5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: 1. Tingkat kerusakan mangrove di kawasan SMMA tergolong rusak dengan
kerapatan 492 pohonha 1000 pohonha atau penutupan vegetasi mangrove 34 50. Secara spesifik di kawasan SMMA, terdapat 3
tingkat kerusakan berdasarkan kriteria kerapatan, yaitu sangat baik 2,82 ha atau 37, rusak 1,23 ha atau 16 dan sangat rusak 3,62 ha atau 47.
Laju kerusakan di kawasan SMMA sebesar 0,569 hatahun atau 56,9. Adapun faktor-faktor penyebab kerusakan diantaranya: pasang surut air laut
yang terhambat masuk ke dalam kawasan; laju aliran Sungai Angke yang lebih dominan; pendangkalan dan penyempitan badan Sungai Angke; serta
pencemaran sampah organik dan anorganik di dalam dan sekitar kawasan khususnya sampah plastik.
2. Kegiatan rehabilitasi mangrove di kawasan saat ini belum maksimal, masih bersifat simbolik, tentatif dan belum menyeluruh, dengan berbagai kendala
diantaranya: rencana pengelolaan kawasan yang masih dalam proses penyempurnaan oleh pihak pengelola; dan Masyarakat sekitar kawasan belum
banyak yang mengerti dan berpartisipasi dalam menjaga kualitas lingkungan disekitarnya.
3. Strategi rehabilitasi mangrove yang direkomendasikan untuk kawasan SMMA diantaranya:
a. Strategi pada komponen ekologi sebagai prioritas pertama. b. Strategi pada komponen kebijakan sebagai prioritas kedua.
c. Strategi pada komponen sosial sebagai prioritas ketiga. d. Strategi pada komponen ekonomi sebagai prioritas keempat.
5.2. Saran
1. Perlunya penerapan rencana pengelolaan kawasan dan tapak yang sesuai oleh pihak pengelola.
2. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan data citra time series
lebih dari dua tahun untuk mengetahui laju kerusakan mangrove dan perubahan tutupan vegetasi secara lebih akurat.
3. Perlu dilakukan kajian terhadap volume sampah yang masuk ke dalam kawasan melalui Sungai Angke.
4. Sampling kualitas air perlu dilakukan pada waktu yang berbeda dengan beberapa kali ulangan untuk dapat memetakan kondisi kualitas air yang
mewakili di dalam kawasan 5. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui teknik rehabilitasi yang dapat
diterapkan di kawasan.
DAFTAR PUSTAKA
Alongi DM. 2008. Mangrove Forests: Resilience, Protection from Tsunamis, and Responses to Global Climate Change. Estuarine, Coastal and Shelf
Science 76: 1-13. Alongi DM, de Carvalho NA. 2008. The Effect of Small-Scale Logging on Stand
Characteristics and Soil Biogeochemistry in Mangrove Forests of Timor Leste. Forest Ecology and Management 255: 1359-1366.
[Anonim]. 2008. Ekosistem Mangrove di Indonesia. www. Imred.org. Diakses pada tanggal 22 Juni 2009.
[BAKOSURTANAL] Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. 2009. Peta Mangroves Indonesia
. Bogor: Pusat Survey Sumber Daya Alam Laut, BAKOSURTANAL.
Bengen DG. 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove
. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
[BPS]. 2012. Jakarta Dalam Angka. Jakarta: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.03Menhut-V2004 Tentang Pedoman Pembuatan Tanaman Rehabilitasi Hutan Mangrove Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Jakarta.
English S, Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources.
Townsville: Australian Institute of Marine Science. Grasso M. 1998. Ecological-Economis Model for Optimal Mangrove Trade off
Between Forestry and Fishery Production: Comparing a Dynamic Optimization and a Simulation Model. Ecological Modelling 112: 131-
150.
Gunawan I. 1998. Typical Geographic Information System GIS Applications For Coastal Resources Management In Indonesia. Jurnal Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan 1:7-21. Hariyadi S, Suryadiputra INN, Widigdo B. 1992. Limnologi, Metoda Analisa
Kualitas Air . Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Hashim R, Kamali B, Tamin NM, Zakaria R. 2009. An Integrated Approach to Coastal Rehabilitation: Mangrove Restoration in Sungai Haji Dorani,
Malaysia. Estuarine, Coastal and Shelf Science 86: 118-124. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2007. Pedoman Pengelolaan
Ekosistem Mangrove . Jakarta: Direktorat Bina Pesisir, Direktorat
Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor. 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku dan
Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Jakarta Kusmana C, Wilarso S, Hilwan I, Pamoengkas P, Wibowo C, Tiryana T,
Triswanto A, Yunasfi, Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
[LPP Mangrove] Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. 2000a. Sekilas Informasi Potensi Suaka Margasatwa Muara Angke DKI
Jakarta . Bogor: Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove.
[LPP Mangrove] Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. 2000b. Rehabilitasi Hutan Mangrove yang Berbasis Masyarakat di Suaka
Margasatwa Muara Angke, DKI Jakarta . Bogor: Lembaga Pengkajian
dan Pengembangan Mangrove. Macintosh DJ, Ashton EC, Havanon S. 2002. Mangrove Rehabilitation and
Intertidal Biodiversity: A Study in The Ranong Mangrove Ecosystem, Thailand. Estuarine, Coastal dan Shelf Science 55: 331-345.
Noor IY. 2002. Suaka Margasatwa Muara Angke: Evaluasi terhadap Statusnya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nybakken JW. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70 Tahun 2008 Tentang Pedoman Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan
Taman Wisata Alam. Perry CT, Berkeley A. 2009. Intertidal Substrate Modification as a Result of
Mangrove Planting: Impacts of Introduced Mangrove Species on Sediment Microfacies Characteristics. Estuarine, Coastal and Shelf
Science 81: 225-237.
Pradini S. 2002. Perencanaan Interpretasi Biota Air di Suaka Margasatwa Muara Angke. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Raffaelli D, Hawkins S. 1996. Intertidal Ecology. London SE1 8HN: Chapman Hall. Boundary Row.
Santoso N. 2012. Arahan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Mangrove Berkelanjutan di Muara Angke Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
[Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
Walton ME, Le Vay L, Lebata JH, Binas J, Primavera JH. 2007. Assessment of The Effectiveness of Mangrove Rehabilitation Using Exploited and
Non-Exploited Indicator Species. Biological Conservation 138: 180-188. Waryono T. 2006. Konsepsi Manajemen Pemulihan Kerusakan Mangrove di DKI
Jakarta. Di Dalam: Kumpulan Makalah Seminar Perencanaan Pemulihan Mangrove, Jakarta, 12 Desember 2006. Bogor: Yayasan Mangrove
Indonesia, 2006. hlm 1-9.
Yulianda F, Fahrudin A, Hutabarat AA, Harteti S, Kusharjani. 2009. Ekologi Ekosistem Perairan Laut Tropis. Bogor: Pusdiklat Kehutanan,
Departemen Kehutanan RI- Korea International Cooperation Agency.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Sampling Analisis Vegetasi Mangrove di SMMA.
Transek No.
Plot Pohon
PancangAnakan Jenis
Jumlah Diameter
cm Jenis
Jumlah Diameter
cm
1 1
Sonneratia caseolaris
1
37,261
Nypa frutican Sonneratia caseolaris
1 37,580
Sonneratia caseolaris 1
38,854 2
Sonneratia caseolaris 1
15,605
Avicennia albamarina 1
23,885 Nypa frutican
3
Sonneratia caseolaris
1
39,809
Nypa frutican Sonneratia caseolaris
1 29,936
2 1
Sonneratia caseolaris
1
16,879
Rhizophora mucronata 1
Sonneratia caseolaris 1
32,803 Sonneratia caseolaris
3 Sonneratia caseolaris
1 19,427
Sonneratia caseolaris 1
6,369 Sonneratia caseolaris
1 7,006
3 1
Sonneratia caseolaris
1
44,586
Sonneratia caseolaris 3
Sonneratia caseolaris 1
52,548 Sonneratia caseolaris
1 42,038
Sonneratia caseolaris 1
60,191 Sonneratia caseolaris
1 54,140
2
Sonneratia caseolaris
1
11,465
Sonneratia caseolaris 4
Sonneratia caseolaris 1
9,873 Bruguiera
gymnorrhiza 3
Sonneratia caseolaris 1
9,554 Sonneratia caseolaris
1 3,185
Sonneratia caseolaris 1
8,280 Sonneratia caseolaris
1 7,006
3 Sonneratia caseolaris
1 44,904
Sonneratia caseolaris 1
50,000 Sonneratia caseolaris
1 16,879
4 1
Sonneratia caseolaris 1
20,064
Sonneratia caseolaris 1
44,904 Sonneratia caseolaris
1 48,726
Sonneratia caseolaris 1
24,522 Sonneratia caseolaris
1 27,389
Sonneratia caseolaris 1
32,484
Lampiran 1 Lanjutan.
Transek No.
Plot Pohon
PancangAnakan Jenis
Jumlah Diameter
cm Jenis
Jumlah Diameter
cm
5 1
Sonneratia caseolaris 1
47,771
Sonneratia caseolaris 1
42,675 6
1 Sonneratia caseolaris
1 15,605
Sonneratia caseolaris 1
22,930 Sonneratia caseolaris
1 8,917
Sonneratia caseolaris 1
21,338 Sonneratia caseolaris
1 7,643
Sonneratia caseolaris 1
16,561 Sonneratia caseolaris
1 15,605
Sonneratia caseolaris 1
11,465 Sonneratia caseolaris
1 15,287
Sonneratia caseolaris 1
14,650 Sonneratia caseolaris
1 18,153
Sonneratia caseolaris 1
13,057 Sonneratia caseolaris
1 15,924
Sonneratia caseolaris 1
11,146 2
Sonneratia caseolaris 1
12,420 Sonneratia caseolaris
1 7,962
Sonneratia caseolaris 1
10,510 Sonneratia caseolaris
1 23,885
Sonneratia caseolaris 1
27,070 Sonneratia caseolaris
1 21,338
Sonneratia caseolaris 1
14,650 Sonneratia caseolaris
1 24,204
Sonneratia caseolaris 1
10,828 Sonneratia caseolaris
1 18,790
Sonneratia caseolaris 1
13,694 Sonneratia caseolaris
1 14,013
3 Sonneratia caseolaris
1 11,783
Sonneratia caseolaris 1
33,439 Sonneratia caseolaris
1 17,834
Sonneratia caseolaris 1
12,739 Sonneratia caseolaris
1 21,019
Sonneratia caseolaris 1
12,739 Sonneratia caseolaris
1 19,745
Jumlah 59
Jumlah 22
Lampiran 2 Histori Pengelolaan Kawasan SMMA dan Sekitarnya.
No Tahun
Kondisi Ekologi Kawasan SM Muara Angke dan Sekitarnya
Keterangan
1 1910-an
Dataran Kapuk masih berupa rawa mangrove dan sebagian kecil yang dibuka untuk tambak
Daratan Pantai Kapuk selalu berkembang ke
arah laut dengan laju sekitar 1 m per tahun
2 1939
Penetapan kawasan menjadi Cagar Alam Muara Angke oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan luas
15,04 ha. Memiliki kekayaan alam dan keunikan yang perlu dilestarikan, dengan vegetasi utama
mangrove Sonneratia sp; Avicennia sp; Rhizophora sp; Bruguiera sp; dan jenis lain.
Keputusan Gubernur Jenderal Hindia
Belanda No.24 tanggal 18 Juni 1989
3 1960-an
Kawasan diperluas hingga 1.344,62 ha 1963
Dibuka secara besar-besaran untuk pertambakan 1977
Fungsi hutan Angke Kapuk dan Cagar Alam Muara Angke sebagai: hutan lindung, yaitu areal 5 km
sepanjang pantai dengan lebar 100 m, Cagar Alam Muara Angke, hutan wisata, Lapangan dengan
Tujuan Istimewa LDTI Surat Keputusan
Menteri Pertanian tanggal 10 Juni 1977
No.161kptsVIII61 977
1980 Pembangunan break water di tepi barat Muara Angke
dengan maksud menjaga kedalaman muara. Terjadi abrasi dengan
laju sekitar 25 m per tahun antara 1980-
1983.
Pada periode yang sama, kondisi pantai di sekitar Kelurahan Kamal mengalami erosi berat dengan laju
sekitar 19 m per tahun. Hal ini disebabkan aliran arus sepanjang pantai membawa sedimen tersebut ke arah
Timur dan mengendapkannya di sebelah barat pelabuhan tersebut.
1981 Sebagian mangrove yang ada di Utara delta angke
mulai ditebang dan di bagian Timurnya telah digunakan untuk pelabuhan ikan Muara Angke.
Pembuatan kanal tempat pendaratan pelabuhan batu dan pasir di Desa Dadap untuk keperluan
pengembangan pelabuhan udara Soekarno-Hatta dan jalan tol Prof. Sediatmo.
1982 Sebagian tambak yang ada di Timur Sungai Angke
mulai diurug untuk perumahan nelayan dan perumahan teratur sebagai perluasan kegiatan Badan
Pengawas Pelaksanaan Pengembangan Lingkungan BPPPL Pluit. Bagian tengah daerah pertambakan
kapuk dipotong untuk dibangun saluran Cengkareng Drain. Pemotongan tersebut juga mengenai jalur
mangrove yang ada di tepi pantai Utara tersebut.
Lampiran 2 Lanjutan
No Tahun
Kondisi Ekologi Kawasan SM Muara Angke dan Sekitarnya
Keterangan
1983 Pembentukan Tim Pengembangan dan Pembangunan
Kawasan Hutan Angke Kapuk dalam rangka pengelolaan kawasan Hutan Angke Kapuk. Tim
tersebut mengalokasikan peruntukan pengembangan kawasan yaitu:
Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No.40Kpts-II1983 yang anggotanya
terdiri dari unsur di Departemen
Kehutanan sekarang Kementerian
Kehutanan, Pemda DKI Jakarta, dan PT.
Mandara Permai. 1. Kawasan Hutan Angke Kapuk yang tetap dikuasai
oleh pemerintah, dengan luas 322,6 Ha, terdiri dari: a Hutan Lindung 49,25 Ha; b Cagar Alam Muara
Angke 21,45 Ha; c Hutan Wisata 91,37 Ha; d Kebun Pembibitan Kehutanan 10,47 Ha; e Jalur
Hijau dan Jalan Tol 91,37 Ha; f Jalur Transmisi 29,90 Ha.
2. Kawasan hutan yang diserahkan dan dikelola oleh PT. Mandara Permai, dengan luas 830,39 Ha, yang
saat itu direncanakan untuk: a Perumahan 487,25 Ha; b Lapangan Golf 96,48 Ha; c Rekreasi dan
Olah Raga 72,05 Ha; d Bangunan Umum 37,55 Ha; e Olah Raga Air 81,26 Ha; f Cottage, Hotel dan
Condominium 55,80 Ha.
1984 Dilakukan pengukuran ulang kawasan Angke Kapuk,
mulai tanggal 17 Maret hingga April 1984, dimana hasilnya menetapkan luas kawasan hutan adalah
1.154,49 Ha, termasuk di dalamnya Cagar Alam Muara Angke dengan luas 21,45 Ha.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan
tanggal 25 Februari 1984 No.143VII-
41984 dan Keputusan Kepala
Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan
tanggal 10 Maret 1984 No.143Vii-
41984
1987 Sebagian besar rawa mangrove telah berubah
menjadi area pertambakan, yang tersisa hanya Cagar Alam Muara Angke seluas 15 ha dan di sekitar tepi
Utara berbatasan dengan laut
1988 Kawasan Hutan Angke Kapuk yang dipertahankan
seluas 333,50 Ha, yang terdiri dari: 1 Hutan Lindung 50,80 Ha; 2 Cagar Alam 25,00 Ha; 3 Hutan Wisata
101,60 Ha; 4 Kebun Pembibitan 10,47 Ha; 5 Jalur Hijau dan Jalan Tol 91,37 Ha; 6 Cengkareng Drain
28,36 Ha; 7 Jalur Transmisi PLN 25,90 Ha. Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No.097Kpts-II1988