10. Tarif PPh Pasal 21 Final
Untuk beberapa jenis penghasilan, akan dikenakan PPh Pasal 21yang bersifat final. Besarnya tarif dan penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :
10.1 Atas uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan Tunjangan Hari
Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh badan Penyelenggara Jamsostek, dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final
dengan ketentuan sebagai berikut : a. Atas jumlah penghasilan bruto sebesar Rp.50.000.000,- atau kurang tidak
dikenakan pajak penghasilan. b. Atas jumlah diatas Rp.50.000.000,- diatur dengan ketentuan sesuai
dengan terif PPh Pasal 17 yaitu dikalikan 5. 10.2 Tarif sebesar 15 dan sifatnya final diterapkan atas penghasilan bruto berupa
honorarium yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, dan Anggota TNIPOLRI yang bersumber dananya berasal dari keuangan Negara atau
keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan kepada PNS golongan IId ke bawah dan anggota TNIPOLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah
atau Ajun Inspektur atu ke bawah.
11. Perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21
11.1 Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan teratur bagi Pegawai Tetap a. Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih
dahulu dicari seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan
pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur overtime dan pembayaran sejenisnya.
b. Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja JKK, premi Jaminan Kematian JK dan premi
jaminan Pemeliharaan Kecelakaan JPK yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan
juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaankerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh
pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan
penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai. c. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh
dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, iuaran pensiun, iauran Jaminan hari Tua, iuran Tunjangan Hari Tua yang
dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiunan yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan atau Badan Penyelenggara Jamsostek.
d. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12.
e. Dalam hal seseorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetap mulai
bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengelikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan
sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember dan menambahkan hasilnya dengan penghasilan neto yang
diperoleh dalam masa-masa sebelumnya dalam tahun yang sama yang diperoleh dari pemberi kerja sebelumnya sesuai dengan yang tercantum
dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 Form 1721 A1, jika pegawai yang bersangkutan sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain.
f. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun pada huruf
a dan b diatas, dikurangi PTKP. g. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tariff Pasal 17 UU
PPh terhadap Penghasialn Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan tau
ke kas Negara, yaitu sebesar : 1. Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dibagi dengan 12, atau
2. Jumlah PPh Pasal 21 setahun setelah dikurangi dengan PPh yang terutang dan telah diperhitungkan pada pemberi kerja sebelumnya
sesuai yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21, jika pegawai yang bersangkutan sebelumnya bekerja pada pemberi kerja
lain, dibagi dengan banyaknya bulan pegawai yang bersangkutan bekerja, atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
11.2 Penghitungan PPh Pasl 21 atas Penghasilan Teratur bagi Penerima Pensiun: a. Penerima PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau
diperoleh penerima pensiun adalah sebagai berikut : 1. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto seukan yang diperoleh
dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang
bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember. 2. Penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah
dengan penghasilan neto dalam setahun yang besangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang
bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun,
3. Untuk mengurangi Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada huruf b tesebut dikurang dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh
Pasal 21 atas Pengasilan Kena pajak tersebut,
4. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan
PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan
PPh Pasal 21 sebelum pensiun, 5. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21
seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Terlebih dahulu dihitung panghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun,
2. Selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dengan cara seperti perhhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur bagi pegawai tetap, pada angka 2
huruf a, c, dan d diatas. 11.3 Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan tidak teratur
a. Apabila pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari tua, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya
tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut :
b. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditanbah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi,
dan sebagainya, c. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa
jasa produksi, dan sebagainya. d. Selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b
adalah PPh Pasal 21 atas panghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
e. Dalam hal pegawai tetap yang berkewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, namun baru mulai bekerja setelah bulan Januari, maka
PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara sebagaimana pada butir 1 dengan memperhatikan ketentuan
mengenai perhitungan PPh Pasal 21 bulanan atas penghasilan teratur bagi pegawai tetap.
C. kasus
Tomi adalah Karyawan Perusahaan PT Indah Abadi, Ia menikah dan mempunyai 2 orang anak. Tomi berpenghasilan sebesar Rp.4.000.000,- tiap bulan. PT. Indah
Abadi Mengikuti Program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing
Rp.15.000,- dan Rp.10.000,- sebulan. PT. Indah Abadi menanggung iuran Jaminan hari Tua setiap bulan sebesar Rp.20.000,- sedangkan Tomi membayar iuran Jaminan