BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH
Pipa endotrakea telah menjadi bagian dari rutinitas dalam praktek anestesiologi. Pada anestesi umum pipa endotrakea berfungsi untuk mengalirkan oksigen dan
gas anestesi. Juga pada perawatan pasien kritis pipa endotrakea sering digunakan untuk membebaskan jalan nafas, dan dengan bantuan mesin ventilator untuk
memastikan oksigenasi dan mengatur ventilasi pasien. Namun pemakaian pipa endotrakea juga memiliki komplikasi, yang terjadi mulai
dari saat memasukkan dengan laringoskopi intubasi sampai pada saat pelepasan pipa dari saluran nafas pasien ekstubasi. Komplikasi ini adalah akibat
rangsangan iritasi dan regang pada mukosa saluran nafas sehingga menimbulkan respon seperti suara serak, nyeri tenggorok, batuk, peningkatan tekanan darah,
peningkatan laju nadi. Batuk menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal yang kemudian menghambat aliran balik vena dari daerah kepala sehingga bisa
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular dan intrakranial. Selain itu batuk juga bisa menyebabkan lepasnya luka jahitan operasi. Hal- hal ini menyebabkan
meningkatnya kebutuhan obat anestesi, memperlama masa rawatan, dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien yang mengidap penyakit
hipertensi, penyakit jantung koroner, dan dengan peningkatan tekanan intraokular seperti glaukoma, dan dengan peningkatan tekanan intrakranial .
1
Reseptor pada mukosa trakea yang berperan terhadap timbulnya respon tubuh diatas telah diketahui sebagai rapid acting receptor RAR yang tersebar pada
1
Universitas Sumatera Utara
seluruh mukosa trakea dan umumnya superfisial.
2
Reseptor ini bisa diblok oleh anestesi lokal maupun sistemik.
3
Camporesi dkk 1979 menyatakan bahwa konsentrasi minimum lidokain topikal untuk memblok RAR adalah 155 mcgml.
Berbagai usaha telah dilakukan mengurangi stimulasi regang pada RAR seperti pengaturan tekanan cuff dan penggunaan pipa endotrakea high volume low
pressure. Secara farmakologis berbagai obat-obatan juga dapat mengurangi respon dan gejolak hemodinamik akibat stimulasi pada trakea. Obat-obat tersebut bisa
diberikan intravena seperti opiat dan anestesi lokal, yang sering digunakan adalah lidokain.
3
9
Lidokain 1-2 mgkgBB menghasilkan konsentrasi plasma 3 mcgml yang menghambat refleks batuk. Namun obat ini juga memiliki kelemahan yaitu
durasinya yang sempit 5-20 menit sehingga sulit mendapatkan waktu pemberian yang optimal. Selain itu lidokain yang diberikan intravena segera diuptake oleh
otak sehingga memberikan efek sedasi, yang bisa memperpanjang waktu pemulihan pasien.
9
Obat-obatan diatas juga bisa diberikan topikal seperti anestesi lokal maupun kortikosteroid.
3
Pemberian topikal bisa dengan tiga cara, pertama melumuri cuff dengan lidokain jelly, spray lidokain ataupun jelly kortikosteroid. Namun cara ini
hanya efektif pada pemakaian singkat, karena lidokain segera diabsorpsi oleh mukosa trakea.
5
Cara kedua adalah dengan menggunakan pipa endotrakea dengan modifikasi khusus, seperti LITA laryngotracheal instillation of topical
anesthesia, dimana anestesi lokal bisa disemprotkan diatas dan dibawah cuff pipa endotrakea. Namun ini juga memiliki kelemahan yaitu kurang mengenai daerah
kontak antara cuff dan mukosa trakea, sedangkan stimulasi regang pada RAR
Universitas Sumatera Utara
terbanyak adalah pada daerah kontak tersebut.
6
Ketiga, adalah pemberian intracuff, karena pipa endotrakea yang umumnya terbuat dari polyvinylchloride
yang bersifat hidrofobik.
2
Membran cuff yang tipis yang bersifat hidrofobik memungkinkan difusi substansi yang hidrofobik atau lipofilik. Besarnya difusi
tergantung konsentrasi dan waktu, sehingga cuff pipa endotrakea bisa berfungsi sebagai reservoir potensial.
Sconzo dkk. menunjukkan bahwa lidokain 4 yang ditempatkan dalam cuff tube endotrakea, mengalami difusi melewati membran cuff. Pada percobaan in vitro
ditemukan, hanya lidokain bentuk dasar yang hidrofobik yang dapat berdifusi 65,1 ± 1,1 terlepas setelah 6 jam, sementara bentuk hidroklorida bentuk yang
tersedia sebagai obat hanya sebanyak 1.
2,7
1
Sehingga jumlah lidokain yang diperlukan jauh lebih banyak. Alkalinisasi lidokain hidroklorida meningkatkan
proporsi lidokain yang tidak terionisasi, sehingga memungkinkan jumlah yang lebih sedikit untuk berdifusi 20-40 mg vs 200-500mg dan berdifusi lebih cepat.
Absorpsi melalui cuff adalah time-dependent, karena itu diasumsikan kadar plasma akan meningkat lebih lambat dibandingkan dengan aplikasi topikal,
sebagaimana pada penggunaan anestesi lokal pada bronkoskopi fiberoptik, sehingga mengurangi risiko toksisitas sistemik.
1
Penelitian Huang dkk menentukan pengaruh pemanasan, alkalinisasi, atau pemanasan dan alkalinisasi pada difusi Lidokain melewati cuff tube endotrakea.
Empat sediaan Lidokain 4 dibuat untuk mengisi cuff tube endotrakea Mallinckrodt, Lidokain pada 24 derajat, Lidokain pada 38 derajat, Lidokain yang
dibuffer sehingga pH menjadi 7,34 ± 0,11 dan Lidokain dengan pH yang sama
2
Universitas Sumatera Utara
dipanaskan sampai 38 derajat. Disimpulkan bahwa alkalinisasi dengan atau tanpa pemanasan, tapi tidak pemanasan saja, menghasilkan difusi Lidokain yang lebih
cepat dari cuff tube endotrakea. Huang juga menentukan interval waktu dimana konsentrasi minimum C
m
Lidokain untuk memblok RAR dijumpai diluar dinding cuff. Ditemukan bahwa, dengan manipulasi alkalinisasi, dengan atau
tanpa pemanasan, Lidokain dalam cuff ETT dapat menghasilkan efek blok RAR dalam 120-180 menit setelah dimasukkan.
Jaichandran dkk mempelajari interval waktu minimum dimana efek blok RAR didapatkan dengan Lidokain yang melintasi cuff, dengan menggunakan efek
alkalinisasi saja. Maka pH larutan lidokain dinaikkan dari 6,55 ± 0,17 menjadi antara 7,40 ± 0,01 dan 7,82 ± 0,01 dengan membuffer natrium bikarbonat 7,5
dalam volume bervariasi antara 0,6 ± 0,08 dan 2,7 ± 0,2 ml. Onset difusi lidokain melintasi cuff ditemukan lebih cepat pada grup pH 7,6 dibanding grup pH 7,4 dan
7,8. Walaupun Lidokain yang dibuffer menjadi pH 7,4 awalnya menunjukkan onset difusi yang lambat, setelah 30 menit pertama difusi menjadi lebih cepat, dan
pada menit 300 menunjukkan konsentrasi Lidokain maksimum 863,94 ± 5,08 ml melintasi cuff, lebih tinggi dari grup pH 7,6 dan 7,8. Namun Cm Lidokain yang
menghambat aktivasi RAR untuk refleks batuk dicapai ketiga grup dalam 90 menit. Saat membuffer Lidokain, endapan terjadi pada 3 dari 5 larutan pada grup
pH 7,6 dan semua larutan pada pH 7,8, namun endapan tidak dijumpai pada grup pH7,4. Sebagai tambahan, dijumpai kesulitan saat penarikan kembali larutan dari
cuff ETT pada Lidokain grup pH 7,6 dan 7,8 karena endapan tersebut menutup sebagian balon pilot.
8
9
Universitas Sumatera Utara
Karena itu Jaichandran dkk merekomendasikan pengisian cuff ETT dengan 6ml Lidokain 2 yang dibuffer menjadi pH 7,4, untuk meningkatkan toleransi
terhadap ETT dan mengurangi atau mencegah batuk akibat ETT saat pemulihan dari anestesia umum. Pada studi in vivo oleh Huang dkk, pengisian cuff ETT
dengan Lidokain 4 5ml dibuffer mencapai pH yang serupa, batuk sewaktu pemulihan dijumpai berkurang pada pasien dengan waktu pembedahan 120
menit. Iskadir T., pada tahun 2004 melakukan penelitian dengan membandingkan efek
inflasi cuff dengan Lidokain 4 dan dengan NaCl 0,9 terhadap nyeri tenggorok pasca intubasi endotrakea. Iskadir melaporkan kejadian nyeri tenggorok yang
menurun secara bermakna pada kelompok yang menggunakan inflasi cuff dengan Lidokain 4 dibanding dengan NaCl 0,9. Kejadian batuk saat ekstubasi juga
berbeda bermakna, dimana pada kelompok dengan inflasi cuff dengan Lidokain 4 dan NaCl 0,9 masing-masing 12,50 dan 58,33.
9
10
Hasil ini juga tidak berbeda jauh dengan penelitian Fagan dkk yang mendapatkan kejadian batuk pada
kelompok NaCl 0,9 sebesar 44 dan pada kelompok Lidokain 4 sebesar 16.
2
Universitas Sumatera Utara
1. 2. RUMUSAN MASALAH