Ekspresi COX-2 pada Rinosinusitis Kronis Ekspresi COX-2 pada penderita rinosinusitis kronis dikaitkan dengan umur dan jenis kelamin

2.2.8 Ekspresi COX-2 pada Rinosinusitis Kronis

Pada pasien rinosinusitis kronis tanpa polip hidung, COX-

2.2.9 Ekspresi COX-2 pada penderita rinosinusitis kronis dikaitkan dengan umur dan jenis kelamin

2 mRNA dan PGE2 yang ditemukan lebih tinggi dibandingkan rinosinusitis kronis dengan polip hidung sedangkan 15-Lipoxygenase dan lipoxin A meningkat pada rinosinusitis kronis jika dibandingkan dengan mukosa sinonasal yang normal Fokkens et al, 2007. Belum ada penelitian yang menggambarkan hubungan secara langsung keterkaitan antara peningkatan nilai ekspresi COX-2 dengan umur dan jenis kelamin, beberapa penelitian hanya menggambarkan peningkatan ekspresi COX-2 yang terjadi pada rinosinusitis kronis, seperti pada penelitian Wang et al, dimana ekspresi COX-2 di mukosa sinonasal lebih signifikan yang merupakan kunci proses patofisiologi inflamasi yang berperan sebagai mediator dalam terjadinya rinosinusitis kronis Wang et al, 2009. Pada beberapa penelitian hanya menggambarkan keterkaitan antara umur dengan terjadinya rinosinusitis kronis dimana rinosinusitis kronis lebih sering terjadi pada usia dewasa muda, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan alergen, polutan, perubahan gaya hidup, pola makan serta infeksi Hellgren, 2008. Universitas Sumatera Utara 2.2.10 Ekspresi COX-2 pada Penderita Rinosinusitis Kronis Dikaitkan dengan Proses Inflamasi dan Rasa Nyeri. Peningkatan ekspresi Cyclooksigenase-2 berkaitan erat dengan proses inflamasi dan rasa nyeri yang terjadi pada penderita rinosinusitis. COX-2 membentuk PGE2 dan PGI2 yang menyebabkan beberapa proses biologis seperti peningkatan permeabilitas kapiler, agen piretik dan hiperalgesia Fowler et al, 2005; Stables dan Gilroy, 2010. PGE2 dan PGI2 telah dibuktikan menyebabkan hiperalgesia dari saraf perifer dan sentral apabila berikatan dengan reseptor EP1, EP3 dan EP3 Stables dan Gilroy, 2010. Sakit yang berasal dari hidung dan sinus paranasal dapat timbul pada beberapa daerah di wajah dan menjalar jauh ke daerah kepala dan leher. International Classification of Headache Disorder II mengklasifikasikan sakit kepala menjadi sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder. Sakit kepala yang berhubungan sinus termasuk sakit kepala sekunder Olesen et al, 2004. Sakit kepala yang ditimbulkan oleh penyakit yang berasal dari hidung dan sinus paranasal umumnya berhubungan dengan gejala kongesti hidung, rasa penuh, pus, dan sumbatan hidung. Adakalanya gejala penyakit di hidung dan sinus hanya sakit kepala saja Amanpreet, 2008. Sakit di pelipis mungkin disebabkan oleh masalah di sinus frontal atau etmoid atau kontraksi otot pada tension headache. Sakit di sinus maksilaris dapat berlokasi di sekitar sinus maksilaris sampai ke gigi kaninus dan daerah temporal. Sinusitis etmoid lebih sering menyebabkan sakit di daerah kantus tetapi dapat Universitas Sumatera Utara meluas ke daerah parietal dan temporal dan dapat sampai ke servikal atas. Sinusitis sfenoid biasanya menyebabkan sakit kepala di daerah retroorbital dan merata ke daerah bahu dan gigi kaninus Howard, 2005. Keterlibatan beberapa sinus membuat sakit dan gejala yang lebih rumit karena dapat menimbulkan sakit ke beberapa daerah. Pada pasien dengan penyebab lain rasa sakit di wajah etiologinya masih membingungkan, oleh karena itu sebaiknya dipahami tentang gejala dalam memastikan diagnosa, khususnya hal yang berhubungan dengan gejala sakit dan nyeri tekanan di wajah Howard, 2005. Anamnesa sakit kepala sangat penting untuk mempersempit etiologi sakit dan nyeri tekan di wajah. Penting untuk mengetahui lokasi sakit, sifat sakitnya menetap, berdenyut, menekan, seperti dijepit, menusuk, tajam, tumpul, ringan, berat, dll, durasi dan frekuensi sakit kepala. Beberapa pasien menderita lebih dari satu jenis sakit kepala. Penting juga untuk mengetahui berapa banyak jenis sakit kepala yang ada dan apa yang membuat sakit kepala tersebut menjadi lebih ringan atau memberat dan apakah ada hubungan gejalanya dengan aura, nausea, muntah, fotofobia, dan fonofobia. Penting untuk mengetahui hubungan antara sumbatan hidung dan drainase sinus dan perubahan rasa dan penciuman Howard, 2005.

2.3 Penilaian Immunohistokimia COX-2

Cara penilaian dengan metode konsensus dan terdiri dari skor intensitas pewarnaan 0,1,2 atau 3 dan tingkat pewarnaan 0= 0; 1 = 10; 2 = 10-50; 3 = 50. Hasil untuk skor intensitas pewarnaan dan tingkat pewarnaan yang Universitas Sumatera Utara