Bagan 1.3 Jendela Johari
Sumber : Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, 1991 : 50. Teori ini berasumsi bahwa jika setiap individu dapat memahami dirinya
sendiri, maka ia dapat mengendalikan sikap dan tingkah lakunya saat berhubungan dengan orang lain. Secara lebih jelas, gambar tersebut dapat
diuraikan dengan : Bingkai 1. Menunjukkan individu yang terbuka terhadap orang lain. Keterbukaan
tersebut disebabkan karena kedua belah pihak sama-sama mengetahui informasi, perilaku, sikap dan perasaan, keinginan, motivasi, gagasan, dan segala informasi
dari pihak yang berl awanan. Teori ini menyebutnya dengan isilah “bidang
terbuka” dimana bidang ini merupakan bidang yang paling ideal dalam hubungan dan komunikasi antar pribadi.
Bingkai 2 . Merupakan bidang buta” dimana masing-masing pihak yang
melakukan interaksi tidak mengetahui banyak hal mengenai dirinya sendiri dan orang lain maupun sebaliknya.
DIRI SENDIRI
ORANG LAIN
1. TERBUKA
2. BUTA
3. TERSEMBUNYI 4. TAK DIKENAL
Tahu Tahu
Tidak Tahu
Tidak Tahu
Bingkai 3. Bingkai ini disebut dengan “bidang tersembunyi” yang menunjukkan
keadaan dimana seseorang mengetahui berbagai hal yang ada dalam dirinya, namun orang lain tidak mengetahui hal tersebut.
Bingkai 4. Bingkai ke- 4 disebut dengan “bidang tak diketahui”. Bidang ini
menunjukkan keadaan individu saling tidak mengetahui tentang mereka sendiri maupun lawan komunikasi mereka dan juga terjadi sebaliknya.
Teori tersebut menyiratkan sebuah pesan bahwa semakin banyak informasi yang diketahui oleh kedua pihak yang melakukan komunikasi interpersonal, maka
komunikasi yang terjadi antara keduanya akan semakin jelas. Hal ini memiliki arti bahwa bila seseorang menjalin relasi dengan orang lain, itu berarti bahwa kedua
orang yang melakukan interaksi tersebut memperluas Daerah Terbuka yang mereka miliki sekaligus mengurangi Daerah Buta dan Daerah Tersembunyi
mereka
40
.
Bagan 1.4 Penggambaran Jendela Jauhari pada Awal dan Sesudah Hubungan
Sumber : Supratiknya, Komunikasi Antarpribadi, 1995 : 17.
40
A Supartiknya, Komunikasi Antarpribadi : Tinjauan Psikologis, Yogyakarta: Kanisius, 1995, h. 17.
1 2
3 4
1 2
3 4
Pada Awal Hubungan Sesudah Hubungan
Berkembang
6. Interaksi Sosial
Soerjono Soekanto mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan- hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-
perorangan atau antara kelompok-kelompok manusia. Lebih lanjut, Soekanto menyatakan bahwa interaksi sosial dapat terjadi bila orang-orang perseorangan
atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama
41
Interaksi sosial memungkinkan individu dapat menyesuaikan diri dengan individu lain atau sebaliknya. Penyesuaian yang dimaksudkan disini memiliki
pengertian yang luas yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya atau sebaliknya, individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan
apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan
42
. Berdasarkan dua definisi tentang interaksi sosial tersebut, dapat
disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi antar individu atau kelompok yang tidak hanya akan berpengaruh terhadap
lingkungannya, namun lebih jauh lagi hubungan tersebut dapat mempengaruhi individu lain yang terlibat dalam hubungan tersebut.
Soerjono Soekanto menyatakan pula bahwa interaksi sosial tidak akan terjadi apa bila tidak ada
43
: a. Kontak sosial. Kontak sosial merupakan tahap pertama terjadinya
hubungan sosial atau interaksi sosial. Kontak sosial merupakan hubungan
41
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1982, h. 55.
42
Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Yogyakarta : ANDI, 1978, h. 57.
43
Op. Cit, h.58.
antara satu pihak dengan pihak lain dimana terjadi pertukaran informasi mengenai kehadiran pihak lain, sehingga masing-masing pihak tersebut
dapat mengetahui dan sadar akan kedudukan masing-masing dalam mempersiapkan adanya interaksi sosial.
b. Komunikasi. Komunikasi merupakan syarat utama terjadinya sebuah interaksi sosial. Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kontak sosial
dalam upaya mewujudkan interaksi sosial. Kontak sosial tidak akan memiliki arti apabila tidak ada komunikasi di dalamnya.
Berdasarkan uraian tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa komunikasi memang memiliki andil yang sangat penting dalam pembentukan
interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat dimana komunikasi antar individu atau komunikasi interpersonal memiliki kekuatan yang sangat besar dalam
pembentukan komunikasi antar individu dalam sebuah kelompok. Gilin dan Gilin mengelompokkan interaksi sosial ke dalam 2 bentuk
macam proses sosial, yakni proses disosiatif dan proses asosiatif. Proses disosiatif merupakan proses yang cenderung menciptakan perpecahan dan merenggangkan
solidaritas antar anggota kelompok. Bentuj-bentuk proses disosiatif diantaranya
44
: a Kompetisi atau persaingan. Kompetsi atau persaingan merupakan suatu
bentuk perjuangan sosial yang berlangsung secara damai. Persaingan terjadi apabila kedua belah pihak saling berlomba untuk mencapai tujuan
tertentu.
44
Ibid, h. 65
b Konflik atau pertentangan. Konflik merupakan kompetisi yang hebat sehingga menimbulkan adanya pertentangan karena muncul rasa benci,
emosi, dan amarah dari masing-masing pihak. Pihak yang terlibat dalam konflik berusaha menyerang, melukai, merusak, dan memusnahkan
lawannya. Sedangkan yang dimaksud dengan proses asosiatif adalah proses yang
cenderung menciptakan persatuan dan solidaritas antara anggota kelompok. Proses asosiatif meliputi :
a Kerjasama. Kerjasama diartikan sebagai bergabungnya individu atau kelompok individu untuk mencapai tujuan bersama.
b Akomodasi. Merupakan usaha manusia untuk meredakan ketegangan akibat konflik atau pertikaian dalam rangka mencapai kestabilan
c Asimilasi. Merupakan proses ketika masing-masing individu atau kelompok yang sebelumnya saling berbeda pandangan saling memaklumi
sehingga memiliki pandangan yang sama. d Akulturasi. Suatu keadaan dimana terjadi percampuran budaya antara
pihak yang berinteraksi. Berdasarkan permasalahan yang dikaji, yang dimaksud dengan interaksi
sosial dalam penelitian ini adalah hubungan sosial yang bersifat positif yang cenderung mempererat hubungan antara anggota kelompok masyarakat asosiatif
yang hendak dicapai ODHA melalui komunikasi interpersonal yang mereka lakukan dengan masyarakat di Kota Surakarta.
F. Kerangka Pemikiran
Kerangka berfikir dalam penelitian ini secara sistematis dapat dijelaskan melalui bagan berkut ini :
Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran
Angka kasus HIV-AIDS di Kota Solo kian lama kian meningkat. Namun sayangnya, belum masyarakat mengetahui hal tersebut. Ketidak tahuan
masyarakat mengenai perkembangan kasus HIV-AIDS tersebut dilatar belakangi karena kekurangpedulian masyarakat terhadap issue tersebut. Masyarakat mengira
bahwa Kota Solo aman dari maraknya kasus penularan HIV-AIDS. Kekurangpedulian dan kekurangtahuan masyarakat mengenai isu HIV-
AIDS itu pula yang menyebabkan timbulnya ketakutan masyarakat terhadap pengidap HIV-AIDS atau yang kerap disebut dengan ODHA Orang Dengan
HIV-AIDS. Masyarakat takut berdekatan dengan ODHA karena takut tertular,
1. StigmaNegatif 2. Kurang
Pengetahuan Tentang
Penularan HIV
Interaksi Sosial
Yayasan Mitra Alam, WPA KDS Solo Plus
Komunikasi Interpersonal
Masyarakat
1. Keinginan untuk membuka
diri 2. Keinginan
untuk diterima di masyarakat
ODHA