Serologi Penanda VHB Diagnosis

Irian Jaya. Ini dapat dimengerti karena Indonesia memiliki daerah yang sangat luas, dengan perilaku dan budaya yang berbeda-beda Sulaiman, 1997. Gambar 2.3 Epidemiologi Hepatitis B Kronik Sumber: CDC, 2013

2.6. Serologi Penanda VHB

Berbagai macam pertanda serologik yang bermakna, dan maknanya: 1. HbsAg Hepatitis B Surface Antigen Suatu protein yang merupakan selubung luar partikel VHB. HBsAg yang positif menunjukkan bahwa pada saat itu yang bersangkutan mengidap infeksi VHB. 2. Anti-HBs Antibodi terhadap HbsAg. Antibodi ini muncul setelah HBsAg hilang. Anti-HBs positif menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan telah kebal terhadap infeksi VHB baik yang terjadi setelah suatu infeksi VHB alami atau setelah dilakukan vaksinasi Hepatitis B. 3. Anti-HBc Antibodi terhadap protein core. Antibodi ini muncul pada semua kasus dengan infeksi VHB pada saat ini atau infeksi pada masa yang lalu. Anti-HBc muncul pada Hepatitis Akut, sehingga IgM anti-HBc nya akan positif untuk memperkuat diagnosis. Namun bisa kembali menjadi positif pada hepatitis kronik dengan reaktivasi, IgM anti-HBc tidak dapat dipakai untuk membedakan hepatitis akut dengan kronik secara mutlak. 4. HBeAg Suatu protein nonstruktural dari VHB yang disekresikan kedalam darah dan merupakan produk gen precore dan gen core. Positifnya HBeAg merupakan petunjuk adanya replikasi VHB yang tinggi dari seorang individu HbsAg positif. 5. Anti-Hbe Antibodi yang timbul terhadap HBeAg pada infeksi VHB tipe liar. Positifnya menunjukkan bahwa VHB ada dalam fase nonreplikatif. Anti-HBe hilang setelah beberapa bulan atau tahun. 6. DNA VHB Positifnya DNA VHB dalam serum menunjukkan adanya partikel VHB yang utuh dalam tubuh penderita. DNA VHB adalah jumlah virus yang paling peka viral load. Pengukuran DNA VHB secara kuantitatif memegang peran yang sangat penting untuk menentukan tinggat replikasi VHB, menentukan indikasi terapi antiviral dan menilai hasil terapi Cahyono, 2009.

2.7. Diagnosis

Evaluasiawal pasien dengan VHB kronis harus mencakup riwayat menyeluruh dan pemeriksaan fisik, dengan penekanan khusus pada faktor-faktor risiko untuk riwayat terinfeksi, penggunaan alkohol, dan riwayat keluarga dari infeksi VHB dan kanker hati. Uji laboratorium harus mencakup penilaian penyakit hati, penanda replikasi VHB, dan tes untuk koinfeksi denganVHC, VHD, atau HIV pada mereka yang berisiko Anna et al., 2009. Tabel 2.1. Evaluation of Patients with Chronic HBV Infection Initial evaluation 1. History and physical examination 2. Family History of liver disease, HCC 3. Laboratory tests to assess liver disease—complete blood counts with platelets, hepatic panel, and prothrombin time 4. Tests for VHB replication—HBeAganti-HBe, VHB DNA 5. Tests to rule out viral coinfections—anti-VHC, anti-VHD in persons fromcountries where VHD infection is common and in those with history of injection drug use, and anti-HIV in those at risk 6. Tests to screen for HCC–AFP at baseline and, in high risk patients, ultrasound 7. Consider liver biopsy to grade and stage liver disease - for patients who meet criteria for chronic hepatitis Sumber asli: Anna dkk, 2009 Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan VHB DNA Suharjo, 2006 Hepatitis B kronik mempunyai gambaran klinis yang bervariasi. Pada beberapa kasus tidak didapatkan keluhan maupun gejala, dan pemeriksaan fungsi hati normal. Namun sebagian lagi didapatkan hepatomegali bahkan splenomegali atau tanda- tanda penyakit hati kronis lainnya, seperti eritema palmaris dan spider nevi. Ditemukan kenaikan konsentrasi ALT Alanine aminotransferase walaupun tidak selalu didapatkan Soemohardjo,2009. Peningkatan aminotransferase selama hepatitis B akut bervariasi dari kenaikan moderat ringan 3 - sampai 10 kali lipat peningkatan mencolok dari 100 kali lipat.Yang terakhir ini tidak selalu berarti prognosis yang buruk.Konsentrasi ALT biasanya lebih tinggi dari aspartate aminotransferase AST konsentrasi.Konsentrasi bilirubin meningkat pada kebanyakan pasien dengan infeksi HBV akut.Ikterus klinis bermanifestasi pada 50 orang dewasa dengan konsentrasi bilirubin dari 51,3 umol L 3,0 mg dL.Konsentrasi hingga 513 umol L 30,0 mg dL dapat terjadi.Sedikit kenaikan alkaline phosphatase juga terlihat.Pada pasien yang dapat berkembang menjadi gagal hati fulminan, penurunan cepat dalam ALT dan AST dapat menyesatkan satu ke menyimpulkan bahwa infeksi hati yang menyelesaikan padahal hilangnya hepatosit terjadi.Kenaikan berkelanjutan dalam konsentrasi aminotransferase untuk 6 bulan dianggap sebagai indikasi hepatitis kronis Gitlin, 2011. Manifestasi klinis hepatitis B kronik secara sederhana dikelompokkan menjadi 2 yaitu: 1. Hepatitis B kronik aktif. Dimana HBsAg positif dengan DNA VHB lebih dari 10 5 kopiml, dan didapatkan kenaikan konsentrasi ALT. Menurut status HBeAg pasien dikelempokkan menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif dan hepatitis B kronik HBeAg negatif. 2. Hepatitis B kronik inaktif. HBsAg positif, DNA VHB rendah yaitu kurang dari 10 5 kopiml, dan konsentrasi ALT noral dan tidak ada didapati keluhan. Pada hepatitis B kronik inaktif sulit dibedakan antara hepatitis B kronik HBeAg negatif dengan VHB inaktif Soemohardjo,2009. Tabel 2.2. Kriteria Diagnosis Infeksi VHB Kriteria Diagnosis Infeksi VHB Hepatitis B Kronik 1. HBsAg seropositif 6 bulan 2. DNA VHB serum 20.000 IUmL nilai yang lebih rendah 2000-20.000 IUmL ditemukan pada HBeAg negatif 3. Peningkatan ALT yang presisten maupun intermiten 4. Biopsi hati yang menunjukkan hepatitis kronik dengan derajat nekroinflamasi sedang sampai berat Pengidap Inaktif 1. HBsAg seropositif 6 bulan 2. HBeAg -, anti HBe + 3. ALT serum dalam batas normal 4. DNA VHB 2000-20000 IUmL 5. Biopsi hati yang tidak menunjukkan inflamasi yang dominan Resolved Hepatitis Infection 1. Riwayat infeksi Hepatitis B, atau adanya anti-HBc dalam darah 2. HBsAg - 3. DNA VHB serum yang tidak terdeteksi 4. ALT serum dalam batas normal Sumber asli: PPHI, 2012

2.8. Vaksin Hepatitis