Identifikasi Dermatofita pada Sisir Tukang Pangkas di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

(1)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Benny

Tempat / Tanggal Lahir : Kotapinang / 05 mei 1994

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Lingk. Kampung Pulo, Kotapinang

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 112224 Kotapinang (2000-2006)

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kotapinang (2006-2009) 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Plus Matauli Pandan (2009-2012) 4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012-sekarang)


(2)

Lampiran 2

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN

Saya yang bernama Benny adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Identifikasi Dermatofita Pada Sisir Tukang Pangkas di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penelitian ini saya akan melakukan pemeriksaan laboratorium pada sisir yang saudara gunakan dalam bekerja, untuk keperluan tersebut saya mengharapkan partisipasi saudara untuk menjadi partisipan dalam penelitian. Dengan menjadi partisipan penelitian, saya mengharapkan saudara dapat menyerahkan sisir yang saudara gunakan untuk menjadi bahan penelitian.

Hak saudara sebagai partisipan:

1. Mendapat pengganti sisir yang sesuai dengan sampel penelitian.

2. Identitas pribadi dan semua informasi yang saudara berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini 3. Alamat maupun lokasi tempat saudara akan dijaga kerahasiaannya. 4. Mendapat souvenir sebagai bentuk terima kasih.

Atas perhatian dan kesediaan saudara menjadi partisipan dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan, _______ 2015

Peneliti


(3)

Lampiran 3

SURAT PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Umur : Alamat :

Menyatakan bahwa:

1. Saya telah mendapat penjelasan segala sesuatu mengenai penelitian Identifikasi Dermatofita dan Pada Sisir Tukang Pangkas di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan kondisi:

a. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.

b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar/tidak berpartisipasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan alasan apapun.

Medan, _______ 2015 Peneliti Partisipan


(4)

Lampiran 4

STATUS PENELITIAN

No :

Tanggal : 1. Identitas Partisipan Nama : Jenis kelamin : Tempat kerja : Lama bekerja : Jumlah sisir : Pelanggan :

Laki-laki Perempuan

Dewasa Anak-anak

Jumlah pelanggan perhari : _____-_____ orang

2. Karakteristik Sisir

Lama penggunaan sisir (sampel) :

Sisir terakhir dibersihkan : _____/_____/_____ Jadwal membersihkan sisir : per_______ pelanggan

per_______ minggu/bulan

Cara sisir dibersihkan : _____________________________________ Jadwal ganti sisir : per_______ pelanggan

per_______ minggu/bulan 3. Hasil KOH :


(5)

Lampiran 5


(6)

Lampiran 6

SURAT PENGANTAR PENELITIAN KE DEPARTEMEN MIKROBIOLIGI FK USU


(7)

Lampiran 7


(8)

Lampiran 8


(9)

Lampiran 9

SURAT PENGANTAR PENELITIAN KE KELURAHAN PADANG BULAN


(10)

Lampiran 10

SURAT SELESAI MELAKUKAN PENELITIAN DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FK USU


(11)

Lampiran 11


(12)

Lampiran 12


(13)

Lampiran 13

Gambar Makroskopis


(14)

Lampiran 14

Gambar Mikroskopis


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Adiguna, M.S., 2001. „Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia’, dalam:

Budimulja, Unandar et al (eds).Dermatomikosis Superfisialis Pedoman Untuk

Dokter danMahasiswa Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Budimulja, Unandar, 2011. „Mikosis‟, dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S.

(eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi Ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Cao, C. et al, 2011. Common Reservoirs for Penicillium marneffei Infection

in Humans and Rodents, China. Emerging Infectious Deseases.

CDC, 2016..Available from:

http://www.cdc.gov/fungal/diseases/aspergillosis/causes.html [Accesed 8 January 2016]

Clavaud, C. et al, 2013. Dandruff Is Associated with Disequilibrium in the

Proportion of the Major Bacterial and Fungal Populations Colonizing the Scalp. PLOS ONE.

Dahlan, M. Sopiyudin, 2013. Besar Sampel dan Cara Cara Pengambilan Sampel

dalam Penelitian Kedokteran dan kesehatan.Edisi ke-3. Jakarta: Salemba

Medika.

David, D.L., Edward, A., Zaruwa M.Z., & Addass, P.A., 2010. Barbing Saloon

Associated Fungal Desease Infection in Mubi, Adamawa State-Nigeria.

World Journal of Medical Sciences. pp.17-21.

Emele, Felix E., Oyeka, Christie A., & Ubajaka, Chika F. 2015. Ringworm Infection in Nigeria: Investigating the Role of Barbers in Disease Transmission. International Journal of Public Health Research. pp. 67-71.

Faidah, Hani Saleh, 2013. Dermatophytosis in Makkah Region: Current Status. Research Journal of Medical Sciences, 7 (5), 162-165.


(16)

Frey, D., Oldfield, & R.J., Bridger, R.C., 1985. A Colour Atlas of Phatogenic

Fungi. Holland: Smeets-Weert.

Graham-Brown, Robin & Burns, Tony, 2005. Lecture Notes Dermatologi. Edisi Ke-8. Jakarta: Erlangga.

Havlickova, B., Czaika, Viktor A., & Friedrich, M., 2008. Epidemiological

Trends in Skin Mycoses Worldwide. Blackwell Publishing Ltd. pp.2-15.

Hermawan, Danny A. & Widyanto, 2000. Mengenal Penyakit Jamur Kulit yang

Sering Ditemukan di Indonesia. Meditek, 8 (23), 46-59.

Hidayati, A.N., Suyoso, S., Hinda, D., & Sandra, E., 2009. Mikosis Superfisialis

di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin. pp.1-8.

Kindo, A.J., Sophia S.K.C., Kalyani, J., & Anandan, S., 2004. Identification of

malassezia species. Indian J Med Microbiol. pp. 179-181.

Kumala, Widyasari, 2006. Mikologi Dasar Kedokteran. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti.

Kurniati, Cita Rosita S.P., 2008. Etopatogenesis Dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. pp. 243-250.

Nenoff, P., Krüger, C., Ginter-Hanselmayer, G., & Tietz, H.J., 2014. Mycology -

an update. Part 1: Dermatomycoses: causative agents, epidemiology and pathogenesis. J Dtsch Dermatol Ges. pp. 188-209.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.

Poluri, L.V., Indugula, J.P, Kondapaneni, S.L., 2015. Clinicomycological Study of


(17)

Pires, C.A.A., Lobato, A.M., Carneiro, F.R.O., Santos da Cruz, N.F.,Oliveira de Sousa, P., & Mendes, A.M.D., 2014. Clinical, Epidemiological, and

Therapeutic Profile of Dermatophytosis.An Bras Dermatol. pp. 259-64.

Rafiei, A., Amirrajab, N., 2010. Fungal Contamination of Indoor Public Swimming

Pools,Ahwaz, South-west of Iran. Iranian J Publ Health. pp. 124-129.

Riani, Eva, 2014. Hubungan antara Karakteristik Demografi, Gaya Hidup dan

Perilaku Pasien Puskesmas di Jakarta Selatan dengan Dermatofitosis.

Ejournal Kedokteran Indonesia. pp. 353-357.

Rudramurthy, S.M., Honnavar, P., Dogra S., Yegneswaran P.P., Handa, S, & Chakrabarti, A., 2014. Association of Malassezia species with dandruff. Indian J Med Res. pp. 431-437.

Siregar, R.S., 2004. Penyakit Jamur Kulit.Edisi2. Jakarta: EGC. Visagie C.M. et al, 2014. Identification and nomenclature of the genus

Penicillium. Studies In Mycology.

Winn, Washington C. et al, 2006. Koneman’s Color Atlas and Textbook of

Diagnostic Microbiology. 6th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins

Wolff, Klaus, Goldsmith, Lowell A., Katz, Stephen I., Gilchrest, Barbara A., Paller, Amy S., & Leffell, David J., 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in


(18)

KOH Kultur BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 3.1. Kerangka konsep.

3.2. Defenisi Opersional 3.2.1. Dermatofita

Dermatofita adalah golongan jamur yang memiliki sifat keratinofilik dan keratolitik dan dapat menyebabkan dermatomikosis superfisialis.

Cara ukur : Pemeriksaan mikologi.

Alat ukur : Pemeriksaan KOH dan kultur jamur.

Kategori : Ditemukan spora atau hifa pada pemeriksaan KOH, dan ditemukan spesies jamur pada kultur spesimen.

Skala pengukuran : Nominal.

3.2.2. Tukang pangkas

Tukang pangkas adalah orang yang bekerja memotong rambut dan bekerja pada tempat pangkas rambut pria dan anak-anak di Kel. Padang Bulan, Kec. Medan Baru.

Cara ukur : Wawancara.

Alat ukur : Lembar karakteristik sampel.

Kategori : Tukang pangkas yang bekerja saat itu. Skala pengukuran : Nominal.

Spesies Dermatofita Sisir pada tukang


(19)

3.2.3. Sisir tukang pangkas

Sisir tukang pangkas adalah sisir yang digunakan oleh tukang pangkas pria dan anak-anak yang masih digunakan.

Cara ukur : Wawancara.

Alat ukur : Lembar karakteristik sampel. Kategori : Karakteristik sisir.

Skala pengukuran : Nominal.

3.2.4. Pemeriksaan KOH

Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan dengan meneteskan larutan KOH diatas bahan yang diambil dari sisir yang ditaruh diatas gelas objek kemudian sediaan ditutup dengan kaca penutup. Kemudian sediaan diperiksa dengan menggunakan mikroskop.

Cara ukur : Pemeriksaan KOH. Alat ukur : Larutan KOH.

Kategori : Ditemukan spora atau hifa (KOH positif). Skala pengukuran : Nominal.

3.2.5. Kultur jamur

Kultur jamur adalah pembiakan menanam bahan klinis pada media buatan yang terdiri dari medium Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang ditambahkan antibiotik.

Cara ukur : Pemeriksaan kultur. Alat ukur : Media buatan SDA.

Kategori : Ditemukan spesies jamur (kultur positif). Skala pengukuran : Nominal.


(20)

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan rancangan potong lintang (cross sectional).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Lokasi penelitian

Lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di tempat pangkas pria yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Pemeriksaan dengan KOH dan kultur terhadap kerokan sisir dilakukan di laboratorium Mikrobiologi FK USU.

Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Padang Bulan adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Polonia. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Titi Rante. 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Padang Bulan Selayang I. 4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Merdeka. 4.2.2. Waktu penelitian

Dilakukan pada bulan Juli 2015 sampai dengan Desember 2015

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi adalah peralatan kerja tukang pangkas pada tukang pangkas pria yang berada di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Medan. 4.3.2. Sampel

Sampel adalah sisir tukang pangkas pada tukang pangkas pria yang berada di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Medan yang memenuhi kriterai inklusi dan eksklusi.


(21)

Kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian ini adalah: 1. Kriteria Inklusi

a. Sisir tukang pangkas yang berlokasi di Kel. Padang Bulan, Kec. Medan Baru, Medan.

b. Sisir yang telah digunakan dan masih digunakan oleh tukang pangkas. 2. Kriteria Eksklusi

a. Tukang pangkas yang tidak bersedia menandatangani lembar persetujuan.

4.4. Teknik Pengumpulan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling. Dengan mengambil semua sampel penelitian.

4.5. Bahan dan Cara Kerja

Pada penelitian ini sisir diambil dari tempat pangkas yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

4.5.1. Pengambilan bahan

1. Tukang pangkas diberi penjelasan tentang manfaat dan tujuan penelitian. 2. Meminta persetujuan dan menandatangani lembar persetujuan.

3. Mewawancara tukang pangkas. 4. Mengambil sampel penelitian (sisir).

5. Memberi label dan segera dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.

4.5.2. Pemeriksaan laboratorium

Setelah sampai di laboratorium Mikrobiologi FK USU dilakukan pemeriksaan KOH dan dikultur pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA).

Cara pemeriksaan KOH adalah : 1. Sediaan dioleskan pada object glass.


(22)

2. Tetesi KOH 10-20 % . 3. Tutup dengan cover glass. 4. Diamkan 15-20 menit.

5. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x.

Cara kultur jamur adalah:

1. Sediaan diletakkan diatas permukaan media Sabouraud Dextrose Agar 2. Biarkan dalam suhu kamar selama 1-3 minggu sambil dilihat

pertumbuhannya.

3. Melakukan identifikasi spesies jamur dengan membuat sedian basah dengan Lactophenol Cotton Blue sebagai mounting fluid dengan metode

cellophane tape mount dari hasil kultur.

4. Lihat sedian basah dibawah mokroskop.

Cara membuat sediaan basah:

1. Teteskan Lactophenol Cotton Blue sebanyak satu tetes diatas object glass. 2. Ambil sebagian kecil bagian jamur dari hasil kultur dengan menggunakan

selotip.

3. Tempelkan selotip tersebut diatas tetesan Lactophenol Cotton Blue. 4. Bersihkan object glass dengan dari sisa cairan Lactophenol Cotton Blue

dengan kertas tisu tanpa menekan sediaan.

4.6. Pengolahan dan Analisa Data 4.6.1. Pengolahan data

Data primer dari hasil wawancara, dan data hasil pemeriksaan laboratorium ditabulasi kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif.

4.6.2. Analisa data

Analisa data untuk melihat distribusi, frekuensi, dan proposi dari setiap variabel.


(23)

4.7. Ethical Clearance

Ethical clearance diperoleh dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan


(24)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan dilakukan di Kelurahan Padan Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Pemeriksaan laboraturium berupa kultur jamur dengan agar sabaroud dextrosa dilakukan di Laboraturium Mikrobiologi FK USU.

5.1.2. Deskripsi karakteristik sampel penelitian

Sampel dari penelitian ini adalah sisir tukang pangkas pada tukang pangkas pria yang berada di Kelurahan Padang Bulan. Tempat pangkas pria yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan berjumlah 10 tempat.

5.1.3. Distribusi sampel berdasarkan tempat pangkas

Dari 10 tempat pangkas yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan sebanyak 8 tempat pangkas dimasukkan dalam penelitian dan 2 tempat pangkas dikeluarkan dari penelitian karena tidak bersedia menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Dalam penelitian ini diperoleh 30 sampel yang berasal dari 14 tukang pangkas.

Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan tempat pangkas

Nama Tempat Pangkas n %

Tempat Pangkas A 7 23,3

Tempat Pangkas B 2 6,7

Tempat Pangkas C 2 6,7

Tempat Pangkas D 6 20,0

Tempat Pangkas E 4 13,3

Tempat Pangkas G 4 13,3

Tempat Pangkas H 2 6,7

Tempat Pangkas I 3 10,0


(25)

Dari tabel 5.1. dapat diketahui bahwa jumlah sampel terbesar berasal dari tempat pangkas A yaitu 7 sisir (23,3%).

5.1.4. Distribusi sampel berdasarkan lama penggunaan Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan lama penggunaan.

Lama sisir telah digunakan (bulan) n %

2 6 20,0

3 11 36,7

4 2 6,7

5 3 10,0

10 3 10,0

11 3 10,0

12 2 6,7

Total 30 100,0

Dari tabel 5.2. diketahui bahwa dari 30 sisir tukang pangkas, proporsi lama penggunaan sisir terbesar adalah 3 bulan (36,7 %).

5.1.5. Distribusi jumlah pelanggan sehari

Tabel 5.3. Distribusi tukang pangkas berdasarkan jumlah pelanggan dalam satu hari.

Jumpal pelanggan sehari n %

10-15 6 42,8

15-20 4 28,6

20-25 4 28,6

Total 14 100,0

Dari tabel 5.3. dapat diketahui proporsi terbesar jumlah pelanggan dalam satu hari adalah berkisar antara 10 sampai 15 orang (42,8%).


(26)

5.1.6. Distribusi riwayat sisir dibersihkan

Tabel 5.4. Distribusi sisir berdasarkan riwayat dibersihkan.

Riwayat sisir dibersihkan n %

Pernah 10 33,3

Tidak Pernah 20 66,7

Total 30 100,0

Dari tabel 5.4. dapat diketahui bahwa dari 30 sisir tukang pangkas yang diambil jadi sampel penelitian, jumlah sisir yang tidak pernah dibersihkan memiliki proporsi terbesar yaitu 20 (66,7 %) dan jumlah sisir yang pernah dibersihkan memiliki proporsi 10 (33,3 %).

5.1.7. Distribusi cara membersihkan sisir

Tabel 5.5. Distribusi tukang pangkas berdasarkan cara membersihkan sisir

Cara membersihkan sisir n %

Cuci dengan air 9 64,3

Cuci dengan bahan pembersih/air panas 0 0,00

Tidak pernah membersihkan 5 35,7

Total 14 100,0

Tabel 5.5. dapat diketahui bahwa 64,3% (9) tukang pangkas hanya menggunakan air untuk membersihkan sisir dan 35,7% (5) tidak pernah membersihkan sisir yang digunakan.

5.1.8. Distribusi jadwal penggantian sisir

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa seluruh tukang pangkas tidak memiliki jadwal yang regular untuk mengganti sisir yang digunakan baik berdasarkan waktu maupun jumlah pelanggan yang telah dilayani.


(27)

5.1.9. Distribusi hasil pemeriksaan KOH

Tabel 5.6. Distribusi hasil pemeriksaan KOH 10%

Spora (+) % Spora (-) %

Hifa (+) 25 83,3 % 0 0

Hifa (-) 5 16,7 % 0 0

Pada pemeriksaan langsung dengan menggunakan larutan KOH 10% yang dilakukan pada kerokan dari sisir tukang pangkas didapatkan hasil seluruh sisir positif (+) spora/hifa.

5.1.10. Distribusi hasil kultur

Tabel 5.7. Distribusi hasil kultur berdasarkan lama penggunaan sisir Lama Sisir Digunakan

(Bulan)

Dermatofita Tidak Tumbuh Koloni

Jamur Lain

2 1 0 5

3 0 3 8

4 1 0 1

5 0 0 3

10 1 0 2

11 2 0 1

12 1 0 1

Total 6 3 21

Dari tabel 5.7. dapat diketahui bahwa hasil kultur terbesar terdapat pada sisir dengan lama penggunaan 3 bulan yaitu sebanyak 8 sisir.

Tabel 5.8. Distribusi hasil kultur berdasarkan riwayat sisir dibersihkan Hasil Kultur Dermatofita

+ % - %

Riwayat sisir dibersihkan

+ 0 0 9 30%


(28)

Dari tabel 5.8. diketahui bahwa hasil 9 sisir yang pernah dibersihkan tidak ditemukan jamur golongan dermatofita, 6 dari 21 sisir yang belum pernah dibersihkan ditemukan jamur golongan dermatofita.

Tabel 5.9. Distribusi hasil kultur berdasarkan golongan

Golongan n %

Tidak Tumbuh Koloni 3 10,0

Dermatofita 6 20,0

Jamur Lain 21 70,0

Total 30 100,0

Dari tabel 5.9. dapat diketahui bahwa 90% (27) kultur sampel didapatkan koloni jamur. 70% (21) dari hasil kultur adalah jamur yang tidak termasuk golongan dermatofita, 20% (6) tergolong dermatofita, dan 10% (3) dari hasil kultur tidak didapatkan pertumbuhan koloni jamur.

Tabel 5.10. Distribusi hasil kultur berdasarkan spesies

Spesies Jamur Golongan n %

Tidak Tumbuh Koloni - 3 10,0

Tidak Teridentifikasi Jamur Lain 1 3,3

Aspergillus fumingatus Jamur Lain 1 3,3

Aspergillus niger Jamur Lain 7 23,3

Aspergillus flavus Jamur Lain 2 6,7

Fonsecae spp. Jamur Lain 1 3,3

Penicillium spp. Jamur Lain 8 26,7

Paecylomyces spp. Jamur Lain 1 3,3

Trichophyton mentagrophytes Dermatofita 2 6,7

Trichophyton rubrum Dermatofita 2 6,7

Trichophyton schoenleinii Dermatofita 1 3,3

Trichophyton violaceum Dermatofita 1 3,3


(29)

Dari tabel 5.10. diketahui bahwa, spesies jamur hasil kultur jamur dari sisir tukang pangkas didapatkan Penicillium spp. memiliki proporsi terbesar yaitu 26,7% (8), sedangkan jamur dari golongan dermatofita memiliki proporsi 20% (6) yang terdiri dari 6,7% (2) Trichophyton mentagrophytes, 6,7% (2) Trichophyton

rubrum, 3,3% (1) Trichophyton schoenleinii dan 3,3% (1) Trichophyton violaceum.

5.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian didapatkan 36,7% (11) sisir telah digunakan selama 3 bulan dan 26,7% (8) telah digunakan lebih dari enam bulan dimana, 28,6% tempat pangkas memiliki pelanggan 20-25 orang dalam sehari. Dalam penelitian ini juga didapatkan 66,7% (20) sisir yang digunakan tidak pernah dibersihkan. Jika dilihat dari cara tukang pangkas membersihkan sisir yang digunakan, 64,7% (9) tukang pangkas hanya menggunakan air dan 35,7% (5) tukang pangkas tidak pernah membersihkan sisir yang digunakan. Dari hasil penelitain juga ditemukan bahwa seluruh tukang pangkas tidak memiliki jadwal yang regular untuk mengganti sisir. Penularan dermatofitosis dapat terjadi di rumah melalui peralatan yang dipakai bersama maupun dari sumber lain seperti fasilitas umum dan fasilitas olahraga (Nenoff, 2014). Pada sebuah penelitian di Jakarta Selatan mendapatkan bahwa dermatofitosis memiliki hubungan dengan demografi, gaya hidup dan prilaku seorang pasien (Riani, 2014).

Dari hasil kultur pada media Sabaroud Dextrosa Agar (SDA) didapatkan koloni jamur yang diidentifikasi sebagai dermatofita sebesar 20% (6), 70% (21) dari golongan jamur yang tidak menyebabkan dermatomiko sis superfisialis, dan 10% (3) tidak ditemukan koloni jamur.

Bila dilihat proporsi spesies dari seluruh sampel, dari golongan dermatofita didapatkan Trichophyton mentagrophytes sebesar 6,7% (2),

Trichophyton rubrum sebesar 6,7% (2), Trichophyton schoenleinii sebesar 3,3%

(1) dan Trichophyton violaceum sebesar 3,3% (1), dan proporsi dari spesies lain yang didapat adalah Aspergillus fumingatus 3,3% (1), Aspergillus niger 23,3%


(30)

(7), Aspergillus flavus 6,7% (2), Candida albicans 3,3% (1), Fansecae spp. 3,3% (1), Penicillium spp.26,6% (8) dan Phaccylomyces spp. 3,3% (1).

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan David et al, (2010) menemukan

Microsporum audouinii dan Candida albican pada peralatan tukang pangkas di

Nigeria. Semua spesies jamur dari golongan dermatofita dapat menyebabkan tinea kapitis kecuali Trichophyton concentricum (Wolff et al, 2008).

Trichophyton rubrum dilaporkan merupakan jenis dermatofita yang paling

sering menyebabkan gejala klinis di India diikuti Trichophyton mentagrophytes, sedangkan Trichophyton violaceum adalah spesies yang paling sering menyebabkan tinea kapitis diikuti Trichophyton rubrum, Trichophyton tonsurans, dan Trichophyton schoenleinii (Poluri et al, 2015)

Tine kapitis tipe Black dot yang sebabkan Trichophyton violaceum memiliki sifat yang mudah ditularkan dan Trichophyton violaceum adalah salah satu dermatofita yang dapat bertahan hidup pada suhu 370C (Havlickova, 2008). Berdasarkan hasil penelitian ini, dengan ditemukannya spesies dermatofita sebesar 20% (6), dapat sisimpulkan bahwa peralatan tukang pangkas dapat menjadi sumper penularan infeksi dermatofitosis.

David et al, 2010 melalui penelitiannya juga menyatakan peralatan tukang pangkas dapat menjadi media yang baik dalam penularan dermatomikosis pada masyarakat awam.


(31)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian identifikasi dermatofita pada sisir tukang tangkas di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Ditemukan jamur penyebab mikosis superfisialis dari golongan dermatofita pada sisir tukang pangkas yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru sebesar 20% (6 sisir).

2. Ditemukan 4 spesies dermatofita pada sisir tukang pangkas yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru. Spesies dermatofita yang ditemukan adalah Trichophyton mentagrophytes 6,7%, Trichophyton

rubrum 6,7%, Trichophyton schoenleinii 3,3% dan Trichophyton violaceum 3,3%.

3. Seluruh tukang pangkas tidak memiliki jadwal yang regular untuk mengganti sisir yang digunakan.

4. Sebanyak 64,3% tukang pangkas mencuci sisir dengan menggunakan air dan 35,7% tukang pangkas tidak pernah memcuci sisir.

6.2. Saran

Dari hasil penelitian yang telah didapat peneliti memberi saran kepada: 1. Tukang pangkas

Bagi tukang pangkas disarankan untuk selalu menjaga kebersihan peralatan tukang pangkas yang digunakan, agar peralatan yang digunakan tidak menjadi sumber infeksi terhadap mesyarakat yang menjadi pengguna jasa mereka.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatomikosis

Dermatomikosis mempunyai arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit (Budimulja, 2011). Faktor-faktor yang memegang peranan untuk terjadinya dermatomikosis adalah iklim yang panas, higiene yang kurang, adanya sumber penularan disekitarnya, penggunaan antibiotik, steroid dan sitostatika yang meningkat, adanya penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya (Adiguna, 2001).

2.2. Dermatomikosis Superfisialis

Dermatomikosis superfisialis adalah infeksi jamur yang menyerang lapisan luar kulit, kuku, dan rambut. Dermatomikosis superfisialis dibagi dalam dua bentuk, yaitu dermatofitosis dan nondermatofitosis. Perbedaan keduanya terletak pada infeksi di kulit. Golongan dermatofitosis menyerang atau menimbulkan kelainan di dalam epidermis, mulai dari stratum korneum sampai stratum basalis, sedangkan golongan nondermatofitosis hanya pada bagian superfisialis dari epidermis. Hal ini disebabkan dermatofita mempunyai afinitas terhadap keratin yang terdapat pada epidermis, rambut, dan kuku sehingga infeksinya lebih dalam (Siregar, 2005).

Dalam Wolff et al (2008), berdasarkan habitat dan cara penularannya dermatomikosis superfisialis dibagi atas:

1. Geofilik, terutama hidup di tanah sebagai habitatnya dan secara sporadis menginfeksi manusia. Infeksi biasanya melalui kontak dengan tanah dan menyebar melalui spora yang dapat hidup selama bertahun-tahun di mantel dan alat kosmetik. Mikroorganisme patogen tersering adalah

Microsporium gypseum

2. Zoofilik, spesies ini biasanya ditemukan pada hewan dan ditularkan melalui kontak langsung maupun tidak langsung melalu bulu hewan yang terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah


(33)

atau tempat tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan, misalnya

Microsporum canis.

3. Antropofilik, terutama menyerang manusia sebagai hospesnya. penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan manusia maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi peradangan.

2.3. Dermatofitosis 2.3.1. Defenisi

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan jamur golongan dermatofita (Budimulja, 2011).

2.3.2. Etiologi

Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit. Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum, dan 21 spesies

Trichophyton (Budimulja, 2011).

1. Epidermophyton (Wolff et al, 2008; Winn 2006; Frey et al, 1985)

Genus Epidermophyton memiliki karakteristik berdinding halus, memproduksi 2-4 sel makrokonidia. Tidak menghasilkan mikrokonidia. a. Epidermophyton floccosum

Epidermophyton floccosum memiliki gambaran makroskopis berbentuk seperti bulu dengan warna kuning kehijauan pada permukaan dan kuning kecoklatan pada bagian dasar sedangkan gambaran mikroskopis tidak ada dijumpai mikrokonidia tetapi dijumpai banyak makrokonidia berbentuk gada. berdinding tipis dan halus.


(34)

Gambar 2.1. Makroskopis Epidermophyton floccosum

Gambar 2.2. Mikroskopis Epidermophyton floccosum

2. Microsporum (Wolff et al, 2008; Winn, 2006; Frey et al, 1985)

Genus Microsporum memproduksi banyak makrokonidia yang mempunyai karakteristik multisepta, berdinding tebal, dinding sel echinulate atau

verrucose yang tebal dengan ukuran 7-20 x 30-160 m dan sedikit atau tidak ada mikrokonidia yang berbentuk seperti tetesan air atau elips, terikat langsung ke sisi hipa dengan ukuran 2.5-3.5 x 4-7 m.

a. Microsporum audouinii

Makroskopis : Bentuk koloni datar dan berwarna putih keabuan pada permukaan dan kecoklatan pada bagian dasar.

Mikroskopis : Dapat dijumpai terminal klamidokonidia dan hifa berbentuk seperti sisir.

Gambar 2.3. Makroskopis

Microsporum audouinii

Gambar 2.4. Mikroskopis

Microsporum audouinii

b. Microsporum canis

Makroskopis: Bentuk koloni datar berwarna putih kekuningan, dengan alur-alur radial yang rapat. Pada bagian dasar berwarna kekuningan.


(35)

Mikroskopis: Terdapat beberapa mikrokonidia dan banyak makrokonidia berdinding tebal dan bergerigi dengan knob pada ujungnya.

Gambar 2.5. Makroskopis Microsporum canis

Gambar 2.6. Mikroskopis Microsporum canis

c. Microsporum gypseum

Makroskopis: Koloni berbentuk granuler dengan pigmen coklat kekuningan. Mikroskopis: Ditemukan beberapa mikrokonidia dan sejumlah makrokonidia berdinding tipis tanpa knob.

Gambar 2.7. Makroskopis Microsporum gypseum

Gambar 2.8. Mikroskopis Microsporum gypseum 3. Trichophyton (Wolff et al, 2008; Wi nn, 2006; Frey et al, 1985)

Genus Trichophyton memproduksi banyak mikrokonidia dengan karakteristik berbentuk piriform sampai clavate dengan ukuran 2-3 x 2-4 mm dan sedikit atau tidak ada makrokonidia yang memiliki karakteristik berdinding tipis dan halus, berbentuk clavate sampai fusiform dengan ukuran 4-8 x 8-50 mm in size.

a. Trichophyton mentagrophytes

Makroskopis: Koloni berwarna putih krem dengan permukaan seperti gundukan. Dasar tidak berwarna hingga coklat.


(36)

Mikroskopis: Dijumpai banyak mikrokonidia bulat yang bergerombol, jarang yang berbentuk cerutu, terkadang dijumpai hifa spiral.

Gambar 2.9. Makroskopis Microsporum mentagrophytes

Gambar 2.10. Mikroskopis Microsporum mentagrophytes b. Trichophyton rubrum

Makroskopis: Koloni berwarna putih bertumpuk di tengah dan maroon pada tepinya, berwarna maroon pada bagian dasar.

Mikroskopis: Beberapa mikrokonida berbentuk seperti tetesan air, dan makrokonidia berbentuk pensil jarang di jumpai

Gambar 2.11. Makroskopis

Trichophyton rubrum

Gambar 2.12. Mikroskopis

Trichophyton rubrum

c. Trichophyton schoenleinii

Makroskopis: Koloni berupa tumpukan tidak beraturan dengan warna putih kekuningan hingga coklat.

Mikroskopis: Dijumpai hifa dengan knob berbentuk tanduk rusa, dan dijumpai banyak klamidokonidia.


(37)

Gambar 2.13. Makroskopis

Trichophyton schoenleinii

Gambar 2.14. Mikroskopis

Trichophyton schoenleinii d. Trichophyton tonsurans

Makroskopis: bentuk dan warna koloni bervariasi. Dapat berbentuk seperti tepung sampai beludru. Dapat berwarna putih, krem, kuning,coklat atau maroon. Warna dasar biasanya merah.

Mikroskopis: Banyak mikrokonidia beraneka bentuk dan kadang makrokonidia berbentuk cerutu.

Gambar 2.15. Makroskopis

Trichophyton tonsurans

Gambar 2.16. Mikroskopis

Trichophyton tonsurans

d. Trichophyton verrucosum

Makroskopis: Koloni kecil dan bertumpuk, kadang datar, warna putih hingga abu kekuningan.

Mikroskopis: Rantai klamikonidia pada SDA. Makrokonidia yang panjang


(38)

Gambar 2.17. Makroskopis

Trichophyton verrucosum

Gambar 2.18. Mikroskopis

Trichophyton verrucosum

e. Trichophyton violaceum

Makroskopis: Seperti lilin dan bertumpuk, warna merah violet. Dengan warna dasar violet.

Mikroskopis: hifa irreguler dengan klamikonidia di antaranya. Pada SDA tidak ada mikro atau makrokonidia.

Gambar 2.19. Makroskopis

Trichophyton violaceum

Gambar 2.20. Mikroskopis

Trichophyton violaceum

.

2.3.3. Gambaran klinis

Manifestasi klinis dipengaruhi berbagai faktor antara lain spesies jamur, jumlah inokulum, bagian organ yang terkena infeksi dan status kekebalan

sipenderita. Gejala klasik dari dermatofitosis adalah “ringworm” kelainan berupa

lingkaran yang disertai reaksi inflamasi dan sisik halus di tepi lesi (Kumala, 2009).

Berdasarkan pada bagian tubuh yang diserang dermatofitosis dibagi atas: 1. Tinea pedis (Athlete‟s foot, ringworm of the foot, kutu air)

Tinea pedis ialah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki yang umumnya bersifat kronis. Jamur utama penyebab tinea pedis ialah: Trichophyton rubrum, Trichophyton


(39)

mentagrophytes, (Havlickova, 2008). Bentuk-bentuk tinea pedis adalah (

Budimulja, 2011):

a. Bentuk interdigitalis yaitu adanya gambaran fisura yang dikelilingi sisik halus dan tipis di antara jari IV dan V yang dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga kesela jari yang lain.

b. Bentuk moccasin foot memiliki gambaran kulit yang menebal dan bersisik pada seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki, eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.

c. Bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-kadang bula. Isi vesikel berupa cairan jernih yang kental, yang setelah pecah, meninggalkan sisik berbentuk lingkaran . Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. 2. Tinea manum

Tinea manum adalah dermatofitosis pada tangan. Semua bentuk yang dilihat dikaki dapat terjadi pula pada tangan (Budimulja, 2011). Mikroorganisme penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum,

Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton tosurans, Epidermophyton floccosum (Wolff et al, 2008).

3. Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis, ringworm of the nail) Tinea unguium adalah kelainan kuku yang sering disebabkan oleh jamur Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan

Epidermophyton floccosum (Havlickova, 2008). Gejala klinis dari penyakit

ini adalah adanya lesi mengenai satu kuku atau lebih pada jari tangan atau kaki. Permukaan kuku tidak rata, berwarna kekuningan, tebal dan rapuh. Kelainan dimulai dari bagian distal. Penyembuhan memerlukan waktu yang lama (Budimulja, 2011).

4. Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of

the groin)

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perinium, dan sekitar anus. Penyebab yang terbanyak adalah


(40)

Epidermophyton floccosum Trichophyton mentagrophytes, dan

Trichophyton rubrum (Havlickova, 2008).

Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan (Budimulja, 2011).

5. Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Flechte, kurap,

herpes sircine trichophytique)

Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin ) yang sering disebabkan oleh Microsporum spp dan Trichophyton spp (Havlickova, 2008).

Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu (Budimulja, 2011).

6. Tinea kapitis (ringworm of the scalp) (Wolff et al, 2008)

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang sering disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Microsporum dan genus Trichophyton kecuali T. concentricum. Tinea kapitis sering ditemukan pada anak berusia tiga sampai dua belas tahun Gejala klinis dari tinea kapitis bergantung pada etiologinya.

a. Tipe Inflamasi

Inflamasi pada tinea kapitis merupakan hasil dari reaksi hipersensitifitas terhadap infeksi. Batas spektrum inflamasi mulai dari folikulitis berpustul sampai kerion. Lesi tersebut biasanya terasa gatal dan mungkin disertai nyeri, limfadenopati servikal posterior, demam, dan lesi tambahan pada kulit yang gundul.


(41)

b. Noninflamasi

Rambut di daerah yang terinfeksi berubah warna menjadi abu-abu dan kurang bercahaya serta patah di level yg hanya sedikit di atas kulit kepala. Kerontokan rambut yang nyata jarang terjadi. Hiperkeratin yang melingkar dan area botak yang bersisik yang disebabkan patahnya rambut merupakan tanda yang mudah dikenali. Lesi biasanya terjadi di daerah oksiput.

c. Tipe “Black dot”

Kerontokan rambut bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi. Jika terjadi kerontokan, kumpulan bintik hitam akan terlihat di kulit kepala yang botak.

d. Tipe Favus

Tipe ini ditandai dengan krusta kuning yang tebal sampai folikel-folikel rambut yang mengarahkan terjadinya kebotakan berparut.

Tabel 2.1. Dermatofita penyebab tinea kapitis.

Inflamasi Noninflamasi Black dot Favus

M. audouinii M. canis M. nanum

T. mentagrophytes T. schoenleinii T. tonsurams T. verrucosum M. audouinii M. canis M. ferrugineum T. tosurans T. tonsurans T. violaceum M. gypseum T. schoenleinii T. violaceum

Sumber: Wolff et al, 2008

2.4. Nondermatofitosis 2.4.1. Defenisi

Nondermatofitosis adalah mikosis superfisial yang disebabkan jamur yang tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit, biasanya menyerang kulit yang paling luar (Boel, 2003).


(42)

2.4.2. Etiologi

1. Malasasezia furfur (Frey, 1985)

Makroskopis: Koloni berwarna krem-kekuningan, halus atau kasar, bekilau atau kusam

Mikroskopis: Ditemukan fragmen hifa bercabang dengan berbagai ukuran.

Gambar 2.21. Makroskopis

Malasasezia furfur

Gambar 2.22. Mikroskopis

Malasasezia furfur

2. Piedra hortai (Frey, 1985)

Makroskopis: Koloni berwarna coklat atau hitam dengan bagian tengah yang lebih tinggi dan datar pada bagian tepi. Dengan tekstur lembut.

Mikroskopis: Ditemukan hifa bersepta dan bercabang dengan dinding tebal, bersamaan dengan sejumlah pembesaran sel seperti klamidokonia diantara sel.

Gambar 2.23. Makroskopis

Piedra hortai

Gambar 2.24 . Mikroskopis

Piedra hortai

3. Clasdoporium werneckii (Frey, 1985)

Makroskopis: Koloni awalnya basah, berlumpur, seperti ragi, dan berwarna hitam kemudian menjadi olive-black dan ditutupi oleh miselium hitam keabuan.


(43)

Mikroskopis: Koloni muda menunjukan spora yang bervariasi dari warna, berbentuk oval atau elips, satu atau dua sel spora bersepta.

Gambar 2.25. Makroskopis

Clasdoporium werneckii

Gambar 2.26. Mikroskopis

Clasdoporium werneckii

4. Trichosporon beigelii (Frey, 1985)

Makroskopis: Koloni tumbuh dengan cepat, seperti ragi, dan berwarna kuning pucat. Semakin lama permukaan menjadi keriput, bagian tenagh menumpuk, dan warna menjadi kuning gelap.

Mikroskopis: Ditemukan hifa hialin bersepta yang dapat berfragmentasi menjadi oval, atau persegi panjang, artrospore berukuran 3-9 m x 2-4 m. Blastospora terdapat pada satu atau lebih bagian pada artrospora.

Gambar 2.27. Makroskopis

Trichosporon beigelii

Gambar 2.28. Mikroskopis


(44)

2.4.3. Gambaran klinis 1. Pitiriasis versikolor

Pitiriasis versikolor berhubungan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari flora normal Pityrosporum orbiculare yang identik dengan

Malasasezia furfur (Havlickova, 2008).

2. Pitirosporum folikulitis

Pitirosporum folikulitis adalah penyakit kronis pada folikel polisebasea yang disebabkan oleh spesies Pityrosporum yang identik dengan Malasasezia furfur (Budimulja, 2011).

3. Piedra

Piedra adalah infeksi jamur pada rambut, ditandai dengan benjolan (nodus) sepanjang rambut, dan disebabkan oleh Piedra hortai (black

piedra) atau Trichosporon beigelii (white piedra) (Budimulja, 2011).

4. Tine nigra palmaris

Tinea nigra memiliki tanda khas berupa makula tidak berskuama berwarna coklat sampai hitam. Bagian yang paling sering terkena adalah palmar, tetapi dapat juga mengenai plantar dan permukaan kulit lainnya. Penyebab penyakit ini adalah Cladosporium wemeckii dan Cladosporium

mansonii. Gejala klinis berupa kelainan kulit telapak tangan berupa

bercak-bercak tengguli hitam dan sekali-sekali bersisik. Penderita umumnya berusia di bawah 19 tahun dan penyakitnya berlangsung kronik (Budimulja, 2011).

5. Ketombe (Dandruff)

Ketombe adalah kelainan yang ditandai dengan sisik berwarna putih sampai kekuningan pada kulit kepala. Malassezia spesies adalah spesies jamur yang diduga berperan sebagai agen penyebab terjadinya ketombe. Kondisi stres, kelelahan, cuaca ekstrim, produksi minyak pada kulit yang berlebihan, penggunaan sampo, dan gangguan neurologi memudahkan seseorang menderita ketombe (Rudramurthy, 2014).


(45)

6. Otomikosis

Otomikosis adalah infeksi jamur kronik atau subakut pada liang telinga luar dan lubang telinga luar, yang ditandai dengan inflamasi eksudatif dan gatal. Penyebab utamanya adalah jamur-jamur kontaminan, misalnya Aspergilus, Penisilium, dan Mukor (Budimulja, 2011).

2.5. Jamur Kontaminan 2.5.1. Aspergillus sp.

Aspergillus sp. sangat umum dijumpai di dalam maupun di luar ruangan, sehingga kebanyakan orang menghirup spora jamur setiap hari. Menghirup spora

Aspergillus sp. tidak berbahaya pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang

sehat. Namun, bagi orang yang sistem kekebalannya melemah, menghirup spora

Aspergillus sp. dapat menyebabkan infeksi di paru-paru atau sinusitis. Ada sekitar

180 spesies Aspergillus, tetapi yang diketahui dapat menyebabkan infeksi pada manusia kurang dari 40 spesies. Aspergillus fumigatus adalah spesies yang paling sering menginfeksi manusia (CDC, 2016).

2.5.2. Penicillium

Penicillium adalah salah satu jamur yang dapat dijumpai diberagam habitat

seperti tanah, udara, lingkungan dalam ruangan dan berbagai produk makanan (Visagie et al. 2014). Penicillium marneffei adalah satu-satunya spesies dari genus

Penicillium yang dapat menginfeksi manusia, dan sering menjadi infeksi penyerta

pasa pasien HIV (Cao et al, 2011).

2.6. Penegakan Diagnosis

Selain dari gejala-gejala khas setiap jamur, diagnosis suatu penyakit jamur harus dibantu pemeriksaan laboratorium, yaitu:

2.6.1. Pemeriksaan langsung

Untuk melihat apakah ada infeksi jamur perlu dibuat preparat langsung dari kerokan kulit, rambut, atau kuku. Sediaan dituangi larutan KOH 10-40% dengan maksud melarutkan keratin kulit atau kuku sehingga akan tinggal kelompok hifa. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanasi di atas api kecil, jangan


(46)

sampai menguap, dilihat di bawah mikroskop, dimulai dengan pembesaran 10 kali (Siregar, 2005).

Adanya elemen jamur tampak berupa benang-benang bersifat kontur ganda. Selain itu, tampak juga bintik spora berupa bola kecil sebesar 1-3 mikrometer (Siregar, 2005).

Bahan-bahan yang diperlukan untuk diperiksa didapat dari (Siregar, 2005): 1. Kulit

Bahan diambil dan dipilih dari bagian lesi yang aktif, yaitu daerah pinggir. Terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70% lalu dikerok dengan skalpel sehingga memperoleh skuama yang cukup. Letakan di atas gelas objek, lalu dituangi dengan KOH 10%.

2. Rambut

Rambut yang dipilih adalah rambut yang terputus-putus atau rambut yang warnanya tak mengilat lagi, tuangi KOH 20%, lihat adanya infeksi endotrik atau ektotrik.

3. Kuku

Bahan yang diambil adalah masa detritus dari bawah kuku yang sudah rusak atau dari bahan kukunya sendiri, selanjutnya dituangi dengan KOH 20-40% dan dilihat di bawah mikroskop, dicari hifa atau spora.

Dengan preparat langsung ini, sebenarnya diagnosis suatu dermatomikosis sudah dapat ditegakkan. Penentuan etiologi spesies diperlukan untuk keperluan penentuan prognosis, kemajuan terapi dan epidemiologis (Siregar, 2005).

2.6.2. Pembiakan atau kultur

Pembiakan dilakukan dalam media agar saboroud pada suhu kamar (25-30ºC), kemudian dalam satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada perubahan atau pertumbuhan jamur. Faktor pH juga berperan untuk pertumbuhan jamur, pH yang optimal sekitar 5,6. Sedangkan bakteri tidak dapat tumbuh pada pembenihan agar saboroud. Untuk mencegah tumbuhnya jamur kontaminan/saprofit dapat ditambahkan antibiotik sikloheksimid pada agar saboroud (Kumala, 2009).


(47)

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah (Siregar, 2005): 1. Bentuk koloni

a. Koloni ragi

Makroskopis tampak bundar, lunak, atau lembek dengan permukaan halus atau rata n mengkilat, tidak berpigmen, warna kekuningan, seperti koloni bakteri. Bila diperiksa secara mikroskopis hanya didapati sel-sel ragi yang berupa sel yang bulat dan tampak seolah-olah mempunyai dua dinding dan kadang-ada tunas (satu tunas besar dengan tunas bola yang kecil yang disebut "BUDDING"), misalnya pada kandida.

b. Koloni menyerupai ragi

Secara makroskopis tampak lembek, permukaan halus, mengkilat, dan warnanya putih kekuningan. Secara mikroskopis tampak sebagai sel tunggal dan kadang-kadang tampak miselium semu (sel-sel panjang, tetapi tidak khas dan tidak bersekat). Juga ada sel yang berbentuk bulat dan kadang-kadang ada yang bertunas.

c. Koloni filamen

Secara makroskopis tampak seperti kapas berupa benang halus, permukaan dan pinggir tidak rata, dan menonjol di atas permukaan media. Mikroskopis tampak sebagai hifa sejati, yaitu benang-benang yang bersifat kontur ganda, berinti dan mempunyai sekat, misalnya: trichophyton, microsporum dan epidermopiton. Kadang-kadang tampak bentuk campuran, yaitu pembiakan pada temperatur 37ºC dapat menghasilkan koloni ragi, tetapi pada temperatur kamar akan menghasilkan koloni filamen, misalnya sporotrikosis.

2. Bentuk hifa

Bentuk hifa ini dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu:

a. Menurut fungsinya hifa dibagi menjadi hifa vegetatif yaitu hifa yang berfungsi untuk perkembangan dan mengambil makanan dan hifa reproduktif yaitu hifa dikhususkan untuk membentuk atau memperbanyak diri dengan spora.


(48)

b. Menurut jenisnya hifa bibagi menjadi hifa berseptum dan hifa tidak berseptum (sunositik).

3. Bentuk spora

Bentuk spora dapat dibagi menjadi:

a. Spora seksual yaitu spora yang dibentuk dalam suatu organ khusus yang sebelumnya terjadi penggabungan dari dua hifa

b. Spora aseksual yaitu spora yang langsung dibentuk oleh hifa tanpa melalui penggabungan dari hifa-hifa reproduktif.

2.6.3. Reaksi imunologis (alergi)

Dengan menyuntikkan secara intrakutan semacam antigen yang dibuat dari koloni jamur, reaksi (+) berarti infeksi oleh jamur (+), misalnya (Siregar, 2005):

1. Reaksi trikofitin yaitu menyuntikkan anntigen yang dibuat dari pembiakan trikofitosis. Kalau (+) berarti ada infeksi trikofiton.

2. Reaksi histoplasmin yaitu menyuntikkan antigen yang dibuat dari pembiakan histoplasma. Kalau (+) berarti infeksi oleh histoplasma (+). 3. Reaksi sporotrikin yaitu menyuntikkan antigen yang dibuat dari koloni

Sporotricium schenkii. Kalau (+) berarti infeksi oleh spesies sporotikum.

2.6.4. Biopsi atau pemeriksaan histopatologi

Khusus dilakukan untuk pemeriksaan penyakit jamur golongan mikosis dalam. Dengan pewarnaan khusus dari suatu jaringan biopsi, dapat dicari elemen jamur dalam jaringan tersebut. Pewarnaan khusus seperti pewarnaan gram, He, dan pas dapat mewarnai elemen jamur dalam jaringan sehingga tampak lebih jelas. Selain itu, pemeriksaan histopatologi sangat penting untuk melihat reaksi jaringan akibat infeksi jamur (Siregar, 2005).

2.6.5. Pemeriksaan dengan sinar Wood

Sinar wood adalah sinar ultraviolet yang setelah melewati suatu "saringan wood", sinar yang tadinya polikromatis menjadi monokromatis dengan panjang gelombang 3600 A. Sinar ini tidak dapat dilihat.


(49)

Bila sinar ini diarahkan ke kulit atau rambut yang mengalami infeksi oleh jamur-jamur tertentu, sinar ini akan berubah menjadi dapat dilihat, dengan memberi warna yang kehijauan atau flouresensi. Apabila pemeriksaan dengan cara ini memberi flouresensi, pemeriksaan sinar wood disebut positif, dan apabila tidak ada flouresensi disebut negatif. Jamur-jamur yang memberikan flouresensi adalah Microsporum lanosum, Microsporum audouinii, M. canis, dan Malassezia furfur (penyebab tinea versikolor) (Siregar, 2005).


(50)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dermatofita dan nondermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan mikosis superfisialis. Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur yang terutama mengenai lapisan keratin kulit, rambut, dan kuku (Kumala, 2006).

Dermatofita mempunyai sifat keratinofilik dan keratolitik, sehingga menyebabkan kelainan pada jaringan yang mengandung keratin, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku. Infeksi oleh dermatofita dinamakan dermatofitosis. Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum, dan 21 spesies

Epidermophyton (Budimulja, 2011).

Nondermatofita biasanya menyerang kulit yang paling luar. Hal ini disebabkan karena jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar (Boel, 2003). Spesies jamur yang termasuk nondermatofita yang menginfeksi manusia adalah Malasezia furfur, Clasdoporium werneckii, Piedra hortae dan

Trichosporon beigelii (Budimulja, 2011).

Prevalensi mikosis superfisialis di dunia masih belum pasti, namun diperkirakan mengenai 20-25% populasi dunia (Havlickova, 2008). Di Indonesia angka yang tepat berapa sesungguhnya insidensi mikosis superfisialis belum ada. Data insidensi dermatomikosis tahun 1996, 1997 dan 1998 di berbagai rumah sakit pendidikan dokter di Indonesia menunjukkan angka persentase terhadap seluruh kasus dermatosis yang bervariasi mulai dari 2,93 (Semarang) yang terendah hingga 27,6 (Padang) yang tertinggi (Riani, 2014).

Kasus baru mikosis superfisialis menempati urutan ke-3 setelah dermatitis dan akne dalam daftar 10 penyakit terbanyak di Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005 dengan kelompok umur terbanyak adalah 25-44 tahun (Hidayati et al, 2009).


(51)

Gambaran klinis dari mikosis superfisialis pada kulit kepala dan rambut bergantung pada etiologinya. Infeksi dermatofita dapat menyebabkan tinea kapitis sedangkan infeksi nondermatofita dapat menyebabkan piedra dan ketombe (Nenoff, 2014).

Seseorang dapat tertular jamur melalui kontak langsung dengan manusia dan hewan yang terinfeksi atau membawa jamur patogen, maupun secara tidak langsung melalui tanaman, kayu yang di hinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu, atau air (Nenoff, 2014).

Hasil penelitian pada kolam berenang umum di Iran menunjukan 54,47% sampel penelitian positif terkontaminasi jamur (Rafiei & Amirrajab, 2010) dan pada peralatan tukang pangkas di Mubi, Adamawa State-Nigeria ditemukan adanya Microsporum audouinii dan Candida albicans (David et al, 2010), mengindikasikan bahwa fasilitas dan sarana umum dapat menjadi sumber penularan jamur.

Berdasarkan masalah yang telah disebutkan diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian apakah pada sisir yang digunakan oleh tukang pangkas terdapat pertumbuhan dermatofita.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah pada sisir yang digunakan tukang pangkas yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru terdapat dermatofita?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengidentifikasi spesies dermatofita yang terdapat pada sisir yang digunakan tukang pangkas yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui jumlah spesies dermatofita yang dapat ditemukan pada sisir yang digunakan tukang pangkas.


(52)

3. Untuk mengetahui bagaimana cara tukang pangkas membersihkan peralatan kerjanya (khusus sisir).

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1. Manfaat keilmuan

Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang dermatofita yang dapat tumbuh pada sisir tukang pangkas.

2. Manfaat bagi masyarakat

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang ada atau tidaknya dermatofita yang terdapat pada sisir yang digunakan tukang pangkas.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menberikan informasi tentang pentingnya menjaga kebersihan peralatan yang digunakan dalam bekerja khususnya sisir kepada tukang pangkas.

3. Manfaat bagi peneliti


(53)

menyebabkan mikosis superfisialis. Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur yang terutama mengenai lapisan keratin kulit, rambut, dan kuku . Sisir tukang pangkas dapat menjadi media yang baik dalam penularan dermatomikosis pada masyarakat awam.

Tujuan : Mengidentifikasi spesies dermatofita yang terdapat pada sisir yang digunakan tukang pangkas yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

Metode : Jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan rancangan potong lintang. Penelitian ini mendeskripsikan spesies dermatofita pada 30 sisir tukang pangkas dari 8 tempat pangkas pria di Kelurahan Padang Bulan (total

sampling).

Hasil : Penelitian ini menunjukkan bahwa 5 tukang pangkas (35,7%) tidak pernah membersihkan sisir yang digunakan dan 9 tukang pangkas (64,3%) menggunakan air untuk membersihkan sisir yang digunakan. Seluruh tukang pangkas (100%) tidak memiliki jadwal yang teratur untuk mengganti sisir yang digunakan. Pada pemeriksaan langsung KOH pada kerokan sisir didapatkan hasil positif (+) spora/hifa pada seluruh sisir. Pada pemeriksaan kultur jamur dengan media Sabaroud dextrose agar (SDA) ditemukan 70% jamur dari golongan yang bukan merupakan penyebab dermatomikosis superfisialis, 20% jamur golongan dermatofita, dan 10% tidak ditemukan koloni jamur.

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam sisir tukang pangkas terdapat 6,7% Trichophyton mentagrophytes, 6,7% Trichophyton rubrum, 3,3%

Trichophyton schoenleinii, dan 3,3% Trichophyton violaceum.


(54)

infected the keratin layer of the skin, hair, and nails. The barber’s comb can be a good medium in the transmission of Dermatomycosis to the people.

Objective : To identify the species of dermatophyte that found on a comb that used

by barbers in Padang Bulan, Medan Baru.

Methods : This study is a descriptive observational approach cross-sectional

design. This study describes the species of dermatophyte on 30 combs of barber from 8 barbershop for men in Padang Bulan (total sampling).

Results : This study shows that 5 barbers ( 35.7 % ) never clean the combs and 9

barbers ( 64.3 % ) used water to clean the combs that they used. All of barbershop (100%) did not have a regular schedule for replacing the combs that they used. On direct examination of KOH in scraping comb, it was obtained positive (+) spores/ hyphae on all of comb. On examination of fungal culture with Sabaroud dextrose agar (SDA) medium, found 70% fungi of the group is not the agent of superficial dermatomycosis, 20% fungi is the group of dermatophytes and 10% was not found the colonies of fungi.

Conclusion : This study shows that the comb of barber cantained 6,7%

Trichophyton mentagrophytes, 6,7% Trichophyton rubrum, 3,3% Trichophyton

schoenleinii, and 3,3% Trichophyton violaceum.


(55)

DI KELURAHAN PADANG BULAN

KECAMATAN MEDAN BARU

Oleh: BENNY 120100250

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(56)

KECAMATAN MEDAN BARU

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran

Oleh: BENNY 120100250

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(57)

Judul Penelitian

Nama I\NM

LEMBAR PENGESAIIAN

; Identifikasi Dermatofita pada Sisir Tukang Pangkas di

Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

: Benny

:120100250250

Penguji I,

7

@r. dr.Imam Putra, MIIA, Sp.KK) (dr. Tetty Aman Nasution, M.Med.Sc)

I\[IP. 1 NrP. 19700109199702001

Penguji

II,

"---(dr.Ilhamd, Sp.PD)

l\rP. 19660423199603100r

Medan,

Desember 2015

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH )


(58)

menyebabkan mikosis superfisialis. Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur yang terutama mengenai lapisan keratin kulit, rambut, dan kuku . Sisir tukang pangkas dapat menjadi media yang baik dalam penularan dermatomikosis pada masyarakat awam.

Tujuan : Mengidentifikasi spesies dermatofita yang terdapat pada sisir yang digunakan tukang pangkas yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

Metode : Jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan rancangan potong lintang. Penelitian ini mendeskripsikan spesies dermatofita pada 30 sisir tukang pangkas dari 8 tempat pangkas pria di Kelurahan Padang Bulan (total

sampling).

Hasil : Penelitian ini menunjukkan bahwa 5 tukang pangkas (35,7%) tidak pernah membersihkan sisir yang digunakan dan 9 tukang pangkas (64,3%) menggunakan air untuk membersihkan sisir yang digunakan. Seluruh tukang pangkas (100%) tidak memiliki jadwal yang teratur untuk mengganti sisir yang digunakan. Pada pemeriksaan langsung KOH pada kerokan sisir didapatkan hasil positif (+) spora/hifa pada seluruh sisir. Pada pemeriksaan kultur jamur dengan media Sabaroud dextrose agar (SDA) ditemukan 70% jamur dari golongan yang bukan merupakan penyebab dermatomikosis superfisialis, 20% jamur golongan dermatofita, dan 10% tidak ditemukan koloni jamur.

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam sisir tukang pangkas terdapat 6,7% Trichophyton mentagrophytes, 6,7% Trichophyton rubrum, 3,3%

Trichophyton schoenleinii, dan 3,3% Trichophyton violaceum.


(59)

infected the keratin layer of the skin, hair, and nails. The barber’s comb can be a good medium in the transmission of Dermatomycosis to the people.

Objective : To identify the species of dermatophyte that found on a comb that used

by barbers in Padang Bulan, Medan Baru.

Methods : This study is a descriptive observational approach cross-sectional

design. This study describes the species of dermatophyte on 30 combs of barber from 8 barbershop for men in Padang Bulan (total sampling).

Results : This study shows that 5 barbers ( 35.7 % ) never clean the combs and 9

barbers ( 64.3 % ) used water to clean the combs that they used. All of barbershop (100%) did not have a regular schedule for replacing the combs that they used. On direct examination of KOH in scraping comb, it was obtained positive (+) spores/ hyphae on all of comb. On examination of fungal culture with Sabaroud dextrose agar (SDA) medium, found 70% fungi of the group is not the agent of superficial dermatomycosis, 20% fungi is the group of dermatophytes and 10% was not found the colonies of fungi.

Conclusion : This study shows that the comb of barber cantained 6,7%

Trichophyton mentagrophytes, 6,7% Trichophyton rubrum, 3,3% Trichophyton

schoenleinii, and 3,3% Trichophyton violaceum.


(60)

penelitian karya tulis ilmiah dengan judul “ Identifikasi Dermatofita pada Sisir Tukang Pangkas di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru”. Laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini penulis banyak menemukan kesulitan. Namun, berkat bantuan dari banyak pihak penulis dapat menyelesaikan penelitian karya tulis ilmiah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setingi-tinginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp. Pd, Sp.JP (K), selaku komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian

3. Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan tenaga, pikiran, dan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan-masukan dalam proses penulisan proposal penelitian karya tulis ilmiah ini. Juga kepada dr. Tetty Aman Nasution, M. Med.Sc dan dr. Ilhamd, Sp. Pd. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini. 4. Ibu Raffidah, S. Si yang membantu penulis melaksanakan penelitian di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Pemilik tempat pangkas dan tukang pangkas yang bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini.


(61)

dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Sahabat-sahabat penulis, Desti Laura Sinaga, Herlita Purba, Landong Sihombing, Orlando F.M. Sinaga, Rio H. Siahaan, dan Rizki I. Damanik yang telah memberikan dukungan, motivasi dan bantuan kepada penulis. 8. Teman-teman kelompok bimbingan penelitian penulis, Ayu Sri Astuti

Sihotang dan Yashotahai A/P Rajendran yang telah memberikan saran, kritikan dan motivasi selama penelitian. Juga teman-teman stambuk 2012 lainnya yang telah meberikan bantuan kepada penulis.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis ilmiah ini di kemudian hari.

Medan, 2015


(62)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah ...2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Dermatomikosis ... 4

2.2. Dermatomikosis Superfisialis ... 4

2.3. Dermatofitosis ... 5

2.3.1. Defenisi ... 5

2.3.2. Etiologi ... 5

2.3.3. Gambaran klinis ... 10

2.4. Nondermatofitosis ... 13

2.4.1. Defenisi ... 13

2.4.2. Etiologi ... 14

2.4.3. Gambaran klinis ... 16


(63)

2.6.1. Pemeriksaan langsung ... 17

2.6.2. Pembiakan atau kultur ... 18

2.6.3. Reaksi imunologis (alergi) ... 20

2.6.4. Biopsi atau pemeriksaan histopatologi ... 20

2.6.5. Pemeriksaan dengan sinar Wood ... 20

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 22

3.1. Kerangka Konsep ... 22

3.2. Defenisi Operasional ... 22

3.2.1. Dermatofita ... 22

3.2.2. Tukang pangkas ... 22

3.2.3. Sisir tukang pangkas ... 23

3.2.4. Pemeriksaan KOH ... 23

3.2.5. Kultur jamur ... 23

BAB IV METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Jenis Penelitian ... 24

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

4.2.1. Waktu penelitian ... 24

4.2.2. Tempat penelitian ... 24

4.3. Populasi dan Sampel ... 24

4.3.1. Populasi ... 24

4.3.2. Sampel ... 24

4.4. Teknik Pengumpulan Sampel ... 25

4.5. Bahan dan Cara Kerja ... 25

4.5.1. Pengambilan bahan ... 25

4.5.2. Pemeriksaan laboratorium ... 25

4.6. Pengolahan dan Analisa Data ... 26

4.6.1. Pengolahan data ...26


(64)

5.1.2. Deskripsi karakteristik sampel penelitian ... 28

5.1.3. Distribusi sampel berdasarkan tempat pangkas ... 28

5.1.4. Distribusi sampel berdasarkan lama penggunaan ... 29

5.1.5. Distribusi jumlah pelanggan sehari ... 29

5.1.6. Distribusi riwayat sisir dibersihkan ... 30

5.1.7. Distribusi cara membersihkan sisir ...30

5.1.8. Distribusi jadwal penggantian sisir ... 30

5.1.9. Distribusi hasil pemeriksaan KOH ... 31

5.1.10. Distribusi hasil kultur ... 31

5.2. Pembahasan ... 33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1. Kesimpulan ... 35

6.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(65)

DAFTAR SINGKATAN

KOH : Kalium Hidroksida SDA : Sabaroud Dextrose Agar


(66)

Nomor Judul Halaman Tabel 2.1 Dermatofita Penyebab Tine Kapitis ... 13 Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan tempat pangkas ... 28 Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan lama penggunaan ... 29 Tabel 5.3. Distribusi tukang pangkas berdasarkan jumlah

pelanggan dalam satu hari ... 29 Tabel 5.4 Distribusi sisir berdasarkan riwayat dibersihkan ... 30 Tabel 5.5 Distribusi tukang pangkas berdasarkan cara

membersihkan sisir ... 30 Tabel 5.6 Distribusi hasil pemeriksaan KOH 10% ... 31 Tabel 5.7. Distribusi hasil kultur berdasarkan lama penggunaan sisir . 31 Tabel 5.8. Distribusi hasil kultur berdasarkan riwayat sisir

dibersihkan ... 31 Tabel 5.9. Distribusi hasil kultur berdasarkan golongan ... 32 Tabel 5.10. Distribusi hasil kultur berdasarkan spesies ... 32


(67)

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Makroskopis Epidermophyton floccosum ... 6

Gambar 2.2. Mikroskopis Epidermophyton floccosum ... 6

Gambar 2.3. Makroskopis Microsporum audouinii ... 6

Gambar 2.4. Mikroskopis Microsporum audouinii ... 6

Gambar 2.5. Makroskopis Microsporum canis ... 7

Gambar 2.6. Mikroskopis Microsporum canis ... 7

Gambar 2.7. Makroskopis Microsporum gypseum ... 7

Gambar 2.8. Mikroskopis Microsporum gypseum ... 7

Gambar 2.9. Makroskopis Microsporum mentagrophytes ... 8

Gambar 2.10. Mikroskopis Microsporum mentagrophytes ... 8

Gambar 2.11. Makroskopis Trichophyton rubrum ... 8

Gambar 2.12. Mikroskopis Trichophyton rubrum ... 8

Gambar 2.13. Makroskopis Trichophyton schoeleinii ... 9

Gambar 2.14. Mikroskopis Trichophyton schoenleinii ... 9

Gambar 2.15. Makroskopis Trichophyton tonsurans ... 9

Gambar 2.16. Mikroskopis Trichophyton tonsurans ... 9

Gambar 2.17. Makroskopis Trichophyton verrucosum ... 10

Gambar 2.18. Mikroskopis Trichophyton verrucom ... 10

Gambar 2.19. Makroskopis Trichophyton violaceum ... 10

Gambar 2.20. Mikroskopis Trichophyton violaceum ... 10

Gambar 2.21. Makroskopis Malasezia furfur ... 14

Gambar 2.22. Mikroskopis Malasezia furfur ... 14

Gambar 2.23. Makroskopis Piedra hortai ... 14

Gambar 2.24. Mikroskopis Piedra hortai ... 14

Gambar 2.25. Makroskopis Cladosporium werneckii ... 15

Gambar 2.26. Mikroskopis Cladosporium werneckii ... 15


(68)

(69)

Judul Halaman Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 39 Lampiran 2 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

PENELITIAN ... 40 Lampiran 3 SURAT PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) ... 41 Lampiran 4 STATUS PENELITIAN ... 42 Lampiran 5 SURAT EHICAL CLEARENCE ... 43 Lampiran 6 SURAT PENGANTAR PENELITIAN KE

DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FK USU ... 44 Lampiran 7 SURAT IZIN PENELITIAN DARI BALITBANG

KOTA MEDAN ... 45 Lampiran 8 SURAT IZIN PENELITIAN DARI KECAMATAN

MEDAN BARU ... 46 Lampiran 9 SURAT PENGANTAR PENELITIAN KE

KELURAHAN PADANG BULAN ... 47 Lampiran 10 SURAT SELESAI MELAKUKAN PENELITIAN DI

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FK USU ... 48 Lampiran 11 Gambar sampel penelitian (sisir) ... 49 Lampiran 12 Gambar saat melakukan penelitian di Laboratorium

FK USU ... 50 Lampiran 13 Gambar Makroskopis ... 51 Lampiran 14 Gambar Mikroskopis ... 52


(1)

4.7. Ethical Clearance ... 27

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1. Hasil Penelitian ... 28

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian ... 28

5.1.2. Deskripsi karakteristik sampel penelitian ... 28

5.1.3. Distribusi sampel berdasarkan tempat pangkas ... 28

5.1.4. Distribusi sampel berdasarkan lama penggunaan ... 29

5.1.5. Distribusi jumlah pelanggan sehari ... 29

5.1.6. Distribusi riwayat sisir dibersihkan ... 30

5.1.7. Distribusi cara membersihkan sisir ...30

5.1.8. Distribusi jadwal penggantian sisir ... 30

5.1.9. Distribusi hasil pemeriksaan KOH ... 31

5.1.10. Distribusi hasil kultur ... 31

5.2. Pembahasan ... 33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1. Kesimpulan ... 35

6.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(2)

DAFTAR SINGKATAN

KOH : Kalium Hidroksida SDA : Sabaroud Dextrose Agar


(3)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Dermatofita Penyebab Tine Kapitis ... 13 Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan tempat pangkas ... 28 Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan lama penggunaan ... 29 Tabel 5.3. Distribusi tukang pangkas berdasarkan jumlah

pelanggan dalam satu hari ... 29 Tabel 5.4 Distribusi sisir berdasarkan riwayat dibersihkan ... 30 Tabel 5.5 Distribusi tukang pangkas berdasarkan cara

membersihkan sisir ... 30 Tabel 5.6 Distribusi hasil pemeriksaan KOH 10% ... 31 Tabel 5.7. Distribusi hasil kultur berdasarkan lama penggunaan sisir . 31 Tabel 5.8. Distribusi hasil kultur berdasarkan riwayat sisir

dibersihkan ... 31 Tabel 5.9. Distribusi hasil kultur berdasarkan golongan ... 32 Tabel 5.10. Distribusi hasil kultur berdasarkan spesies ... 32


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Makroskopis Epidermophyton floccosum ... 6

Gambar 2.2. Mikroskopis Epidermophyton floccosum ... 6

Gambar 2.3. Makroskopis Microsporum audouinii ... 6

Gambar 2.4. Mikroskopis Microsporum audouinii ... 6

Gambar 2.5. Makroskopis Microsporum canis ... 7

Gambar 2.6. Mikroskopis Microsporum canis ... 7

Gambar 2.7. Makroskopis Microsporum gypseum ... 7

Gambar 2.8. Mikroskopis Microsporum gypseum ... 7

Gambar 2.9. Makroskopis Microsporum mentagrophytes ... 8

Gambar 2.10. Mikroskopis Microsporum mentagrophytes ... 8

Gambar 2.11. Makroskopis Trichophyton rubrum ... 8

Gambar 2.12. Mikroskopis Trichophyton rubrum ... 8

Gambar 2.13. Makroskopis Trichophyton schoeleinii ... 9

Gambar 2.14. Mikroskopis Trichophyton schoenleinii ... 9

Gambar 2.15. Makroskopis Trichophyton tonsurans ... 9

Gambar 2.16. Mikroskopis Trichophyton tonsurans ... 9

Gambar 2.17. Makroskopis Trichophyton verrucosum ... 10

Gambar 2.18. Mikroskopis Trichophyton verrucom ... 10

Gambar 2.19. Makroskopis Trichophyton violaceum ... 10

Gambar 2.20. Mikroskopis Trichophyton violaceum ... 10

Gambar 2.21. Makroskopis Malasezia furfur ... 14

Gambar 2.22. Mikroskopis Malasezia furfur ... 14

Gambar 2.23. Makroskopis Piedra hortai ... 14

Gambar 2.24. Mikroskopis Piedra hortai ... 14

Gambar 2.25. Makroskopis Cladosporium werneckii ... 15

Gambar 2.26. Mikroskopis Cladosporium werneckii ... 15


(5)

Gambar 2.28. Mikroskopis Trichosporon beigelii ... 15 Gambar 3.1. Kerangka konsep ... 22


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Halaman

Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 39 Lampiran 2 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

PENELITIAN ... 40 Lampiran 3 SURAT PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) ... 41 Lampiran 4 STATUS PENELITIAN ... 42 Lampiran 5 SURAT EHICAL CLEARENCE ... 43 Lampiran 6 SURAT PENGANTAR PENELITIAN KE

DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FK USU ... 44 Lampiran 7 SURAT IZIN PENELITIAN DARI BALITBANG

KOTA MEDAN ... 45 Lampiran 8 SURAT IZIN PENELITIAN DARI KECAMATAN

MEDAN BARU ... 46 Lampiran 9 SURAT PENGANTAR PENELITIAN KE

KELURAHAN PADANG BULAN ... 47 Lampiran 10 SURAT SELESAI MELAKUKAN PENELITIAN DI

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FK USU ... 48 Lampiran 11 Gambar sampel penelitian (sisir) ... 49 Lampiran 12 Gambar saat melakukan penelitian di Laboratorium

FK USU ... 50 Lampiran 13 Gambar Makroskopis ... 51 Lampiran 14 Gambar Mikroskopis ... 52