1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank
merupakan nyawa” untuk menggerakkan roda perekonomian suatu negara. Karena fungsi bank sangatlah vital, diantaranya dalam hal penciptaan uang, mengedarkan
uang, menyediakan uang untuk menunjang kegiatan usaha, tempat mengamankan uang, tempat melakukan investasi, dan jasa keuangan lainnya.
Kurun waktu 2003-2007 merupakan tahun yang penuh dinamika bagi industri perbankan nasional. Ditengah beratnya tantangan yang dihadapi pada tahun 2006,
bank pada umumnya mampu mempertahankan kinerja yang positif. Profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas bank stabil pada tingkat yang memadai. Namun demikian,
fungsi intermediasi masih terkendala akibat perubahan kondisi perekonomian yang kurang menguntungkan. Kondisi ini mendorong bank lebih berhati-hati dalam
mengelola risiko portofolionya dan cenderung menempatkan dananya pada aktiva produktif yang berisiko rendah, antara lain Sertifikat Bank Indonesia.
Industri perbankan Indonesia saat ini memasuki tahapan dimana perbankan dihadapkan pada tantangan untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga
2
intermediasi dan berorientasi pada penciptaan nilai tambah ataupun laba dengan menerapkan prudential banking atau kehati-hatian.
Kinerja perbankan pada tahun 2007 meningkat secara signifikan sejalan dengan kondisi perekonomian yang semakin kondusif. Peningkatan kinerja tersebut
terutama tercermin pada penyaluran kredit yang melampaui target, kualitas kredit yang semakin baik, dan rasio kecukupan modal yang jauh di atas ketentuan minimum.
Perhatian perbankan dalam penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah MKM masih tetap tinggi yang tercermin pada peningkatan pertumbuhan kredit MKM pada
tahun laporan. Sementara dari sisi permodalan, perbankan mampu memenuhi persyaratan modal minimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar Rp. 80 miliar.
Sejalan dengan perkembangan positif pada bank umum, perkembangan perbankan syariah dan Bank Perkreditan Rakyat BPR juga menunjukkan kinerja yang terus
meningkat. LPI Bank Indonesia, 2007 Pelayanan perbankan kepada masyarakat semakin luas dengan bertambahnya
jumlah kantor bank. Peningkatan pelayanan tersebut diikuti oleh perbaikan kinerja perbankan Salah satu indikator peningkatan kinerja perbankan adalah pertumbuhan
kredit yang mencapai 25,5, lebih tinggi dari target yang ditetapkan sebesar 22. Pencapaian tersebut juga diikuti oleh membaiknya kualitas kredit perbankan yang
tercermin dari menurunnya rasio Non Performing Loan NPL, baik secara gross maupun net. Peningkatan penyaluran kredit bersamaan dengan turunnya suku bunga
dana berdampak positif pada profitabilitas bank yang ditunjukkan oleh meningkatnya
3
net interest income. Pertumbuhan kredit lebih tinggi daripada pertumbuhan
penghimpunan dana pihak ketiga DPK. Pada akhir tahun2007, total kredit perbankan mencapai Rp. 1.045,7 triliun, dengan pertumbuhan 25,5. Sementara itu, dana pihak
ketiga mencapai Rp1.510,7 triliun, dengan pertumbuhan 17,4. Peningkatan kredit yang signifikan tersebut meningkatkan pangsa kredit dalam aktiva produktif
perbankan dari 53,6 menjadi 57,3 yang tercermin dalam dalam gambar 1.
Gambar 1. Komposisi Aktiva Produktif Kondisi tersebut mendorong peningkatan loan to deposit ratio LDR perbankan
menjadi sebes ar 69,2, yang merupakan rasio tertinggi pascakrisis Grafik 9.2.
4
Pencapaian kinerja kredit tersebut meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan ekonomi.
Berbagai perkembangan positif tersebut juga mengindikasikan bahwa ketahanan perbankan pada tahun 2007 lebih baik dari tahun sebelumnya sehingga
dapat menjadi modal yang kuat untuk menghadapi tantangan dan peningkatan intermediasi pada tahun 2008. Indikator profitabilitas perbankan hingga September
2007 secara konsisten menunjukkan trend peningkatan. Pertumbuhan kredit yang menggembirakan ini menunjukan bahwa fungsi intermediasi perbankan nasional
mulai sesuai dengan yang diharapkan. Ekspansi kredit yang cukup memadai dan penurunan tingkat suku bunga menjadi faktor utama yang menjadi penunjang
kenaikan tingkat profitabilitas perbankan nasional. Efisiensi perbankan juga memberikan kontribusi terhadap penguatan profitabilitas perbankan nasional.
Kredit konsumsi menjadi pilihan bank karena karakteristik debiturnya tersebar dan plafonnya kecil sehingga risikonya lebih terdiversifikasi dan terukur.. Kredit konsumsi
didominasi oleh jenis kredit pemilikan rumah KPR dengan porsi sebesar 33,4 atau 9,0 dari total kredit perbankan. Dari segi pertumbuhan, KPR juga memiliki
pertumbuhan tertinggi sebesar 29,6, disusul kartu kredit sebesar 19,7. Penyaluran KPR didominasi oleh kelompok bank swasta devisa dan bank BUMN dengan pangsa
masing-masing sebesar 45,8 dan 40,8. Untuk kartu kredit dikuasai oleh bank asing dengan pangsa sebesar 49,7, disusul bank swasta devisa sebesar 26,5, dan bank
BUMN sebesar 15,9. Sementara itu, penyaluran jenis kredit konsumsi lainnya
dikuasai oleh kelomp swasta devisa dan BPD
Secara umum, Nominal NPL kartu k
tahun sebelumnya se 12,2. Sementara NP
rendah, yaitu masing kredit konsumsi lain
trennya cenderung st kredit meningkat tajam
pemasaran kartu kred mpok bank BUMN dengan pangsa sebesar 3
PD dengan pangsa masing-masing sebesar 29,5
Gambar 2. Pertumbuhan Kredit Konsumsi m, kualitas kredit konsumsi cukup baik kecual
u kredit meningkat cukup signifikan 65,0 di sehingga rasio NPL gross-nya meningkat
NPL gross untuk KPR dan kredit konsumsi lai ng-masing sebesar 3,0 dan 1,9. Walaupun
ainnya mengalami sedikit peningkatan dari stabil pada level yang rendah. Sementara tre
jam sejak tahun 2006 seperti digambarkan pada edit yang memberikan banyak kemudahan men
5
r 31,8, diikuti bank 9,5dan 25,4.
uali untuk kartu kredit. dibandingkan dengan
t dari 9,1 menjadi lainnya tercatat cukup
n NPLgross KPR dan ri tahun sebelumnya,
tren NPL gross kartu ada gambar 3. Strategi
endorong masyarakat
menjadi lebih konsu semakin tinggi. Di sis
akibat kenaikan harg selektif dalam mener
lanjut.
Pertumbuhan pihak ketiga DPK. P
pertumbuhan 25,5. 17,4. Peningkatan k
nsumtif sehingga intensitas debitur menggu sisi lain, kondisi ekonomi dan daya beli masya
rga BBM belum sepenuhnya pulih. Untuk itu erbitkan kartu kredit untuk menghindari peni
Gambar 3. NPL Gross Kredit Konsumsi n kredit lebih tinggi daripada pertumbuhan p
. Pada akhir tahun 2007, total kredit perbanka . Sementara itu, dana pihak ketiga mencapai t
n kredit yang signifikan tersebut meningkatkan 6
gunakan kartu kredit yarakat yang menurun
itu, bank harus lebih eningkatan NPL lebih
n penghimpunan dana nkan mencapai tingkat
tingkat pertumbuhan an pangsa kredit dalam
7
aktiva produktif perbankan dari 53,6 menjadi 57,3. Pencapaian kinerja kredit tersebut meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan ekonomi.
Sumber : Bank Indonesia, 2007
Gambar 4. Perkembangan Kredit dan DPK
Kenaikan kontribusi pendapatan bunga kredit tidak lepas dari peranan kredit konsumsi yang bersama-sama dengan kredit modal kerja telah menjadi motor
penggerak utama pertumbuhan kredit perbankan. Berdasarkan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia April 2007 yang diterbitkan Bank Indonesia BI, rata-rata suku
bunga kredit konsumsi pada akhir Maret 2007 mencapai 17,38 persen, naik
8
dibandingkan dengan Januari 2006 yang sebesar 17,08 persen. Kredit konsumsi merupakan pembiayaan untuk kebutuhan barang-barang konsumsi.
Sumber : Bank Indonesia, 2007
Gambar 5. Kontribusi Kredit Konsumsi Terhadap Pertumbuhan Kredit Salah satu faktor yang mendorong perkembangan konsumsi adalah kredit
untuk tujuan konsumsi yang juga cenderung meningkat dalam periode yang sama. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa selama periode April 2006 hingga
November 2007, posisi kredit konsumsi Bank Umum mengalami kenaikan sekitar 400 persen Website Bank Indonesia. Angka ini akan lebih besar lagi apabila besaran
kredit konsumsi dari Bank Perkreditan Rakyat dan perusahaan pembiayaan juga diikutsertakan. Pada periode 2006-2007, proporsi kredit konsumsi yang disalurkan
oleh Bank Umum rata-rata sebesar 27 persen. Kredit konsumsi menempati urutan
9
kedua setelah kredit modal kerja, dengan proporsi sekitar 30 dari total kredit yang disalurkan oleh seluruh jenis bank di Indonesia.
Kredit konsumsi bersifat tidak elastis dan banyak peminatnya. Artinya, jika dinaikkan suku bunganya pun tidak menyurutkan permintaan. Terbukti, pertumbuhan
kredit konsumsi selama triwulan I-2007 lebih tinggi dibandingkan dengan kredit modal kerja dan kredit investasi. Berdasarkan data BI, posisi kredit konsumsi
perbankan nasional per akhir Maret 2007 sebesar Rp 231,26 triliun, tumbuh 2,5 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2006 Laporan Perekonomian Indonesia, 2007.
Dalam periode yang sama, kredit investasi dan modal kerja hanya tumbuh 0,9 persen dan 0,4 persen. Secara keseluruhan, posisi kredit akhir triwulan I-2007 sebesar
Rp 800,37 triliun, tumbuh 1 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2006. Menurut Tony, karena permintaannya tinggi dan tidak sensitif terhadap suku bunga, bank pun
sangat mengandalkan kredit konsumsi. Bank berupaya mendapatkan kesempatan meraih keuntungan dari kredit konsumsi. Kredit investasi dan modal kerja memang
memerlukan stimulus penurunan suku bunga untuk mendorong permintaan. Elastisitas permintaan kredit konsumsi disebabkan cukup dominannya
pengaruh faktor non-suku bunga terhadap keputusan konsumen. Faktor-faktor tersebut antara lain perbaikan daya beli masyarakat, ekspektasi konsumen yang positif
terhadap perbaikan pendapatan, kemampuan konsumen membayar cicilan kredit, dan promosi yang dilakukan oleh produsen barang-barang tahan lama seperti mobil, motor
dan rumah.
10
Daya beli masyarakat, yang mengalami penurunan akibat kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 lalu, belum sepenuhnya pulih. Meskipun demikian, laju
inflasi yang lebih terkendali, dan ekspektasi konsumen yang masih menunjukkan optimisme terhadap perbaikan penghasilan selama 6 bulan kedepan, serta tawaran
kredit rumah dan kendaraan bermotor dengan bunga tetap fixed rate selama 1-3 tahun pertama mampu mendongkrak kembali pertumbuhan kredit konsumsi dan
penjualan kendaraan bermotor yang sempat mengalami penurunan selama tahun 2006. Proses pemulihan penjualan kendaraan bermotor dan pertumbuhan kredit konsumsi ini
justru terjadi pada situasi dimana suku bunga kredit konsumsi hanya mengalami penurunan yang sangat terbatas.
Inelastisitas permintaan kredit konsumsi menguntungkan perbankan. Tingkat suku bunga konsumsi yang tinggi dan kredit konsumsi yang terus tumbuh seharusnya
mampu meningkatkan pendapatan bank. Data menunjukkan kontribusi pendapatan bunga kredit terhadap total pendapatan operasional perbankan secara konsisten
mengalami peningkatan selama periode 2002 – 2006. Kenaikan kontribusi pendapatan bunga kredit tidak lepas dari peranan kredit konsumsi yang bersama-sama dengan
kredit modal kerja telah menjadi motor penggerak utama pertumbuhan kredit perbankan.
Berdasarkan hasil survey triwulan III-2007 yang dilakukan oleh Bank Indonesia, permintaan masyarakat terhadap kredit baru menunjukkan peningkatan
sebesar 84,8 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan lalu 92,8. Meningkatnya kebutuhan pembiayaan, penurunan suku bunga kredit serta semakin
11
membaiknya prospek usaha nasabah merupakan faktor utama yang mendorong meningkatnya permintaan kredit baru dengan pemintaan terbesar berupa kredit modal
kerja diikuti oleh kredit konsumsi dan kredit investasi. Tingkat suku bunga konsumsi yang tinggi dan kredit konsumsi yang terus
tumbuh seharusnya mampu meningkatkan pendapatan bank. Data menunjukkan kontribusi pendapatan bunga kredit terhadap total pendapatan operasional perbankan
secara konsisten mengalami peningkatan selama periode 2002 – 2006.
Sumber : Bank Indonesia, 2007
Gambar 6. Pendapatan Operasional Bank Umum
Sebagai landasan dalam penelitian ini, digunakan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya : Mukti Andriani 1999 dalam penelitiannya
12
yang mengambil judul pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi nilai bunga yang diterima perbankan di Indonesia dari segi makro ekonomi. Variabel dependen yang
digunakan dalam penelitian Mukti adalah nilai tingkat bunga deposito sedangkan variabel independent yang digunakan adalah likuiditas perekonomian, pendapatan
nasional dan pengeluaran pemerintah. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa likuiditas perekonomian, pendapatan nasional dan pengeluaran pemerintah secara
bersama-sama mempengaruhi nilai tingkat bunga perbankan di Indonesia. Secara parsial, likuiditas perekonomian berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat bunga
di Indonesia. Sedangkan variabel pendapatan nasional dan pengeluaran pemerintah masing-masing kurang memiliki pengaruh secara nyata terhadap tingkat bunga.
Sedangkan penelitian kali ini berusaha untuk mengukur kekuatan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tingkat suku bunga kredit yang ditawarkan perbankan di
Indonesia, objek penelitian kali ini adalah Bank Umum di Indonesia, Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah nilai tingkat suku bunga
kredit konsumsi Bank Umum di Indonesia. Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah indikator perbankan.
Ulasan dan data-data yang ada serta peningkatan yang cukup signifikan akan kinerja perbankan serta perkembangan kredit khususnya kredit konsumsi yang akhir-
akhir ini begitu pesat pertumbuhannya akhirnya menjadi dasar pemikiran untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh Non Performing Loan, Dana Pihak Ketiga
dan Net Interest Margin terhadap tingkat suku bunga kredit pada bank umum dan implikasinya terhadap pertumbuhan kredit bank umum.
13
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini berjudul Pengaruh Kinerja Perbankan Terhadap Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi Pada Bank Umum
Dan Implikasinya Kepada Perkembangan Kedit Konsumsi Suatu Penelitian Pada Periode 2003 - 2007”.
1.2 Rumusan Masalah