Sistem Voting Setuju-Tidak Setuju Berbobot-Vektor

40 sehingga untuk setiap X koalisi dari V, didapati bahwa X adalah Koalisi Pemenang dalam S jika dan hanya jika X adalah koalisi pemengang di dan X adalah koalisi pemengang di dan X adalah koalisi pemengang di dan ... dan X adalah koalisi pemenang di . Misalkan: menjadi fungsi bobot dan suara mayoritas yang berhubungan dengan , menjadi fungsi bobot dan suara mayoritas yang berhubungan dengan menjadi fungsi bobot dan suara mayoritas yang berhubungan dengan . Jika X adalah koalisi pemenang maka X menang di dan X menang di dan X menang di dan dan X menang di jika dan hanya jika . Jika v adalah sembarang pemilih, dapat dihasilkan n - pasangan sebagai bobot untuk v dengan menggunakan n bobot yang telah ditetapkan dalam sistem bobot sebagai berikut: Selain itu dapat dikombinasikan n suara mayoritas ke dalam n -pasangan suara mayoritas : Masih harus ditunjukkan bahwa n-pasang bobot dan suara mayoritas memenuhi dalam arti bahwa koalisi harus menang di S jika dan hanya jika n -pasangan terurut 41 bobotnya memenuhi atau melebihi suara mayoritas dalam arti membandingkan n - pasangan terurut. Dimisalkan koalisi X memiliki anggota sehingga Sekarang, meletakkan persamaan ini bersama-sama dengan apa yang diketahui. X adalah koalisi pemenang di S jika dan hanya jika X adalah koalisi pemengang di dan X adalah koalisi pemengang di dan X adalah koalisi pemengang di dan dan X adalah koalisi pemenang di Jika dan hanya jika dan dan dan [ ] [ ] [ ]+[ ]+ [ ] [ ] 42 Contoh 4.2 Teorema 4.1 mengakibatkan dapat ditentukan 2 -pasangan terurut yang mewakili bobot dalam Sistem Federal A.S. karena Sistem Federal A.S. berdimensi 2 . Berikut adalah 2 -pasangan terurut yang mewakili bobot dalam Sistem Federal A.S.: Tabel 4.3 Bobot Vektor Tiap Pemilih dalam Sistem Federal A.S. Pemilih Bobot Vektor Senat 1,0 DPR 0,1 Wakil Presiden , 0 Presiden 16 , 72 Suara Mayoritas 67, 290 Bobot serta suara mayoritas tersebut memenuhi koalisi pemenang minimal dalam syarat pemenangan Sistem Federal A.S. Adapun koalisi pemenang minimal X dalam Sistem Federal A.S. adalah sebagai berikut : 43 1. X terdiri dari 218 anggota DPR, 51 Senator, dan Presiden, sehingga bobot minimal yang dihasilkan adalah 2. X terdiri dari 218 anggota DPR, 50 Senator, Wakil Presiden, dan Presiden, sehingga bobot minimal yang dihasilkan adalah 3. X terdiri dari 290 anggota DPR dan 67 Senator, sehingga bobot minimal yang dihasilkan adalah 44

BAB V PENERAPAN DALAM SISTEM VOTING DI INDONESIA

A. Keterbobotan Sistem Voting DPR RI

Konsep sistem voting dan sifat-sifatnya dalam bahasan sebelumnya akan digunakan untuk membahas sistem voting yang digunakan dalan DPR RI . Berikut data anggota DPR RI 2009-2014: Tabel 5.1. Data Fraksi DPR RI 2009-2014 Partai Jumlah Anggota Partai Jumlah Anggota Demokrat 148 PDIP 94 PKS 57 Golkar 106 PPP 38 Gerindra 26 Hanura 17 PAN 46 PKB 28 Diasumsikan bahwa setiap anggota dalam fraksi hadir dan mempunyai suara yang sama, sehingga jumlah anggota dalam fraksi dapat dipandang sebagai bobot dan fraksi dipandang sebagai pemilih. Jumlah anggota DPR dari semua fraksi adalah 560. Menurut peraturan tentang pengambilan keputusan di DPR, keputusan diterima jika disetujui oleh minimal separuh jumlah anggota yang hadir. Dengan asumsi setiap anggota hadir dan setiap anggota fraksi memberikan suara yang sama dalam rapat maka suara mayoritas dalam DPR adalah 281. Dengan demikian sistem voting setuju-tidak setuju DPR RI merupakan sistem 45 voting terbobot dan dapat dituliskan sebagai 281:148,106,94, 57,46,38,28,26,17. Sistem voting DPR RI seperti di atas merupakan sistem terbobot, sehingga menurut Teorema 3.1 dan 3.2, sistem voting tersebut bertukar kuat dan berdagang kuat. Contoh 5.1 dan 5.2 berikut memberikan ilustrasi sifat tersebut. Contoh 5. 1 Misalkan diberikan dua koalisi pemenang X dan Y seperti dalam Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2. Data Koalisi X dan Koalisi Y Koalisi X Bobot Koalisi Y Bobot Demokrat 148 PDIP 94 PKS 57 Golkar 106 PPP 38 Gerindra 26 Hanura 17 Hanura 17 PKB 28 PAN 46 Jumlah Bobot 288 Jumlah Bobot 289 Misalkan PKB dan PDIP bertukar, sehingga terbentuk koalisi baru seperti dalam Tabel 5.3 berikut. Table 5.3. Daftar Koalisi X dan Y Koalisi X Bobot Koalisi Y Bobot Demokrat 148 PKB 28 PKS 57 Golkar 106 PPP 38 Gerindra 26 46 Hanura 17 Hanura 17 PDIP 94 PAN 46 Jumlah Bobot 354 Jumlah Bobot 223 Dari Tabel 5.3 di atas nampak Koalisi X merupakan koalisi pemenang, karena bobot koalisi yang dimilikinya lebih dari suara mayoritas, sehingga sistem voting bersifat bertukar kuat, meskipun koalisi Y menjadi koalisi yang kalah. Contoh 5.2 Misalkan diberikan dua koalisi pemenang X dan Y seperti dalam Tabel 4 di atas. Pertukaran antara PKS dan PKB dengan PAN membentuk koalisi baru X dan Y seperti dalam Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4. Daftar Kolisi X dan Y Koalisi X Bobot Koalisi Y Bobot Demokrat 148 PDIP 94 PPP 38 Golkar 106 PAN 46 Gerindra 26 Hanura 17 PKS 57 Hanura 17 PKB 28 Jumlah Bobot 249 Jumlah Bobot 328 47 Dari Tabel 5.4 di atas nampak Koalisi Y merupakan koalisi pemenang, karena bobot koalisi yang dimilikinya lebih dari suara mayoritas, sehingga sistem voting bersifat berdagang kuat. Telah ditunjukan bahwa sistem voting setuju-tidak setuju dikatakan terbobot dengan adanya bobot dan suara mayoritas. Sebaliknya untuk membuktikan sistem voting setuju-tidak setuju yang tidak terbobot, dalam kasus ketakterhinggaan bobot dan suara mayoritas Taylor Pacelli: 2008 sistem voting dapat diperiksa melalui kontraposisi Teorema 3.1 dan 3.2 di atas. Contoh 5.3 berikut memberikan contoh suatu sistem voting di DPR RI yang tidak terbobot. Contoh 5.3 DPR RI adalah sistem bertukar kuat. Misalkan dalam suatu voting di DPR RI, syarat suatu keputusan dapat disetujui jika: 1. Setiap provinsi harus terwakili. 2. Disetujui sekurang-kurangnya 281 suara. Dari data keterwakilan propinsi, seperti pada Tabel 5.5 di bawah ini, diketahui bahwa hanya Partai Demokrat dan Partai Golkar yang mempunyai wakil di setiap propinsi dan Propinsi Papua Barat hanya diwakili kedua partai tersebut. Dengan kedua syarat dan dengan data perwakilan dalam setiap propinsi, dapat ditunjukkan bahwa sistem voting di atas merupakan sistem voting yang bertukar kuat. 48 Tabel 5.5 Data Keterwakilan Propinsi Partai Propinsi PDI P D E M P A N H A N G E R P K S P K B G O L P P P - 7 1 - - 2 - 2 1 Aceh 4 10 3 2 1 3 - 5 2 Sumatra Utara - 5 2 - - 2 - 3 2 Sumatra Barat 1 2 1 - - 1 1 4 1 Riau - 1 1 - - 1 - 1 - Bengkulu 1 2 2 1 - - - 1 - Jambi 3 3 1 1 2 2 - 4 - Sumatra Selatan 3 4 2 1 2 2 1 3 - Lampung 1 1 - - - - - 1 - Babel - 1 - - - 1 - 1 - Kepri 3 6 1 1 1 3 - 4 3 Banten 3 8 1 - 2 4 - 2 1 DKI 16 28 2 2 4 12 3 15 8 Jawa Barat 19 14 8 1 4 7 6 11 7 Jawa Tengah 2 2 1 - - 1 1 1 - D.I. Yogyakarta 18 21 7 2 5 6 13 11 4 Jawa Timur 4 2 - - 1 - - 2 - Bali 1 3 1 1 - 1 - 2 1 NTB 2 3 1 1 2 - - 4 - NTT 3 2 1 - - 1 - 2 1 Kalimantan Barat 2 1 1 - - - - 1 1 Kalimantan Tengah 1 2 1 - - 2 1 2 2 Kalimantan Selatan 1 2 - - 1 1 - 2 1 Kalimantan Timur - 1 1 - - - - 1 - Sulawesi Barat - 1 - - - - - 1 1 Gorontalo 2 1 1 - - - - 2 - Sulawesi Utara - 2 1 - - 1 - 1 - Sulawesi Tengara - 6 3 2 1 3 - 8 2 Sulawesi Selatan 1 1 1 1 2 Sulawesi Tengah 1 1 - - - - 1 1 - Maluku