Persentase usus terbesar dimiliki oleh kelas III dengan nilai 10.49. Bobot bool kelas I sebesaar 1,09 kg, dan bobot bool kelas II sebesar 0.97 kg, sedangkan bobot
bool kelas III sebesar 0.96 kg. Penelitian ini menunjukkan bahwa bobot bool tidak menunjukkan korelasi positif terhadap bobot hidup.
Bobot Jeroan Merah
Jeroan merah terdiri atas paru, jantung, hati, limpa, ginjal, dan tenggorokan. Bobot paru menunjukkan data yang jelas mengenai perubahan
bobot. Bobot paru terbesar ditunjukkan pada kelas III sebesar 2.57 kg dibandingkan dengan kelas I dengan besar 2.45 kg dan kelas II dengan besar 2.13
kg. Bobot paru tidak menunjukkan korelasi positif terhadap persentase paru terhadap bobot keseluruhan. Persentase tertinggi ditunjukkan pada kelas I dengan
nilai 0.49, dibandingkan dengan kelas II sebesar 0.40 dan kelas III sebesar 0.44. Demikian juga dengan jantung, bobot jantung terbesar ditunjukkan pada
kelas III sebesar 1.69 kg, sedangkan kelas I sebesar 1.26 kg dan kelas II sebesar 1.25kg. Bobot dan persentase jantung berbanding terbalik dengan bobot hidup.
Persentase jantung menunjukkan korelasi yang positif dengan bobot hidup. Persentase tertinggi ditunjukkan pada kelas III sebesar 0.29, sedangkan kelas I
sebesar 0.25 dan kelas II sebesar 0.23. Persentase jantung antara kelas I dan dua berbanding lurus terhadap bobot jantung. Bobot hati tertinggi ditunjukkan
pada kelas III dengan nilai 5.09 kg sedangkan bobot kelas I sebesar 4.16 kg dan bobot kelas II sebesar 4.19 kg. Persentase bobot hati tertinggi juga ditunjukkan
pada kelas III dengan nilai 0.87, sedangkan kelas I sebesar 0.83 dan kelas II sebesar 0.79. Bobot hati kelas I berbanding terbalik dengan persentase bobot
hati dan bobot hidup. Data persentase bobot jeroan sapi Brahman Cross disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Persentase Bobot Jeroan tiap kelas sapi Brahman Cross.
4.40 4.60
4.80 5.00
5.20
Persentase total jeroan
5.17 4.72
4.98 Kelas
I Kelas
II Kelas
III
Persentase rata-rata jeroan yang diperoleh adalah 5.17, 4.72, dan 4.98. Dalam penelitian ini data yang diperoleh bahwa bobot saluran pencernaan
pada sapi kelas I memiliki persentase paling besar terhadap bobot tubuh, sedangkan pada kelas II memiliki persentase paling kecil terhadap bobot tubuh.
Sapi kelas III memiliki persentase diantara kelas I dan kelas II. Data penelitian ini menunjukkan bahwa untuk memperoleh bobot rata-rata isi pencernaan yang
paling optimal adalah pada kelas I.
Tingkat Loss
Tingkat loss kehilangan merupakan faktor penting pada perhitungan
jumlah karkas. Persentase karkas dipengaruhi oleh tingkat loss. Semakin tinggi nilai loss akan mengurangi proporsi karkas. Faktor yang merupakan komposisi
dari loss yaitu darah, kotoran dan tulang. Data mengenai tingkat loss pada sapi Brahman Cross disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Tingkat loss sapi Brahman Cross pada berbagai bobot hidup
Tingkat loss yang diperoleh merupakan sebuah parameter keidealan
penyembelihan seekor ternak. Hewan yang ideal untuk disembelih adalah hewan yang memiliki tingkat loss yang rendah. Kelas hewan yang memiliki loss
tertinggi adalah kelas I sebesar 23.90, sedangkan jumlah loss yang terbesar pada kelas III sebesar 138.75 kg. Jumlah loss tidak menentukan optimalisasi karkas,
melainkan persentase tingkat loss. Semakin besar jumlah loss akan mengurangi tingkat persentase karkas. Tingkat loss merupakan faktor yang dapat ditekan.
Parameter Sapi
Kelas I Kelas II
Kelas III Bobot
Rataan Bobot
Rataan Bobot
Rataan Bobot
hidup 497.00 100.00 527.50 100.00 582.00 100.00
Total karkas
264.50 53.22 286.75 54.36 307.50 52.84 Total
non karkas
87.79 17.67 102.00 19.33 107.17 18.42 Total
jeroan 25.92 5.17 25.14 4.72 29.12 4.98
Tingkat loss kehilangan
118.76 23.90 113.57 21.52 138.17 23.75
Pemuasaan merupakan salah satu bentuk tindakan untuk mengurangi loss kotoran. Hewan yang dipuasakan dengan prosedur yang tepat akan
menghasilkan bobot karkas yang optimal, sehingga tindakan antemortem merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan proporsi bobot karkas yang
optimal. Hewan yang memiliki bobot loss yang paling rendah belum tentu menunjukkan persentase karkas terendah dan hewan yang memiliki bobot loss
paling tinggi belum tentu menunjukkan persentase karkas yang tinggi. Hewan yang optimal harus memilki bobot loss yang rendah dan persentase yang rendah.
Kedua aspek ini akan menentukan optmalisasi bobot karkas.
Perbandingan Hasil Proporsi Perbandingan proporsi dapat menunjukkan perbedaan yang jelas pada tiap
bagiannya. Bagian yang menjadi perbandingan antara lain adalah total karkas, loss, jeroan, dan lemak. Keempat hal ini yang akan mempengaruhi persentase
seekor hewan yang dikatakan optimal. Berikut ini adalah data yang diperoleh secara umum untuk menentukan proporsi yang didapat. Dan data ini dapat
menentukan optimalisasi pemotongan. Data rata-rata persentase sapi Brahman Cross per kelas disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Rata-rata persentase sapi Brahman Cross pada berbagai bobot hidup
Parameter Sapi
Kelas I Kelas II
Kelas III Bobot
Rataan Bobot
Rataan Bobot
Rataan Total Karkas
53.22 54.36
52.84 Jeroan 5.17
4.72 4.98
Lemak 4.48 4.48
4.96 Loss
23.90 21.52 23.75
Dari Tabel 5 total karkas yang diperoleh dengan persentase tertinggi adalah sapi kelas II. Dan hasil loss yang diperoleh juga memiliki persentase
terkecil. Kelas II juga memiliki bobot persentase jeroan paling kecil, dan kadar lemak yang rendah dibandingkan kelas lainnya. Faktor yang menyebabkan loss
antara lain darah dan kotoran. Sapi kelas II merupakan ukuran yang paling ideal pada penelitian ini, karena data menjelaskan bahwa loss yang dihasilkan pada sapi
dengan bobot hidup II memiliki nilai terkecil sehingga memperkecil kerugian bagi peternak dan pengusaha.
Jeroan dan lemak merupakan bagian yang cenderung memiliki nilai ekonomis yang rendah dibandingkan dengan daging, sehingga dengan data yang
diperoleh, sapi kelas II memiliki nilai persentase yang rendah untuk bagian tersebut. Total karkas, tingkat loss, persentase jeroan, dan persentase lemak
merupakan faktor yang menentukan optimalisasi hewan potong. Hewan yang optimal memiliki persentase karkas yang tinggi, tingkat loss yang rendah,
persentase jeroan yang rendah, dan persentase lemak yang rendah. Hasil pada penelitian ini menyatakan sapi yang memiliki tingkat optimalisai tertinggi untuk
dipotong adalah sapi kelas II dengan bobot hidup 501-550 kg.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pada sapi Brahman Cross, pemotongan pada bobot hidup 501-550 kg Kelas II memberikan hasil yang paling optimal berdasarkan perolehan bobot
karkas, jeroan dan tingkat loss kehilangan yang dihasilkan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian yang sama dengan menggunakan sapi lokal
seperti sapi Bali, sapi Madura, dan sapi Peranakan Ongole.
DAFTAR PUSTAKA
Aberle ED, Forrest JC, Gerrad DE, Mills EW. 2001. Principles of Meat Science. Edisi ke-4. United States: Kendall Hunt publishing Company.
Abidin Z. 2002. Pengemukan Sapi Potong. Tanggerang: PT Agromedia Pustaka Berg RT, Butterfield PM. 1976. New concept of Cattle Growth. Sydney:
University Press. Black JL. 1983. Implication of developments in meet science, Production and
Marketing for lamb production system. National Workshop, Orange, NSW. Blakely J, Bade DH. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Terjemahan :
B.Srogandono. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Burton JH, Reid JT. 1969. J Nutr 97, 517.
Crouse JD, Field RA, Chant JL, Ferrel CL, Smith GM, Harrison VL. 1978. J
Anim Sci 47, 1207. Devendra C. 1983. Goats, Husbandary dan Potensial in Malaysia. Kuala Lumpur:
Manistery of Agriculture Malaysia. [DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan. 1986. Laporan survei evaluasi
pengadaan dan penyebaran hewan impor crash program. Direktorat Bina Produksi. Direktorat Jenderal Peternakan.
[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Ternak. 2003. Buku Statistik Peternakan tahun 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Produksi Peternakan, Departemen Pertanian Republik Indonesia. [DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Ternak. 2009.
Buku Statistik Peternakan tahun 2009. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Ensminger ME. 1991. Animal Science Animal Agriculuture series. 9
th
Ed. Interstate Publisher Inc. Denville, Illinois.
Forrest JC, Aberle ED, Hedrick HB, Judge MD, Merkel R A. 1975. Principle of meat Science. San Fransisco: Freeman W H and Company.
Hafid HH. 1998. Kinerja produksi sapi Australian Commercial Cross yang dipelihara secara feedlot dengan kondisi bakalan dan lama penggemukan
berbeda. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hasnudi. 2005. Kajian tumbuh kembang karkas dan komponennya serta penampilan domba sungei putih dan lokal sumatera yang menggunakan pakan
limbah kelapa sawit. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hardjosubroto W, Astuti JW. 1994. Buku Pintar Peternakan. Jakarta: Gramedia Widya Sarana Indonesia.
Kempster AJ, Cuthberson A, Harrington G. 1982. Carcass Evaluation in Livestock Breeding Production and Marketing. London: Granada Publishing
Ltd. Koch RM, ME Dikeman, RJ Lipsey. 1979. Characterization of biological types of
catle-cycle II : III, Carcass composition, quality and palatability. J Anim Sci 49 : 449-460.
Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Terjemahan: Parakkasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Lestari CM, Dartusukarno S, Puspita I. 2005. Edible portion domba lokal jantan yang diberi pakan dedak padi dan rumput gajah. Semarang: Fakultas
Peternakan, Universitas Diponogoro. Lukman DW, M Sudarwanto, AW Sanjaya, T Purnawarman, H Latif, RR
Soejoedono. 2009. Higiene Pangan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Meiaro A. 2008. Bobot potong, bobot karkas dan non karkas domba lokal yang digemukkan dengan pemberian ransum komplit dan hijauan. [skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Minish GL, Fox DG. 1979. Beef Production and Management. Virginia: Reston Publishing Co, Inc. A Prentice-hall Co.
Ngadiyono N. 1995. Pertumbuhan serta Sifat-sifat Karkas dan Daging Sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang
dipelhara secara intensif pada berbagai bobot potong. [desertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Oberbauer AM, Arnold AM, Thoney ML. 1994. Genetically size-scale growth and composition of Dorset and Suffolk rams. J Anim Prod 59: 223-234.
Padang, Irmawati. 2007. Pengaruh jenis kelamin dan lama makan terhadap bobot dan persentase karkas kambing kacang. http:stppgowa.ac.iddownload
Vol_3_No_1_2007 Padang Irmawati.pdf [11 September 2010]. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Parwoto JA. 1995. Pengaruh jenis kelamin dan bobot potong pada karakteristik karkas, flashing indeks, drajat kemontokan tibia dan kadar kolesterol daging
kambing jawarandu. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Purbowati E, Sitrisno CI, Barliati E, Budhi SPS, Lestarina W. 2005. Tumbuh kembang karkas dan komponen karkas domba lokal jantan yang dipelihara di
pedesaan. http:peternakan.litbang.deptan.go.idpublikasisemnaspro05- 07.pdf [11 Maret 2011].
Priyanto R. 1993. A Study of the Growth and Distibution of Beef Carcass Tissues Including Their Prodiction, Optimum Beef Productivity and Marketing. Tesis.
Department of Farm Animal Medicine and Production. The University of Queensland, Brisbane. Tidak dipublikasikan
Seebeck RM, Tulloh NM. 1968. Aust. J. Agric. Res. 19:447. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada
University. Sugana N, Duldjaman M. 1983. Konformasi dan komposisi tubuh ternak domba
yang digemukkan dengan sisa hasil ikutan. Bogor: Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Sugeng YB. 2007. Sapi potong. Jakarta: Penebar Swadaya. Swatland HJ. 1984. Structure and Development of Meat Animals. In Englewood
Cliffs: Prentice-Hall. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.
1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Turner HG. 1977. The Tropical Adaptation of Beef Cattle. An Australian Study. Dalam : Animal Breeding: Selected articles from the Wld. Anim Rev 1:92-97.
Yurmiati H. 1991. Pengaruh pakan, umur potong dan jenis kelamin terhadap bobot hidup, karkas dan sifat dasar kulit kelinci “Rex”. [desertasi]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Vercoe JE, Frisch. 1980. Pemuliaan dan segi-segi kegenetikan sapi pedaging di
daerah tropik. Laporan Seminar Ruminansia II. P3T. Bogor: Ciawi. Williams H. 1982. A course manual in nutrition and growth. Melbourne:
Australian Vice Concellors Commite.
HASIL PEMOTONGAN SECARA KESELURUHAN
No. Parameter 450 - 500 kg
501 - 550 kg 551 - 600 kg
1 2 Rata
_1 3 4
Rata _2 5
6 Rata
_3
1 Nomor Ear Tag
737 3636
813 239
816 955
2 LW Life Weight
500 494
525 530
594 570
3 Kepala 16.47 3.29
17.36 3.51
3.40 17.39
3.31 17.37 3.28
3.29 19.37
3.26 17.59
3.09 3.17
4 Lidah 1.26 0.25
1.31 0.27
0.26 1.17
0.22 1.24 0.23
0.23 1.21
0.20 1.28
0.22 0.21 5 Kaki
8.40 1.68 7.78
1.57 1.63
9.82 1.87 10.12
1.91 1.89
10.25 1.73
9.99 1.75
1.74 6 Kulit
basah Hide
42.98 8.60 32.87
6.65 7.62
46.84 8.92 49.30
9.30 9.11
47.09 7.93
46.24 8.11 8.02
7 Oxtail ekor
1.53 0.31 1.14
0.23 0.27
1.73 0.33 1.78
0.34 0.33
1.77 0.30
1.84 0.32 0.31
8
Jeroan
a. Jeroan Merah: Paru 2.54
0.51 2.36
0.48 0.49
1.94 0.37
2.32 0.44
0.40 2.67
0.45 2.47
0.43 0.44 Jantung 1.33
0.27 1.19
0.24 0.25
1.07 0.20 1.43
0.27 0.24
1.69 0.28
1.69 0.30 0.29
Hati 4.15 0.83
4.17 0.84
0.84 3.91
0.74 4.47
0.84 0.79
5.46 0.92
4.72 0.83 0.87
Limpa 1.58 0.32
1.01 0.20
0.26 0.80
0.15 0.75
0.14 0.15
0.87 0.15
0.77 0.14 0.14
Ginjal 0.76 0.15
0.86 0.17
0.16 0.75
0.14 0.80 0.15
0.15 0.91
0.15 0.86
0.15 0.15 Tenggorokan 1.90
0.38 2.30
0.47 0.42
1.78 0.34 1.57
0.30 0.32
2.06 0.35
1.48 0.26 0.30
b. Jeroan Hijau: Babat 9.12
1.82 7.76
1.57 1.70
9.67 1.84 9.22
1.74 1.79
10.87 1.83
10.12 1.78
1.80 Usus 4.34
0.87 4.30
0.87 0.87
4.04 0.77 3.87
0.73 0.75
5.28 0.89
4.43 0.78 0.83
Bool 1.22 0.24
0.96 0.19
0.22 0.98
0.19 0.96
0.18 0.18
1.07 0.18
0.86 0.15 0.17
TOTAL Jeroan 26.94
5.39 24.91
5.04 5.22
24.94 4.75