-ulang membentuk bronkus-bronkus yang lebih kecil. Cabang-cabang terminalnya dinamakan bronkiolus. Masing- masing bronkiolus bercabang membentuk 5 – 7 bronkiolus terminalis Junqueira dan Jose, 2001. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya, ductus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan saccus alveolaris terminalis, yaitu struktur akhir paru. Price dan Wilson, 2006. commit to user 13 Masing-masing paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru kanan sedikit lebih besar dari paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior Snell, 2006. Dalam setiap paru terdapat sekitar 300 juta alveoli. Alveolus hanya memiliki satu lapis sel yang diameternya lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel darah merah. Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar: pneumosit tipe I, merupakan lapisan tipis yang menyebar dan menutupi lebih dari 90 daerah permukaan, dan pneumosit tipe II, yang bertanggung jawab terhadap sekresi surfaktan. Surfaktan dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini memungkinkan hubungan atau aliran udara antar sakus alveolaris terminalis Price dan Wilson, 2006. commit to user 14 b. Fisiologi paru Fungsi utama paru adalah untuk respirasi yaitu pengambilan oksigen dari luar masuk ke dalam saluran nafas dan berdifusi ke dalam darah. Proses respirasi dibagi atas tiga tahap utama yaitu ventilasi, difusi dan perfusi Antaruddin, 2003. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru Price dan Wilson, 2006. Setelah alveoli diventilasi dengan udara segar, langkah selanjutnya dalam proses pernafasan adalah difusi Guyton, 2008 yang mencakup proses gas-gas melintasi membran alveolus-kapiler yang tipis tebalnya kurang dari 0,5 µm Price dan Wilson, 2006. Sedangkan stadium yang ketiga adalah perfusi Wiyono dan Susanto, 2006. Ketiga komponen ini selalu bersamaan, apabila ada gangguan pada salah satu tahap maka terjadi gangguan pertukaran udara atau gas. Penyakit pada sistem pernafasan dapat menyebabkan disfungsi paru yang signifikan. Disfungsi tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien Wiyono dan Susanto, 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi faal paru antara lain: usia, jenis kelamin, dan latihan fisik Antaruddin, 2003, lingkungan di mana orang tersebut bertempat tinggal, etnissuku bangsa, dan nutrisi Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993. commit to user 15

4. Arus Puncak Ekspirasi APE

Pemeriksaan faal paru bertujuan untuk mengukur kemampuan paru dalam tiga tahap respirasi, meliputi pemeriksaan ventilasi, difusi, dan perfusi Yunus dkk, 2003 dan dapat digunakan untuk menilai fungsi integrasi berbagai struktur yang berperan dalam sistem pernafasan serta dapat digunakan untuk mendeteksi dan menilai disfungsi pernafasan yang terjadi. Disfungsi pada satu atau lebih struktur tersebut mengakibatkan hasil pemeriksaan faal paru abnormal. Wiyono dan Susanto, 2006. Berbagai uji faal paru dapat dilakukan, mulai dari pemeriksaan yang sangat mudah dan sederhana sampai pemeriksaan yang rumit dan memerlukan sarana serta fasilitas yang lebih canggih Yunus, 1993. Arus Puncak Ekspirasi APE merupakan aliran udara ekspirasi terbesar yang didapat melalui ekspirasi maksimum paksa setelah inspirasi maksimum terlebih dahulu. Angka normal APE untuk laki-laki dewasa berkisar antara 500-700 Lmenit, sedangkan untuk wanita dewasa berkisar antara 380-500 Lmenit Jain, et al., 1998. Pemeriksaan APE bertujuan untuk mengukur secara objektif arus udara pada saluran nafas besar Rasmin, et al., 2001, sehingga dapat dipakai untuk mengetahui kenaikan tahanan saluran nafas, yang memberikan gambaran tentang obstruksi saluran nafas Rahmatullah, 1999. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi APE dengan peak flow meter merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana PDPI, 2006 yang dapat commit to user 16 memberikan peringatan dini adanya penurunan fungsi paru Siregar, 2008. Agar pemeriksaan dapat dikerjakan dengan baik dan benar maka pemeriksa memberikan contoh terlebih dahulu Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993, selanjutnya penderita disuruh melakukan ekspirasi sekuat tenaga melalui alat tersebut Yunus, 1993. Persentase nilai APE 80 dari nilai APE prediksi merupakan pertanda telah terjadi obstruksi pada saluran nafas terutama pada saluran nafas besar Chan, 2006. Nilai APE prediksi adalah nilai APE yang seharusnya pada individu sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan tinggi badan Chan, 2006. Nilai prediksi APE didapat berdasarkan usia, tinggi badan, jenis kelamin, dan ras, serta batasan normal variability diurnal berdasarkan literatur PDPI, 2006. Indikasi pemeriksaan APE : a. Menegakkan diagnosis asma termasuk asma kerja dan pengukuran harus dilakukan secara serial, pagi dan sore setiap hari selama dua minggu. b. Pasien asma dan PPOK dalam keadaan stabil untuk mendapatkan nilai dasar. c. Evaluasi pengobatan pada pasien asma akut, PPOK, dan Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis SOPT yang mengalami eksaserbasi akut sesudah pemberian obat bronkodilator. commit to user 17 d. Mendapatkan variasi harian arus udara pada saluran napas pasien asma dan nilai terbaik dengan cara pemeriksaan APE serial pagi dan sore hari setiap hari selama 2-3 minggu. e. Monitor faal paru. Ada 3 macam nilai persentase APE, yaitu : a. APE sesaat. Nilai ini didapatkan dari nilai tiupan pada waktu yang tidak tertentu dan dapat kapan saja. Persentase APE ini berguna untuk: 1 Mengetahui adanya obstruksi pada saat itu. 2 Mengetahui derajat obstruksi bila telah diketahui nilai standar normal nya. b. APE tertinggi. Nilai ini didapatkan dari hasil tiupan APE tertinggi setelah melakukan evaluasi tiupan sehari 2 kali, pagi dan sore hari pukul 06.00 WIB dan pukul 20.00 WIB selama 2 minggu pada keadaan asma stabil. Persentase nilai APE tertinggi digunakan sebagai standar persentase APE seseorang. c. APE variasi harian. Nilai ini didapatkan dari hasil tiupan APE selama 2 minggu. Variasi harian ini berguna untuk mengetahui nilai tertinggi standar normal seseorang. Pradjnaparamita, 1997 commit to user 18 Interpretasi tindakan pemeriksaan APE : a. Menurut Alsagaff dan Mangunnegoro 1993 1 Untuk menilai seseorang normal atau tidak adalah dengan cara membandingkan faal paru subjek dengan nilai prediksi nilai normal yang diperoleh tim IPP Indonesian Pneumobile Project 1992. 2 Besarnya perbedaan ditentukan berdasarkan rekomendasi ATS American Thoracic Society yaitu 1,64 SEE Standards Error Equation dianggap abnormal. b. Menurut Rasmin, et al., 2001 : 1 Obstruksi : 80 dari nilai dugaan atau pada orang dewasa jika didapatkan nilai APE 200 Lmenit. 2 Obstruksi akut : 80 dari nilai terbaik. 3 APE variasi harian = Nilai tertinggi-Nilai terendah x 100 Nilai tertinggi Jika didapatkan nilai 15 maka dianggap obstruksi saluran nafas yang ada belum terkontrol.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Arus Puncak Ekspirasi

APE a. Faktor Host 1 Jenis Kelamin Sesudah usia pubertas anak laki-laki menunjukkan kapasitas faal paru yang lebih besar dari pada perempuan. Kapasitas vital commit to user 19 rata-rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter, meskipun nilai-nilai ini jauh lebih besar pada beberapa orang dengan berat badan sama Antaruddin, 2003. 2 Umur Faal paru sejak masa kanak-kanak bertambah atau meningkat volumenya dan mencapai maksimal pada usia 19-21 tahun, setelah usia itu nilai faal paru terus menurun sesuai dengan bertambahnya usia Yunus, 2003. Pada keadaan normal, nilai Arus Puncak Ekspirasi APE berbanding terbalik dengan umur Dikutip dari Widiyanti, 2008 3 Ras Pada orang-orang kulit hitam, hasil faal parunya harus dikoreksi dengan 0,85, dimana sebagai referensinya adalah orang kulit putih. Salah satu alasannya adalah bahwa ukuran thoraks kulit hitam lebih kecil daripada orang kulit putih. Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa belum ada data-data anthropometris yang dapat menerangkan adanya perbedaan anatomis rongga dada yang tentunya juga akan mempengaruhi faal parunya. Meskipun secara biologis, kemungkinan ada perbedaan faal paru masing-masing suku bangsa di Indonesia Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993. commit to user 20 4 Tinggi Badan Tinggi badan mempunyai korelasi positif dengan APE, artinya, bertambah tinggi seseorang, APE akan bertambah besar Alsagaff dan Mangunnegoro, 1993. 5 Kebiasaan merokok Merokok faktor utama yang dapat mempercepat penurunan faal paru. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas maupun parenkim paru. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukkan sekret intraluminar Antaruddin, 2003. b. Faktor Lingkungan 1 Asap rokok A sap rokok dapat mengakibatkan rusaknya epitel bronkus yang kehilangan silia dan gangguan transpor mukosilier, hipertrofi dan hipersekresi sel-sel goblet terjadi pada kelenjar jalan napas Aditama, 1999. 2 Polusi udara Polusi udara dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan fungsi tubuh, termasuk gangguan faal paru Yunus, 1998. commit to user 21 3 Nutrisi Salah satu akibat kekurangan asupan gizinutrisi, dapat menurunkan sistem imunitas dan antibodi sehingga orang menjadi mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk, diare, dan juga berkurangnya kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap benda asing Almatsier, 2002. 4 Lingkungan pekerjaan Walaupun lingkungan pekerjaan disebut sebagai faktor risiko PPOK akan tetapi perannya kurang kuat dibanding akibat dari asap rokok. Namun, apabila faktor lingkungan pekerjaan dikombinasikan dengan asap rokok akan menimbulkan efek sinergis yang besar Amin, 2006. 5 Obat-obatan pelega nafas Obat pelega napas atau bronkodilator terdiri atas golongan adrenergik, metilsantin, dan antikolinergik. Golongan adrenergik dapat menimbulkan efek bronkodilatasi dengan menstimulasi reseptor ß2 yang terdapat pada permukaan dinding sel otot polos saluran napas. Bronkodilator adrenergik yang mempunyai selektivitas terhadap ß2 adrenoseptor disebut sebagai agonisß2. Golongan antikolinergik menghambat peningkatan tonus kolinergik yang terjadi selama refleks bronkokonstriksi Bektilestari, 2008. commit to user 22

B. Kerangka Pemikiran

Asap obat nyamuk bakar Particulate Matter Gas polutan Aldehydes 1. Bronkokonstriksi 2. Mengganggu keseimbangan mukosiliar clearance 1. iritasi, inflamasi dan peningkatan reaktivitas bronkus 2. menurunkan kemampuan clearance mukosiliar 3. hiperesponsivitas jalan nafas Oksida Nitrogen meningkatkan reaktivitas bronkus Obstruksi saluran nafas Resistensi jalan nafas meningkat Penurunan nilai APE commit to user 23

C. Hipotesis

Persentase nilai Arus Puncak Ekspirasi APE pada wanita yang terpapar asap obat nyamuk bakar lebih rendah daripada wanita yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar di Bekonang Sukoharjo. commit to user 24 BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Bekonang Mojolaban Sukoharjo pada bulan Mei sampai Agustus 2010.

C. Subjek Penelitian

Populasi penelitian ini adalah Wanita di Desa Bekonang Mojolaban Sukoharjo yang memenuhi semua kriteria penelitian yang telah ditentukan. Kelompok yang diteliti adalah yang orang yang terpapar asap obat nyamuk bakar P, sedangkan untuk kelompok kontrol adalah orang yang tidak terpapar asap obat nyamuk bakar K. Kriteria penelitian meliputi : 1. Kriteria Inklusi a. Terpapar asap obat nyamuk bakar. b. Usia 40-60 tahun. c. Tinggi badan antara 150-172 cm. d. Warga Indonesia asli. e. Menandatangani surat persetujuan informed consent penelitian. 24 commit to user 25 2. Kriteria eksklusi a. Perokok, bekas perokok, dan perokok pasif. b. Terpapar polusi udara. c. Riwayat penyakit paru dan atau penyakit paru sekarang misal: asma, tuberculosis paru, kanker paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK dan penyakit paru kerja.

D. Sampel Penelitian