6.5.7. Pemerintah Daerah dengan LSM
Regulasi pemerintah yang di anggap tidak memihak rakyat menjadi salah
satu penyebab konflik, dalam pengelolaan sumberdaya alam misalnya, LSM sebagai salah satu kekuatan kontrol sosial memandang kepentingan ekonomi
masyarakat setempat dalam kepentingan konservasi ekologi kawasan tidak di akomodir oleh pemerintah, akhirnya menimbulkan tekanan dan ancaman
terhadap sumberdaya alami kawasan. Kondisi ini terjadi karena tidak ada partisipasi dari masyarakat serta LSM lokal sebagai akibat dari tersentralisasinya
sistem pengelolaan kawasan di tangan pemerintah dephutPerhutaniPemda. Kebijakan otonomi daerah juga menjadi salah satu penyebab adanya
konflik antara LSM dengan pemerintah, lahirnya Undang-undang Otonomi Daerah memberi ruang yang lebih besar kepada pemerintah daerah terutama
pemerintah daerah Kabupaten untuk mengelola sumberdaya alam di wilayahnya, sehingga terjadi tarik menarik kepentingan antara berbagai pihak
stakeholders seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, BTNGH,pihak swasta, LSM serta Masyarakat.
Dalam bidang pembangunan wilayah, LSM juga menyuarakan ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pembangunan misalnya
rusaknya kondisi jembatan jalan di Kecamatan Kabandungan, disamping itu juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan progrtam-program yang
dilakukan oleh pemerintah di Kecamatan Kabandungan seperti pelaksanaan program Program BOS,PNPM, Program BLT dan program pemberdayaan
lainnya. Pengawasan yang dilakukan kadang-kadang membuat institusi yang melaksanakan program merasa risih dan menolak kehadiran LSM sehingga
berujung konflik. Disisi lain penolakan Institusi pelaksana program ini juga disebabkan
karena adanya oknum LSM yang ”memeras” mereka dengan memanfaatkan kesalahan-kesalahan yang ada, sehingga mereka beranggapan bahwa
pengawasan yang dilakukan oleh LSM hanyalah mencari-cari jalan untuk ”memeras” pelaksana program.
6.6. Hubungan Program Pengembangan Masyarakat dan Pengembangan Wilayah Lokal
Karaktaeristik wilayah Kecamatan Kabandungan jika ditinjau dari aspek kemajuannya termasuk wilayah yang belum berkembang, hal ini dicirikan oleh
tingkat pertumbuhan yang masih rendah baik secara absolut maupun secara secara relatif, serta kualitas sumber daya manusia rendah SD sederajat,
namun memiliki potensi sumberdaya alam yang belum dikelola atau dimanfaatkan. Dari jumlah penduduk yang mendiami juga masih rendah dimana
tingkat kepadatan penduduk rata-rata adalah tiga jiwaha, selain itu juga wilayah Kecamatan Kabandungan belum memiliki asksesibilitas yang baik, baik antar
wilayah dalam Kecamatan Kabandungan maupun dengan wilayah lainnya. Struktur ekonomi wilayah Kecamatan Kabandungan juga masih di dominasi oleh
sektor primer dengan tingkat pendapatan yang rendah seingga belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri.
CHV sebagai salah satu perusahaan yang beroperasi di wilayah Kecamatan Kabandungan melalui program pengembangan masyarakat yang
dilaksanakannya juga telah memberikan bantuan dalam usaha peningkatan aksesibilitas yang diperlukan oleh masyarakat yaitu dengan membantu
pengembanganpeningkatan prasarana perhubungan seperti memberikan bantuan aspal untuk pengaspalan jalan desa, bantuan material untuk
pembangunan MCK serta Sekolah. Tetapi karena bantuan yang diberikan hanya berupa material saja mengakibatkan kualitas sarana yang dibangun tersebut
tidak sesuai sengan standar sehingga cepat rusak. Berdasarkan hasil wawancara dengan panitia pelaksana pembangunan, dalam beberapa kasus
panitia menjual sebagian material bantuan dari CHV untuk membeli material lain yang di perlukan serta untuk membayar upah pekerja, sehingga material yang
terpasang menjadi sangat sedikit dan dipaksakan untuk mencukupi. Dari uraian diatas, terlihat bahwa sebetulnya sudah ada upaya dari pihak
CHV untuk berperan serta dalam usaha pengembangan wilayah, meskipun bantuan yang diberikan masih bersifat insidentil dan tidak terprogram.
Kehadiran CHV di Kecamatan Kabandungan belum meberikan perubahan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar
perusahaan, hal ini terlihat dari masih terdapatnya daerah kantong-kantong kemiskinan di selitar lokasi perusahaan, rendanya penyerapan tenaga kerja lokal,
program pengembangan masyarakat belum menyentuh semua lapisan masyarakat.
6.7. Analisis