Persepsi Masyarakat Terhadap SMMA dan Rehabilitasi Mangrove
penanaman mangrove yang melibatkan berbagai stakeholder dalam 3 tahun terakhir, dilakukan sebanyak 3 kali dengan jumlah bibit tertanam sekitar 40
hingga 50 bibit tiap kegiatan. Begitu juga dengan kegiatan aksi bersih sampah yang dilakukan dalam 3 kegiatan, diantaranya melibatkan sekitar 50 hingga 200
orang. Kegiatan ini masih belum menjadi solusi terbebasnya kawasan dari pencemaran sampah plastik dan lapisan minyak di perairannya. Selain itu,
kegiatan pembersihan enceng gondok, juga belum menjawab permasalahan yang terjadi di kawasan, dimana kegiatan ini dilakukan sebanyak 2 kali dalam 3 tahun,
yang melibatkan pihak pengelola dan stakeholder lainnya. Hal ini dikarenakan enceng gondok tidak dapat dibersihkan hanya dengan mengangkatnya dari
perairan. Jenis ini memiliki siklus hidup yang pendek, pada saat musim panas akan kering dengan sendirinya, namun ketika curah hujan tinggi, akan kembali
tumbuh dengan subur. Upaya rehabilitasi yang dilakukan selama ini masih belum memberikan
hasil yang diharapkan, yaitu meningkatnya kondisi ekosistem mangrove sehingga dapat meningkatkan fungsi kawasan SMMA sebagai suaka margasatwa, yang
pada akhirnya dapat mendukung berjalannya fungsi ekologi dan ekonomi kawasan dengan baik. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai kendala diantaranya belum
terjawabnya akar masalah di kawasan, dan belum berjalannya perencanaan dengan baik dan berkelanjutan serta melibatkan semua stakeholder. Rencana
pengelolaan kawasan dan rencana pengelolaan tapak site plan masih dalam proses penyempurnaan oleh pihak pengelola. Secara umum, SMMA diarahkan
untuk kawasan pendidikan lahan basah di DKI Jakarta. Selain itu, kawasan SMMA telah ditunjuk sebagai salah satu daerah tujuan wisata alam di pesisir DKI
Jakarta oleh pemerintah. Penunjukan kawasan ini perlu ditindaklanjuti dengan kejelasan peran dalam rangka meningkatkan fungsi kawasan. Kegiatan rehabilitasi
di SMMA pada 3 tahun terakhir 2010-2012 masih bersifat simbolik, tentatif dan belum menyeluruh. Adanya rencana pembuatan 3 pulau atau pantai baru melalui
pengembangan reklamasi yang terpisah secara fisik dari pantai lama dengan kegiatan utama jasa dan perdagangan berskala internasional, perumahan,
pelabuhan serta pariwisata. Kegiatan reklamasi ini baik langsung maupun tidak langsung dapat mengubah kondisi perairan di sekitarnya. Kegiatan reklamasi
pantai dapat berdampak kepada banjir, perusakan ekosistem, berpengaruh pada hasil tangkapan sehingga pekerjaan nelayan akan semakin sulit dan lainnya.
Selain itu, kendala upaya rehabilitasi ini juga berasal dari kondisi perilaku masyarakat sekitar yang belum banyak mengerti dan berpartisipasi dalam menjaga
kualitas lingkungannya. Upaya rehabilitasi SMMA perlu dilakukan dengan mempertimbangkan
kawasan sebagai suaka margasatwa. Hal ini berarti pengelolaan kawasan dilakukan tetap dengan memperhatikan kelestarian satwa di dalamnya, terutama
satwa penting. Berdasarkan identifikasi permasalahan yang terjadi di SMMA dan
sekitarnya, dapat diketahui beberapa komponen permasalahan yang perlu dibenahi untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove di kawasan. Komponen tersebut
diantaranya: a komponen ekologi sebagai prioritas pertama, yang meliputi habitat dan
lingkungan, termasuk di dalamnya sumberdaya mangrove dan biota perairan; b komponen kebijakan sebagai prioritas kedua, yang meliputi rencana
pengelolaan kawasan BKSDA dan kebijakan yang terintegrasi baik skala regional Provinsi DKI Jakarta dan skala nasional Kementerian Kehutanan;
c komponen sosial sebagai prioritas ketiga, yang meliputi penyadartahuan dan keterlibatan masyarakat dalam menjaga kualitas lingkungan tempat
tinggalnya terutama di sekitar kawasan dan partisipasi stakeholder lainnya; serta
d komponen ekonomi, yaitu SMMA sebagai kawasan konservasi kawasan suaka alam yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata alam terbatas
ekowisata. Adapun permasalahan pada tiap komponen tersebut yaitu:
1. Komponen Ekologi Komponen ekologi yang dimaksud ini yaitu habitat dan lingkungan SMMA.
Habitat bagi vegetasi mangrove di kawasan saat ini telah mengalami perubahan, yang diindikasikan dengan rendahnya salinitas. Salinitas
merupakan faktor penting yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove. Laju aliran Sungai Angke yang lebih dominan dibandingkan pasang surut air laut