merasa kesulitan karena harus mengikuti kejadian dan perkembangan di kelas.
4. Pendekatan Bermain
Bermain merupakan suatu fenomena yang sangat menarik perhatian para pendidik, psikolog ahli filsafat dan banyak orang lagi
sejak beberapa dekade yang lalu. Mereka tertantang untuk lebih memahami arti bermain dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Bermain
benar-benar merupakan pengertian yang sulit dipahami karena muncul dalam beraneka ragam bentuk. Bermain itu sendiri bukan hanya tampak
pada tingkah laku anak tetapi pada usia dewasa bahkan bukan hanya pada manusia Spondek dalam Soemiarti, 2005: 102
a. Hakikat Bermain Menurut Mayesty 1990: 196-197 Bermain adalah kegiatan
yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak usia dini tidak
membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak pada umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya
dimanapun mereka memiliki kesempatan. Piaget dalam mayesty 1990: 42 mengungkapkan bahwa
bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangankepuasan bagi diri seseorang sedangkan
Parten dalam Dockett dan Fleer 2004: 14 memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat
memberi kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secar
menyenangkan Sujiono, 2009: 144-145. Emmy Budiati 2008 Bermain merupakan kebutuhan bagi anak,
karena melalui bermain anak akan merasa senang, dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada inhern dalam diri anak.
Dengan demikian anak dapat mempelajari berbagai keterampilan dengan senang hati, tanpa merasa dipaksa atau pun terpaksa ketika
30
kegiatan bermain. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap
menuju pendidikan selanjutnya. Kecerdasan anak tidak hanya ditentukan oleh skor tunggal yang diungkap melalui tes intelegensi
saja akan tetapi anak juga memiliki sejumlah kecerdasan jamak yang berwujud keterampilan dan kemampuan.
Contohnya ketika menolong teman tidak saling berebut dan bertengkar kesediaan berbagi dan kedisiplinan, berani mengambil
keputusan dan bertanggung jawab. Sebagaimana Plato dan Aristoteles, frobel menganggap jika
bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya, bermain sebagai media untuk meningkatkan ketrampilan dan
kemampuan tertentu pada anak. Bermain juga berfungsi sebagai sarana refresing untuk memulihkan tenaga seseorang setelah lelah
bekerja dan dihinggapi rasa jenuh Noorlaila, 2010: 35-37. Jadi jika sejak awal perkembangannya anak dikondisikan pada
bidang yang diminatinya maka anak akan semakin meningkat pengetahuannya akan bidang yang ditekuni kelak.
b. Tujuan Bermain pada Anak Usia Dini Pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama, menurut Catron
dan Allen 1999: 163 mengungkapkan bahwa memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui
pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak.
Elkonin dalam Catron dan Allen 1999:163 salah seorang murid dari Vygodsky menggambarkan empat prinsip bermain yaitu:
1 Dalam bermain anak mengembangkan sistem untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam rangka mengetahui tujuan yang
kompleks. 2 Kemampuan untuk menempatkan perspektif orang lain melalui
aturan-aturan dan menegosiasikan aturan bermain. 3 Anak menggunakan suatu replika untuk menggantikan prodak
nyata lalu mereka menggantikan suatu prodak yang berbeda, kemampuan menggunakan simbul termasuk kedalam
perkembangan berfikir abstrak dan imajinatif.
31
4 Kehati-hatian dalam bermain mungkin terjadi karena anak perlu mengikuti aturan permainan yang telah di tentukan bersama
teman lainnya. Untuk mendukung hal tersebut seorang anak mampu melakukan
pembelajaran yang situasinya merupakan khayalan anak tersebut atau yang bisa di sebut dengan bermain sosiodrama bermain pura-pura
atau bermain drama. Beberapa tujuan dari bermain dan permainan anak sebagai
berikut: 1 Menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggung jawab dalam
kehidupan sehari- hari. 2 Melatih sikap ramah dan suka bekerja sama dengan teman,
menujukkan kepedulian. 3 Menanamkan budi pekerti yang baik.
4 Melatih anak untuk berani dan menantang ingin mempunya rasa ingin tahu yang besar.
5 Melatih anak untuk menyayangi dan mencintai lingkungan dan ciptaan Tuhan.
6 Melatih anak untuk mencari berbagai konsb moral yang mendasar seperti salah, benar, jujur, adil dan fair.
c. Fungsi Bermain Pada awal abad yang lalu, Sigmund Freud sudah
mengemukakan bahwa kegiatan bermain memungkinkan tersalurnya dorongan-dorongan instingtual anak dalam meringankan anak pada
beban mental. Kegiatan bermain merupakan sarana yang aman yang dapat digunakan untuk mengulang-ulang pelaksanan dorongan-
dorongan itu dan juga reaksi-reaksi mental yang mendasarinya. Wolfgang dalam Sujiono, 2009: 45-47 berpendapat bahwa
terdapat sejumlah nilai-nilai dalam bermain the value of play yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional,
kognitif dalam pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak dalam perkembangan anak, sehingga dapat di
identifikasikan bahwa fungsi bermain antara lain: 1 Berfungsi untuk mencerdaskan otot pikiran.
2 Berfungsi untuk mengasah panca indra. 3 Berfungsi sebagai media terapi.
4 Berfungsi untuk memacu kreatifitas.
32
5 Berfungsi untuk melatih intelektual. 6 Berfungsi utuk menemukan sesuatu yang baru.
7 Berfungsi untuk melatih empati.
d. Perkembangan fase bermain Beberapa hal untuk mengetahui tentang proses perkembangan
anak adalah proses pertumbuhan dan perkembangan anak yang berlangsung secara teratur, saling terkait dan berkesinambungan.
Secara umum karakteristik perkembangan anak adalah: Pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara bersamaan dan
berkorelasi. Sebagai contoh: pertumbuhan anak serat syaraf otak dan akan disertai oleh perubahan fungsi dari suatu perkembangan
intelegensianya.Pembangunan ini memiliki pola yang teratur dan urutan. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal akan
menentukan tahap berikutnya dari pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai contoh: sebelum anak bisa berjalan, ia harus mampu bangun
pertama Noorlaila, 2010: 42. Dalam bermaian, anak belajar untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan orang yang ada di sekitarnya. Dari interaksi dengan lingkungan dan orang di sekitarnya maka kemampuan untuk ber
sosialisasi anak pun akan semakin bertambah dan berkembang.pada usia 2 hingaga 5 tahun, anak memiliki perkembangan bermain
dengan teman bermainnya. Berikut ini ada enam tahapan perkembangan bermain pada
anak menurut Parten dan Rogersdalam Dockettdan Fleer 1992:62 yang menjelaskan:
1 Unoccupied atau tidak menetap. Anak hanya melihat anak yang lain lagi bermain akan tetapi
anak tidak ikut bermain. Anak pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan berjalan jalan, tetapi tidak terjadi interaksi dengan
anak yang lagi bermain. 2 Unlooker atau penonton
Pada tahap ini anak belum mau terlibat untuk bermain akan tetapi anak sudah memolai untuk mendekaat dan bertanya
33
pada teman yang sedanh bermain dan anak sudah mulai muncul ketertarikan untuk bermain setelah mengamati anak mampu
mengubah caranya untuk bermaian.. 3 Solitary independent play atau bermain sendiri.
Tahap ini anak sudah mulai untuk bermain ,akan tetapi seorang anak bermain sendiri dengan mainan nya, terkadang
anak berbicara dengan teman nya yang sedang bermain, tetapi tidah terlibat dengan permainan anak lain.
4 Parallel activiti atau kegiatan pararel. Anak sudah mulai bermain dengan anak yang lain tetapi
belum terjadi interaksi dengan anak yang lain nya dan anak cenderung menggunakan alat yang ada di sekelilingnya. Pada
tahap ini ,anak juga tidak mempengaruhi dalam bermain dengan permainannya anak masih senang memanipulasi benda daripada
bermain dengan anak lain. Dalam tahap ini biasanya anak anak memain kan alat permainan yang sama dengan anak yang lain
naya. Apa yang dilakukan anak yang stau tidak mempengaruhi anak yang lain nya.
5 Associative play atau bermain dengan teman. Pada tahap terjadi interaksi yang lebih komplek pada anak.
Terjadi tukar menukar mainan antara anak yang satu dengan yang lain nya dan cara bermain anak sudah saling
mengingatkan. Meskipun anak dalam satu kelompok melakukan kegiatan yang sama, tidak terdapat aturan yang mengikat dan
belum memiliki tujuan yang khusus atau belum terjadi dikusi untuk mencapai satu tujuan yang sama seperti menyusun
bangunan bangunan yang bernacam-macam akan tetapi masing masing anak dapat sewaktu-waktu meninggalkan bangunan
tersebuat dengan semaunya tidak terikat untuk merusak nya kembali.
34
6 Cooperative or organized supplementary play atau kerja sama dalam bermain.
Saat anak bermain bersama dan lebih terorganisir dan masing masing menjalannkan sesuai dengan job yang sudah
mereka dapat yang saling mempengaruhi satu sama yang lain. Anak bekerja sama dengan anak yang lain nya untuk
membangun sesuatu terjadi persaingan memmbentuk permainan drama dan biasanya terpengaruh oleh anak yang memimpin
permainan. Dari keenam tahap diatas tampak bahwa dalam suatu
permaian akan timbul rasa ingin tahu rasa ingin berinteraksi dan rasa untuk ber sosialisasi dengan anak yang lain nya.
bermain juga mengalami perkembangan kemampuan yang berbeda bagi masing masing anak yaitu sesuai dengan usia
antara lain dari umur 0-2, 1-2, 2-3, 3-4, 4-5, 5-7, dan 7+. Noorlaila, 2010: 146
e. Karakteristik Bermain pada Anak Usia Dini Jeffree, McConkey dan Hewson 1984, dalam Yuliani 2009
menyebutkan enam karakteristik kegiatan bermain pada anak, yaitu: pertama, inisiatif untuk bermain harus muncul dari diri pemain
sendiri. Ini mengandalkan permainan yang sifatnya sukarela, bukan paksaan. Kedua, bebas dari aturan mengikat. Terlalu banyak aturan
justru menyebabkan permainan menjadi kurang menarik minat anak. Ketiga, bermian merepresentasikan aktifitas nyata. Sering kali anak
memerankan suatu permianan yang merupakan miniatur dari aktifitas yang mereka lihat misalnya pergi ke pasar, menimba air dan
sejenisnya. Dan media yang digunakan pun sering kali nyata, bukan semu, semacam air dan tanah atau debu. Keempat, permainan pada
anak fokus pada proses, bukan pada hasil. Misalnya anak bermain seolah sedang memandikan boneka, maka permainan yang
sesungguhnya adalah ketika anak berpura-pura memandikan boneka, bukan pada boneka yang merupakan output dari proses permainan
tersebut. Apalagi sering kali dibumbui dengan percakapan di antara
35
anak-anak yang terlibat dalam permainan tersebut. Kelima, permainan yang sehat adalah di mana anak-anak sebagai pemain
dominan, bukan orang dewasa yang mengintervensi dan mengendalikan permainan. Keenam, anak sebaiknya terlibat langsung
dan aktif dalam proses permainan. Itulah karakteristik permainan yang ideal, yang dianggap
mampu memberikan implikasi positif dan manfaat bagi anak yang terlibat di dalamnya.
f. Klasifikasi dan Jenis Bermain Adapun jenis permainan yang dapat dikembangkan di dalam
program kegiatan bermain anak usia dini dapat digolongkan ke dalam berbagai jenis permainan seperti dikemukakan oleh Jefree,
Mc.Conkey, dan Hewson 1984 ialah permainan eksploratif exploratory play, permainan dinamis energenic play, permainan
dengan keterampilan skillful play, permainan sosial sosial play, permainan imajinatif imaginative play dan permainan teka-teki
puzzle-out play. Keenam penggolongan tersebut pada dasarnya saling terintegrasi satu dengan lainnya sehingga dalam penerapannya
mungkin saja salah satu permainan dapat mengembangkan jenis permainan yang lainnya. Justru keterpaduan diantaranya akan
menjadi daya tarik tersendiri bagi anak saat melakukan permainan tersebut Sujiono, 2009: 146.
Selain permainan diatas, untuk lebih memfokuskan pada permainan kreatif yang dikembangkan maka Lopes dalam Sujiono,
2009: 147, mengungkapkan bahwa permainan kreatif dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1 Kreasi terhadap objek object creation berupa kegiatan bermain dimana anak melakukan kreasi tertentu terhadap suatu objek.
2 Cerita bersambung continuing story berupa kegiatan bermain dimana guru melalui awal sebuah cerita dan setiap anak
menambahkan cerita selanjutnya bagian perbagian seperti cerita dengan menggunakan buku besar.
3 Permainan drama kreatif creative dramatic play berupa permainan dimana anak dapat mengekspresikan diri melalui
36
peniruan terhadap tingakah laku orang, hal ini dapat membuat mereka memahami dan menghadapi dunia seperti bermain
dokter-dokteran. 4 Gerakan kreatif creative movement berupa kegiatan bermain
yang lebih menggunakan otot-otot besar seperti permainan aku seorang pemimpin dimana seorang anak melakukan gerakan
tertentu dan anak lain mengikutinyaberpantomim atau kegiatan membangun dengan pasir, lumpur, dan atau tanah liat.
5 Pertanyaan kretif creative questioning yang berhubungan dengan pertanyaan terbuka, menjawab pertanyaan dengan
sentuhan panca indra, pertanyaan tentang perubahan, pertanyaan yang membutuhkan beragam jawaban, dan pertanyaan yang
berhubungan dengan suatu proses atau kejadian.
D. Metode-metode Pembelajaran Pada Usia Dini