FAKTOR-FAKTOR PENCEGAH TINDAK TAWURAN ANTAR PELAJAR DI SMK 2 MEI BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/ 2013

(1)

PELAJAR DI SMK 2 MEI BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/ 2013

(Skripsi)

Oleh DERI CICIRIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

FAKTOR-FAKTOR PENCEGAH TINDAK TAWURAN ANTAR PELAJAR DI SMK 2 MEI BANDAR LAMPUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/ 2013

Oleh DERI CICIRIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Pada

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(3)

Di SMK 2 Mei Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013

Nama Mahasiswa : Deri Ciciria

NPM : 0913032006

Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Komisi Pembimbing,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Holilulloh, M.Si M. Mona Adha, S.Pd, M.Pd

NIP. 196107111987031003 NIP. 197911172005011002

Mengetahui,

Ketua Jurusan P. IPS Ketua Program Studi PPKn

Drs. Buchori Asyik, M.Si Drs. Holilulloh, M.Si.


(4)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Holilulloh, M.Si ………

Sekretaris : M. Mona Adha, S.Pd, M.Pd ………

Penguji

Bukan Pembimbing : Drs. Berchah Pitoewas, M.H ………

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 19600315 198503 1 003


(5)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Skripsi dengan judul “Faktor-faktor Pencegah Tindak Tawuran Antar Pelajar Di SMK 2 Mei Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013” adalah hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara tidak sesuai tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiatisme.

2. Hal intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Januari 2013 Pembuat pernyataan,

Deri Ciciria


(6)

vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Deri Ciciria, dilahirkan dengan penuh suka cita di Desa Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang pada tanggal 28 Maret 1991. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara pasangan suami-istri Bapak Dirhan (alm) dan Ibu Syariah.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis antara lain : 1. 19972003 SD Negeri 1 Gunung Agung

2. 2003 -- 2006 SMP Negeri 12 Bandar Lampung 3. 20062009 SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung

4. Tahun 2009 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Sarjana Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Universitas Lampung melalui jalur PKAB.


(7)

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirst Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Faktor-faktor Pencegah Tindak Tawuran Di SMK 2 Mei Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013”.

Skripsi ini di buat untuk memenuhi persyaratan dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Kegeruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari luar maupun dari dalam diri penulis sendiri, penulisan skripsi ini pun tidak lepas dari bimbingan, bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Drs. Holilulloh, M.Si selaku ketua program studi PPKn FKIP Universitas Lampung sekaligus sebagai pembimbing I dan M. Mona Adha, S.Pd, M.Pd selaku pembimbing II dalam penulisan skripsi ini atas bimbingan dan saran selama proses bimbingan. Selanjutnya, penulis juga berterima kasih kepada:

1. Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(8)

2. Dr. M. Thoha B.S Jaya, M.S. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Drs. Arwin Achmad, M.Si. selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

4. Drs. Hi. Iskandarsyah, M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Drs. Buchori Asyik, M.Si selaku Ketua Jurusan pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

6. Drs. Berchah Pitoewas, M.H atas saran dan kritiknya selaku pembahas/ penguji I dalam penulisan skripsi ini.

7. Yunisca Nurmalisa, S.Pd, M.Pd atas saran dan kritiknya selaku pembahas II dalam penulisan skripsi ini.

8. Susilo, S.Pd, M.Pd atas bantuannya selama ini selaku Staf Administrasi Program Studi PPKn Universitas Lampung

9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi PPKn FKIP Universitas Lampung. 10. Bapak. Hi. Djumadi S, S.Pd. Selaku Kepala SMK 2 Mei Bandar Lampung

berserta guru dan staf tata usaha yang telah memberikan izin dan bantuan melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.

11. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, Papah Dirhan (alm). dan Mamah Syariah atas keiklasan dan cinta kasih sayangnya, doa, motivasi, moral serta finansial yang tidak akan pernah terbayarkan.


(9)

sayang, kesabaran, perhatian, bantuan dan dukungan demi terselesaikannya skripsi ini.

14. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2009 yang saya banggakan, terus semangat jangan patah semangat dengan ulah orang-orang yang tidak bertanggung-jawab.

15. Teman-teman seperjuangan KKN dan PPL Kecamatan Sekampung tahun 2012, salam sukses selalu untuk kita semua.

16. Sahabat terkasih Mulyati, Yeni, Ika, Evi, Citra, Reni, Adit, Resti, Novita. 17. Keluarga besarthe cimut kost, Vera, Monik, Iis, Rika, Suspa, Aden.

18. Serta kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga amal baik yang Bapak, Ibu, Saudara/i berikan, akan selalu mendapat ganjaran yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata dengan kerendahan hati, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis,


(10)

x

MOTTO

Setiap Perjalanan Hidup Yang Kita Lalui Pasti Telah

Digariskan Oleh ILLAHI, Jadi Jangan Pernah Disesali

(Deri Ciciria)

No Think To Lose


(11)

xi

Dengan Rasa Syukur yang mendalam kepada ALLAH SWT, kupersembahkan karya

kecil ini kepada :

Kedua Orang Tuaku Tercinta (Papah Dirhan (alm) dan

Mamah Syariah)

Adikku tercinta (vivin)

Kanda Tubagus Ali Rachman Puja Kesuma

Keluarga Besar Terkasih

Teman teman angkatan 2009

Almamater Universitas Lampung


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

COVER ... i

ABSTRAK ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

SURAT PERNYATAAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

SANWACANA ... ix

MOTTO ... xii

PERSEMBAHAN ... xiii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... ... 9

1.3 Pembatasan Masalah ... ... 10

1.4 Rumusan Masalah ... ... 11

1.5 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... ... 11

1.5.1 Tujuan Penelitian ... ... 11

1.5.2 Kegunaan Penelitian ... ... 11

A Teoritis ... ... 11

B Praktis ... ... 11

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... ... 12

1. Ruang Lingkup Ilmu ... ... 12

2. Ruang Lingkup Objek dan Subjek ... ... 12

3. Ruang Lingkup Wilayah ... ... 12

4. Ruang Lingkup Waktu Penelitian ... ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi teoritis ... ... 13

2.1.1 Tinjauan Tentang Konsep Remaja ... ... 13

2.1.1.1 Pengertian Tentang Remaja ... ... 13

2.1.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja ... ... 15


(13)

2.1.1.5 Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja ... ... 25

2.1.2 Tindak Tawuran ... ... 33

2.1.2.1 Tawuran Pelajar pada masa Remaja ... ... 34

2.1.2.2 Dampak Perkelahian Pelajar/ Tawuran... ... 37

2.1.2.3 Konflik dam Managemen Penyelesaiannya ... ... 38

2.1.3 Faktor-faktor Yang Dapat Mencegah Tindak Tawuran ... ... 45

2.1.3.1 Faktor Intern... ... 45

2.1.3.1.1 Kecerdasan Emosional ... ... 46

2.1.3.2 Faktor Ektern... ... 51

2.1.3.2.1 Pembinaan Agama ... ... 51

2.1.3.2.2 Lingkungan Keluarga... ... 55

2.1.3.2.3 Lingkungan Sekolah... ... 58

2.1.3.2.4 Lingkungan Masyarakat... ... 59

2.1.3.2.5 Kelompok Sebaya ... ... 61

2.2 Kerangka Pikir ... ... 67

III.METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... ... 68

3.2 Populasi Dan Sampel ... ... 70

1. Populasi ... ... 70

2. Sampel ... ... 71

3.3 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Operasional Variable ... 73

3.4 Teknik Pengumpulan Data... ... 82

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas ...…….. 85

3.6 Teknik Analisis Data ... ... 87

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Langkah-langkah Penelitian ... ... 88

4.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... ... 95

4.3 Deskripsi Data Hasil Penelitian... ... 101

4.3.1 Pengumpulan Data... 101

4.3.2 Penyajian Data... ... 102

4.4 Analisis Data ... ... 103

4.4.1 Faktor Kecerdasan Emosional (Pengendalian Diri) ... ... 104

4.4.2 Faktor Pembinaan Agama ... ... 105

4.4.3 Faktor Lingkungan Keluarga... ... 106

4.4.4 Faktor Lingkungan Sekolah ... ... 108

4.4.5 Faktor Lingkungan Masyarakat ... ... 109

4.4.6 Faktor Lingkungan Teman Sebaya... ... 110

4.5 Pembahasan ... ... 111

4.5.1 Faktor Kecerdasan Emosional (Pengendalian Diri) ... ... 111

4.5.2 Faktor Pembinaan Agama ... ... 113

4.5.3 Faktor Lingkungan Keluarga... ... 114

4.5.4 Faktor Lingkungan Sekolah ... ... 115

4.5.5 Faktor Lingkungan Masyarakat ... ... 116


(14)

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... ... 118 5.2 Saran... ... 119 DAFTAR PUSTAKA


(15)

xvii

Tabel Halaman

Tabel 1.1 Data Tindak Tawuran SMK 2 Mei Bandar Lampung... 8

Tabel 2.1 Skema Ikhtisar dari Tujuh Dalil Penenganan Konflik ... 43

Tabel 3.1 Jumlah Siswa di SMK 2 Mei Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013... 71

Tabel 3.2 Data jumlah Pengambilan Sampel Untuk Masing-masing Kelas.. 72

Tabel 4.1 Distribusi Hasil Uji coba Angket dari 10 Responden di Luar Populasi Untuk Item Ganjil ... 92

Tabel 4.2 Distribusi Hasil Uji coba Angket dari 10 Responden di Luar Populasi Untuk Item Genap... ... 93

Tabel 4.3 Distribusi Antara Item ganjil(X) Dengan Item Genap (Y) ... 93

Tabel 4.4 Jumlah Siswa di SMK 2 Mei Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013... 98

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi faktor kecerdasan emosional ... 105

Tabel 4.6. Distribusi frekuensi faktor pembinaan agama ... 106

Tabel 4.7. Distribusi frekuensi faktor lingkungan keluarga... 107

Tabel 4.8. Distribusi frekuensi faktor lingkungan sekolah ... 108

Tabel 4.9. Distribusi frekuensi faktor lingkungan masyarakat ... 110


(16)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman


(17)

xvii Lampiran

1. Rencana Kaji Tindak Judul/ Makalah 2. Surat Izin Penelitian Pendahuluan 3. Surat Izin Penelitian

4. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian 5. Angket Penelitian


(18)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai peran sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang dalam hal ini bukan hanya aspek pengetahuan atau kognitif saja melainkan meliputi aspek afektif dan psikomotorik yang mendewasakan siswanya melalui proses pembelajaran. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) no 20 tahun 2003 pada bab I pasal 1 ayat (11) yang menjelaskan bahwa, “Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”.

Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan sumber daya manusia Indonesia bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang bermutu tidak cukup hanya dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga harus didukung oleh peningkatan nilai dan moral yang diharapkan akan membentuk sumber daya manusia yang berkarakter. Seyogyanya tujuan utama dari pendidikan adalah perubahan tingkah laku sehingga dalam proses pembelajarannya perlu diterapkan transfer of value dan tidak hanya transfer of knowledge.Hal ini sejalan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan


(19)

Nasional (UUSPN) no 20 tahun 2003 pada bab I pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Seorang siswa yang tumbuh dewasa maka secara otomatis pemikirannya pun akan berkembang dan lebih bijak dalam mengambil suatu keputusan, jika dalam pertumbuhan menuju kedewasaannya diimbangi dengan pendidikan yang baik. Namun dalam kenyataannya, siswa cenderung sering menghadapi gejolak emosional yang tidak terkendali sehingga menimbulkan masalah-masalah sebagai akibat siswa tidak bijak dalam mengendalikan diri dan mengambil keputusan. Siswa tanpa sadar menciptakan masalah yang berasal dari konsep diri yang lemah, dengan kemampuan berfikir dan menilai siswa lebih suka menilai yang macam-macam terhadap diri sendiri maupun orang lain dan bahkan meyakini persepsinya adalah yang paling benar walaupun belum tentu objektif. Dari situlah muncul masalah seperti perkelahian antar individu yang hanya disebabkan masalah yang sepele, perilaku menyimpang seperti penggunaan narkoba, pembentukan genk-genk/ kelompok-kelompok pergaulan yang menyimpang, dan yang paling meresahkan adalah perkelahian antar kelompok/genk siswa atau yang sering kita sebut sebagai tawuran.

Sekolah menengah kejuruan adalah sekolah yang dibangun atau didirikan untuk menciptakan lulusan agar siap kerja sesuai dengan minat dan bakatnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang


(20)

3 Pendidikan Menengah Bab 1 Ayat 1 Pasal 3, bahwa “ pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu”. Berdasarkan pernyataan tersebut, jelas bahwa sekolah menengah kejuruan memfokuskan pada suatu program keahlian atau program-program tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangn pekerjaan.

Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah Kejuruan Pasal 3 Ayat 2 “ sekolah menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional”. Menyikapi hal tersebut, tentu saja hasil akhir dari sekolah menengah kejuruan yaitu lulusan siap bekerja dengan sikap professional sebagai bekal dalam mengaplikasikan kehliannya pada lapangan pekerjaan tertentu. Menurut Kepmendikbud RI No. 0490/U/1992 tentang Sekolah Menengah Kejuruan Pasal 2 Ayat 1 tujuan di sekolah menengah kejuruan:

1. Mempersiapkan siswa untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi dan meluaskan pendidikan dasar

2. Meningkatkan kemampun siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,budaya dan alam sekitar

3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, technologi dan kesenian

4. Menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan

5. Sikap professional.

Sekolah menengah kejuruan (SMK) 2 Mei Bandar Lampung merupakan salah satu sekolah menengah kejuruan yang terkemuka di Provinsi Lampung. Hal ini terbukti dengan kelengkapan sarana prasarana praktikum seperti perbengkelan, komputer, kelistrikan dan gedung yang menunjang proses pembelajaran sekolah kejuruan. SMK 2 Mei Bandar Lampung memiliki beberapa jurusan yang dapat diandalkan untuk mencetak lulusan yang siap terjun kedunia kerja. Beberapa jurusan tersebut adalah Teknik Otomotif Kendaraan Ringan Mobil (TOKRM),


(21)

Teknik Permesinan (TP), Teknik Otomotif Sepeda Motor (TOSM), Teknik Listrik (TL), Teknik Audio Video (TAV), dan Teknik Komputer Jaringan (TKJ). Dengan beberapa jurusan tersebut, memang tak dapat dipungkiri mayoritas peserta didik di SMK 2 Mei Bandar Lampung adalah laki-laki, dan sangat minim sekali peserta didik perempuan. Keberadaan peserta didik perempuan hanya di jurusan teknik komputer jaringan (TKJ) dan Teknik Audio Video (TAV).

Mengingat mayoritas peserta didik di SMK 2 Mei Bandar Lampung adalah laki-laki maka cenderung banyak persoalan antar siswa diselesaikan dengan emosional tinggi dan kekerasan mengingat tingkat emosional siswa akan lebih tidak terkendali dibandingkan dengan siswi. Padahal pada hakekatnya, seorang siswa yang tumbuh dewasa maka secara otomatis pemikirannya pun akan berkembang dan lebih bijak dalam mengambil suatu keputusan, jika dalam pertumbuhan menuju kedewasaannya diimbangi dengan pendidikan yang baik. Namun dalam kenyataannya, siswa cenderung sering menghadapi gejolak emosional yang tidak terkendali sehingga menimbulkan masalah-masalah sebagai akibat siswa tidak bijak dalam mengendalikan diri dan mengambil keputusan.

Kematangan emosional siswa akan cenderung lebih tidak terkendali dibandingkan dengan siswi, pernyataan ini didasarkan pada pendapat Santrock (2003; 28) yang menyatakan bahwa, “Faktor jenis kelamin juga dapat mempengaruhi kematangan

emosi. Laki-laki dikenal lebih berkuasa jika dibandingkan dengan perempuan,

mereka memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga tidak

mampu mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh perempuan. Hal ini

menunjukkan laki-laki cenderung memiliki ketidakmatangan emosi jika dibandingkan


(22)

5

(2008; 9) yang menyatakan bahwa, “Ketika laki-laki tidak mampu mengekspresikan

emosi terhadap suatu masalah, laki-laki lebih cenderung menghadapi masalah dengan

melakukan perilaku agresi, menggunakan kemarahan, dan mengikuti dorongan hati

tanpa kendali“.

Siswa tanpa sadar menciptakan masalah yang berasal dari pengendalian diri sendiri yang lemah, dengan kemampuan berfikir dan menilai terhadap diri sendiri maupun orang lain dan bahkan meyakini persepsinya adalah yang paling benar walaupun belum tentu objektif. Hal tersebut memunculkan masalah seperti perkelahian antar individu dimana terjadi benturan persepsi yang menganggap masing-masing diantara mereka adalah yang paling benar sekaligus hal ini dijadikan ajang pembuktian jati diri kepada teman-temannya bahwa dirinya hebat. Perkelahian yang sering terjadi terkadang hanya disebabkan masalah yang sepele seperti permasalahan percintaan atau berawal dari kesalahpahaman antar teman. Namun, beberapa kasus juga ditemui masalah yang cukup serius seperti: perilaku menyimpang seperti penggunaan narkoba, membentuk genk-genk motor/ kelompok-kelompok pergaulan yang menyimpang, dan yang paling meresahkan adalah perkelahian antar kelompok/genk siswa atau yang sering kita sebut sebagai tawuran.

Sebagian besar penyebab siswa SMK 2 Mei Bandar Lampung terlibat perkelahian individu ataupun tawuran sebagai ajang pembuktian diri bahwa dirinyalah yang paling hebat dan benar. Mereka tidak sadar bahwa hal tersebut sebenarnya merugikan dirinya sendiri dan orang lain serta lingkungan sekitar bahkan dapat berujung kematian seperti yang terjadi belum lama ini di Ibukota Negara kita tepatnya tawuran antar SMA Negeri 70 Jakarta dengan SMA Negeri 06 Jakarta


(23)

yang berujung pada kematian 1 orang siswa dan melukai puluhan siswa lainnya. Hal ini bukan tidak mungkin akan terjadi di sekolah-sekolah lainnya di seluruh wilayah Indonesia tak terkecuali di Kota Tapis Berseri Bandar Lampung.

Berdasarkan kajian BPS (2012), setidaknya terdapat 56 SMA Negeri dan swasta, 13 MA Negeri dan swasta, 42 STM/SMK Negeri dan swasta yang lokasinya cukup berdekatan mengingat wilayah kota Bandar Lampung yang mudah dan cepat diakses. Keadaan seperti ini sangat berpotensi besar untuk terjadinya tawuran antar pelajar seperti yang terjadi di Jakarta pada tanggal 24-27 September 2012. Selama empat hari berturut-turut itu Kepolisian Daerah Metro Jaya mencatat ada tiga aksi tawuran antarpelajar di DKI Jakarta. Bentrokan pertama terjadi saat sejumlah pelajar SMAN 70 menyerang para pelajar SMAN 6 di Bulungan, Jakarta Selatan. Aksi yang terjadi Senin, 24 September 2012, pecah pada pukul 12.10. Selang dua hari, tawuran kembali terjadi di Jalan Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan. Kali ini melibatkan para pelajar dari SMA Yayasan Karya 66 (Yake) dan SMK Kartika Zeni. Kembali satu pelajar tewas dengan luka bacok di perut atas nama Deni Yanuar, siswa kelas XII SMA Yayasan Karya 66 (Yake). Tak lama usai bentrok, polisi meringkus pembacok dari SMK Kartika Zeni berinisial AD. Masih di hari yang sama namun di tempat terpisah, bentrok antarpelajar pecah di Jalan Komodor, Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Susilo, 15 tahun, murid kelas X SMK Mahardhika, diserang dua pelajar SMK. Kendati terkena sabetan celurit, nyawa Susilo bisa diselamatkan saat dibawa ke Rumah Sakit UKI, Cawang. Berdasarkan data dari Polda Metro Jaya, dari Januari hingga September 2012, tercatat ada sembilan kasus tawuran yang melibatkan pelajar. Sebanyak empat kasus terjadi di Jakarta Selatan, dua kasus di Jakarta


(24)

7 Timur, dan satu kasus masing-masing terjadi di Jakarta Pusat, Depok, dan Bekasi. (Tempo, 28 September 2012)

Selama ini yang sering menjadi pelaku utama dari tindakan tawuran di Kota Bandar Lampung adalah siswa dari SMK 2 Mei. Hal ini disebabkan karena mayoritas siswa di SMK 2 Mei adalah laki-laki,“dari total keseluruhannya 1654 siswa terdapat 1624 peserta didik laki-laki dan 30 sisanya adalah peserta didik perempuan” (Data Primer Staf Tata UsahaSMK 2 Mei Kota Bandar Lampung TP 2012/2013). Jumlah tersebut melanggar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Standar Sarana Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan(SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) dengan maksimal jumlah ruang belajar 48 dengan siswa maksimal @ 32 siswa, dengan total siswa maksimal dalam satu sekolah 1536 siswa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Asep salah satu siswa kelas XI Teknik Otomotif Sepeda Motor SMK 2 Mei Bandar lampung menuturkan bahwa, “berbagai penyebab tawuran antar siswa SMK dengan siswa sekolah lainnya sangat beragam, bisa saja karena percintaan, saling menghina saat berpapasan dengan siswa lain, bersenggolan motor saat berkendara atau bahkan unsur dendam yang telah turun temurun”. Fakta lain yang dikemukakan Yongki siswa kelas XI Teknik Elektro SMK2 Mei Bandar Lampung menyatakan bahwa, “tawuran yang sering terjadi dianggap sebagai perwujudan gengsi antar kelompok siswa, terakhir kali di bulan September lalu kami menyerang 2 SMA sekaligus pada hari yang sama yaitu SMA N 12 Bandar Lampung dan SMA Yadika hanya karena masalah percintaan salah satu teman kami. Kami sebagai adik kelas di haruskan ikut serta


(25)

dalam tawuran karena kakak kelas akan mengucilkan siapa saja yang tidak berpartisipasi dalam tawuran”.

Tawuran yang terjadi di SMK 2 Mei Kota Bandar Lampung terus berkelanjutan karena mereka pun ternyata telah terorganisir. Untuk lebih jelasnya berikut dapat dilihat dari data tentang tindak tawuran yang dilaksanakan oleh SMK 2 Mei Bandar Lampung tahun 2012 di bawah ini:

Tabel 1.1 Data Tindakan Tawuran SMK 2 Mei Bandar Lampung

Tahun Bulan Tindakan

Tawuran Lawan Tawuran Latar belakang Permasalahan Penyelesaian

2012 Januari 1 kali SMAN

12 Bandar Lampung - Kasus percintaan (rebutan pacar) - Dendam turun

temurun dari kakak kelas

Antar sekolah

Februari 1 kali SMK Penerban gan

- Bersenggola

n motor

dijalan raya

Antar siswa

Maret 2 Kali SMAN

12 dan SMK Pelayaran - Kasus Percintaan - Perkelahian individu siswa Poltabes

April - - -

-Mei 1 Kali SMA

Suryadar ma

- Ejek-ejekan

di luar

sekolah

Antar siswa

Juni - - -

-Juli - - -

-Agustus 1 Kali SMA

Bhakti Utama

- Kasus kalah taruhan balapan motor Antar sekolah Septemb er

3 kali SMAN

12, SMA Yadika, SMA Bhakti - Kasus percintaan - Kasus perkelahian antar Polda


(26)

9

Utama individu

- Bersenggola

n motor

dijalan raya

Oktober - -

-Sumber: Analisis Data Primer (wawancara siswa)

Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa SMK 2 Mei Bandar lampung selama setahun ini telah melakukan 9 kali tindak tawuran atau bisa di akumulasikan bahwa hampir setiap bulan siswa melakukan tawuran baik skala kecil maupun besar. Bahkan, pada bulan September lalu siswa SMK 2 Mei Bandar Lampung tawuran dengan 3 sekolah yaitu SMA N 12 Bandar Lampung, SMA Yadika dan SMA Bhakti Utama secara bergantian sehingga kepolisian dari Polda Lampung harus turun tangan untuk menyelesaikan tawuran tersebut.

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian tentang “faktor-faktor pencegahan tindakan tawuran antar pelajar di SMK 2 Mei Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sumber masalah dari tindakan para siswa yang melaksanakan tawuran sehingga dikemudian hari dapat dilaksanakan pencegahannya secara signifikan sebelum terjadi tawuran antar siswa yang berkepanjangan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Tawuran di Kota Bandar Lampung terjadi pada sekolah yang mayoritas siswanya adalah laki-laki


(27)

2. Lokasi Sekolah SMA/SMK dan sederajat di Kota Bandar Lampung cukup berdekatan sehingga sering terjadi tawuran.

3. Lemahnya pengendalian diri siswa SMK 2 Mei Bandar Lampung

4. Penyelesaian masalah dengan kekerasan oleh siswa SMK 2 Mei Bandar Lampung.

5. Lemahnya pendidikan agama di SMK 2 Mei Bandar Lampung.

6. Masyarakat disekitar lingkungan sekolah SMK 2 Mei Bandar Lampung cenderung tidak peduli dengan berbagai kenakalan siswa yang terjadi. 7. Pergaulan dengan teman sebaya maupun kakak kelas yang kurang baik

mendorong siswa untuk meniru berbagai perilaku menyimpang siswa SMK 2 Mei Bandar Lampung termasuk tindak tawuran.

8. Pelajar SMK 2 Mei Bandar Lampung telah terorganisir dalam melakukan tindak tawuran.

1.3 Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada faktor pencegah tindakan tawuran yang dilakukan siswa SMK 2 Mei Bandar Lampung, yang meliputi

a. Faktor Intern

- Kecerdasan emosional (pengendalian diri) b. Faktor Ekstern

- Pembinaan agama - Lingkungan sekolah - Lingkungan masyarakat - Pergaulan Teman Sebaya


(28)

11 Sehingga secara umum masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor pencegahan tindakan tawuran antar pelajar di SMK 2 Mei Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mencegah tindakan tawuran antar pelajar di SMK 2 Mei Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013?”.

1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan faktor-faktor yang dapat mencegah tindakan tawuran antar pelajar di SMK 2 Mei Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 berdasarkan persepsi siswa itu sendiri.

1.5.2 Kegunaan Penelitian 1.5.2.1. Kegunaan teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan konsep-konsep kajian pendidikan kewarganegaraan khususnya dalam wilayah kajian Pendidikan Nilai dan Moral karena terkait dengan pembentukan nilai moral siswa dalam kehidupan sosial di sekolah maupun di masyarakat.

1.5.2.2. Kegunaan Praktis


(29)

a. Khususnya bagi penulis dan para guru di sekolah pada umumnya agar dapat menanggulangi tindak tawuran yang seringkali dilaksanakan oleh kalangan pelajar kita dewasa ini sebagai akibat rendahnya nilai moral dalam diri siswa. b. Bahan pedoman perbaikan pembelajaran disekolah agar

dapat lebih menanamkan nilai moral dan kebersamaan dikalangan siswa.

1.6 Ruang Lingkup

1.6.1 Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu pendidikan khususnya PPKn, yang termasuk dalam lingkup kajian Pendidikan Nilai dan Moral

1.6.2 Ruang Lingkup Objek dan Subyek

Objek dalam penelitian ini adalah faktor-fakor pencegahan tindak tawuran atau perkelahian massal yang dilaksanakan oleh para pelajar, sedangkan subjeknya adalah seluruh siswa di SMK 2 Mei Bandar Lampung.

1.6.3 Ruang lingkup wilayah

Penelitian ini dilaksanakan di SMK 2 Mei Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013.

1.6.4 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilaksanakan sejak diterbitkannya surat izin penelitian pendahuluan tanggal 20 November 2012 sampai dengan 15 Januari 2013.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Teori

2.1.1. Tinjauan Tentang Konsep Remaja 2.1.1.1 Pengertian Tentang Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Menurut Mappiare dalam Ali & Asrori (2004: 9) “Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagipria”. Hal ini berarti remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju ke usia dewasa, perkembangan masa remaja itu sendiri berbeda antara laki-laki dan perempuan, dikarenakan perempuan mengalami perkembangan biologis (bentuk fisik/tubuh) dan psikologis (pemikiran/kematangan emosi) cenderung lebih cepat dari laki-laki.

Pendapat lain dikemukakan oleh WHO (World Health Organization) dalam Sarwono (2008: 9) bahwa:

Remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang pada pertama kali ia menjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola dentifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri. WHO (World Health Organization) menetapkan batas usia 10 sampai 20 tahun sebagai batasan usia remaja.


(31)

Menurut Santrock (2003: 26), remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Remaja merupakan suatu periode yang panjang yang semua orang pasti mengalaminya sebagai proses siklus hidup yang tidak bisa dilewati tanpa dijalani, masa remaja inilah yang menjadi tolak ukur menuju masa dewasa.

Hurlock (1993: 206-207)menyatakan bahwa, “melihat masa remaja sebagai suatu periode masa transisi dari masa anak-anak menuju ke arah kematangan”. Hurlock tidak menyebutkan bahwa remaja sebagai masa transisi anak-anak menuju kedewasaan tapi lebih tepat dengan kematangan, karena menurutnya dewasa secara umur bersifat “relatif” dalam arti perkembangan psikologis dan cara berpikirnya belum tentu mengikuti perkembangan umurnya.

Pendapat yang berbeda juga dikemukakan Widyastuti (2009: 11) yang menyatakan

”Masa remajayakni antara usia 10-19 Tahun, adalah suatu periode masa pematangan

organ reproduksi manusia, dan sering disebut Masa Pubertas”.

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa remaja adalah masa transisi/peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dengan rentan umur antara 12 sampai 22 tahun yang disertai tingkat kematangan psikologis dan cara berpikir. Umumnya, remaja dikaitkan dengan mulainya pubertas, yaitu proses yang mengarah pada kematangan seksual, atau fertilitas yang merupakan kemampuan untuk reproduksi. Kemudian ditambahkan lagi bahwa remaja dimulai dari usia 11 atau 12 tahun sampai 21 hingga 22 tahun.


(32)

15 Remaja mengalami perubahan dalam tiga domain yang akan dijelaskan sebagai berikut berdasarkan Santrock (2003: 26):

1) Proses biologis, mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Misalnya: gen yang diwariskan dari orang tua, perkembangan otak, pertambahan tinggi dan berat badan, keterampilan motorik, dan perubahan hormonal pada pubertas.

2) Proses kognitif, meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi dan bahasa individu.

3) Proses sosial-emosional, meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan.

Eccles dan Midgely dalam Santrock (2002: 16) menambahkan Perubahan-perubahan besar tersebut dan transisi dalam bidang pendidikan dapat menimbulkan stres pada anak . Sehingga salah satu masalah yang muncul adalah penurunan prestasi akademis.

2.1.1.2 Ciri–Ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum maupun sesudahnya. Remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anakanak hingga masa awal dewasa dimana pada masa ini terjadi perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang drastis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Hurlock (1980:207-209) menjelaskan mengenai ciri- ciri masa remaja yang diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo antara lain:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting, namun kadar kepentingannya berbeda-beda, namun pada periode remaja antara perkembangan


(33)

fisik dan psikologis sangat penting. Perkembangan fisik dan psikologis pada masa remaja ini mengalami perubahan sangat pesat dan menuntut remaja untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Dalam membahas masalah fisik pada masa remaja.

Hurlock (1980:207) yang diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo, mengatakan:

Bagi sebagian besar anak muda, usia antara dua belas dan enam belas tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Tak dapat disangkal, selama kehidupan janin dan tahun pertama atau kedua setelah kelahiran, perkembangan berlangsung semakin cepat, dan lingkungan yang baik semakin menentukan,tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang memperhatikan perkembangan atau kurangnya perkembangan dengan kagum, senang atau takut.

Berdasarkan pernyataan Hurlock di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan fisik yang terjadi pada masa remaja berlangsung cepat dan penting, pertumbuhan fisik akan disertai dengan perkembanganmental pula, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai masa peralihan

Apabila anak-anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak-anak harus “meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan”. Selain itu juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru, halini perlu karena untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Namun perlu disadari bahwa apa yang telah terjadi akan meninggalkan bekasnya dan mempengaruhi pola perilaku dan sikap baru. Seperti dijelaskan Hurlock (1980:207) yang


(34)

17 diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo, “Perubahan fisik yang terjadi selama tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai-nilai yang telah bergeser.” Sehingga dengan demikian para remaja dituntut untuk senantiasa melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejalan dengan tingkat perubahan fisik. Hal ini menuntut para remaja untuk selalu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, terutama pada awal masa remaja ketika perubahan fisik terjadi secara pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahansikap dan perilaku menurun juga.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja diantaranya adalah meliputi:

1) Perubahan fisik yang sangat cepat, meliputi perubahan fisik eksternal (tinggi, berat, proporsi tubuh, organ seks, ciri-ciri seks sekunder) dan perubahan fisik internal ( sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernapasan, sistem endokrin, jaringan tubuh),

2) Perubahan emosi 3) Perubahan mental

4) Perubahan sosial, yang didalamnya terdapat perubahan perilaku pribadi dan sosial.

(Hurlock, 1980: 211)

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik olehanak lelaki maupun anak


(35)

perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian besar diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya

sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru. Karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. Sehingga kekecewaan dan rasa frustasiselalu membayangi para remaja akibt masalah yang dihadapinya itu. Seperti dijelaskan Anna Freud, yang dikutip Hurlock ( 1980: 208) yang diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo bahwa, “Banyak kegagalan, yang sering kali disertai akibat yang tragis, bukan karena ketidakmampuan individu tetapi karena kenyataan bahwa tuntutan yang diajukan kepadanya justru pada saat semua tenaganya telah dihabiskan untuk mencoba mengatasi masalah pokok yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diridengan kelompok masih tetap penting bagi anak lelaki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya. Hurlock (1980:208) mengemukakan bahwa:

“Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau


(36)

19 seorang dewasa? Apakah nantinya ia dapat menjadi seorang suami atau ayah?.... Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya? Secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau akan gagal”.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Seperti ditunjukan oleh (1980: 208) “Banyak anggapan populer tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya, banyak diantaranya yang bersifat negatif’. Anggapan streotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak,menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan mereka dan remaja ini takut untuk bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal Stereotip popular juga mempengaruhi konsep diri dansikap remaja terhadap dirinya sendiri.

Dalam membahas masalah stereotip budaya remaja, Hurlock (1980: 208) menjelaskan : “Stereotip juga Berfungsi sebagai cermin yang ditegakan masyarakat bagi remaja, yang menggambarkan citra diri remaja sendiri yang lambat laun dianggap sebagai gambaran yang asli dan remaja membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran ini”. Menerima stereotip ini dan adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja, sehingga mengakibatkan para remaja mengalami kesulitan dalam masa peralihan menuju masa dewasanya. Hal ini menimbulkan banyak pertentangan dengan orang tua dan antara orang tua dan anak terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua untuk mengatasi berbagai masalahnya.


(37)

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita –cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, hal ini dapat menyebabkan meningginya emosi dan ini merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak reaalistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotif belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang ada hubungannya dengan status kedewasaan, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citrayang mereka inginkan.

Berdasarkan penjelasan ciri-ciri remaja di atas, terlihat jelas bahwa masa remaja merupakan masa sulit dan kritis yang harus dihadapioleh setiap individu. Karena pada masa ini, setiap anak harus mulai belajar meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang biasa mereka lakukan sewaktu anak-anak. Selain itu pada masa remaja ini, setiap anak akan menghadapi berbagai masalah diantaranya yaitu pencarian


(38)

21 identitas diri. Hal ini tidak akan mudah dilewati oleh setiap anak, dan bahkan bila seorang anak tidak bisa memecahkan permasalahannya itu, maka dia akan berada dalam krisis yang berkepanjangan. Dan pada akhirnya akan menimbulkan sebuah konflik yang dapat mengganggu ketentraman umum.

2.1.1.3 Tahap-tahap Perkembangan Remaja

Anak-anak dianggap sudah remaja apabila telah nampak terjadi perubahan fisik, psikologis dan cara berpikirnya. Masa remaja itu sendiri menjadi beberapa tahap perkembangan, yaitu:

a. Remaja awal (early adolescent)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa.

b. Remaja madya (middle adolescent)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri darioedipus complex(perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan.

c. Remaja akhir (late adolescent)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:

•Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

•Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.

•Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

•Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. • Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (Sarwono, 2010: 10).


(39)

Selanjutnya, berkaitan dengan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu:

a. Masa remaja awal (10-12 tahun)

•Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya. •Tampak dan merasa ingin bebas.

•Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).

b. Masa remaja tengah (13-15 tahun) •Tampak dan ingin mencari identitas diri.

•Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis. •Timbul perasaan cinta yang mendalam.

c. Masa remaja akhir (16-19 tahun)

•Menampakkan pengungkapan kebebasan diri. •Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

•Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya. •Dapat mewujudkan perasaan cinta.

•Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak. (Widyastuti dkk, 2009: 11).

Terdapat perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa.

Menurut Wong (2009: 585) ciri-ciri perkembangan remaja terlihat pada:

a) Perkembangan biologis, perubahan fisik pada pubertas merupakan hasil aktivitas hormonal di bawah pengaruh sistem saraf pusat. Perubahan fisik yang sangat jelas tampak pada pertumbuhan peningkatan fisik dan pada penampakan serta perkembangan karakteristik seks sekunder ;

b) Perkembangan psikologis, teori psikososial tradisional menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja menghasilkan terbentuknya identitas. Pada masa remaja mereka mulai melihat dirinya sebagai individu yang lain.

c) Perkembangan kognitif, berfikir kognitif mencapai puncaknya pada kemampuan berfikir abstrak. Remaja tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual yang merupakan ciri periode berfikir konkret, remaja juga memerhatikan terhadap kemungkinan yang akan terjadi;

d) Perkembangan moral, anak yang lebih muda hanya dapat menerima keputusan atau sudut pandang orang dewasa, sedangkan remaja, untuk memperoleh autonomi dari orang dewasa, mereka harus mengganti seperangkat moral dan nilai mereka sendiri ;


(40)

23

e) Perkembangan spiritual, remaja mampu memahami konsep abstrak dan menginterpretasi analogi serta simbol-simbol. Mereka mampu berempati, berfilosofi dan berfikir secara logis ;

f) Perkembangan sosial, untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus membebaskan diri mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan sebuah identitas yang mandiri dari wewenang orang tua. Masa remaja adalah masa dengan kemampuan bersosialisasi yang kuat terhadap teman sebaya dan teman dekat.

Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik. “Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya”(Ali dan Asrori 2009: 41)

2.1.1.4 Kenakalan Remaja(Juvenile Delinquency)

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya. “Juvenile delinquency” atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat


(41)

diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal. (Kartono, 2003: 6).

Mussen dkk dalam Maria Ulfah (2007: 9), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai “perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum”. Hurlock dalam Maria Ulfah (2007: 9) juga menyatakan “kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk penjara”. Sependapat dengan Mussen dan Hurlock, Conger & Dusek dalam Maria Ulfah (2007: 10) mendefinisikan “kenakalan remaja sebagai suatu kenakalan yang dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan 18 tahun yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sangsi atau hukuman”.

Sarwono dalam Maria Ulfah (2007: 10) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana, Kenakalan remaja merupakan suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan Santrock dalam Maria Ulfah (2007: 10) menambahkan bahwa, “kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal”.

Pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar


(42)

25 aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.

2.1.1.5 Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja

Bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat, yaitu : a. Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir)

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut :

1) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan. 2) Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya

yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan prestise tertentu. 3) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis,

dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Gang remaja nakal memberikan alternatif hidup yang menyenangkan. 4) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan

supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Ringkasnya,delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gangnya, namun pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilakukriminalnya, paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru.

(Kartono, 2003: 49)

b. Kenakalan Neurotik (Delinkuensi neurotik)

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa


(43)

bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Menurut Kartono (2003: 52) Ciri -ciri perilakunya adalah :

1) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.

2) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya.

3) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosakemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.

4) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.

5) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri darilingkungan.

6) Motif kejahatannya berbeda-beda.

7) Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).

c. Kenakalan Psikotik (Delinkuensi psikopatik)

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat darikepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Menurut Kartono (2003: 53) ciri tingkah laku mereka adalah :

1) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orang tuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga mereka tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab dan baik dengan orang lain.

2) Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran.


(44)

27 3) Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yangkacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.

4) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma-norma subkultur gengnya sendiri.

5) Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.

d. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral) Menurut Kartono (2003: 54)

Defek ( defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional.


(45)

Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap pada taraf primitif sehinggasukar dikontrol dan dikendalikan. Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls dan kebiasaan primitif, di antara para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 % mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan perkembangan mental yang salah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya kurang dari 20 % yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau lingkungan sekitar.

Jensen dalam Maria Ulfah (2007: 15) membagi kenakalan remaja menjadi empat bentuk yaitu:

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain.

b. Kenakalan yang meninbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain- lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.

d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah.

Hurlock dalam Maria Ulfah (2007: 15) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk, yaitu:

a. Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.

b. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti merampas,mencuri, dan mencopet.

c. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah.


(46)

29 d. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam.

Beberapa bentuk kenakalan pada remaja dapat disimpulkan bahwa semuanya menimbulkan dampak negatif yang tidak baikbagi dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Adapun aspek-aspeknya diambil dari pendapat Maria Ulfah (2007: 16) terdiri dari aspek perilaku yang melanggar aturan dan status, perilakuyang membahayakan diri sendiri dan orang lain, perilaku yang mengakibatkankorban materi, dan perilaku yang mengakibatkan korban fisik.

Menurut Kartono (2003: 17-20), remaja nakal itu mempunyai karakteristik umum yang sangat berbeda dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu mencakup :

a. Perbedaan struktur intelektual

Pada umumnya inteligensi mereka tidak berbeda dengan inteligensi remaja yang normal, namun jelas terdapat fungsi- fungsi kognitif khusus yang berbeda biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugasprestasi daripada nilai untuk ketrampilan verbal (tes Wechsler). Mereka kurang toleran terhadap hal- hal yang ambigius biasanya mereka kurang mampu memperhitungkan tingkah laku orang lain bahkan tidak menghargai pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri send iri.

b. Perbedaan fisik dan psikis

Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memiliki perbedaan ciri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya bersikap lebih agresif. Hasil penelitian juga menunjukkan ditemukannyafungsi fisiologis dan neurologis yang khas pada remaja nakal ini, yaitu: mereka kurang bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukkan ketidakmatangan jasmaniah atau anomali perkemb angan tertentu.

c. Ciri karakteristik individual

Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang, seperti :

1) Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang,bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan.


(47)

3) Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara sosial.

4) Mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya risiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.

5) Pada umumnya mereka sangat impulsif dan suka tantangan dan bahaya.

6) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.

7) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka menjadi liar dan jahat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja nakal biasanya berbeda dengan remaja yang tidak nakal. Remaja nakal biasanya lebih ambivalen terhadap otoritas, percaya diri, pemberontak, mempunyai kontrol diri yang kurang, tidak mempunyai orientasi pada masa depan dan kurangnya kemasakan sosial, sehingga sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.

Dalam hubungan proses belajar mengajar pentahapan perkembangan yang digunakan sebaiknya bersifat elektif (tidak terpaku pada satupendapat saja). Fase fase perkembangan individu menurut Yusuf (2006: 10-11) adalah sebagai berikut:

1. Masa usia pra sekolah (0–6 tahun)

Masa ini terbagi 2 yaitu : masa vital masa dimana individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya, dan masa estetik (keindahan) adalah masa perkembangan rasa keindahandimana dalam masa ini perkembangan anak yang terutama adalah fungsi pancainderanya.


(48)

31 Masa ini disebut juga masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Masa ini diperinci menjadi 2 fase, yaitu :

a. Masa kelas – kelas rendah sekolah dasar. Sifat – sifat yang umum pada masa ini biasanya anaktunduk pada peraturan – peraturan tradisional, adanya kecenderungan memuji diri sendiri, suka membanding-banding kan dirinya dengan anak yang lain.

b. Masa kelas – kelas tinggi sekolah dasar. Sifat –sifat khas anak dalam masa ini antara lain : adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari – hari, amat realistic (ingin mengetahui dan belajar), biasanya anak gemar membentuk kelompok sebaya untukbermain bersama–sama.

Masa keserasian berekolah diakhiri dengan masa yang disebut poeral. Sifat–sifat khas anak pada masa poeral ini menurut para ahli yaitu :

a. Ditujukan untuk berkuasa (sikap, tingkah laku, dan perbuatan) b. Ekstraversi (berorientasi keluar dirinya, misalnya mencari

teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya).

3. Masa usia sekolah menengah (12–18 tahun)

Masa ini dapat diperinci menjadi beberapa masa, yaitu :

a. Masa praremaja (remaja awal), masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif pada si remaja sehingga seringkali masa ini disebut masa negatif seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, pesimistik.


(49)

b. Masa remaja (remaja madya), pada masa ini remaja mencari sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja – puja, dan ia membutuhkan teman yang dapat memahami dan menolongnya saat suka maupun duka.

c. Masa remaja akhir, masa ini remaja dapat menentukan pendirian hidupnya.

4. Masa usia mahasiswa (18–25 tahun)

Masa usia mahasiswa biasanya berusia 18 – 25 tahun,dan pada masa inilah remaja memiliki pemantapan pendirian hidup.

Masa remaja merupakan masa yang paling rawan terjadi penyimpangan dalam kehidupannya baik dalam segi individu pribadi maupun sosial. Menurut Nawawi (2011: 5) kerawanan pada masa remaja dijebarkan sebagai berikut:

a. Kerawanan fisik:

Mengalami ketidak seimbangan sebagai akibat pembentukan hormon pertumbuhan dan hormon gonadotropik pada periode pubertas, pembentukan jumlah hormon pertumbuhan yang kurang pada periode anak akhir dan pubertas menyebabkan individu mempunyai bentuk yang kecil dibandingkan kelompok seusianya (tubuh kecil tetapi penampilan matang). b. Kerawanan psikologik:

Remaja yang tidak dipersiapkan dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologik, belum siap menerima keadaan dirinya, sehingga perubahan yang dialami dapat merupakan pengalaman yang traumatis, sehingga


(50)

33 mereka memperlihatkan sikap-sikap yang kurang menyenangkan lingkungan.

2.1.2. Tindak Tawuran

Dengan mengetahui ciri, tahap dan tugas perkembangan serta kerawanan-kerawanan yang seringkali muncul pada siswa yang sedang menjalani masa remaja diharapkan para orangtua, pendidik, masyarakat, pemerintah dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang seharusnya dilalui pada masa remaja ini, sehingga apabila remaja diarahkan dan dibimbing akan dapat melalui masa remaja ini dengan baik, maka selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya. Dengan demikian perkelahian dan tawuran pelajar yang kian memprihatinkan tidak perlu terjadi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), yang dimaksud dengan tawuran adalah, “perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan beramai-ramai”. “Tawuran merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang umumnya dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun. Aspek kecenderungan kenakalan remaja terdiri dari (1) aspek perilaku yang melanggar aturan atau status, (2) perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, (3) perilaku yang mengakibatkan korban materi dan (4) perilaku yang mengakibatkan korban fisik” (Mariahdalam Tamimi Oesman, 2010; 7).

Menurut Ridwan dalam Tamimi Oesman (2010: 5) tawuran pelajar didefinisikan sebagai “perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap


(51)

sekelompok siswa lainnya dari sekolah yang berbeda. Tawuran terbagi dalam tiga bentuk: (1) tawuran antar pelajar yang telah memiliki rasa permusuhan secara turun temurun, (2) tawuran satu sekolah melawan satu perguruan yang didalamnya terdapat beberapa jenis sekolah dan (3) tawuran antar pelajar yang sifatnya insidental yang dipicu oleh situasi dan kondisi tertentu”.

Sementara menurut Solikhah dalam Tamimi Oesman (2010: 5) tawuran didefinisikan sebagai “perkelahian massal yang merupakan perilaku kekerasan antar kelompok pelajar laki-laki yang ditujukan kepada kelompok pelajar dari sekolah lain”. Berdasarkan pelakunya “Aktor pelaku tawuran adalah remaja pelajar yaitu anak-anak remaja yang duduk di bangku SMU. Ciri khas sosial mereka adalah memiliki solidaritas sosial atau solidaritas kelompok yang tinggi, mudah mengalami frustasi dan kekecewaan, mudah mengalami ketidak nyamanan karena lingkungan sosial fisik yang tidak menyenangkan seperti panas, bising, berjubel” (Calchoun & Acocella, 1955:368-369)

2.1.2.1 Tawuran Pelajar pada masa Remaja

Secara instingtif, manusia membutuhkan kekerasan untuk mempertahankan hidupnya. Secara psikologis, kekerasan/tawuran bisa muncul ke permukaan dalam bentuk sebuah aksi (agresi) maupun reaksi atas aksi seperti halnya seseorang membunuh agar ia tidak terbunuh. Siapapun kita, apapun status kita, bisa melakukan tindak kekerasan ataupun tawuran, baik itu secara individual maupun secara kolektif (massal). Jika sekelompok individu melakukan kekerasan atau tawuran secara bersamaan, inilah yang disebut kekerasan kolektif, baik dilakukan oleh sekelompok remaja ataupun sekelompok orang banyak (crowd). Bentuk aksi


(52)

35 tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki, menghina, mengejek dsb.) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, melempar batu, membunuh, dll.)

Kekerasan kolektif ini, menurut Gustave Le Bon dalam bukunya The Crowd, identik dengan irasionalitas, emosionalitas, dan peniruan individu. Kekerasan seperti ini berawal dari sharing nilai atau penyebaran isu, kemudian kumpulan individu tersebut frustasi dan akhirnya melakukan tindakan anarkhi. Jika kita simak secara seksama, begitupun para pelajar SMA di Indonesia, tidak sedikit perilaku agresi dan kekerasan/tawuran mereka yang meniru acting yang diperankan oleh tokoh insan film yang mereka tonton setiap saat. Tak dapat disangkal lagi, semenjak usia TK, SD mereka telah menonton film-film karton yang jelas-jelas dipoles unsur komedi di dalamnya, seperti Tom and Jerry, menginjak usia SLTP dan SMA mereka terus disuguhi tayangan-tayangan film yang menuntun pemirsanya melakukan tindak kekerasan/tawuran. Mereka merupakan pendukung yang fanatik dan pemodel yang aktif, tak ayal lagi ketika dibangku SMA mereka mendapatkan julukan SMA tawuran, dan ketika menginjak perguruan tinggi mereka menjadi pendemo sampai berani melengserkan presiden.

Kegiatan Upaya Penanggulangan Kerawanan Sekolah yang mengemukakan bahwa tawuran pelajar merupakan jenis perbuatan yang melanggar norma-norma, Nawawi (2011: 5-6) “terjadinya kasus pembunuhan yang dilakukan oleh pelajar, yang menimbulkan kekagetan di kalangan masyarakat, karena adanya kasus ini menunjukkan tidak terkendalinya tingkah laku diri pelajar. Adanya kasus pembunuhan pada kerusuhan yang ditimbulkan oleh pelajar, telah membuktikan bahwa penyimpangan yang dilakukan oleh pelajar tidak hanya besifat sebagai


(53)

tindakan kenakalan remaja biasa, tetapi dapat dikategorikan sebagai tindak kriminal”.

“Jenis perbuatan yang melanggar norma-norma yang dilakukan oleh para pelajar itu antara lain berupa: (1) Pengeroyokan dan perkelahian secara berkelompok (tawuran), dari saling pandang berkembang menjadi keributan-keributan kecil, yang biasanya tidak berlanjut terus, apabila salah satu kelompok merasa tidak dapat menyaingi kekuatan lawan. Kelompok yang merasa kalah melapor kepada temannya, dan didorong kesetiakawanan antar pelajar, mereka melakukan penyerangan balik kepada pelajar yang dianggap menantang. Pada perkembangan selanjutnya, tawuran ini tidak terbatas memanfaatkan keterampilan tangan, akan tetapi telah mempergunakan berbagai alat bantu, mulai benda yang ada di sekeliling seperti batu ataupun kayu, sampai membawa dari rumah seperti senjata tajam. (2) Penganiayaan terhadap sesama pelajar, penganiayaan adalah seseorang dengan sengaja menimbulkan luka-luka berat dan luka parah orang lain” (Sudarsono: 1990: 32). Dalam praktek tawuran pelajar sering terjadi kontak fisik antara pelajar yang mengakibatkan kematian, setelah terjadinya penganiayaan.

“Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematis. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya” (Raymond Tambunan dalam Nawawi, 2011: 7).


(54)

37 Berdasarkan data statistik, “jumlah anak laki-laki yang melakukan kejahatan dan perilaku delinkuen lebih banyak daripada perempuan, kecuali dalam hal lari dari rumah”(Bynum & Thompson, 1996; 24). Anak laki-laki lebih banyak melakukan perilaku antisosial daripada anak perempuan. Kartono (2006; 24), mengungkapkan “perbandingan perilaku delinkuen anak laki-laki dengan perempuan diperkirakan 50:1. Anak laki-laki pada umumnya melakukan perilaku delinkuen dengan jalan kekerasan, perkelahian, penyerangan, perusakan, pengacauan, perampasan dan agresivitas”.

2.1.2.2 Dampak Perkelahian Pelajar/ Tawuran

Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, karenanya memilih melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Menurut Nawawi (2011: 7) perkelahian pelajar atau tawuran pelajar jelas merugikan banyak pihak, paling tidak terdapat empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar.

a. pelajar dan keluarganya yang terlibat perkelahian mengalami dampak negatif pertama, bila mengalami cedera, cacat seumur hidup atau bahkan tewas;

b. rusaknya fasilitas umum seperti taman kota, trotoar (vas bunga), bus, halte dan fasilitas lainnya serta fasilitas pribadi, seperti kendaraan, pecahnya kaca toko-toko, dll.;

c. terganggunya proses belajar di sekolah;

d. berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.


(55)

e. memiliki konsekuensi jangka panjang terhadapkelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.

2.1.2.3 Konflik dan Manajemen Penyelesaiannya

Menurut Nardjana (1994; 11) “Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu”. Killman dan Thomas (1978) menambahkan “konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain”. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998: 580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah:“Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another”. yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya. Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:

a. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.


(56)

39 A. Ciri-Ciri Konflik :

Menurut Wijono ( 1993 : 37) ciri-ciri konflik adalah :

a. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.

b. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan. c. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku

yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.

d. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.

e. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

B. Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah terjadinya Konflik :

a. Konflik masih tersembunyi (laten) Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.

b. Konflik yang mendahului (antecedent condition) Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.

c. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt conflict) Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.

d. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior) Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang


(57)

ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.

e. Penyelesaian atau tekanan konflik Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.

f. Akibat penyelesaian konflik Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja. (Wijono, 1993, 38-41).

C. Sumber-Sumber Konflik :

a. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict) Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict) Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:

Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.

Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.

Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain. Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.


(1)

87 3.6 Teknik Analisis Data

Setelah data diperoleh dari penyebaran angket maka, langkah selanjutnya ialah melakukan analisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan fenomena yang terjadi. Fenomena tersebut diteliti secara deskriptif dengan mencari dan mengumpulkan informasi-informasi yang mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian.

Informasi-informasi yang berhasil dikumpulkan dalam bentuk uraian, yang memberikan gambaran atas suatu keadaan yang sejelas mungkin. Dan selanjutnya disajikan dalam bentuk persentase pada setiap tabel kesimpulan. Rumus persentase yang digunakan adalah sebagai berikut :

% 100 X N F P

Keterangan : P = Persentase

F = Jumlah jawaban dari seluruh item

N = Jumlah perkalian item dengan responden ( Muhammad Ali, 1985 : 184 )

Menurut Suharsimi Arikunto, ( 1993 :210 ), bahwa untuk menafsirkan banyaknya persentase yang diperoleh digunakan kreteria persentase sebagai berikut :

76% - 100% : Sangat baik

56% - 75% : Cukup

40% - 55% : Kurang Baik


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang peneliti lakukan tentang faktor-faktor pencegah tindak tawuran d SMK 2 Mei BandarLampung Tahun Pelajaran 2012/2013, maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang berperan mencegah tindak tawuran dalam penelitian ini adalah faktor kecerdasan emosional (42,4%), faktor pembinaan agama (47,9 %), faktor lingkungan sekolah (46,1 %), dan faktor lingkungan teman sepermainan/ sebaya (52,1%).

2. Faktor yang memiliki dominasi paling besar dalam mencegah tindak tawuran adalah faktor lingkungan teman sepermainan/ sebaya (52,1%).mayoritas siswa SMK 2 Mei Bandar Lampung yang terlibat tawuran memiliki teman yang nakal-nakal baik didalam diluar sekolah, terutama bagi siswa laki-laki. Mereka memiliki rasa setia kawan/ solodaritas yang tinggi dengan teman-temannya tak peduli dalam hal baik ataupun buruk, sebagai contoh kalau ada teman lain berselisih dengan siswa lain maka saling berkelompok untuk membantu (tawuran). Pengaruh negatif teman sepermainan/ sebaya tersebut akan memberikan dampak yang negatif bagi siswa yang lainnya


(3)

119 3. Faktor-faktor yang kurang/ tidak berperan dalam mencegah tindak tawuran

dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan keluarga (50,3 %) dan faktor lingkungan masyarakat (58,8 %).

5.2. Saran

Setelah peneliti melakukan penelitian, menganalisis, membahas dan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti dapat mengajukan saran kepada siswa SMK 2 Mei harus bijak dalam mengahadapi segala macam bentuk permasalahan/ perselisihan, utamakan musyawarah dalam penyelesaian masalah dan hindari emosional yang tak terkendali. Selanjutnya, pihak sekolah harus lebih tanggap dan tegas dalam memberikan sanksi bagi siswa yang melanggar tata-tertib sekolah khususnya bagi siswa yang suka membolos dan melakukan tindak tawuran. Salah satu caranya adalah sering mengadakan sidak di tempat-tempat yang sering digunakan sebagai ajang pelarian siswa-siswa yang membolos. Pihak sekolah harus lebih intens melaksanakan kegiatan keagamaan untuk menyadarkan para siswa tentang sikap/perilaku, moral dan akhlak sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Pihak sekolah juga harus menyediakan sarana dan prasarana olahraga, ruang bermain dan berinteraksi yang luas untuk para siswanya agar terciptanya kegiatan siswa yang positif. Dan yang terakhir kepada para orang tua/ wali bekerja sama dengan pihak sekolah melalui guru BK harus lebih mengawasi putra-putrinya dalam hal pembelajaran (di rumah maupun disekolah) serta mengawasi pergaulan mereka, dengan demikian siswa akan terpantau dan bila terjadi perilaku yang menyimpang pada diri siswa dapat segera dicegah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, Rasyad. 2002. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Ali, Mohammad. 1984.Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi.Angkasa, Bandung. 147 Halaman

Ali, M. & Asrori, M. (2004).Psikologi remaja : Perkembangan peserta didik. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. 342 Halaman

Calhoun, J, F. dan Acocella J, R. (1995). Psikologi tentang Penyelesaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang: IKIP Press.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Balai Pustaka.

Eccles, J., & Midgley, C. (1990). Changes in academic motivation and selfperceptionduring early adolescence. In R. Montemayor (Ed.),

EarlyAdolescence as a Time of Transition, (pp. 1-29). Beverly Hills, CA: Sage Publishing Co.

Fuhrmann, B. S. 1990.Adolescence, adolescent.London, England: Scott,

Foresment/ Little, Brown Higher Education. A Division of Scitt, Foresman and Company.

Gunarsa & Gunarsa. ( 2006 ).Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.

Goleman D. (2006). Emotional Intelligence: Kecerdasan emosional, mengapa EI lebih penting daripada IQ. Alih bahasa: T. Hermaya. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama.

Havighurst, R. J. (1972).Developmental Tasks and Education. New York. Mac kay.


(5)

Macgrow-Hill.Inc.

... (1993).Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi kelima. Terjemahan dari Developmental

psychology : A Life span approach (5th ed). Alih bahasa : Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta : Erlangga.

Kartini Kartono. 1988.Psikologi Remaja. Bandung : PT.Rosda Karya

Mariah, Ulfah. 2007. Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga Dan Konsep Diri Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis yang dipublikasikan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universiata Gajah Mada.

Masten, Broek. 1977.Penanganan Konflik dan Pertumbuhan Organisasi. UI Press, jakarta.

Mussen, P.H. 1994.Perkembangan dan Kepribadian Anak (Terjemahan Budiyanto, F.X.,dkk). Jakarta: Archan

Nasikun, 1995.Sisten Sosial di Indonesia. Grafindo Persada, Jakarta.

Nawawi Ahmad. 2011.Intervensi Sosial Terhadap Tawuran Pelajar SMU. FIP UPI Bandung

Ridwan, Hana Karlina. 2006. Agresi pada Siswa Siswa SLTA yang Melakukan dan Tidak Melakukan Tawuran Pelajar. Tesis yang tidak dipublikasikan. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Santoso, Gempur. 2004.Ergonomi manusia, peralatan, dan lingkungan. Sidoarjo. Prestasi pustaka publisher

Santosa, Slamet. 2004.Dinamika Kelompok. Jakarta; Bumi Aksara

Santrok, J. W. (2003) Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono, S.W. 2002.Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Solikhah, Zakiatus. 1999. Identitas Sosial serta Alasan Keterlibatan dan Ketidakterlibatan Pelajar dalam Tawuran. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Depok: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. Tirtarahardja,1995. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Ulfah, Maria. 2007.persepsi keharmonisan keluarga dan konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan remaja.Tesis Program Pasca Sarjana Psikologi UGM; Tidak di terbitkan.


(6)

Yusuf LN, H. Syamsu, Dr., M.pd. 2006.Psikoogi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.