Pengaruh Media terhadap Kualitas Cabai Hias (Capsicum sp.) dalam Pot

(1)

PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS

(Capsicum sp.) DALAM POT

Oleh :

R. EVI OCHREA CAYANTI A34301052

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS

(Capsicum sp.) DALAM POT

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

R. Evi Ochrea Cayanti A34301052

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(3)

Judul : PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS (Capsicum sp.) DALAM POT

Nama Mahasiswa : R. Evi Ochrea Cayanti NRP : A34301052

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Ketty Suketi, Msi NIP. 131 578 793

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir Supiandi Sabiham, M Agr. NIP. 130 422 698


(4)

RINGKASAN

R. EVI OCHREA CAYANTI. Pengaruh Media Terhadap Kualitas

Cabai Hias (

Capsicum

sp.) dalam Pot. (Dibimbing oleh KETTY

SUKETI).

`

Cabai (Capsicum sp.) disamping bernilai komersial juga menarik bila dijadikan sebagai tanaman hias. Kualitas cabai sebagai tanaman hias yang diharapkan diantaranya ialah mempunyai tinggi tanaman yang proporsional dengan pot, mempunyai banyak cabang sehingga tanaman terlihat lebih rimbun, mempunyai banyak buah sebagai daya tarik tanaman hias buah, dan mempunyai keragaan yang disukai oleh konsumen. Tanaman cabai hias biasanya ditanam dalam pot, oleh karena itu perlu digunakan jenis media yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman, tidak mahal, dan bebas gulma, hama serta patogen penyakit sehingga menghasilkan tanaman dengan kualitas yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media terhadap kualitas tiga genotipe cabai sebagai tanaman hias dalam pot. Penelitian ini dilaksanakan di Agropromo Nursery Departemen Budidaya Pertanian IPB, Baranang Siang-Bogor, pada elevasi 250 m di atas permukaan laut.

Penelitian dilakukan di bawah atap plastik dan naungan paranet 55% dengan menggunakan rancangan petak terbagi RAK. Genotipe cabai (G) sebagai petak utama dan media tanam (M) sebagai anak petak. Petak utama terdiri dari tiga taraf yaitu genotipe Brazil (G1), genotipe Jepang (G2), dan genotipe Singapura (G3). Anak petak terdiri dari tiga taraf media dengan perbandingan berdasarkan v/v yaitu arang sekam:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M1), serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M2), dan kokopit:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M3). Percobaan terdiri dari 9 kombinasi perlakuan dan 4 ulangan, maka terdapat 36 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 3 tanaman, maka total tanaman sebanyak 108.

Bibit cabai berasal dari Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Cipanas. Tanaman yang digunakan berumur 6 minggu setelah semai (MSS), tinggi 4-6 cm, dan jumlah daun 6-8 helai.

Perlakuan media berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu bunga pertama muncul, waktu buah pertama muncul, jumlah buah per cabang, jumlah bunga total dan jumlah buah total. Respon genotipe berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu bunga pertama muncul, waktu buah pertama muncul, rasio panjang dengan diameter buah, persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang, dan jumlah buah per cabang. Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu buah pertama muncul, persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang, dan jumlah buah per cabang. Hasil uji kesukaan menunjukkan respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada pengamatan terhadap proporsional tanaman dengan pot, penampilan fisik tanaman, penampilan warna daun dan buah, serta keragaan tanaman secara keseluruhan.

Media M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) merupakan media terbaik untuk kualitas cabai hias dalam pot. Genotipe G1 (Brazil) mempunyai jumlah bunga dan buah total terbanyak. Genotipe G2 (Jepang) mempunyai waktu bunga dan buah


(5)

pertama muncul yang paling cepat. Genotipe G3 (Singapura) mempunyai jumlah cabang terbanyak. Tanaman cabai hias pada media M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) mempunyai keragaan terbaik pada 9 MSP (10 MST).

Genotipe G1 (Brazil) dan G2 (Jepang) pada media M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) mempunyai tinggi tanaman yang proporsional dengan pot, mempunyai banyak cabang dan buah, serta mempunyai keragaan yang disukai oleh konsumen. Genotipe G3 (Singapura) pada media M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) mempunyai tinggi tanaman yang tidak proporsional dengan pot tetapi mempunyai banyak cabang dan buah sehingga tanaman terlihat lebih rimbun, dan keragaannya masih disukai oleh konsumen.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 April 1983, dari pasangan R. Budi Sucahyo Sadik dan Tambatan Br Tarigan sebagai anak kedua dari empat bersaudara.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Bukit Indah Ciputat pada tahun 1989, sekolah dasar di SD Negeri Serua VI Ciputat pada tahun 1995, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 2 Pamulang pada tahun 1998, dan sekolah menengah umum di SMU Bakti Idhata Jakarta pada tahun 2001.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN pada tahun 2001.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “Pengaruh Media Terhadap Kualitas Cabai Hias (Capsicum sp.) dalam Pot”. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.

Penulis menyadari bahwa terwujudnya karya ilmiah ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ir. Ketty Suketi, MSi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir Sriani Sujiprihati, MS dan Dwi Guntoro, SP, MSi yang telah bersedia menjadi dosen penguji.

3. Bapak, Ibu serta kakak dan adik-adik ku yang telah memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pertanian di Indonesia, khususnya dalam bidang Hortikultura.

Bogor, Januari 2006


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan... 2

Hipotesis... 3

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi umum... 4

Syarat Tumbuh…………...………... 5

Media Tanam... 5

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian………... 8

Bahan dan Alat………... 8

Metode Percobaan………... 8

Pelaksanaan Penelitian... 9

Pengamatan... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum... 13

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman... 16

Pertumbuhan Generatif Tanaman... 21

KESIMPULAN DAN SARAN... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(9)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Pertambahan Tinggi Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan Media... 17 2. Jumlah Cabang Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan

Media... 19

3. Waktu Bunga Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan

Media... 21

4. Waktu Buah Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan

Media... 22

5. Rasio Panjang dengan Diameter Buah pada Faktor Tunggal Genotipe

dan Media... 23 6. Persentase Jumlah Bunga yang Menjadi Buah Per Cabang pada

Beberapa Genotipe dan Media... 24

7. Jumlah Buah Per Cabang pada Beberapa Genotipe dan

Media... 26

8. Jumlah Bunga total pada Beberapa Genotipe dan Media... 27

9. Jumlah Buah Total pada Beberapa Genotipe dan Media pada 7 MSA

(10 MSP)... 28

10. Korelasi Antar Peubah Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Jumlah Bunga Total dan Jumlah Buah Total pada 10 MSP... 29

11. Tanggapan Responden terhadap Proporsional Tanaman dengan Pot pada Beberapa Genotipe dan Media... 29 12. Tanggapan Responden terhadap Penampilan Fisik Tanaman pada

Beberapa Genotipe dan Media... 30 13. Tanggapan Responden terhadap Kesegaran pada Beberapa Genotipe

dan Media... 31

14. Tanggapan Responden terhadap Komposisi Warna Daun dan Buah pada Beberapa Genotipe dan Media... 32

15. Tanggapan Responden terhadap Keragaan Tanaman secara Keseluruhan pada Beberapa Genotipe dan Media... 33


(10)

No. Lampiran Halaman

1. Hasil Analisis Media Tanam... 39

2. Kriteria Penilaian pada Uji Kesukaan... 39

2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif Tanaman... 40

3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Generatif Tanaman... 41

4. Korelasi Antar Peubah Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang dan Jumlah Buah Total Masing-masing Genotipe pada 10 MSP... 42


(11)

PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS

(Capsicum sp.) DALAM POT

Oleh :

R. EVI OCHREA CAYANTI A34301052

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(12)

PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS

(Capsicum sp.) DALAM POT

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

R. Evi Ochrea Cayanti A34301052

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(13)

Judul : PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS (Capsicum sp.) DALAM POT

Nama Mahasiswa : R. Evi Ochrea Cayanti NRP : A34301052

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Ketty Suketi, Msi NIP. 131 578 793

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir Supiandi Sabiham, M Agr. NIP. 130 422 698


(14)

RINGKASAN

R. EVI OCHREA CAYANTI. Pengaruh Media Terhadap Kualitas

Cabai Hias (

Capsicum

sp.) dalam Pot. (Dibimbing oleh KETTY

SUKETI).

`

Cabai (Capsicum sp.) disamping bernilai komersial juga menarik bila dijadikan sebagai tanaman hias. Kualitas cabai sebagai tanaman hias yang diharapkan diantaranya ialah mempunyai tinggi tanaman yang proporsional dengan pot, mempunyai banyak cabang sehingga tanaman terlihat lebih rimbun, mempunyai banyak buah sebagai daya tarik tanaman hias buah, dan mempunyai keragaan yang disukai oleh konsumen. Tanaman cabai hias biasanya ditanam dalam pot, oleh karena itu perlu digunakan jenis media yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman, tidak mahal, dan bebas gulma, hama serta patogen penyakit sehingga menghasilkan tanaman dengan kualitas yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media terhadap kualitas tiga genotipe cabai sebagai tanaman hias dalam pot. Penelitian ini dilaksanakan di Agropromo Nursery Departemen Budidaya Pertanian IPB, Baranang Siang-Bogor, pada elevasi 250 m di atas permukaan laut.

Penelitian dilakukan di bawah atap plastik dan naungan paranet 55% dengan menggunakan rancangan petak terbagi RAK. Genotipe cabai (G) sebagai petak utama dan media tanam (M) sebagai anak petak. Petak utama terdiri dari tiga taraf yaitu genotipe Brazil (G1), genotipe Jepang (G2), dan genotipe Singapura (G3). Anak petak terdiri dari tiga taraf media dengan perbandingan berdasarkan v/v yaitu arang sekam:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M1), serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M2), dan kokopit:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M3). Percobaan terdiri dari 9 kombinasi perlakuan dan 4 ulangan, maka terdapat 36 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 3 tanaman, maka total tanaman sebanyak 108.

Bibit cabai berasal dari Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Cipanas. Tanaman yang digunakan berumur 6 minggu setelah semai (MSS), tinggi 4-6 cm, dan jumlah daun 6-8 helai.

Perlakuan media berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu bunga pertama muncul, waktu buah pertama muncul, jumlah buah per cabang, jumlah bunga total dan jumlah buah total. Respon genotipe berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu bunga pertama muncul, waktu buah pertama muncul, rasio panjang dengan diameter buah, persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang, dan jumlah buah per cabang. Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu buah pertama muncul, persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang, dan jumlah buah per cabang. Hasil uji kesukaan menunjukkan respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada pengamatan terhadap proporsional tanaman dengan pot, penampilan fisik tanaman, penampilan warna daun dan buah, serta keragaan tanaman secara keseluruhan.

Media M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) merupakan media terbaik untuk kualitas cabai hias dalam pot. Genotipe G1 (Brazil) mempunyai jumlah bunga dan buah total terbanyak. Genotipe G2 (Jepang) mempunyai waktu bunga dan buah


(15)

pertama muncul yang paling cepat. Genotipe G3 (Singapura) mempunyai jumlah cabang terbanyak. Tanaman cabai hias pada media M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) mempunyai keragaan terbaik pada 9 MSP (10 MST).

Genotipe G1 (Brazil) dan G2 (Jepang) pada media M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) mempunyai tinggi tanaman yang proporsional dengan pot, mempunyai banyak cabang dan buah, serta mempunyai keragaan yang disukai oleh konsumen. Genotipe G3 (Singapura) pada media M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) mempunyai tinggi tanaman yang tidak proporsional dengan pot tetapi mempunyai banyak cabang dan buah sehingga tanaman terlihat lebih rimbun, dan keragaannya masih disukai oleh konsumen.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 April 1983, dari pasangan R. Budi Sucahyo Sadik dan Tambatan Br Tarigan sebagai anak kedua dari empat bersaudara.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Bukit Indah Ciputat pada tahun 1989, sekolah dasar di SD Negeri Serua VI Ciputat pada tahun 1995, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 2 Pamulang pada tahun 1998, dan sekolah menengah umum di SMU Bakti Idhata Jakarta pada tahun 2001.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN pada tahun 2001.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “Pengaruh Media Terhadap Kualitas Cabai Hias (Capsicum sp.) dalam Pot”. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.

Penulis menyadari bahwa terwujudnya karya ilmiah ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ir. Ketty Suketi, MSi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir Sriani Sujiprihati, MS dan Dwi Guntoro, SP, MSi yang telah bersedia menjadi dosen penguji.

3. Bapak, Ibu serta kakak dan adik-adik ku yang telah memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pertanian di Indonesia, khususnya dalam bidang Hortikultura.

Bogor, Januari 2006


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan... 2

Hipotesis... 3

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi umum... 4

Syarat Tumbuh…………...………... 5

Media Tanam... 5

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian………... 8

Bahan dan Alat………... 8

Metode Percobaan………... 8

Pelaksanaan Penelitian... 9

Pengamatan... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum... 13

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman... 16

Pertumbuhan Generatif Tanaman... 21

KESIMPULAN DAN SARAN... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(19)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Pertambahan Tinggi Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan Media... 17 2. Jumlah Cabang Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan

Media... 19

3. Waktu Bunga Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan

Media... 21

4. Waktu Buah Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan

Media... 22

5. Rasio Panjang dengan Diameter Buah pada Faktor Tunggal Genotipe

dan Media... 23 6. Persentase Jumlah Bunga yang Menjadi Buah Per Cabang pada

Beberapa Genotipe dan Media... 24

7. Jumlah Buah Per Cabang pada Beberapa Genotipe dan

Media... 26

8. Jumlah Bunga total pada Beberapa Genotipe dan Media... 27

9. Jumlah Buah Total pada Beberapa Genotipe dan Media pada 7 MSA

(10 MSP)... 28

10. Korelasi Antar Peubah Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Jumlah Bunga Total dan Jumlah Buah Total pada 10 MSP... 29

11. Tanggapan Responden terhadap Proporsional Tanaman dengan Pot pada Beberapa Genotipe dan Media... 29 12. Tanggapan Responden terhadap Penampilan Fisik Tanaman pada

Beberapa Genotipe dan Media... 30 13. Tanggapan Responden terhadap Kesegaran pada Beberapa Genotipe

dan Media... 31

14. Tanggapan Responden terhadap Komposisi Warna Daun dan Buah pada Beberapa Genotipe dan Media... 32

15. Tanggapan Responden terhadap Keragaan Tanaman secara Keseluruhan pada Beberapa Genotipe dan Media... 33


(20)

No. Lampiran Halaman

1. Hasil Analisis Media Tanam... 39

2. Kriteria Penilaian pada Uji Kesukaan... 39

2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif Tanaman... 40

3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Generatif Tanaman... 41

4. Korelasi Antar Peubah Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang dan Jumlah Buah Total Masing-masing Genotipe pada 10 MSP... 42


(21)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Brazil (G1) pada 10 MSP... 14

2. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Jepang (G2) pada 10 MSP.... 15

3. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Singapura (G3) pada 10 MSP... 15

4. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Brazil (G1)... 17

5. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Jepang (G2)... 18

6. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Singapura (G3)... 18

7. Persentase Jumlah Bunga yang menjadi Buah Per Cabang pada Setiap Perlakuan... 25


(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan hidup yang indah dan nyaman. Data statistik menunjukkan bahwa persentase perkembangan volume ekspor tanaman hias tahun 1999-2004 sebesar 1.13%, sedangkan volume impor sebesar 34.07% *). Oleh karena itu, perlu diupayakan suatu cara untuk mendapatkan tanaman yang berkualitas baik dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia.

Cabai (Capsicum sp.) dalam pot, disamping bernilai komersial juga menarik bila dijadikan sebagai tanaman hias. Tanaman cabai merupakan salah satu tanaman hias buah yang biasa ditanam dalam pot, dan dapat berfungsi baik sebagai tanaman hias dalam ruang dan di luar ruangan (Setiadi, 2002). Tanaman cabai hias dapat dinikmati segi estetikanya baik dari daun, bunga maupun buahnya (Hessayon, 1993).

Penanaman cabai sebagai tanaman hias mempunyai tujuan yang berbeda dengan penanaman cabai untuk produksi. Cabai sebagai tanaman hias harus mempunyai kualitas tanaman yang dapat menambah keindahan. Kualitas yang diharapkan diantaranya ialah mempunyai tinggi tanaman yang proporsional dengan pot, mempunyai banyak cabang sehingga tanaman terlihat lebih rimbun, mempunyai banyak buah sebagai daya tarik tanaman hias buah, dan mempunyai keragaan yang disukai oleh konsumen.

Menurut Macmillan’s (1991) banyak varietas cabai yang dapat diusahakan. Buahnya berwarna hijau sampai orange atau merah terang. Menurut Bosland dan Votava (1999) tanaman cabai dibedakan berdasarkan tipe atau bentuk buah, warna buah, tingkat kepedasan, aroma, dan rasa serta kegunaannya. Tanaman cabai hias dikenal sebagai tanaman pot yang sangat populer di Eropa dan mulai dikenal di Amerika Serikat

Keuntungan menanam cabai hias dalam pot ialah penanamannya yang mudah, waktu penanaman relatif pendek, toleransi pada suhu tinggi dan rendah, dan mempunyai kualitas yang sangat baik (Bosland dan Votava, 1999).


(23)

2

Purwono (2003) menambahkan bahwa keuntungan menanam cabai dalam pot adalah perawatan tanaman menjadi lebih mudah karena syarat tumbuh tanaman dapat dipenuhi, dan praktis karena tanaman dalam pot mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Banyak alternatif media selain tanah yang mulai digunakan sebagai media tanam dalam pot. Hal yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih media yang akan digunakan, diantaranya ketersediaan bahan media, harga, dan mudah tidaknya media ditangani. Harjadi (1989) menyatakan bahwa memproduksi tanaman dalam pot memerlukan media tanam dengan sifat yang mudah dikelola, tidak mahal, bebas gulma dan patogen penyakit. Oleh karena itu media tanam harus merupakan bahan yang memungkinkan akar berpegang kuat, ada aerasi, dan mempunyai daya pegang air yang baik.

Menurut Wuryaningsih et al. (2001) pemanfaatan kokopit dan serbuk gergaji sebagai media tanpa tanah mempunyai beberapa keuntungan, antara lain mempunyai kemampuan menahan air tinggi, kualitas media cukup baik, mudah didapat, harganya murah, dan ramah terhadap lingkungan. Sumarni dan Rosliani (2001) menyatakan bahwa media arang sekam mudah didapat dan mempunyai sifat fisik dan kimia yang baik sebagai media tumbuh.

Menurut Wuryaningsih et al. (2001) tanaman krisan pot yang ditumbuhkan pada media kokopit menghasilkan tinggi tanaman dan diameter tanaman lebih besar dibandingkan pada media serbuk gergaji. Menurut Damayanti (2004) media campuran kokopit, tanah, pupuk kandang dengan perbandingan 3:2:1 merupakan media terbaik untuk pertumbuhan bibit mangga. Media tersebut dapat meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang atas dan diameter batang bawah bibit mangga. Sumarni dan Rosliani (2001) melaporkan bahwa media arang sekam dengan aplikasi larutan hara tiap tiga hari sekali menghasilkan jumlah buah per tanaman cabai dan bobot buah per tanaman cabai yang lebih tinggi daripada media pasir.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media terhadap kualitas tiga genotipe cabai sebagai tanaman hias dalam pot.


(24)

3

Hipotesis

• Terdapat media tumbuh yang memberikan kualitas terbaik cabai hias dalam pot.

• Terdapat genotipe cabai hias dalam pot yang mempunyai kualitas terbaik.

• Terdapat media tumbuh terbaik pada masing-masing genotipe cabai hias dalam pot.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Umum

Cabai (Capsicum spp.) adalah salah satu anggota famili Solanaceae. Genus Capsicum mempunyai beberapa spesies yang umum di Indonesia, diantaranya

Capsicum annum, Capsicum frutescens L., Capsicum pubescens Ruiz & Pavon. Cabai termasuk dalam Kingdom plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliosida, dan Ordo Solanales (Bosland dan Votava, 1999).

Menurut Macmillan’s (1991) cabai merupakan tanaman annual atau

perennial dan merupakan tanaman yang menyemak. Bentuk daun umumnya bulat telur, lonjong, dan oval dengan ujung runcing tergantung pada jenis dan varietasnya. Bosland dan Votava (1999) menyatakan bahwa daun cabai mempunyai banyak variasi bentuk, ukuran, dan warna. Daunnya bisa tipis licin atau berkerut, dan glabrous atau subglabrous. Yamaguchi dan Rubatzky (1999) menambahkan bahwa tanaman cabai biasanya tegak lurus dan bercabang banyak.

Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa biji cabai berkecambah pada umur 6-21 hari setelah disemai dan mulai berbunga pada umur 60-90 hari. Bunga mekar selama 2-3 hari dan buah matang pada umur 4-5 minggu setelah berbunga.

Genus Capsicum dapat dibedakan berdasarkan karakteristik bunga dan buahnya. Capsicum annum mempunyai bunga berwarna putih, serbuk sari berwarna biru atau ungu, calyx yang bergerigi, dan mempunyai bunga dan buah tunggal pada ketiak batang. Capsicum frutescens mempunyai bunga berwarna putih kehijauan, calyx tidak bergerigi, serbuk sari berwarna biru, dan mempunyai buah tunggal tetapi dengan bunga yang lebih dari satu pada ketiak cabang.

Capsicum pubescens mempunyai bunga berwarna ungu, buah berwarna

kuning-orange, dan mempunyai biji yang unik berwarna hitam (Greenleaf, 1986). Bosland dan Votava (1999) menyatakan bahwa cabai berbunga hermaprodit dan mempunyai mahkota dengan 5-7 petal bunga.

Menurut Macmillan’s (1991) buah cabai mempunyai bentuk yang bundar hingga lonjong. Yamaguchi (1999) menambahkan bahwa warna buah cabai sangat bervariasi antara lain hijau, kuning, atau kadang-kadang ungu saat buah masih


(26)

5

muda dan kemudian berubah menjadi merah, orange, kuning, atau percampuran dari warna-warna tersebut saat perkembangan lebih lanjut.

Syarat Tumbuh

Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa biji cabai dapat berkembang baik pada suhu 25-30oC dan suhu yang optimal untuk pertumbuhannya ialah antara 18-30oC. Pada suhu lingkungan di bawah 15oC dan di atas 30oC dapat menyebabkan tanaman cabai mengalami gugur bunga dan viabilitas serbuk sari menjadi turun.

Menurut El-Aidy et al. (1989) tanaman cabai merah dibawah naungan akan tumbuh lebih vigor, yaitu dengan memperlihatkan tinggi tanaman yang lebih tinggi, bobot kering dan luas daun yang meningkat. Naungan dapat meningkatkan jumlah klorofil dan juga meningkatkan efisiensi fotosintesis pada tanaman. Hessayon (1993) menyatakan bahwa tanaman cabai hias memerlukan cahaya matahari yang terang pada pagi atau sore hari. Menurut Siemonsma dan Piluek (1994) tanaman cabai toleran pada kondisi naungan mencapai 45% radiasi sinar matahari pada umumnya, walaupun naungan mungkin dapat menunda pembungaan. Yamaguchi dan Rubatzky (1999) menambahkan bahwa cabai merupakan tanaman yang tidak sensitif terhadap fotoperiode.

Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh baik pada tanah lembab dengan drainase yang baik pada pH berkisar 5.5 – 6.8. Tanaman cabai dapat tumbuh pada ketinggian tempat dengan kisaran yang luas dan curah hujan antara 600-1250 mm.

Kebutuhan hara makro pada media yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman cabai yaitu unsur N sebanyak 4-6%, unsur P sebanyak 0.35-1%, dan unsur K sebanyak 4-6% (Jones et al., 1991).

Media Tanam

Media tanam merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman secara baik. Tanaman mengambil air dan nutrisi dari media pertumbuhan melalui akar (Adams et al., 1995). Menurut Arifin dan Arifin (2002)


(27)

6

sebagian besar unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman dipasok melalui media tanam yang selanjutnya diserap oleh perakaran dan digunakan untuk proses fisiologi tanaman. Media tanam yang baik antara lain yang bersifat dapat menyerap air secara baik, cukup memiliki ruang yang porous, sehingga pada saat tanah basah diharapkan oksigen masih cukup diperoleh melalui perakaran.

Menurut Soepardi (1983) banyak bahan yang dapat digunakan sebagai media tumbuh tanaman, dengan atau tanpa tanah. Media tanam terdiri dari dua tipe yaitu campuran tanah (soil-mixes) yang mengandung tanah alami dan campuran tanpa tanah (soilles-mixes) yang tidak mengandung tanah alami. Pada prinsipnya suatu media tumbuh harus mempunyai empat fungsi pokok untuk memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman, yaitu harus dapat menunjang tanaman, mempunyai aerasi yang baik, menahan air tersedia dan menyimpan hara bagi tanaman. Jenis tanah dengan sifat ideal tersebut sangatlah terbatas, oleh karena itu pencampuran tanah dengan bahan-bahan lain seperti kompos, pasir, dan pupuk ditujukan agar keempat fungsi pokok di atas dapat dicapai.

Edmond et al. (1957) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dalam pot atau wadah berbeda dengan pertumbuhan tanaman di bedengan pada kebun atau lapang. Volume tanah dalam pot sangat kecil sehingga sangat membatasi sistem perakaran, persediaan hara, dan pemberiaan air yang sering dapat menyebabkan pencucian nitrat dan hara lainnya. Oleh sebab itu tanah dalam pot ditingkatkan kesuburannya dengan pemakaian bahan organik.

Tjia (2000) menyatakan bahwa tanah dengan kandungan lempung tinggi harus dicampur dengan bahan organik dan bahan anorganik. Bahan organik seperti serbuk sabut kelapa dan sekam bakar, serta bahan anorganik seperti zeolit, batu apung dan pasir dapat digunakan sebagai campuran tanah. Penambahan bahan organik dan anorganik juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah dengan kandungan pasir tinggi sehingga sesuai untuk media pot.

Arang sekam

Harjadi (1983) menyatakan bahwa arang sekam telah banyak digunakan sebagai campuran tanah, tergantung dari harga dan ketersediaannya. Menurut


(28)

7

Sumarni dan Rosliani (2001) arang sekam mempunyai kapasitas menahan air dan aerasi yang baik.

Krisantini et al. (1994) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa penyimpanan Dracaena dengan media arang sekam memberikan kondisi tanaman yang lebih baik dibandingkan media serbuk sabut kelapa pada saat recovery,

sedangkan pada Puring media serbuk sabut kelapa lebih baik. Penelitian Suri (2000) menunjukkan bahwa media campuran arang sekam-tanah dapat meningkatkan produksi stek mini kentang dengan produksi stek total rata-rata 14.67 stek/tanaman, lebih tinggi bila dibanding dengan media arang sekam saja yang menghasilkan 11.34 stek/tanaman.

Serbuk gergaji

Serbuk gergaji termasuk dalam media organik. Pertimbangan menggunakan media ini yaitu ingin memanfaatkan serbuk gergaji mengingat media ini banyak dijumpai dan belum dimanfaatkan secara lebih optimal. Menurut Harjadi (1989) serbuk gergaji biasa digunakan untuk menggantikan gambut dalam campuran tanah karena harganya yang murah. Serbuk gergaji harus dilapukkan dulu untuk mencuci bahan beracun. Nitrogen harus ditambahkan untuk mengkompensasi pengikatan nitrogen oleh mikroorganisme selama dekomposisi.

Kokopit

Kokopit merupakan media tanam yang dibuat dari sabut kelapa yang mengandung sejumlah unsur-unsur hara dan dapat digunakan sebagai campuran media untuk pembibitan dalam polybag (Hartman dan Kester, 1978). Evans et al.

(1996) menyatakan bahwa kokopit merupakan bagian dari jaringan mesokarp pada buah kelapa.

Menurut Adams et al. (1995) kokopit mempunyai daya pegang terhadap air dan porositas yang tinggi. Wuryaningsih et al. (2001) melaporkan bahwa media campuran kokopit dan zeolit dapat digunakan sebagai media pada tanaman krisan. Media tersebut menghasilkan daun lebih banyak, lebih hijau, tegar serta penampilan tanaman lebih baik, jumlah bunga, dan diameter tanaman lebih tinggi daripada tanaman yang ditanam pada media campuran serbuk gergaji dan zeolit.


(29)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2005 sampai Mei 2005 di Agropromo Nursery Departemen Budidaya Pertanian IPB, Baranang Siang-Bogor, pada elevasi 250 m di atas permukaan laut.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan ialah bibit cabai hias yang berumur 6 minggu setelah semai (MSS) dari tiga genotipe cabai hias yaitu genotipe Brazil, genotipe Jepang, dan genotipe Singapura. Media tanam yang digunakan adalah tanah, pupuk kandang kambing, arang sekam, serbuk gergaji dan kokopit. Pupuk yang digunakan adalah TSP, Urea, KCl, NPK 15:15:15, dan Growmore 32:10:10. Insektisida yang digunakan adalah Canon dan Curacron, sedangkan fungisida yang digunakan adalah Dithane M-45.

Alat-alat yang digunakan ialah pot dengan diameter 15 cm, paranet 55% sebagai naungan, plastik PE (polyethylene), rak tanaman, hand sprayer, meteran, alat budidaya dan alat tulis.

Metode percobaan

Penelitianini dilakukan di bawah atap plastik dan naungan paranet 55 % dengan menggunakan rancangan petak terbagi RAK. Genotipe cabai (G) sebagai petak utama dan media tanam (M) sebagai anak petak

Petak utama terdiri dari tiga taraf yaitu genotipe Brazil (G1), genotipe Jepang (G2), dan genotipe Singapura (G3). Anak petak terdiri dari tiga taraf media dengan perbandingan sama yaitu 2:1:1 berdasarkan v/v yaitu arang sekam:tanah:pupuk kandang (M1), serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang (M2), dan kokopit:tanah:pupuk kandang (M3).


(30)

9

Percobaan terdiri dari 9 kombinasi perlakuan dan 4 ulangan maka terdapat 36 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 3 tanaman, maka total tanaman sebanyak 108.

Model linier untuk setiap pengamatan pada percobaan adalah : Yijk : µ+ ρi+ Gj+ (ρ*G)ij+Mk + (G*M)jk +

ε

ijk

Keterangan :

Yijk = Respon perlakuan

µ

= Rataan umum

ρi

= Pengaruh ulangan

Gj = Pengaruh faktor utama (genotipe cabai)

(ρ*G)ij = Galat 1 (Interaksi ulangan x petak utama)

Mk = Pengaruh faktor anak petak (media)

(G*M)jk = Pengaruh interaksi faktor utama dan faktor anak petak

ε

ijk = Pengaruh galat

Data diolah dengan uji F pada nilai α = 5%, apabila terdapat pengaruh perlakuan yang berbeda nyata, selanjutnya data diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Pelaksanan penelitian

Pembuatan naungan

Naungan yang digunakan adalah naungan buatan yaitu paranet 55%. Paranet berukuran 8 m2 dengan tiang penyangga setinggi 2 m. Rangka bangunan menggunakan tiang besi dengan jumlah tiang sebanyak 6 buah. Sebelum pemasangan paranet, dilakukan pemasangan plastik terlebih dahulu untuk mengurangi intensitas air hujan.


(31)

10

Persiapan media

Media dicampur sesuai dengan perlakuan, kemudian diberikan pupuk dasar TSP, KCl dan Urea masing-masing sebanyak 600 g/m3 (berdasarkan pemberian pupuk dasar pada media pot di PT Bina Usaha Flora). Media tersebut dianalisis untuk mengetahui kandungan unsur hara makro yang tersedia. Hasil analisis media disajikan pada Tabel Lampiran 1.

Penanaman

Bibit berumur 4 MSS dipisahkan dari media pembibitan, akar dicuci bersih untuk menghilangkan media semula, kemudian bibit dipindah tanamkan ke dalam tray berisi media sesuai perlakuan. Tanaman dipindah tanamkan ke dalam pot yang telah berisi media sesuai perlakuan setelah tanaman berumur 6 MSS, yaitu dengan menanam satu bibit cabai yang vigor per pot. Seluruh tanaman dalam pot diberi pupuk Growmore 32:10:10 untuk mempercepat pertumbuhan tanaman dengan cara disemprotkan pada daun.

Pemangkasan

Pemangkasan (pinching) dilakukan saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanaman dipindah tanamkan ke dalam pot (1 MST = 7 MSS) dimaksudkan untuk membuang bagian-bagian yang tidak sehat dan menyamakan titik pertumbuhan tanaman. Pemangkasan ini juga bertujuan untuk merangsang pembentukan tunas produktif. Pemangkasan juga dilakukan pada tunas-tunas bunga pertama yang tumbuh untuk merangsang pertumbuhan tunas-tunas generatif.

Pemupukan dan pemeliharaan

Pemupukan dilakukan pada 1 minggu setelah pemangkasan (1 MSP = 2 MST = 8 MSS). Pemupukan dilakukan dengan cara membenamkan butiran NPK (15:15:15) sebanyak ± 5 butir/pot yang dilakukan 2 minggu sekali pada tanaman yang berumur 2-4 MST. Pemupukan selanjutnya dilakukan dengan menyiramkan pupuk yang telah dilarutkan dengan konsentrasi 0.1-0.2% ke dalam


(32)

11

media. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari, yaitu dengan menyiram media hingga mencapai kapasitas lapang. Penyiangan gulma dalam pot dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan penyemprotan insektisida Canon dan Curacron dengan konsentrasi 0.5-2 ml/l air secara bergantian dan fungisida Dithane-45 dengan konsentrasi 1 g/l air setiap minggu.

Pengamatan

Peubah yang diamati meliputi :

1. Tinggi tanaman, diukur mulai dari permukaan tanah hingga titik tumbuh, pengukuran dilakukan tiap minggu (MSP).

2. Jumlah cabang, diukur seluruh cabang primer dan cabang sekunder, pengukuran dilakukan tiap minggu.

3. Waktu bunga pertama muncul. Pengamatan dilakukan dengan mencatat jumlah hari sejak pemangkasan hingga waktu bunga pertama muncul (HSP).

4. Waktu buah pertama muncul. Pengamatan dilakukan dengan mencatat jumlah hari sejak pemangkasan hingga waktu buah pertama muncul. 5. Jumlah buah per cabang, diamati setiap 2 hari setelah anthesis untuk

mendapatkan data jumlah buah setiap minggu (1 MSA = 4 MSP = 5 MST = 11 MSS).

6. Persentase bunga yang menjadi buah per cabang, diamati dari jumlah bunga yang menjadi buah per cabang setiap 2 hari setelah anthesis untuk mendapatkan data persentase bunga yang menjadi buah setiap minggu. 7. Jumlah bunga total, diamati dari jumlah bunga yang tumbuh di setiap

tanaman selama pengamatan.

8. Jumlah buah total, diamati dari jumlah buah total pada setiap tanaman di akhir pengamatan (7 MSA = 10 MSP = 11 MST).

9. Rasio panjang dengan diameter buah, diamati dengan mengukur panjang buah dibagi dengan diameter buah pada akhir penelitian.

10.Uji kesukaan terhadap keragaan tanaman. Uji dilakukan setiap minggu pada tiga minggu sebelum akhir pengamatan (8-10 MSP). Uji kesukaan ini


(33)

12

diuji oleh panelis yang berjumlah 7 orang pada uji kesukaan pertama dan kedua, sedangkan pada uji kesukaan di akhir pengamatan dilakukan oleh panelis yang berjumlah 20 orang. Uji kesukaan yang diamati yaitu proporsional tanaman dengan pot, kesegaran tanaman, penampilan fisik tanaman, komposisi warna buah dan daun, serta keragaan secara keseluruhan. Analisis data pada uji kesukaan menggunakan metode nonparametrik dengan uji Friedman menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002). Peringkat dihitung dari jumlah rangking pada masing-masing ulangan kemudian dijumlahkan untuk masing-masing perlakuan.

Penilaian pada uji kesukaan dilakukan dengan metode skoring dengan 5 skala numerik, dengan angka yang menaik menurut tingkat kesukaan (sangat tidak suka (1), tidak suka (2), sedang (3), suka (4), sangat suka (5)). Skala yang digunakan berdasarkan pada penilaian organoleptik menurut Rahayu (1998). Kriteria penilaian untuk masing-masing pengamatan disajikan pada Tabel Lampiran 2.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Keadaan iklim selama penelitian sejak bulan Februari 2005 sampai Mei 2005 secara umum mengalami fluktuasi yaitu menunjukkan rata-rata suhu harian 21.4oC sampai 33.4oC, dengan kelembaban 55.1% dan curah hujan rata-rata 400.67 mm/bulan.

Kondisi bibit cabai berumur 2 MSS yang diambil dari Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) pada awalnya mengalami pertumbuhan yang terhambat. Hal ini diduga sebagai respon tanaman terhadap lingkungan yang baru karena pemindahan bibit secara langsung dari daerah dataran tinggi ke dataran yang lebih rendah.

Persentase pertumbuhan bibit tanaman cabai mencapai 100% karena digunakan bibit cabai yang vigor. Beberapa tanaman ada yang tumbuh kerdil karena masih melakukan adaptasi sampai 1 MSP.

Tanaman cabai merupakan tanaman yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman selama penelitian yaitu sekitar 10% antara lain kutu daun (Aphis gossypii), thrips (Thrips tabaci), ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites), dan semut. Penyakit yang menyerang tanaman selama penelitian yaitu sekitar 15% antara lain penyakit busuk pucuk (Choanephora cucurbitarum), bercak daun (Cercospora capsici), dan embun tepung (Powdery mildew). Pengamatan terhadap hama dan penyakit berdasarkan Ratna (2004). Selama penelitian serangan hama dan penyakit tersebut tidak sampai mengganggu pertumbuhan tanaman karena penyemprotan yang dilakukan secara rutin sehingga serangan hama dan penyakit masih dapat dikendalikan.

Perbedaan dari ketiga genotipe ialah keragaan tanaman. Genotipe Brazil (G1) mempunyai tajuk yang kompak, tidak terlalu tinggi, dan bentuk buah agak panjang yang menjuntai ke bawah berwarna hijau muda yang berubah menjadi

orange dan merah tua saat matang. Genotipe Jepang (G2) mempunyai tajuk yang kompak, pendek, dan bentuk buah yang oval bulat ke atas berwarna hijau muda pada awal perkembangan kemudian terdapat semburat ungu lalu berubah menjadi warna orange dan merah tua saat matang. Genotipe Singapura (G3) mempunyai tajuk yang menyebar, tinggi, bentuk buah yang oval besar panjang ke atas, dan


(35)

14

warna buah yang khas yaitu warna ungu pada awal perkembangan yang berubah menjadi orange dan merah tua saat matang. Buah pada genotipe G3 sebagian besar masih berwarna ungu atau belum mengalami perubahan warna menjadi merah hingga akhir pengamatan (10 MSP). Beberapa buah genotipe G3 pada media M3 ada yang berwarna agak orange pada akhir pengamatan dan berubah warna menjadi merah pada 7 hari setelah akhir pengamatan.

Kesegaran tanaman genotipe Jepang (G2) dan genotipe Brazil (G1) mulai berkurang pada 10 MSP, sedangkan genotipe Singapura (G3) masih tampak segar hingga akhir penelitian. Kesegaran yang berkurang terlihat dari daun tanaman yang mulai kuning dan mengering.

Berikut merupakan gambar tanaman yang diambil pada akhir pengamatan

Gambar 1. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Brazil (G1) pada 10 MSP

Keterangan: G1M1: Genotipe Brazil pada media arang sekam:tanah:pupuk kandang

G1M2: Genotipe Brazil pada media sebuk gergaji:tanah: pupuk kandang


(36)

15

Gambar 2. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Jepang (G2) pada 10 MSP

Keterangan: G2M1: Genotipe Jepang pada media arang sekam:tanah:pupuk kandang

G2M2: Genotipe Jepang pada media sebuk gergaji:tanah: pupuk kandang

G2M3: Genotipe Jepang pada media kokopit:tanah: pupuk kandang

Gambar 3. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Singapura (G2) pada 10 MSP

Keterangan: G3M1: Genotipe Singapura pada media arang sekam:tanah:pupuk kandang

G3M2: Genotipe Singapura pada media sebuk gergaji:tanah: pupuk kandang


(37)

16

Pertumbuhan Vegetatif

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan gejala-gejala yang saling berhubungan. Pertumbuhan tanaman ditunjukkan dengan pertambahan ukuran (dan biasanya dalam bobot kering) yang tidak dapat balik (irreversible). Sedangkan perkembangan mencakup diferensiasi, dan ditunjukkan oleh perubahan yang lebih tinggi, menyangkut spesialisasi secara anatomi dan fisiologis (Harjadi, 1996). Dalam penelitian ini, pertumbuhan tanaman cabai hias ditunjukkan oleh perkembangan tinggi tanaman dan jumlah cabang.

Respon genotipe berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman pada 1-10 MSP (Tabel Lampiran 3). Diduga karena genotipe yang digunakan memang mempunyai keragaan tinggi yang berbeda. Perlakuan media berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman pada 1-7 MSP. Media M3 memberikan tinggi tanaman yang paling tinggi yaitu 18.82 cm pada 7 MSP seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman pada 3-6 MSP (Tabel Lampiran 3). Genotipe G1 dan G2 mempunyai tinggi tanaman yang paling tinggi pada media M3 yaitu 17.91 cm dan 10.06 cm, sedangkan genotipe G3 mempunyai tinggi tanaman yang paling tinggi pada media M2 yaitu 25.62 cm pada 6 MSP seperti disajikan pada Tabel 1.

Grafik pertambahan tinggi tanaman genotipe G1 terlihat pada Gambar 4. Tanaman genotipe G1 yang ditanam pada media M3 memberikan tinggi tanaman yang paling tinggi. Grafik pertambahan tinggi tanaman genotipe G2 terlihat pada Gambar 5. Tanaman genotipe G2 yang ditanam pada media M3 memberikan tinggi tanaman yang paling tinggi. Grafik pertambahan tinggi tanaman genotipe G3 terlihat pada Gambar 6. Tanaman genotipe G3 yang ditanam pada media M2 memberikan tinggi tanaman yang paling tinggi.


(38)

17

Tabel 1. Pertambahan Tinggi Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan Media.

Perlakuan 3MSP 4MSP 5MSP 6MSP 7MSP 8MSP 10MSP G1 G2 G3 9.11 a 6.96 b 10.04 a 12.61 b 8.86 c 14.87 a 14.85 b 9.22 c 20.20 a 15.97 b 9.36 c 23.27 a 16.79 b 9.38 c 25.97 a 17.40 b 9.44 c 29.09 a 17.78 b 9.46 c 31.43 a M1 M2 M3 6.65 c 9.22 b 10.24 a 9.45 c 12.93 b 13.95 a 12.20 b 15.53 a 16.55 a 14.10 b 16.71 a 17.78 a 15.58 b 17.73 ab 18.82 a 17.29 18.69 19.95 18.66 19.08 20.93 G1M1 G1M2 G1M3 7.31 c 9.37 b 10.66 a 10.30 c 12.95 b 14.61 a 13.39 b 14.36 b 16.79 a 15.14 b 14.85 b 17.91 a 16.05 15.33 19.00 17.05 15.41 19.75 17.43 15.41 20.50 G2M1 G2M2 G2M3 5.73 c 6.99 b 8.16 a 7.50 b 9.26 a 9.82 a 8.20 b 9.59 a 9.89 a 8.34 a 9.68 a 10.06 a 8.35 9.72 10.06 8.52 9.74 10.06 8.59 9.75 10.06 G3M1 G3M2 G3M3 6.91 b 11.29 a 11.91 a 10.55 c 16.62 b 17.43 a 15.00 b 22.64 a 22.97 a 18.81 b 25.62 a 25.37 a 22.36 28.15 27.40 26.30 30.91 30.05 29.96 32.10 32.25

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tunggal atau kombinasi tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang

G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang

G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang

MSP = Minggu Setelah Pemangkasan (1 MSP = 2 MST)

0 5 10 15 20 25 30 35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

M SP ti ng gi t an am an (cm ) M 1 M 2 M 3

Gambar 4. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Brazil (G1)

Keterangan : M1 = Media arang sekam:tanah:pupuk kandang M2 = Media serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang M3 = Media kokopit:tanah:pupuk kandang MSP = Minggu Setelah Pemangkasan (1MSP=2 MST)


(39)

18 0 2 4 6 8 10 12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

M SP ti nggi t ana m an ( cm ) M 1 M 2 M 3

Gambar 5. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Jepang (G2)

Keterangan : M1 = Media arang sekam:tanah:pupuk kandang M2 = Media serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang M3 = Media kokopit:tanah:pupuk kandang MSP = Minggu Setelah Pemangkasan (1MSP=2 MST)

0 5 10 15 20 25 30 35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

M SP tin g g i ta n am an ( cm ) M 1 M 2 M 3

Gambar 6. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Singapura (G3)

Keterangan : M1 = Media arang sekam:tanah:pupuk kandang M2 = Media serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang M3 = Media kokopit:tanah:pupuk kandang MSP = Minggu Setelah Pemangkasan (1MSP=2 MST)

Respon genotipe berbeda nyata pada peubah jumlah cabang pada 2-4 MSP dan 8-10 MSP (Tabel Lampiran 3). Genotipe G3 mempunyai jumlah cabang terbanyak yaitu 12.52 pada 10 MSP. Perlakuan media berbeda nyata pada peubah jumlah cabang pada 2-7 MSP. Media M3 memberikan jumlah cabang yang paling banyak yaitu 9.22 pada 7 MSP seperti disajikan pada Tabel 2.


(40)

19

Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah jumlah cabang pada 5 MSP (Tabel Lampiran 3). Setiap genotipe mempunyai jumlah cabang yang paling banyak pada media M3 yaitu 5.91, 7.41 dan 6.75 pada 5 MSP seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Cabang Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan Media.

Perlakuan 4MSP 5 MSP 6MSP 7MSP 8MSP 9MSP 10MSP G1 G2 G3 4.58b 5.61a 3.55c 5.38 6.05 4.91 6.22 6.50 7.75 7.36 6.94 9.38 8.05ab 7.16b 11.43a 8.41b 7.22b 12.19a 8.55 b 7.22 b 12.52a M1 M2 M3 3.30c 4.41b 6.02a 4.41c 5.25b 6.69a 5.58 b 6.86 ab 8.02 a 6.80b 7.66b 9.22a 8.16 8.36 10.16 8.77 8.52 10.52 9.00 8.61 10.69 G1M1 G1M2 G1M3 3.66 4.58 5.50 4.74b 5.50a 5.91a 5.50 6.58 6.58 6.66 7.58 7.83 7.75 7.91 8.50 7.91 8.08 9.24 8.16 8.16 9.33 G2M1 G2M2 G2M3 4.75 4.83 7.24 5.50b 5.24b 7.41a 6.25 5.50 7.75 6.50 5.83 8.50 6.75 5.91 8.83 6.91 5.91 8.83 6.91 5.91 8.83 G3M1 G3M2 G3M3 1.50 3.83 5.33 3.00c 5.00b 6.75a 5.00 8.50 9.75 7.25 9.58 11.33 10.00 11.25 13.16 11.50 11.58 13.50 11.91 11.75 13.91

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tunggal atau kombinasi tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang

G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang

G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang

MSP = Minggu Setelah Pemangkasan (1 MSP = 2 MST)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk parameter pertumbuhan vegetatif tanaman (tinggi tanaman dan jumlah cabang), perlakuan media M3 pada setiap genotipe memberikan respon paling baik yang ditunjukkan dengan memiliki tinggi tanaman dan jumlah cabang terbaik. Media M1 memberikan respon terendah yang ditunjukkan dengan memiliki tinggi tanaman dan jumlah cabang paling rendah. Damayanti (2004) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa bibit mangga yang diberi perlakuan media arang sekam menghasilkan rata-rata pertambahan tinggi tanaman total yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan media kokopit.


(41)

20

Hasil analisis media pada Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa media M1 mempunyai N-total yang paling tinggi. Menurut Setyamidjaja (1986) nitrogen mempunyai peranan diantaranya adalah merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu menambah tinggi tanaman dan merangsang tumbuhnya anakan. Havlin et al.

(1999) menambahkan bahwa nitrogen adalah bagian dari klorofil yang merupakan penangkap primer energi matahari yang diperlukan untuk proses fotosintesis. Persediaan N berhubungan dengan aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang vigor, dan daun yang berwarna hijau gelap.

Hasil pengamatan menunjukkan media M1 memiliki respon pertumbuhan vegetatif yang paling rendah. Diduga tanaman yang ditanam pada media M1 tidak menyerap hara sebaik tanaman yang ditanam pada media M2 dan M3, selain itu karena media arang sekam yang digunakan terlalu sarang. Damayanti (2004) menyatakan bahwa media arang sekam yang sarang selain menyebabkan bibit mangga mudah rebah juga menyebabkan menurunnya daya pegang terhadap air sehingga jenis pupuk yang bersifat cepat tersedia lebih banyak terbawa oleh air siraman daripada terserap oleh tanaman.

Kualitas cabai hias yang diinginkan yaitu mempunyai tinggi tanaman yang proporsional dengan pot dan jumlah cabang yang banyak. Respon genotipe G1 dan G2 terhadap media M3 menghasilkan tanaman yang proporsional dengan pot. Keragaan tanaman genotipe G1 dan G2 yang pendek memerlukan media yang dapat memberikan tinggi tanaman paling tinggi dan mempunyai jumlah cabang yang banyak agar proporsional. Genotipe G3 mempunyai keragaan tanaman yang tinggi dengan tajuk yang menyebar. Tanaman genotipe G3 yang ditanam pada media M1 menghasilkan tanaman sesuai kualitas yang diinginkan karena menghasilkan tanaman yang tidak terlalu tinggi tetapi mempunyai jumlah cabang yang banyak. Menurut Bonar et al. (1994) ukuran tanaman merupakan faktor yang penting dalam memilih tanaman dalam pot.


(42)

21

Pertumbuhan Generatif

Respon genotipe berbeda nyata pada peubah waktu bunga pertama muncul (Tabel Lampiran 4). Genotipe G2 mempunyai waktu bunga pertama muncul yang tercepat yaitu 29.66 HSP. Perlakuan media berbeda nyata pada peubah waktu bunga pertama muncul. Media M3 memberikan waktu bunga pertama muncul yang tercepat yaitu selama 29.32 HSP seperti disajikan pada Tabel 3.

Respon genotipe terhadap media tidak berbeda nyata pada peubah waktu bunga pertama muncul (Tabel Lampiran 4). Ketiga genotipe mempunyai waktu bunga pertama muncul yang terlama pada media M1. Genotipe G2 dan G3 mempunyai waktu bunga pertama muncul yang tercepat pada media M3 yaitu 25.99 HSP dan 33.58 HSP. Genotipe G1 mempunyai waktu bunga pertama muncul yang tercepat pada media M2 yaitu 28.08 HSP walaupun tidak berbeda nyata dengan M3 (28.41 HSP) seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Waktu Bunga Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan Media. Genotipe

Perlakuan

G1 G2 G3

Rata-rata M Media ...HSP...

M1 34.83 33.50 43.33 37.22a

M2 28.08 29.50 34.00 30.52b

M3 28.41 25.99 33.58 29.32b

Rata-rata G 30.44b 29.66b 36.97a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom rata-rata M (media) dan baris rata-rata G (Genotipe) tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang

G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang

G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah:pupuk kandang

HSP = Hari Setelah Pemangkasan

Respon genotipe berbeda nyata pada peubah waktu buah pertama muncul (Tabel Lampiran 4). Genotipe G2 mempunyai waktu buah pertama muncul yang tercepat yaitu 33.47 HSP. Perlakuan media berbeda nyata pada peubah waktu buah pertama muncul. Media M3 memberikan waktu buah pertama muncul yang tercepat yaitu 33.33 HSP seperti disajikan pada Tabel 4.


(43)

22

Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah waktu buah pertama muncul. Ketiga genotipe memberikan waktu buah pertama muncul terlama pada media M1. Genotipe G2 dan G3 mempunyai waktu buah pertama muncul tercepat pada media M3 yaitu 29.25 HSP dan 39.00 HSP. Genotipe G1 mempunyai waktu buah pertama muncul tercepat pada media M2 yaitu selama 31.66 HSP seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Waktu Buah Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan Media. Genotipe

Perlakuan

G1 G2 G3

Rata-rata M Media ...HSP...

M1 38.33a 37.50a 50.75a 42.19a

M2 31.66b 33.66b 39.33b 34.88b

M3 31.75b 29.25c 39.00b 33.33b

Rata-rata G 33.91b 33.47b 43.02a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dan baris rata-rata G (Genotipe) tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang

G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang

G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang

HSP = Hari Setelah Pemangkasan

Media M3 selain memberikan pertumbuhan vegetatif yang baik, ternyata juga mempunyai waktu pembungaan dan pembuahan yang tercepat. Diduga pertumbuhan yang baik tersebut mengakibatkan penimbunan karbohidrat yang lebih cepat sehingga tanaman lebih cepat memasuki fase generatif. Menurut Harjadi (1996) pada fase vegetatif tanaman, karbohidrat digunakan dan tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya, dan pada fase reproduktif, karbohidrat disimpan (ditimbun) dan tanaman tersebut menyimpan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya. Bosland dan Votava (1999) menyatakan bahwa terdapat hubungan langsung antara pertumbuhan vegetatif dan pembentukan buah pada cabai. Cabai membutuhkan pertumbuhan yang baik agar dapat menghasilkan buah lebih cepat dan kualitas lebih baik.

Hasil analisis media pada Tabel Lampiran 1 menunjukkan unsur P pada media M3 paling tinggi diantara media yang lain. Diduga unsur P yang


(44)

23

mendorong tanaman pada media M3 cepat melakukan pembungaan. Menurut Setyamidjaja (1986) unsur P mempunyai peranan mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji. Marschner (1995) menyatakan bahwa penundaan pematangan buah terdapat pada tanaman tomat yang mengalami defisiensi unsur P. Hasil penelitian Fitriasari (2002) melaporkan bahwa kadar P yang tinggi pada tanaman violces dapat mendorong pembentukan jumlah bunga yang banyak. Respon genotipe berbeda nyata pada peubah rasio panjang dengan diameter buah (Tabel Lampiran 4). Diduga karena bentuk buah pada ketiga genotipe memang berbeda. Genotipe G1 mempunyai rasio panjang dengan diameter buah yang paling besar yaitu sebesar 4.33. Genotipe G2 mempuyai rasio panjang dengan diameter buah yang terkecil yaitu 1.78 seperti yang tersaji pada Tabel 5. Semakin besar rasio panjang dengan diameter buah, maka bentuk buah semakin panjang dan kurus. Perlakuan media tidak berpengaruh nyata pada rasio panjang dengan diameter buah.

Tabel 5. Rasio Panjang dengan Diameter Buah pada Faktor Tunggal Genotipe dan Media.

Perlakuan Rasio panjang dengan diameter buah

Genotipe

- G1 (Singapura) 4.33a

- G2 (Jepang) 1.78c

- G3 (Brazil) 3.03b

Media

- M1 (arang sekam:tanah:pupuk kandang) 2.93 - M2 (serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang) 3.11 - M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) 3.06

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

Respon genotipe berbeda nyata pada peubah persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang pada 1-4 MSA dan 6 MSA (Tabel Lampiran 4). Genotipe G1 mempunyai persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang yang tertinggi yaitu 77.64% pada 6 MSP.Perlakuan media tidak berbeda nyata pada peubah persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang. Media M1


(45)

24

memberikan persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang yang tertinggi yaitu sebesar 64.17% pada 6 MSA seperti yang tersaji pada Tabel 6.

Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang pada 2 dan 6 MSA (Tabel Lampiran 4). Genotipe G1 dan G3 mempunyai persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang tertinggi pada media M2 yaitu sebesar 96.67% dan 35.39%, sedangkan genotipe G2 mempunyai persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang tertinggi pada media M3 yaitu sebesar 90.62% pada 6 MSA seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase Jumlah Bunga yang Menjadi Buah Per Cabang pada Beberapa Genotipe dan Media.

Perlakuan 1 MSA 2 MSA 3 MSA 4 MSA 6 MSA G1

G2 G3

57.88(8.00a) b) 57.62(7.84a) 15.55(4.42b)

51.93a 52.95a 35.71b

38.72(6.13a) a) 40.89(6.33a) 26.10(4.54b)

65.40(8.01a) a) 44.51(6.38c) 52.32(7.13b)

77.64(8.69a) a)

75.82(7.91a) 30.92(5.47b) M1 M2 M3 34.72(5.84) 37.21(6.38) 59.12(8.05) 41.67 51.18 47.74 38.79(5.57) 35.83(5.91) 31.08(5.52) 52.95(7.14) 52.34(7.04) 56.94(7.33) 64.17(7.78) 60.68(6.88) 59.53(7.41) G1M1 G1M2 G1M3 62.50(7.97) 60.59(8.30) 50.56(7.73) 56.08 49.20 50.51 45.89(6.61) 38.27(6.16) 32.02(5.62) 61.48(7.77) 63.13(7.87) 71.60(8.38) 72.91(8.43ab) 96.67(9.83a) 63.33(7.82b) G2M1 G2M2 G2M3 41.66(6.39) 51.04(7.68) 80.15(9.47) 60.94a 50.58ab 47.33b 45.92(6.74) 38.39(6.20) 37.35(6.06) 50.64(6.91) 29.85(5.28) 53.04(6.95) 86.85(9.25a) 50.00(5.00b) 90.62(9.47a) G3M1 G3M2 G3M3 0.00(3.16) 0.00(3.16) 46.65(6.96) 8.00b 53.77a 45.37a 24.57(3.37) 29.85(5.39) 23.88(4.87) 46.75(6.75) 64.05(7.97) 46.17(6.66) 32.75(5.65) 35.39(5.82) 24.63(4.93)

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tunggal atau kombinasi tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang

G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang

G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang

MSA=Minggu Setelah Anthesis (1 MSA=4 MSP)

a) = Angka hasil transformasi √x+0.5

b) = Angka hasil transformasi √x+10

Grafik persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang setiap genotipe terlihat pada Gambar 7. Tanaman genotipe G1 yang ditanam pada media M2 memberikan persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang yang rata-rata tinggi pada 1 MSA hingga 6 MSA. Tanaman genotipe G2 yang ditanam pada media M1 dan M3 memberikan persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang


(46)

25

yang tinggi pada 6 MSA. Tanaman genotipe G3 yang ditanam pada media M2 memberikan persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang yang rata-rata lebih tinggi daripada media lain pada 2-4 MSA.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3

1 2 3 4 5 6 7

MSA

P

e

rs

e

n

tase

fr

u

it s

e

t

M1 M2 M3

Gambar 7. Persentase Jumlah Bunga yang menjadi Buah Per Cabang pada Setiap perlakuan

Keterangan: G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah: pupuk kandang

G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang

G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang

MSA=Minggu Setelah Anthesis (1 MSA=4 MSP)

Respon genotipe berbeda nyata pada peubah jumlah buah per cabang pada 1-3 MSA (Tabel Lampiran 4). Genotipe G2 mempunyai jumlah buah per cabang yang paling banyak pada 1-3 MSA. Perlakuan media berbeda nyata pada peubah jumlah buah per cabang pada 1-4 MSA. Media M1 memberikan jumlah buah per cabang yang paling sedikit daripada media yang lain pada 1-4 MSA seperti disajikan pada Tabel 7.

Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah jumlah buah per cabang pada 1-2 MSA (Tabel Lampiran 4). Genotipe G1 mempunyai jumlah buah per cabang terbanyak pada media M2 yaitu 3.50, sedangkan genotipe G2 dan G3 mempunyai jumlah buah per cabang terbanyak pada media M3 yaitu 4.63 dan 1.13 pada 2 MSA seperti disajikan pada Tabel 7.

Grafik jumlah buah per cabang setiap genotipe terlihat pada Gambar 8. Setiap genotipe yang ditanam pada media M1 memberikan jumlah buah per cabang yang paling sedikit dibandingkan dengan media yang lain.


(47)

26

Tabel 7. Jumlah Buah Per Cabang pada Beberapa Genotipe dan Media.

Perlakuan 1 MSA 2 MSA 3 MSA 4 MSA 5 MSA 6 MSA 7 MSA G1 G2 G3 0.65a 0.78a 0.08b 2.70a 3.29a 0.75b 3.89a 3.91a 1.41b 5.06 4.22 3.42 4.98 3.72 3.85 4.96 3.41 3.99 5.14 3.22 3.91 M1 M2 M3 0.16c 0.41b 0.94a 1.12b 2.60a 3.01a 1.99b 3.63a 3.59a 3.52b 4.83a 4.35a 3.58 4.65 4.32 3.69 4.38 4.29 3.62 4.32 4.32 G1M1 G1M2 G1M3 0.24c 0.68b 1.03a 1.33b 3.50a 3.27a 2.75 4.90 4.03 4.77 5.32 5.08 4.91 4.97 5.07 4.85 4.81 5.23 4.97 5.01 5.43 G2M1 G2M2 G2M3 0.24c 0.56b 1.55a 2.01c 3.22b 4.63a 2.87 4.00 4.87 3.88 4.35 4.44 3.25 4.05 3.87 2.90 3.51 3.80 2.74 3.32 3.58 G3M1 G3M2 G3M3 0.00b 0.00b 0.24a 0.04b 1.08a 1.13a 0.34 2.00 1.88 1.92 4.83 3.52 2.59 4.95 4.02 3.33 4.82 3.84 3.16 4.63 3.94

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tunggal atau kombinasi tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang

G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang

G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang

MSA= MingguSetelah Anthesis (1 MSA=4 MSP)

0 1 2 3 4 5 6

G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3

1 2 3 4 5 6 7

MSA Ju ml ah b u ah per ca b ang M1 M2 M3

Gambar 8. Jumlah Buah Per Cabang pada Setiap Perlakuan

Keterangan: G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah: pupuk kandang

G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang

G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang


(48)

27

Respon genotipe tidak berbeda nyata pada peubah jumlah bunga total (Tabel Lampiran 4). Genotipe G1 mempunyai jumlah bunga total yang paling banyak dibandingkan dengan genotipe lain yaitu 50.61. Perlakuan media berbeda nyata pada peubah jumlah bunga total. Media M3 memberikan jumlah bunga terbanyak yaitu 62.40, sedangkan M1 memberikan jumlah bunga yang paling sedikit yaitu 38.62.

Respon genotipe terhadap media tidak berbeda nyata pada peubah jumlah bunga total (Tabel Lampiran 4). Setiap genotipe mempunyai jumlah bunga total terbanyak pada media M3 yaitu sebanyak 63.85, 66.85, dan 56.50 seperti disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Bunga Total pada Beberapa Genotipe dan Media. Genotipe

Perlakuan

G1 G2 G3 Rata-rata M

Media

M1 42.48 39.52 33.87 38.62b

M2 45.50 42.02 51.15 46.22b

M3 63.85 66.85 56.50 62.40a

Rata-rata G 50.61 49.46 47.17

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang

G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang

G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang

Respon genotipe tidak berbeda nyata pada peubah jumlah buah total (Tabel Lampiran 4). Genotipe G1 mempunyai jumlah buah total yang paling banyak dibandingkan dengan genotipe lain yaitu 18.08. Perlakuan media berbeda nyata pada peubah jumlah buah total. Media M3 memberikan jumlah buah terbanyak yaitu 16.77, sedangkan M1 memberikan jumlah buah yang paling sedikit yaitu 12.61.

Respon genotipe terhadap media tidak berbeda nyata pada peubah jumlah buah total (Tabel Lampiran 4). Genotipe G1 dan G2 mempunyai jumlah buah total terbanyak pada media M3 yaitu sebanyak 20.91 dan 16.16. Genotipe G3 mempunyai jumlah buah total terbanyak pada media M2 yaitu sebanyak 13.91 seperti disajikan pada Tabel 9.


(49)

28

Tabel 9. Jumlah Buah Total pada Beberapa Genotipe dan Media pada 7 MSA (10 MSP).

Genotipe Perlakuan

G1 G2 G3 Rata-rata M

Media

M1 16.08 11.00 10.75 12.61b

M2 17.24 10.58 13.91 13.91ab

M3 20.91 16.16 13.25 16.77a

Rata-rata G 18.07 12.58 12.63

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang

G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang

G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang

MSA= MingguSetelah Anthesis (1 MSA=4 MSP)

Media M1 memberikan persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang yang terbanyak, tetapi berdasarkan pengamatan terhadap jumlah buah per cabang, media M1 menghasilkan buah yang paling sedikit pada 6 MSA. Diduga atap plastik menyebabkan suhu di bawah naungan menjadi lebih panas pada siang hari, sehingga media M1 menjadi cepat kering karena warna arang sekam yang hitam cepat menyerap panas. Media yang cepat kering menyebabkan bunga yang telah mengalami fruit set tidak tumbuh sempurna menjadi buah karena persediaan air yang rendah. Menurut Gourley dan Howlett (1957) persediaan air pada media tidak turun sampai titik kritis setelah bunga mekar sampai terbentuk fruit set, namun pada saat itu mungkin terjadi kompetisi untuk mendapatkan air sehingga menyebabkan gugurnya buah muda, walaupun kandungan air tanahnya tinggi. Sumarni dan Rosliani (2001) melaporkan bahwa media arang sekam menghasilkan bobot buah per petak lebih rendah dari media pasir pada penanaman cabai secara hidroponik.

Korelasi antar peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga total dan jumlah buah total disajikan pada Tabel 10. Peubah tinggi tanaman berkorelasi sangat nyata terhadap jumlah cabang. Peubah jumlah bunga total berkorelasi nyata terhadap jumlah buah total. Korelasi antar peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga total dan jumlah buah total tidak berbeda nyata pada masing-masing genotipe (Tabel Lampiran 5).


(50)

29

Tabel 10. Korelasi Antar Peubah Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Jumlah Bunga Total, dan Jumlah Buah Total pada 10 MSP.

Peubah Tinggi tanaman Jumlah cabang Jumlah bunga total

Jumlah cabang 0.92** - -

Jumlah bunga total 0.01 0.21 -

Jumlah buah total -0.03 -0.01 0.67* Keterangan : ** = Korelasi berpengaruh nyata pada taraf 1%

* = Korelasi berpengaruh nyata pada taraf 5%

Analisis Friedman terhadap proporsional tanaman dengan pot disajikan pada Tabel 11. Respon genotipe G1 terhadap media berbeda nyata terhadap proporsional tanaman dengan pot pada 8 MSP. Tanaman genotipe G1 pada media M3 disukai konsumen pada 8 MSP (score 4). Respon genotipe G2 terhadap media berbeda nyata terhadap proporsional tanaman dengan pot pada 8-10 MSP. Respon genotipe G2 pada media M3 disukai konsumen pada 8-10 MSP (score 4). Respon genotipe G3 terhadap media berbeda nyata terhadap proporsional tanaman dengan pot pada 8 MSP. Respon genotipe G3 terhadap media M2 disukai konsumen pada 8 MSP (score 4), tetapi respon setiap genotipe terhadap media tidak berbeda nyata terhadap proporsional tanaman dengan pot pada 9-10 MSP. Tabel 11. Tanggapan Responden terhadap Proposional Tanaman dengan Pot pada

Beberapa Genotipe dan Media.

8 MSP 9 MSP 10 MSP

Perlakuan

score Peringkat score Peringkat score Peringkat G1M1 3.00 11.0 4.00 13.0 4.00 38.0 G1M2 3.33 14.0 4.00 14.5 4.00 44.0

G1M3 3.66 17.0 4.00 14.5 4.00 38.0

P-value 0.05* 0.36 0.16

G2M1 3.00 11.0 3.00 10.0 3.33 39.5 G2M2 3.00 12.5 3.33 14.0 3.00 32.0

G2M3 4.00 18.5 3.66 18.0 3.66 48.5

P-value 0.01** 0.01** 0.00**

G3M1 3.33 10.5 4.00 12.5 4.00 39.5

G3M2 4.00 16.5 4.00 14.0 4.00 41.5

G3M3 3.66 15.0 4.00 15.5 4.00 39.0

P-value 0.03** 0.47 0.69

Keterangan : * = P-value berbeda nyata pada taraf 5 % ** = P-value berbeda nyata pada taraf 1 %

G1 = Genotipe Brazil; G2 = Genotipe Jepang; G3 = Genotipe Singapura

M1=Arang sekam:tanah:pupuk kandang MSP= Minggu Setelah Pemangkasan

M2=Serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang M3=Kokopit:tanah:pupuk kandang


(51)

30

Analisis Friedman terhadap penampilan fisik tanaman disajikan pada Tabel 12. Respon genotipe G1 terhadap media berbeda nyata terhadap penampilan fisik tanaman pada 8 MSP. Respon genotipe G2 terhadap media berbeda nyata terhadap penampilan fisik tanaman pada 8 dan 10 MSP. Respon genotipe G3 terhadap media berbeda nyata terhadap penampilan fisik tanaman pada 8 MSP.

Penampilan fisik genotipe G1 pada media M1 mempunyai peringkat tertinggi pada 8 MSP (score 4), sedangkan genotipe G1 pada media M3 mempunyai peringkat tertinggi pada 10 MSP (score 4). Penampilan fisik tanaman genotipe G1 pada media M1 menjadi turun pada 10 MSP, diduga tanaman genotipe G1 pada media M1 banyak yang kekeringan karena media yang cepat mengering pada siang hari saat suhu udara tinggi. Penampilan fisik genotipe G2 pada media M3 menempati peringkat tertinggi pada 8 MSP (score 4) dan 10 MSP (score 4). Penampilan fisik genotipe G3 pada media M3 menempati peringkat tertinggi pada 8-10 MSP (score 4). Tanaman pada media M3 memberikan penampilan fisik yang terbaik.

Tabel 12. Tanggapan Responden terhadap Penampilan Fisik Tanaman pada Beberapa Genotipe dan Media.

8 MSP 9 MSP 10 MSP

Perlakuan

score Peringkat score Peringkat score Peringkat G1M1 4.00 17.5 4.00 13.5 4.00 38.0 G1M2 3.00 10.0 4.00 13.5 4.00 36.5

G1M3 4.00 14.5 4.00 15.0 4.00 45.5

P-value 0.04* 0.60 0.06

G2M1 3.33 14.0 3.00 14.0 3.33 39.5

G2M2 3.00 9.5 3.00 14.0 3.00 32.0

G2M3 3.66 18.5 3.00 14.0 3.66 48.5

P-value 0.01* 1.00 0.00**

G3M1 4.00 11.0 4.00 13.0 4.00 38.5 G3M2 4.00 15.5 4.00 14.5 4.00 40.0

G3M3 4.00 15.5 4.00 14.5 4.00 41.5

P-value 0.05* 0.36 0.65

Keterangan : * = P-value berbeda nyata pada taraf 5 % ** = P-value berbeda nyata pada taraf 1 %

G1 = Genotipe Brazil; G2 = Genotipe Jepang; G3 = Genotipe Singapura

M1=Arang sekam:tanah:pupuk kandang MSP= Minggu Setelah Pemangkasan

M2=Serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang M3=Kokopit:tanah:pupuk kandang


(52)

31

Analisis Friedman terhadap kesegaran tanaman disajikan pada Tabel 13. Respon genotipe G1 terhadap media tidak berbeda nyata terhadap kesegaran tanaman pada 8-10 MSP. Respon genotipe G2 terhadap media berbeda nyata terhadap kesegaran tanaman pada 10 MSP. Respon genotipe G2 terhadap M3 memberikan peringkat yang tertinggi pada 10 MSP (score 4). Respon genotipe G3 terhadap media tidak berbeda nyata terhadap kesegaran tanaman pada 8-10 MSP.

Tabel 13. Tanggapan Responden terhadap Kesegaran pada Beberapa Genotipe dan Media.

8 MSP 9 MSP 10 MSP

Perlakuan

score Peringkat score Peringkat score Peringkat G1M1 4.00 15.5 4.00 13.0 4.00 39.0 G1M2 4.00 14.0 4.00 14.5 4.00 40.5 G1M3 4.00 17.0 4.00 14.5 4.00 40.5

P-value 0.22 0.36 0.81

G2M1 4.00 13.5 4.00 14.0 4.00 37.0 G2M2 4.00 13.5 4.00 14.0 4.00 38.0

G2M3 4.00 15.0 4.00 14.0 4.00 45.0

P-value 0.60 1.00 0.03*

G3M1 4.00 14.0 4.00 14.0 4.00 38.0 G3M2 4.00 14.0 4.00 14.0 4.00 41.5 G3M3 4.00 14.0 4.00 14.0 4.00 40.5

P-value 1.00 1.00 0.36

Keterangan : * = P-value berbeda nyata pada taraf 5 % ** = P-value berbeda nyata pada taraf 1 %

G1 = Genotipe Brazil; G2 = Genotipe Jepang; G3 = Genotipe Singapura

M1=Arang sekam:tanah:pupuk kandang MSP= Minggu Setelah Pemangkasan

M2=Serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang M3 = Kokopit:tanah:pupuk kandang

Analisis Friedman terhadap penampilan warna daun dan buah disajikan pada Tabel 14. Respon genotipe G1 terhadap media berbeda nyata terhadap penampilan warna daun dan buah pada 8-10 MSP. Respon genotipe G2 terhadap media berbeda nyata terhadap penampilan warna daun dan buah pada 8-10 MSP. Respon genotipe G3 terhadap media berbeda nyata terhadap penampilan warna daun dan buah pada 8 dan 10 MSP.

Penampilan warna daun dan buah setiap genotipe pada media M3 menempati peringkat tertinggi pada 8-10 MSP (score 4). Diduga karena tanaman pada media M3 mempunyai pertumbuhan vegetatif yang baik, sehingga tanaman cepat memasuki fase generatif dan cepat menghasilkan buah dengan keadaan buah yang cepat matang sehingga menghasilkan buah dengan warna yang indah.


(53)

32

Menurut Harjadi (1989) tanaman cabai merupakan tanaman yang berbatang basah dan tidak memerlukan dominasi dari fase vegetatif dan generatif sehingga kedua fase tersebut harus seimbang. Selain itu diduga karena adanya unsur P yang tinggi pada media M3. Menurut Leiwakabessy (2004) unsur P menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji.

Tabel 14. Tanggapan Responden terhadap Penampilan Warna Daun dan Buah pada Beberapa Genotipe dan Media.

8 MSP 9 MSP 10 MSP

Perlakuan

score Peringkat score Peringkat score Peringkat

G1M1 3.00 9.0 3.00 10.5 3.33 32.0

G1M2 4.00 14.5 3.33 13.5 3.66 40.0

G1M3 4.00 18.5 3.66 18.0 4.00 48.0

P-value 0.00** 0.02* 0.00**

G2M1 2.66 8.5 3.00 11.0 3.16 33.0

G2M2 3.33 14.0 3.00 12.5 3.50 37.5

G2M3 4.00 19.5 4.00 18.5 3.83 49.5

P-value 0.00** 0.01* 0.00**

G3M1 3.00 8.0 4.00 13.0 3.33 30.5

G3M2 4.00 15.5 4.00 14.5 3.66 43.0

G3M3 4.00 18.5 4.00 14.5 4.00 46.5

P-value 0.00** 0.36 0.00**

Keterangan : * = P-value berbeda nyata pada taraf 5 % ** = P-value berbeda nyata pada taraf 1 %

G1 = Genotipe Brazil; G2 = Genotipe Jepang; G3 = Genotipe Singapura

M1=Arang sekam:tanah:pupuk kandang MSP= Minggu Setelah Pemangkasan

M2=Serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang M3=Kokopit:tanah:pupuk kandang

Analisis Friedman terhadap keragaan tanaman secara keseluruhan disajikan pada Tabel 15. Respon genotipe G1 terhadap media berbeda nyata terhadap keragaan tanaman secara keseluruhan pada 8-10 MSP. Respon genotipe G2 terhadap media berbeda nyata terhadap keragaan tanaman secara keseluruhan pada 8-10 MSP. Respon genotipe G3 terhadap media berbeda nyata terhadap keragaan tanaman secara keseluruhan pada 8 dan 10 MSP.

Setiap genotipe yang mendapat perlakuan media M3 selalu mempunyai peringkat tertinggi (score 4). Diduga tanaman pada media M3 lebih vigor dan tidak mudah rebah karena media tersebut kuat memegang akar, selain itu diduga karena tanaman pada media M3 mempunyai jumlah buah yang banyak. Damayanti (2004) mengemukakan bahwa media kokopit mempunyai kualitas sifat


(54)

33

fisik yang baik yaitu mempunyai porositas yang lebih baik sehingga kelembaban media terjaga dan sistem perakaran bibit mangga pun lebih berkembang.

Tabel 15. Tanggapan Responden terhadap Keragaan Tanaman secara Keseluruhan pada Beberapa Genotipe dan Media.

8 MSP 9 MSP 10 MSP

Perlakuan

score Peringkat score Peringkat score Peringkat G1M1 3.00 11.5 3.33 10.0 4.00 34.0 G1M2 3.33 13.0 3.66 14.0 4.00 40.0

G1M3 3.66 17.5 4.00 18.0 4.00 46.0

P-value 0.03* 0.01* 0.01*

G2M1 3.00 8.5 3.33 10.0 3.00 37.5

G2M2 4.00 14.5 3.66 14.5 3.00 36.0

G2M3 4.00 19.0 4.00 17.5 3.00 46.5

P-value 0.00** 0.02* 0.02*

G3M1 3.00 9.5 4.00 12.0 4.00 33.0

G3M2 4.00 15.5 4.00 15.0 4.00 42.5

G3M3 4.00 17.0 4.00 15.0 4.00 44.5

P-value 0.01* 0.13 0.01*

Keterangan : * = P-value berbeda nyata pada taraf 5 % ** = P-value berbeda nyata pada taraf 1 %

G1 = Genotipe Brazil; G2 = Genotipe Jepang; G3 = Genotipe Singapura

M1=Arang sekam:tanah:pupuk kandang MSP= Minggu Setelah Pemangkasan

M2=Serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang M3=Kokopit:tanah:pupuk kandang

Media M1 memberikan pertumbuhan vegetatif dan generatif yang rendah. Respon genotipe G3 pada media M1 memberikan pertumbuhan generatif yang rendah tetapi memberikan tanaman yang proporsional. Genotipe G3 mempunyai keragaan tanaman yang tinggi sehingga memerlukan media yang dapat menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman.

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan generatif menunjukkan genotipe G3 pada media M3 memberikan hasil yang terbaik. Hasil uji kesukaan juga menunjukkan genotipe G3 pada media M3 memberikan peringkat tertinggi pada penampilan fisik tanaman (score 4), penampilan warna daun dan buah (score 4), serta keragaan tanaman secara keseluruhan (score 4).

Media M2 dan M3 memberikan pertumbuhan vegetatif dan generatif yang baik. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan media M3 memberikan pertumbuhan yang lebih baik daripada media M2. Secara umum media yang terbaik pada masing-masing genotipe ialah media M3. Media M3 memberikan tanaman yang proporsional pada genotipe G1 dan G2, serta memberikan


(55)

34

pertumbuhan generatif yang baik pada semua genotipe. Hasil uji kesukaan juga menunjukkan semua genotipe pada media M3 memberikan hasil yang terbaik. Diduga media M3 mempunyai sifat fisik yang sesuai dengan kebutuhan media tumbuh tanaman cabai hias. Menurut Adams et al. (1995) kokopit mempunyai daya pegang terhadap air dan porositas yang tinggi. Wuryaningsih et al. (2001) menambahkan bahwa media kokopit mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi sehingga media mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik.


(1)

Hessayon, D. G. 1993. The House Plant Expert. 5th. Transworld Pub Ltd. Auckland. 256 p.

Havlin, J. L., J. D. Beaton, S. L. Tisdale. W. L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizer : An Introduction to Nutrient Management. 6th. Prentice Hall. New Jersey. 499 p

Jones, J. B., B. Wolf, and H. A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook : A Practical Sampling, Preparation, Analysis, and Interpretation Guide. Micro-Macro Publishing, Inc. Georgia. 211 p

Krisantini, S.A Azis dan W.D Widodo. 1994. Simulasi Lingkungan selama Musim Transportasi Tanaman Hias dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Tanaman Hias Selanjutnya. Laporan Penelitian. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Leiwakabessy, F. M. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Diktat Kuliah. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Macmillan’s, H. F. 1991. Tropical Planting and Gardening. 6th. Macmillan and Co Ltd., London. 560 hal.

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press. London. 889 p.

Mattjik, A. A. N. dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor.

Purwono. 2003. Bertanam Cabai Rawit Dalam Pot. PT. Agromedia Pustaka, Depok. 63 hal.

Rahayu, W. P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ratna, E. S. 2004. Hama dan Penyakit Tanaman. Diktat Kuliah. Departemen Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Setiadi. 2002. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hal.

Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. PT Simplex. Jakarta. 120 hal. Siemonsma, J. S. dan K. Piluek. 1994. Capsicum L. p 136-140. In : J. M.

Poulos (Ed). Prosea, Plant Resources of South of East Asia 8, Vegetable. Prosea Foundation. Bogor

Soepardi, S. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(2)

Sumarni, N. dan R. Rosliani. 2001. Media tumbuh dan waktu aplikasi larutan hara untuk penanaman cabai secara hidroponik. J. Hort. 11(4):237-243. Suri, F. V. 2000. Pengaruh Media Tanam dan Larutan Nutrisi Tanaman terhadap

Produksi Stek Mini Kentang (Solanum tuberosum L.). Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tjia, B. O. 2000. Budidaya Bunga dan Tanaman Hias. Diktat Kuliah. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wuryaningsih, S., B. Marwoto, A. Mintarsih. 2001. Tanggapan klon krisan terhadap media tumbuh tanpa tanah. J. Hort. 11(2):76-85.

Yamaguchi, M and V. E. Rubatzky. 1999. World Vegetables : Principles, Production, and Nutritive Values. 2nd. Aspen Publisher, Inc. USA


(3)

Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Media Tanam

Kjeldhal Bray 1 HCl 25% N NH4OAc pH 7.0

N-total P P K

Media

(%) (ppm) (ppm) (me/100g)

M1 : Arang sekam:tanah:pukan 0.36 91.3 748.8 13.46 M2 : Serbuk gergaji:tanah:pukan 0.31 38.1 471.3 7.56 M3 : Kokopit:tanah:pukan 0.25 171.8 824.3 7.95 Keterangan : Analisis media dilakukan pada awal penelitian di Laboratorium Tanah, Departemen

Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. P-Bray 1: P tersedia yang dapat diserap tanaman; P-HCl 25%: P yang tedapat pada media

Tabel Lampiran 2. Kriteria Penilaian pada Uji Kesukaan Score Pengamatan

1 2 3 4 5

Proporsional tanaman. Tanaman terlalu tinggi/pendek, sangat tidak proporsional Tanaman tinggi/pendek,tidak proporsional Tanaman rimbun, agak proporsional Tanaman rimbun, proporsional Tanaman rimbun, sangat proporsional Kesegaran tanaman. Daun kering warna coklat, tanaman layu

Daun agak kering warna kuning, tanaman agak layu

Daun segar warna agak kekuningan, tanaman segar Daun segar warna hijau muda, tanaman segar Daun segar warna hijau tua, tanaman segar Penampilan fisik tanaman. Tanaman mati karena banyaknya serangan hama penyakit Tanaman tidak sehat dan terdapat banyak serangan hama penyakit Tanaman sehat namun terdapat sedikit serangan hama penyakit Tanaman sehat Tanaman sangat sehat Penampilan warna daun dan buah. 0-19% warna buah menarik, warna daun hijau pucat 20-39% warna buah menarik, warna daun agak hijau pucat 40-59% warna buah menarik, warna daun hijau 60-79% warna buah menarik, warna daun hijau 80-100% warna buah menarik, warna daun hijau Keragaan secara keseluruhan. Sangat tidak indah

Tidak indah Tidak begitu indah

Indah Sangat indah


(4)

Tabel Lampiran 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif Tanaman No. Variabel Pengamatan F hitung

G M GM KK 1. . 2. Tinggi tanaman 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6 MSP 7 MSP 8 MSP 9 MSP 10 MSP Jumlah cabang

1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6 MSP 7 MSP 8 MSP 9 MSP 10 MSP ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** tn ** ** ** tn tn tn ** ** ** * ** ** ** ** ** * tn tn tn tn ** ** ** ** ** ** tn tn tn tn tn * ** ** * tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn tn tn tn 13.28 11.72 9.62 7.58 10.21 13.32 15.61 16.83 16.45 16.23 15.15 25.36 29.17 20.20 14.71 22.07 21.66 24.60 23.88 23.12 Keterangan : * : Berbeda nyata taraf 5% G : Genotipe

** : Sangat berbeda nyata taraf 1% M : Media

tn : Tidak nyata taraf 5% KK : Koefisien Keragaman MSP : Minggu Setelah Pemangkasan (1 MSP = 2 MST)


(5)

Tabel Lampiran 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Generatif Tanaman

No. Variabel Pengamatan F hitung

G M GM KK 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Waktu bunga pertama muncul Waktu buah pertama muncul Rasio panjang dan diameter buah

Jumlah bunga total Jumlah buah total

Persentase jumlah bunga yang menjadi buah

1 MSA c) 2 MSA 3 MSA a) 4 MSA a) 5 MSA b) 6 MSA a) 7 MSA c)

Jumlah buah per cabang 1 MSA 2 MSA 3 MSA 4 MSA 5 MSA 6 MSA 7 MSA ** ** ** tn tn ** ** * * tn ** tn ** ** ** tn tn tn tn ** ** tn * * tn tn tn tn tn tn tn ** ** ** ** tn tn tn tn * tn tn tn tn ** tn tn tn * tn ** ** tn tn tn tn tn 7.62 6.55 11.96 19.76 26.63 36.47 26.16 27.26 20.32 32.03 27.25 46.80 51.41 21.52 24.68 19.77 26.28 27.73 33.78

Keterangan : * : Berbeda nyata taraf 5% a) Angka hasil transformasi √x+0.5 ** : Sangat berbeda nyata taraf 1% b) Angka hasil transformasi √x+2.5 tn : Tidak nyata taraf 5% c) Angka hasil transformasi √x +10

G : Genotipe

M : Media

KK : Koefisien Keragaman

MSA : Minggu Setelah Anthesis (1 MSA = 7 MSP = 8 MST)


(6)

Tabel Lampiran 5. Korelasi Antar Peubah Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang dan Jumlah Buah Total Masing-masing Genotipe pada 10 MSP.

G1 G2 G3 Perlakuan

T C BN T C BN T C BN

G1 : C 0.91 - - -

BN 0.86 0.99 - - - -

BU 0.80 0.97 0.99 - - - -

G2 : C - - - 0.37 - - -

BN - - - 0.72 0.96 - - - -

BU - - - 0.61 0.91 0.98 - - -

G3 : C - - - 0.49 - -

BN - - - 0.98 0.63 -

BU - - - 0.96 0.25 0.91

Keterangan : G1: Genotipe Brazil; G2: Genotipe Jepang; G3: Genotipe Singapura T: Tinggi tanaman; C: Jumlah cabang; BN: Jumlah bunga total; BU: Jumlah buah total