Xiang Shan Meditation Center (Healing Architecture)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Sasanaputra, 2007, Budi Pekerti dan HAM dalam Pendidikan Agama Buddha, Jakarta, Mandiri Publication House

http://buddhaschool.blogspot.com/2011/04/40-objek-samatha-meditasi.html, diakses tanggal 23 Januari 2014

http://bhalanetra.wordpress.com/meditasi, diakses tanggal 23 Januari 2014

http://artikelbuddhis.blogspot.com/2011/03/cara-bermeditasi.html, diakses tanggal 23 Januari 2014

https://www.samueliinstitute.org/File%20Library/Knowledge%20Center/Publications/ Sweitzer-Gilpin-and-Frampton.pdf, diakses tanggal 3 Maret 2014

http://www.researchgate.net/profile/David_Krieger/publication/236156711_Architect ure_as_Interface_-_Healing_Architecture_for_ePatients._In_Healing_Architecture. _Hrsg._Nickl-Weller._2013/links/004635167f2d9617ef000000, diakses tanggal 3 Maret 2014

Undangan Pattidana Awareness Meditation Centre

BLIA YAD Indonesia, Our Story, Medan, 2013

http://www.java.dhamma.org/Photos/DhammaJava2011/index.html, diakses tanggal 23 Januari 2014

http://www.nba.fi/fi/File/410/nomination-of-paimio-hospital.pdf, diakses tanggal 3 Maret 2014

http://dalspace.library.dal.ca/handle/10222/15319, diakses tanggal 3 Maret 2014


(2)

Neufert, Ernst, Data Arsitek II, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993

De Chiara, Joseph; Panero, Julius & Zelnik, Martin : Time Saver Standards for Interior Design & Space Planning

Boyd D, 2010, Making Sense of Privacy and Publicy, Texas

Gladwell M, 2000, The Tipping Point: How Little Things Make a Big Difference, Little Brown

Locke Ch, dkk., 2000, The Cluetrain Manifesto: The End of Business as Usual, Perseus Books

Lawson B, Phiri M, 2000, Hospital design: Room for improvement

Page A, 2004, Keeping Patients Safe: Transforming the Work Environment of Nurses, Washington

Redd WH, dkk., 1994, Fragrance administration to reduce anxiety during MR imaging

Grumet G, 1993, Pandemonium in the modern hospital

Kuivalainen L, dkk., 1998, Sleep disturbances affecting hospital patients

Bayo MV, dkk., 1995, Noise levels in an urban hospital and workers’ subjective responses

Yinnon AM, dkk., 1992, Quality of sleep in the medical department

Closs SJ, 1998, Study of Sleep on Surgical Wards, Edinburgh


(3)

Orians GH, Heerwagen JH, 1992, Evolved responses to landscapes, New York

Parsons R, 1991, The potential influences of environmental perception on human health

Smith MJ, 1986, Human-environment process

Stolwijk JAJ, 1990, Shelter and indoor air

Terman M, dkk., 1995, Light treatment for sleep disorders

Boivin DB, 2000, Influence of sleep-wake and circadian rhythm disturbances in psychiatric disorders

Zilber S, 1993, Review of health effects of indoor lighting

Beauchemin KM, Hays P, 1996, Sunny hospital rooms expedite recovery from severe and refractory depressions

Barss P, Comfort K, 1985, Ward design and neonatal jaundice in the tropics

Arneill B, Frasca-Beaulieu K, 2003, Healing environments: architecture and design conducive to health, San Fransisco

Ulrich RS, 1984, Benefits of nature: View from a hospital bed

Ulrich R, Gilpin L, 2003, Healing arts and nutrition for the soul, San Fransisco

Wilson LM, 1972, Intensive care delirium: The effect of outside deprivation in a windowless unit

Cooper-Marus C, 2000, Gardens and health, Stockholm


(4)

Lohr VI, Pearson-Mims CH, 1996, Impact of interior plants on human stress and productivity

Lohr VI, Pearson-Mims CH, 2000, Physical discomfort may be reduced in the presence of interior plants

Ulrich RS, 1991, Effects of health facility interior design on wellness, New York

Aldridge D, 2003, The therapeutic effects of music, Edinburgh


(5)

BAB III ELABORASI TEMA

3.1. Pengertian Tema

1. Menurut Schweitzer dkk. (2004) dalam The Journal Of Alternative And Complementary Medicine.

Beberapa elemen lingkungan fisik yang dianggap, diteliti, dan diidentifikasi sebagai elemen yang penting dalam suatu healing environment yaitu :

a. Personal space (ruang pribadi).

Single-bed rooms lebih dianjurkan untuk komunikasi yang lebih baik dengan staff, meminimalisir transfer akibat konflik teman sekamar, menurunkan gangguan pengobatan dan infeksi, dan memberikan kenyamanan bagi keluarga (Page, A : 2004). Pasien ortopedik dan psikiatrik yang dirawat pada single rooms merasa lebih puas dengan perawatan terhadap mereka dibandingkan dengan yang dirawat pada kamar dengan banyak tempat tidur (Lawson, B., Phiri M : 2000).

b. Lingkungan sensori. - Penciuman.

Aroma yang menyenangkan dapat menurunkan tekanan darah, memperlambat pernapasan, dan menurunkan tingkat persepsi terhdap rasa sakit. Sebaliknya, bebauan yang tidak enak dapat menstimulasi rasa gelisah, takut, dan stress (Redd,WH dkk. : 1994).

- Suara / kebisingan.

Kebisingan merupakan karakteristik lingkungan negatif pada rumah sakit yang dapat meningkatkan persepsi terhadap rasa sakit dan penggunaan obat penghilang rasa sakit, gangguan tidur, dan dapat menyebabkan pasien bingung dan kehilangan orientasi. Kebisingan bahkan dapat berpengaruh terhadap lamanya pasien dirawat di rumah sakit (Grumet, G :1993). Pasien sering mengeluhkan merka sulit tidur dan staff mengalami stress dalam pekerjaannnya akibat


(6)

kebisingan yang ada (Kuivalainen, L et al. : 1998), (Bayo Mvet al. :1995). Beberapa penemuan mengemukakan bahwa kebisingan dapat mengganggu upaya pemulihan dengan gangguan tidur, kualitas tidur yang semakin memburuk, meningkatkan tekanan darah dan detak jantung, serta mengurangi kepuasan pasien (Yinnon, AM dkk. :1992). Lingkungan yang bising dapat mengakibatkan orang menjadi lupa diri, kurang berhati-hati, tanggap dan mengerti, serta tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya dan tidak mampu menemukan tujuan atau solisi sederhana atas sebuah permasalahan (Grumet, G :1993).

- Temperatur.

Sebuah survei mengidentifikasi bahwa temperatur memiliki hubungan dengan kesehatan. Temperatur yang tidak tepat dapat mengakibatkan gangguan tidur (Closs, SJ : 1998). c. Kompleksitas lingkungan.

Sebuah variasi dari lingkungan termal dapat berguna untuk mood dan fungsi kerja. (Heschong, L : 1990). Variasi sensori pada berbagai kondisi di antara ruang-ruang yang ada sangat diminati oleh para pengguna ruang(Orians, GH, Heerwagen, JH : 1992). Variasi ruang dan sensori dalam sebuah bangunan penting untuk fungsi emosional dan kognitif dan dapat berpengaruh terhadap fungsi sistem imun (Parsons, R : 1991). Smith menemukan bahwa pasien dapat beristirahat dengan baik pada lingkungan rumah sakit yang memiliki variasi ola auditori seperti musik atau cerita dibandingkan dengan kesunyian yang tidak pasti (Smith, MJ : 1986).

d. Udara segar dan ventilasi.

Ahli di bidang efisiensi energi bangunan dan desain berkelanjutan menyebutkan bahwa ventilasi alami dapat meningkatkan efisiensi energi bangunan. EPA memperkirakan bahwa polusi udara dalam ruangan adalah salah satu dari lima dampak buruk lingkungan bagi kesehatan publik. Lebih jauh, EPA menyatakan bahwa polutan udara dalam ruangan dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, san tenggorokan, sakit kepala, hilangnya koordinasi, nausea, kanker, dan


(7)

kerusakan hati, ginjal, dan sistem saraf pusat. Udara dalam ruangan juga mengandung lebih banyak polutan dan sering dalam konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara di luar ruangan. (Stolwijk,JAJ : 1990).

e. Pencahayaan (alami dan buatan).

Pemaparan cahaya berpengaruh terhadap produksi melatonin di dalam otak yang mempengaruhi pola tidur manusia (Terman, M dkk. : 1995). Selama 30 tahun terakhir, gangguan tidur ditemukan sebagai akibat dari depresi dan rat-rata 50-60% pasien dengan depresi mengalami gangguan tidur (Boivin, DB : 2000).

Perbedaan antara cahaya alami dan buatan cukup signifikan, termasuk tingkat iluminasi, keseragaman dan penyebaran cahayanya, ragam waktu, warna, dan jumlah radiasi ultraviolet (Zilber, S : 1993).

Pentingnya cahaya matahari untuk proses healing telah diteliti. Pasien depresi di unit psikiatrik lebih cepat pulih dengan cahaya yang lebih terang (Beauchemin, KM., Hays, P : 1996).Pemulihan bagi mereka yang terkena penyakit kuning di salah satu rumah sakit daerah tropis mengalami peningkatan dari 0.5 % ke 17% ketika cahaya matahari dikurangi lewat penggunaan exterior awning (Barss, P., Comfort ,K : 1985). Pencahayaan dalam ruangan yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan berbgai masalah seperti masalah penglihatan, lelah mata dan sakit kepala, hilangnya konsentrasi khususnya pada orang yang sudah tua (Arneill, B., Frasca-Beaulieu, K : 2003).

f. Warna.

Penggunaan warna dapat mempengaruhi penanganan atas stress, insomnia, kelellahan, sakit kepala, dan depresi.

g. Pemandangan alam.

Distraksi positif adalah kondisi sosial-lingkungan yang ditandai dengan kemampuannya meningkatkan mood dan menghilangkan stress (Ulrich, RS : 1991). Alam sebagai salah satunya memiliki peranan penting terhadap kesehatan. View terhadap alam berhubungan berdampak pada singkatnya waktu pasien tinggal,


(8)

kepuasan yang lebih tinggi terhadap perawatan, dan pengurangan penggunaan analgesik pada pasien solesistomik dibandingkan dengan pasien dengan view yang terhalang (Ulrich, RS :1984). Ulrich menyebutkan, kurangnya jendela dapat mengurangi stimulasi positif dan meningkatkan efek negatif seperti kehilangan daya sensori (Ulrich, RS : 1991). Ia juga telah menemukan bahwa pemandangan alam dapat mengurangi kegelisahan dan rasa sakit serta memiliki efek restoratif pada pasien maupun staff seperti peningkatan mood, tekanan darah lebih rendah, dan memperlambat detak jantung (Ulrich, R., Gilpin, L : 2003). Menyediakan akses terhadap alam kepada pasien, staff, dan keluarga, dengan menyediakaan kebun outdoor dan indoor, view alam lewat jendela, dan berbagai artwork tentang alam, dapat menghilangkan stress (Wilson, LM : 1972). h. Mengalami alam.

Efek healing dari mengalami alam ini telah diteliti dapat menurunkan tingkat stress dan tegang otot (Cooper-Marus, C : 2000). Bangunan dengan karakterisitk alam dan fitur visual seperti cahaya alami, pemandangan alam dan tanaman indoor sangat disenangi oleh para pekerja (Orians, GH., Heerwagen, JH :1992) . Tanaman di dalam ruangan juga telah terbukti meningkatkan efisiensi kerja, memusatkan perhatian pada pekerjaan, menurunkan tingkat stress dan tekanan darah, serta mengurangi ketidaknyamanan fisik (Lohr, VI., Pearson-Mims, CH : 1996), (Lohr, VI., Pearson-Mims, CH : 2000).

i. Seni, estetika, dan hiburan.

Ketiga hal tersebut dapat menurunkan tingkat stress dan gelisah, meningkatkan daya restorasi tehadap stress, dan mood.

j. Karya seni.

Pasien yang memiliki visual akan karya seni tentang alam lebih tenang dan tidak membutuhkan dosis obat yang tinggi (Ulrich, RS : 1991).

k. Musik.

Musik memiliki efek anxiolytic yang dapat meningkatkan kenyamanan pasien dan level endorphin, memperlambat detak


(9)

jantung, mengurangi kegelisahan dan asupan anestesi (Aldridge, D : 2003).

l. Distraksi positif : humor dan hiburan.

Tertawa memiliki manfaat yang baik bagi proses pemulihn, kerena dapat meningkatkan optimisme, sosialisasi dan kerjasama bagi pasien, den mengurangi ketergantungan akan alat-alat medis dan pengobatan (Fry, WF : 1992).

2. Menurut Belliger dan Krieger (2013) dalam artikel Architecture as Interface Healing Architecture for ePatients.

Visi dari sebuah Healing Architecture meminta kita memperluas arti dari kedua kata tersebut melampaui tradisional dan di satu sisi sering mempersempit definisi-definisi konstruksi fungsional bangunan, serta praktik pengobatan dan medis di sisi lainnya. Dengan batas-batas pengertian yang sempit tersebut, healing architecture merujuk pada perencanaan, desain, dan konstruksi dari rumah sakit, klinik, pusat rehabilitasi, dan sejenisnya. Baik arsitektur maupun perawatan kesehatan,sebagaimana mereka dipahami, mengikutsertakan perencanaan, desain, dan konstruksi dari seluruh ekosistem di mana tidak hanya diagnosis, terapi, dan rehabilitasi yang terjadi, tetapi juga kesehatan dan kualitas hidup yang terpelihara termasuk di dalamnya melampaui campur tangan pengobatan.

Kesehatan sebagai pemahaman yang lebih luas dari kesejahteraan bukanlah konsep yang terbatas pada dunia medis, tapi berhubungan dengan lingkungan yang mencakup siklus kehidupan manusia. Inilah salah satu kebenaran arsitektur. Dalam pengertian aslinya, arsitektur selalu lebih dari konstruksi fungsional; arsitektur termasuk estetika dan dimensi simbolis yang mewakili dunia sosial manusia secara spesifik dan makna budaya. Lingkungan di mana arsitektur dan kesehatan ada, tidak pernah hanya berupa alam dan fisik, tetapi juga budaya, sosial, dan teknologi.

Sebuah Healing Architecture harus berdasarkan pada tidak hanya efek kesehatan dari material bangunan, organisasi spasial, warna, cahaya, kebisingan, bebauan, dan udara, tapi juga pada informasi arsitektural, interaksi sosial, makna, komunikasi, akses dan kegunaan teknologi.


(10)

Konsep Healing Achitecture yang diperluas tidak hanya merujuk pada arsitektur fisik, seperti desain rumah sakit dan pusat rehabilitasi, tapi juga arsitektur sosial dan informasional, desain ekosistem dan fisik terintegrasi yang dapat medukung kesehatan sehubungan dengan aksi kerjasama, aliran informasi, dan komunikasi.

3.2. Interpretasi Tema

Berdasarkan teori – teori dari Healing Architecture yang telah dipelajari, dapat disimpulkan bahwa Healing Architecture merupakan arsitektur yang memfokuskan diri pada perencanaan dan desain lingkungan binaan yang mengusahakan tercapainya suatu keseimbangan tubuh, pikiran, roh, dan jiwa dalam diri manusia yang dikorelasikan dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik (kekuatan yang ada pada alam) maupun lingkungan sosialnya. Healing Architecture juga merujuk pada spiritualitas alam dan manusianya, serta pasien sebagai manusia, bukan sebagai tubuh semata sehingga orientasi dan ketanggapan perancangan terhadap alam memiliki peranan penting dalam mencapai suatu kondisi lingkungan binaan yang memulihkan (healing).

3.3. Keterkaitan Tema dengan Judul

Judul proyek “Xiang Shan Meditation Center” merupakan salah satu tempat yang berupaya untuk memulihkan kembali pikiran, spiritualitas, dan perasaan yang telah terganggu serta mengembalikan anggapan yang baik tentang dirinya sendiri serta lingkungan fisik dan sosialnya (kepercayaan diri). Untuk itu, diperlukan pendekatan yang tepat dalam perancangannya dengan lingkup batas tertentu yang dapat mendukung proses pemulihan dan mewujudkan suatu bentuk akhir dari pemulihan tersebut. Pendekatan tersebut berupa Healing Architecture yang akan menjadi tema dalam

perancangan “Xiang Shan Meditation Center” ini. Healing Architecture dapat membantu mewujudkan tujuan dari pusat meidtasi ini dengan berbagai aspek konsentrasi tentang sinergi alam dan manusia dalam perancangan fisik maupun non-fisik.


(11)

3.4. Studi Banding Tema Sejenis

3.4.1. Paimio Sanatorium, Paimio, Finlandia12

Bangunan yang didesain Alvar Aalto ini dikelilingi oleh hutan dan memiliki asupan udara kering yang segar dan cahaya matahari seperti yang terlihat pada Gambar 3.1.

Paimio menantang norma – norma pada saat konsep model pencakar langit mendominasi desain rumah sakit. Desainnya terdiri dari serangkaian pavilion yang terhubung ke gedung administrasi utama. Kamar pasien dan teras disusun secara linear dalam bangunan 6 lantai.

Alvar Aalto, sang arsitek, sangat berhati-hati dengan desain Paimio ini. Kamar dilengkapi dengan lemari tanam pribadi dan non-splash washbasin. Peetakan lampu disesuaikan dengan garis pandangan pasien dan ceiling diberi warna hijau tenang untuk mencegah silau seperti yang terlihat pada Gambar 3.2.

12

http://www.nba.fi/fi/File/410/nomination-of-paimio-hospital.pdf

Gambar 3.1. Suasana Eksterior Paimio Sanatorium


(12)

Aalto mendesain jendela, orientasi view, letak dan ukuran bukaan, dan intensitas cahaya yang masuk ke dalam kamar pasien dengan sangat berhati-hati. Setiap lantai dilengkapi dengan teras yang memiliki panel plafon dengan radiasi panas sehingga pasien dapa tinggal dengan nyaman selama musim salju. Ruang luar, termasuk teras atap dan kebun, tersedia untuk pasien maupun staff untuk membentuk atmosfir komunal bagi mereka, karena pasien dengan tuberkulosis akan tinggal selama berbulan-bulan. Di sanatorium ini juga tersedia fasilitas komunal seperti kapel, seperti halnya perumahan staff, dan rute untuk berjalan-jalan menyusuri lansekap hutan sekitar seperti yang terlihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.2. Lemari Tanam Pribadi dan Non-splash Washbasin


(13)

Letaknya yang di tengah hutan membuat Paimio Sanatorium ini memiliki view alam yang sangat menyenangkan. Sanatorium ini memanfaatkan dan mengarahkan cahaya alami untuk masuk ke dalam bangunan sebagai usaha yang penting dalam helioterapi pada sebuah wilayah selatan. Perhatian penting ditujukan pada desain jendela, orientasi pandangan, ukuran dan penempatan bukaan, pelaksanaan teknis, dan jumlah cahaya matahari yang memasuki kamar pasien. Jendelanya berdaun dua dan dilengkapi dengan elemen penghangat dan pengering udara.

Gambar 3.3. Block Plan Paimio Sanatorium


(14)

3.4.2. Municipal Orphanage, Amsterdam13

Panti asuhan ini dirancang oleh Aldo Van Eyck pada tahun 1954, mewadahi anak-anak yatim atau dari keluarga broken home dengan rentang usia 4-20 tahun dengan kapasitas 125 orang. Perancangan ini memiliki didedikasikan untuk mengatasi pengalaman buruk yang dialami setelah Perang Dunia Kedua yang berakibat banyak anak-anak kehilangan orangtuanya.

Direktur panti asuhan Frans van Meurs sangat bersemangat dalam mendeskripsikan tentang persyaratan – persyaratan bangunan yang dibutuhkan kepada arsitek. Ia menyatakan keinginannya untuk memindahkan anak – anak yatim pergi dari hiruk pikuk kota ke sebuah dunia yang ideal dan kecil yang bermandikan udara yang sehat, sinar matahari dan hijau. Dan menawarkan penjelasan rinci tentang pola hidup yang akan

ditempati. “ Rumah kami harus menjadi rumah yang ramah dalam segala

hal, baik di dalam dan di luar. Ini harus menjadi rumah untuk anak – anak dalam jangka waktu pendek atau lama yang akan tidak tinggal bersama orang tua mereka, yang akan merindukan rumah mereka. Saat mendekati rumah kita, anak – anak harus memasukinya dengan senang hati, penampilan luarnya harus mencairkan keramahan, memanggil anak, sebagaimana adanya, untuk masuk.” (Strauven 1996, 5).

Aldo van Eyck, dibesarkan sebagai anak yatim sendiri, mengambil tugas ini. Dia merancang tempat untuk anak – anak untuk hidup di masyarakat. Area tidur dan tinggal dipisahkan menurut usia dan dihubungkan oleh jalan-jalan interior. Rumah bermain, theater boneka, sudut untuk duduk, ceruk baca, kolam pasir, kolam dayung anak-anak ditemukan di lingkungan ini. Penataannya memberikan ketertarikan tersendiri bagi anak-anak. Elemen-elemen ini diorganisasikan dalam pola polisentris (lihat Gambar 3.4). Kompleksitas lingkungan yang tercipta pada bangunan ini memberikan efek yang baik bagi fungsi emosional, kognitif, dan sistem imun anak.

13


(15)

Gambar 3.4. Block Plan Municipal Orphanage


(16)

Van Eyck mendesain setiap ruang interior agar dapat merespon mobilitas di dalam ruang dan dapat berkomunikasi dengan ruang luar secara individual. Konsep utamanya adalah menciptakan suatu lingkungan rumah yang memilki atmosfir jalanan di luarnya, karena jalanan dianggapnya dapat menciptakan vitalitas sosial (lihat Gambar 3.5). Hal ini membuat panti asuhan ini seperti kota kecil sehingga membuat anak-anak tidak merasa kehilangan kota dan rumah yang dicintainya.

Cahaya alami yang cukup dan suasana alamiah menyediakan lapangan bermain yang bebas dan tenang dapat membantu anak-anak untuk pulih dari rasa traumanya akan perang yang baru terjadi, sebab pencahayaan alami merupakan faktor penting dalam proses pemulihan seperti yang terlihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.5. Suasana Lingkungan Luar Rumah Sumber : dalspace.library.dal.ca/handle/10222/15319


(17)

Aldo van Eyck mendemonstrasikan pemahaman yang mendalam atas dunia yang dibentuk oleh anak-anak. Perhatiannya yang dipusatkan pada kebutuhan anak-anak memungkinkan ia menghasilkan sebuah bangunan yang lebih dari sekedar panti asuhan, seperti sebuah kota berskala kecil, sebuah tempat tinggal sebuah komunitas berskalakan anak-anak.

Aldo van Eyck sendiri menggunakan potensi alam yang ada untuk transformasi ruang, seperti bentuk lingkaran di kolam pasir dijadikan pengumpul air hujan, kolam reflektif dijadikan mainan baru bagi anak-anak yang merupakan artwork tentang alam yang dapat memberikan ketenangan seperti yang terlihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.6. Ruangan dengan Suasana Alami Sumber : dalspace.library.dal.ca/handle/10222/15319

Gambar 3.7. Area Lingkaran Kolam Pasir Sumber : dalspace.library.dal.ca/handle/10222/15319


(18)

Demikian juga 12 lampu atap yang dapat memantulkan lingkaran-lingkaran cahaya yang dapat bergerak-gerak di ruang bermain indoor dan memberikan warna yang dapat menangani tingkat stress, kelelahan, dan depresi seperti yang terlihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8. Ruangan dengan 12 Lampu Atap Sumber : dalspace.library.dal.ca/handle/10222/15319


(19)

BAB IV

ANALISA PERANCANGAN

4.1. Analisa Eksisting 4.1.1. Analisa Lokasi

Lokasi proyek yang dipilih sebagai lokasi proyek “Xiang Shan Meditation Center “ terletak di Jalan Mimpin Tua, di depan Vihara Dharma Shanti Berastagi. Peta lokasi proyek dapat dilihat pada Gambar 4.1.

4.1.2. Kondisi Eksisting Lahan

Sebelumnya, site ini merupakan lapangan futsal, lapangan basket, dan area parkir. Di belakang (arah utara) merupakan tanah yang konturnya tidak datar. Pada saat hujan, area belakang sering banjir dan longsor sehingga membuat tanahnya rusak. Maka tanah tersebut pun ditimbun hingga memberikan elevasi ketinggian 1 meter dari permukaan tanah area parkir.

Deskripsi singkat dari proyek adalah sebagai berikut : Gambar 4.1. Peta Lokasi Proyek


(20)

- Lokasi Tapak : Jln. Mimpin Tua, Berastagi - Luas Lahan : ± 1,2 Ha

- Kontur : Relatif datar - Fungsi Eksisting :

a) Lahan kosong. b) Tempat parkir.

- Batas Tapak :

a) Batas Utara : Areal hijau

b) Batas Timur : Areal hijau dan masjid (di atas lereng) c) Batas Selatan : Permukiman penduduk dan villa d) Batas Barat : Vihara Dharma Shanti

Batas – batas dari site dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(21)

4.1.3. Analisa Sirkulasi dan Pencapaian

Pencapaian ke dalam site hanya dapat dicapai dengan satu jalur, yaitu dari jalur utama Medan – Berastagi lalu belok ke kanan yang merupakan Jalan Mimpin Tua. Jalur dari dan menuju ke dalam site (Jalan Mimpin Tua) adalah jalan 2 arah dengan lebar jalan ± 8 meter.

Pada jalur dengan kepadatan paling tinggi berada pada jalur utama balik itu dari arah Medan maupun yang ke arah Berastagi. Pada jalur dengan kepadatan sedang, area tersebut terdapat area permukiman penduduk dan terdapat 3 villa pada jalur tersebut, sehingga akses kendaraan yang masuk ke daerah tersebut lumayan banyak. Pada jalur dengan kepadatan rendah, daerah ini terdapat ladang penduduk, permukiman penduduk yang tidak terlalu banyak, dan areal hijau.


(22)

4.1.4. Analisa View

View ke arah utara sangat bagus karena area ini masih tergolong area yang hijau dan masih merupakan hutan dan ladang penduduk.

View ke arah timur sangat bagus karena area ini juga terdapat area hijau dan jika dilihat dari vihara, akan terlihat satu barisan perbukitan yang indah.

View ke arah barat merupakan vihara itu sendiri dan tergolong bagus, karena desain vihara ini sangat bagus.

View ke arah selatan kurang menarik karena berbatasan dengan permukiman penduduk dan merupakan akses masuk menuju site. Akan tetapi, area ini masih tergolong hijau dan permukiman penduduk juga tidak terlalu rapat.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 4.4 di bawah ini.

4.1.5. Analisa Vegetasi, Matahari, dan Angin

Untuk vegetasi pada site ini terdapat di arah timur, utara, dan di sebelah barat (kebun sayur).

Bentuk site memanjang dan menghadap utara, sehingga akan lebih baik apabila bangunan utama, yaitu aula meditasi didekatkan ke sebelah timur dan utara agar terkena matahari pagi karena matahari pagi sangat baik.


(23)

Arah angin pada komplek Vihara Dharma Shanti Berastagi cenderung tidak tentu. Hal ini dikarenakan letak vihara yang berada di atas bukit dan lahan sekitarnya masih hijau.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 4.5 di bawah ini.

4.1.6. Analisa Kebisingan

Pada sisi utara dan timur, memiliki tingkat kebisingan yang rendah. Hal ini dikarenakan pada sisi ini didominasi oleh area hijau.

Pada sisi barat juga memiliki tingkat kebisingan yang sedang karena pada sisi ini terdapat area jalan yang kadang dilalui oleh kendaraan.

Pada sisi selatan, memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi, karena berbatasan dengan permukiman penduduk serta merupakan jalur masuk kendaraan menuju vihara. Dimana ada anak – anak yang bermain di jalan dan aktivitas penduduk sekitar (misalnya menembak).

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 4.6 di bawah ini. Gambar 4.5. Analisa Vegetasi, Matahari, dan Angin


(24)

4.2. Analisa Fisik Bangunan 4.2.1. Bentuk dan Massa Eksisting

Eksisting dari Vihara Dharma Shanti Berastagi terdiri dari 3 lantai dengan luas rata – rata per lantai adalah ± 2.200 m2. Pada lantai 1 terdiri dari ruang makan, ruang ridur tamu, area privat untuk Sangha. Pada lantai 2 merupakan ruang baktisala dan area privat untuk Sangha. Pada lantai 3 adalah beranda luas dan void untuk ruang baktisala. Material yang digunakan merupakan batu alam, genteng metal, dinding bata, dan atap baja ringan. Untuk tampak bangunan, dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.6. Analisa Kebisingan


(25)

4.2.2. Sirkulasi

Sirkulasi dalam bangunan dibagi menjadi 3 zona, yaitu : - Zona publik.

Zona publik diperuntukkan untuk tamu / umat yang datang ke Vihara Dharma Shanti Berastagi. Untuk zona ini, terdiri dari : Ruang makan (lantai 1), Dharma Corner (lantai 1), dan ruang baktisala (lantai 2).

- Zona semi – publik.

Untuk zona ini diperuntukkan untuk peserta jika ada acara di Vihara Dharma Shanti Berastagi. Misalnya acara yang diadakan oleh BLIA YAD Indonesia. Untuk zona ini, terdiri dari ruang tidur untuk perserta yang

Gambar 4.8. Tampak Belakang Vihara Dharma Shanti

Gambar 4.9. Tampak Samping Kiri Vihara Dharma Shanti


(26)

terdiri dari 10 ruangan (5 ruangan untuk pria dan 5 ruangan untuk wanita) dengan total dapat menampung sekitar ± 160 orang.

- Zona privat.

Zona privat merupakan area yang tidak boleh diakses oleh pengunjung maupun peserta acara di Vihara Dharma Shanti Berastagi. Pada zona ini hanya khusus untuk Sangha dan pengelola Vihara Dharma Shanti Berastagi. Ruang itu terdiri dari ruang tidur untuk Sangha dan pengelola serta fungsi lainnya.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 4.11 di bawah ini.

4.2.3. Struktur

Untuk struktur dari bangunan Vihara Dharma Shanti Berastagi menggunakan sistem beton. Sedangkan untuk kedalaman pondasinya mencapai 25 meter dari ground. Sedangkan untuk bagian atap menggunakan genteng metal. Dan untuk lantai pada interior menggunakan granit sedangkan untuk ruangan baktisala menggunakan wood finishing pada lantainya.

4.2.4. Utilitas

Untuk utilitas pada bangunan, tersedia tempat penampungan air berupa drum besar. Karena lokasi dari Vihara Dharma Shanti Berastagi letaknya jauh dari permukiman penduduk. Sehingga pada waktu liburan, akan kesulitan air karena pasokan air yang masuk digunakan oleh pihak


(27)

villa. Untuk instalasi listrik, Vihara Dharma Shanti Berastagi menggunakan daya sebesar 25.000 KW untuk memenuhi kebutuhan listrik.

4.3. Analisa Kebutuhan Ruang 4.3.1. Besaran Ruang

Kebutuhan ruangan yang diperlukan oleh Xiang Shan Meditation Center ini tidak begitu banyak. Sebab Xiang Shan Meditation Center merupakan pusat meditasi yang terdiri dari beberapa massa bangunan. Beberapa ruangan yang terdapat pada Xiang Shan Meditation Center ini adalah pos jaga, gedung fasilitas pendukung (gabungan dari gerbang, area souvenir, dan area perpustakaan), bangunan utama yang merupakan gabungan 3 massa bangunan (aula makan, aula tidur, area kumpul yang atasnya merupakan aula meditasi) yang dihubungkan oleh 3 jembatan.

Total luasan untuk ketiga bangunan ini sekitar ± 845,5 meter sedangkan luasan site ini sekitar ± 1,2 hektar. Dan sisa lahan tersebut akan digunakan untuk area taman, area prasasti, area bermain, area patung, area kolam, area gazebo yang digunakan untuk meditasi outdoor, area refleksi, dan lainnya yang akan disesuaikan pada saat peletakkan massa bangunan.

Untuk detail besaran ruang pada Xiang Shan Meditation Center dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Tabel Besaran Ruang

Jenis Ruang Kapasitas Standar Sumber

Luas Ruang

(m2) Aula

Meditasi Aula Meditasi 100 orang Ø 15 m III 176,625

Aula Makan

Aula Makan (+ Dapur &

Toilet)

100 orang Ø 15 m III 176,625

Aula Tidur Aula Tidur (+

Toilet) 100 orang

Ø 15 m x

2 aula III 353,25 Pos Jaga Pos Jaga (+


(28)

Gedung Faslitas Pendukung

Perpustakaan

12 orang 2 m 2

/

orang I 24

2.000 buku 100 buku /

m2 II 20

Area

Souvenir - ± 45 m

2

III 45

TOTAL 845,5

SIRKULAS 20 % 169,1

TOTAL KESELURUHAN 1014,6

Keterangan tabel :

I : Neufert Data Architect

II : Joseph de Chiara, Time Saver Standard III : Asumsi dan Pengamatan Studi

4.3.2. Besaran Parkir

Kebutuhan parkir yang ditentukan oleh pihak Vihara Dharma Shanti adalah ± 4 bus, ± 18 mobil, dan ± 20 sepeda motor.

- Parkir Mobil.

Dimensi parkir mobil = 3 m x 5 m = 15 m2. Kebutuhan ruang = 18 x 15 m2 = 270 m2. Sirkulasi 30% = 30% x 270 m2 = 81 m2. Total luas kebutuhan parkir mobil = 351 m2. - Parkir Sepeda Motor.

Dimensi parkir sepeda motor = 1 m x 2 m = 2 m2. Kebutuhan ruang = 20 x 2 m2 = 40 m2.

Sirkulasi 30% = 30% x 20 m2 = 12 m2.

Total luas kebutuhan parkir sepeda motor = 52 m2. - Parkir Bus.

Dimensi parkir bus = 5 m x 12 m = 60 m2. Kebutuhan ruang = 4 x 60 m2 = 240 m2. Sirkulasi 30% = 30% x 240 m2 = 72 m2. Total luas kebutuhan parkir bus = 312 m2.


(29)

BAB V

KONSEP PERANCANGAN

5.1. Konsep Tapak

5.1.1. Konsep Zoning dan Tata Ruang Luar

Pada Xiang Shan Meditation Center ini, tapak ini dibagi menjadi area publik, area semi privat, dan area privat. Area publik meliputi area parkir, pos jaga, gedung fasilitas pendukung, area refleksi, area bermain, dan area taman. Area semi privat meliputi area kumpul dan aula makan dimana area semi privat dan area publik dipisahkan oleh aliran air sehingga dihubungkan oleh sebuah jembatan. Pada saat ada kegiatan retret meditasi, para pengunjung tidak diperbolehkan melewati area jembatan tersebut sebab akan mengganggu ketenangan para meditator. Untuk area privat merupakan aula tidur, aula meditasi, dan area meditasi outdoor. Aula meditasi ditempatkan di atas area kumpul agar lebih terhindar dari kebisingan suara dari para pengunjung. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 5.1 di bawah ini.


(30)

5.1.2. Konsep Entrance

Entrance menuju Xiang Shan Meditation Center ini ada 2. Yang pertama merupakan entrance yang terdapat di Jalan Mimpin Tua (sebelah selatan pada site) dimana pada entrance ini lebih diprioritaskan untuk kendaraan bermotor karena dekat dengan area parkir, dan pada sisi selatan ini juga terdapat jalur keluar untuk kendaraan bermotor. Untuk entrance yang kedua terletak di depan Vihara Dharma Shanti Berastagi yang terdapat tangga dimana entrance ini juga sekaligus jalur keluar yang digunakan untuk para pejalan kaki. Untuk akses menuju bangunan utama, hanya diperbolehkan untuk para pengunjung apabila sedang tidak ada kegiatan retret meditasi dimana entrance menuju bangunan utama merupakan sebuah jembatan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 5.2.


(31)

5.1.3. Konsep Orientasi Bangunan

Massa bangunan utama berada di sebelah utara site sebab pada sisi ini merupakan sisi yang lebih dekat dengan areal hijau dan merupakan area dengan tingkat kebisingan paling rendah serta view yang bagus. Untuk semua pintu masuk bangunan menghadap ke arah selatan sebagai sisi depan dari bangunan agar para pengunjung dapat mengetahui langsung akses bangunan tersebut. Bangunan fasilitas pendukung yang sekaligus berfungsi sebagai gerbang berada di sebelah selatan site yang di depannya terdapat area plaza agar para pengunjung dapat beristirahat sejenak maupun mengambil foto – foto. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 5.3.


(32)

(33)

5.1.4. Konsep Sirkulasi

5.1.4.1. Konsep Sirkulasi Kendaraan Bermotor

Area parkir bus, mobil, dan kendaraan bermotor berada di sisi selatan dan sisi barat site. Pada kedua sisi ini berbatasan langsung dengan Jalan Mimpin Tua. Akan tetapi, area parkir utama terletak di sisi selatan site sedangkan area parkir yang terdapat pada sisi barat site merupakan area parkir di sisi jalan. Sirkulasi masuk kendaraan ke dalam site dan sirkulasi kendaraan keluar kendaraan ke luar site hanya terdapat di sisi selatan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 5.4.

5.1.4.2. Konsep Sirkulasi Pejalan Kaki

Terdapat dua area untuk pejalan kaki, yaitu pada sisi selatan yang merupakan area parkir serta area barat yang merupakan area tangga yang menghubungkan site dengan vihara eksisting. Pada sisi selatan, setelah pengunjung memarkirkan kendaraan mereka,


(34)

mereka bisa berjalan kaki menuju area plaza yang dapat diakses dengan tangga serta ramp untuk pernyandang cacat. Pada sisi barat, dapat diakses langsung dengan menuruni tangga dari jalan yang berada di tengah – tengah dan vihara. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 5.5.

5.1.5. Konsep Tata Hijau

Pada area site terdapat banyak vegetasi yang berfungsi sebagai elemen estetis dan juga sebagai shading atau buffer pada site. Selain di dalam site, pada sisi utara dan timur juga dikelilingi oleh areal. Pada bangunan utama, dikelilingi oleh pohon – pohon, area taman, dan sungai kecil yang memisahkan area bangunan utama dengan area publik. Di tengah – tengah site terdapat area kolam teratai dan area taman yang dapat diakses oleh para pengunjung. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 5.6.


(35)

5.2. Konsep Bentukan Massa

Bangunan utama pada Xiang Shan Meditation Center ini adalah ketiga aula yang terdapat di sisi utara site, yaitu aula meditasi, aula makan, dan aula tidur. Ketiga massa tersebut dikelilingi oleh aliran air sehingga ketiga bangunan tersebut dihubungkan dengan sebuah jembatan. Bentuk dasar bangunan merupakan lingkaran dengan maksud menghindari sudut yang tajam yang dianggap tidak baik.

Adapun penggunaan atap bertingka agar mendapatkan cahaya yang cukup dan udara di dalam tetap sejuk dan tidak terlalu dingin. Bangunan vihara eksisting juga menggunakan atap bertingkat. Mengapa tiga tingkat? Karena adanya filosofi buddhis yang mengatakan atap bertingkat yang bagus itu adalah bilangan ganjil, yaitu 3, 5, dan seterusnya dan memiliki makna tersendiri sedangkan sisinya merupakan bilangan genap.


(36)

Pada sisi dinding juga digunakan batu alam agar memiliki keselarasan dengan vihara eksisting. Elemen – elemen cina juga diterapkan pada pintu bangunan tersebut. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 5.7.

Bangunan fasilitas pendukung pada Xiang Shan Meditation Center ini merupakan gerbang yang diapit oleh area souvenir dan area perpustakaan. Di tengah bangunan ini terdapat moon gate yang merupakan salah satu elemen penting dalam penerapan chinese garden.

Penerapan atap bertingkat juga terdapat di sini, namun bukan merupakan tingkatan ganjil seperti bangunan utama, tetapi merupakan


(37)

penerapan dari bentuk atap vihara eksisting sebagai penyelarasan dengan vihara tersebut. Pada dinding juga digunakan batu alam.

Pada lantai dua, bisa diakses oleh pengunjung sehingga pengunjung bisa menikmati view dari atas dan pada dinding lantai 2 ini juga terdapat elemen cina di jendelanya yang berbentuk swastika. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 5.8.

5.3. Konsep Struktur

Konsep struktur pada Xiang Shan Meditation Center meliputi : a) Struktur pondasi.

- Struktur bagian pondasi menggunakan dua jenis pondasi, yaitu pondasi tiang pancang dan pondasi telapak seperti pada Gambar 5.9 dan Gambar 5.10.


(38)

- Pondasi tiang pancang adalah bagian dari struktur yang digunakan untuk menerima dan mentransfer beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman tertentu. - Tiang pancang bentuknya panjang dan langsung menyalurkan

beban ke tanah yang lebih dalam.

- Bagian kolom yang menerima beban langsung dari atap akan menggunakan pondasi tiang pancang (bangunan utama), sedangkan bagian yang tidak langsung menerima beban dari atap akan menggunakan pondasi telapak (bangunan fasilitas pendukung, pos jaga, dan gazebo).

b) Dinding.

- Struktur dinding menggunakan dinding bata.

- Pada sisi dalam dinding dilapisi dengan cat tembok. Gambar 5.10. Pondasi Telapak Gambar 5.9. Pondasi Tiang Pancang


(39)

- Pada sisi luar dinding bangunan juga menggunakan cat tempok dan pada area dinding di bawah jendela akan ditonjolkan dengan menggunakan batu alam seperti pada Gambar 5.11.

c) Penutup lantai.

Penutup lantai di dalam bangunan akan menggunakan granit seperti yang terdapat pada vihara eksisting.

d) Rangka atap.

Rangka atap menggunakan rangka atap baja ringan. e) Penutup atap.

Penutup atap menggunakan atap genteng metal.

5.4. Konsep Utilitas

Untuk utilitas pada bangunan, tersedia tempat penampungan air berupa drum besar yang akan didistribusikan ke bangunan – bangunan. Karena lokasi dari Vihara Dharma Shanti Berastagi letaknya jauh dari permukiman penduduk, maka dibuat tempat penampungan air tersebut. Selain hal itu, ada juga sebab lainnya yaitu pada saat waktu liburan, akan kesulitan air karena pasokan air yang masuk digunakan oleh pihak villa. Untuk pembuangan air kotor, pada akan langsung dibuang ke saluran pembuangan.

5.4.1. Konsep Elektrikal

Sumber arus listrik pada bangunan dapat diperoleh melalui : - Arus PLN,

- Generator (tenaga cadangan).


(40)

Generator terdapat di gedung vihara eksisiting sehingga tidak menimbulkan polusi dan kebisingan untuk para meditator dan pengunjung. Untuk instalasi listrik, Vihara Dharma Shanti Berastagi menggunakan daya sebesar 25.000 KW untuk memenuhi kebutuhan listrik.

5.4.2. Konsep Pengkondisian Udara

Sistem pengkondisian udara yang dipakai merupakan pengkondisian udara alami sebab site ini terletak di area gunung dan masih mendapatkan yang sejuk dan dingin. Untuk memaksimalkan udara yang masuk, diberi bukaan yang secukupnya agar para meditator tidak kedinginan pada malam hari.


(41)

BAB VI

HASIL PERANCANGAN

6.1. Gambar Perancangan

Hasil gambar perancangan dari Xiang Shan Meditation Center ini berupa site plan, ground plan, denah, tampak, potongan, rencana, dan detil dari bangunan yang ada. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar berikut :


(42)

6.1.1. Site Plan


(43)

6.1.2. Ground Plan


(44)

6.1.3. Bangunan Pendukung

Gambar 6.3. Denah Bangunan Pendukung


(45)

6.1.4. Aula Tidur

6.1.5. Aula Makan

Gambar 6.5. Denah, Tampak, dan Potongan Aula Tidur


(46)

6.1.6. Denah Lantai 1 Bangunan Utama


(47)

6.1.7. Denah Lantai 2 Bangunan Utama


(48)

6.1.8. Denah Atap Bangunan Utama


(49)

6.1.9. Tampak Bangunan Utama

Gambar 6.10. Tampak Depan dan Belakang Bangunan Utama


(50)

6.1.10. Rencana Pembalokan

Gambar 6.12. Rencana Pembalokan Bangunan Pendukung


(51)

6.1.11. Rencana Elektrikal


(52)

(53)

6.1.12. Rencana Sanitasi


(54)

6.1.13. Potongan Site

Gambar 6.17. Potongan Site A-A dan B-B


(55)

6.1.14. Detail

Gambar 6.19. Potongan Site E-E


(56)

6.2. Perspektif Eksterior dan Suasana


(57)

Suasana yang diambil dari pandangan mata burung dapat dilihat pada Gambar 6.22 di bawah ini.


(58)

Suasana dari area tangga dapat dilihat pada Gambar 6.23 di bawah ini.


(59)

Suasana area publik pada area kolam dan jembatan dapat dilihat pada Gambar 6.24 di bawah ini.


(60)

6.3. Foto Maket

Foto maket dari Xiang Shan Meditation Center dapat dilihat pada Gambar 6.25 di bawah ini.


(61)

BAB II

DESKRIPSI PROYEK

2.1. Judul dan Pengertian Judul

Judul dari proyek ini adalah “Xiang Shan Meditation Center” yang merupakan pengembangan desain dari Vihara Dharma Shanti – Berastagi yang menyediakan tempat retret, tempat kursus maupun pelatihan untuk meditasi, tempat membabarkan Dharma, sarana tambahan untuk organisasi BLIA YAD, dan sekaligus sebagai tempat wisata. Dalam judul “Xiang Shan Meditation Center”, mengandung beberapa pengertian utama, yaitu :

a. Xiang Shan atau Xiang Shan Shi merupakan nama lain dari Vihara Dharma Shanti yang dibangun pada akhir tahun 2001 dan diresmikan pada tanggal 19 September 2004, yang berlokasi di Berastagi.

b. Meditation atau meditasi merupakan salah satu ajaran Buddha yang sangat mendasar. Kata meditasi dipergunakan sebagai sinonim dari semadi (samādhi). Meditasi adalah pemusatan pikiran, dinamakan juga konsentrasi. “Memusatkan pikiran pada satu objek yang tunggal, inilah yang disebut semadi.” Tentunya pikiran yang baik atau bersih. Sebagai metode atau cara, dalam bahasa Pāli disebut bhāvanā, artinya “pengembangan batin.”

c. Center berarti pusat.

- Pusat adalah pokok pangkal atau yang menjadi pumpunan (berbagai - bagai urusan, hal dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994).

- Pusat, sentral, adalah bagian penting dari sebuah kegiatan atau organisasi.

- Tempat aktivitas utama, dari kepentingan khusus yang dikosentrasikan.

- Suatu tempat dimana sesuatu yang menarik aktifitas atau fungsi terkumpul atau terkosentrasi.

Jadi, pengertian dari judul “Xiang Shan Meditation Center” adalah suatu tempat yang menjadi pusat dari kegiatan pelatihan meditasi maupun tempat retret yang disediakan oleh Vihara Dharma Shanti.


(62)

2.2. Tinjauan Umum

2.2.1. Sejarah Vihara Dharma Shanti Berastagi1

Pada tahun 2001, Y. A. Ven. Cong Ru mempelopori berdirinya Vihara Dharma Shanti Berastagi, kemudian dilanjutkan dengan acara peletakan batu pertama oleh Y. A. Ven. Cong Ru, ketua BLIA Bapak Earlnus Chen dan Bupati Tanah Karo Bapak Sinar Perangin – Angin. Acara ini dilanjutkan dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh Y. A. Ven. Cong Ru dengan harapan pembangunan Vihara Dharma Shanti Berastagi akan berjalan lancar di bawah bimbingan Y. A. Ven. Cong Ru dan ketua BLIA periode 2005 – 2008 Bapak Siswanto Thio tanpa ada halangan yang berarti.

Pembangunan Vihara Dharma Shanti Berastagi selesai pada tahun 2004. Kemudian, acara peresmian dilaksanakan pada tanggal 19 September 2004 oleh Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Drs. I. Wajan Suarjaya, M.Si. dan Bupati Tanah Karo Bapak Sinar Perangin – Angin, serta diadakan ritual pemberkahan “Liang Huang Bao Chan” yang dipimpin oleh Y. A. Ven. Hsing Ting dan 10 bhikkhu dan bhikhhuni dari Fo Guang Shan.

Beberapa hal yang unik dan tidak boleh dilewatkan ketika mengunjungi Vihara Dharma Shanti Berastagi :

a. 33 Rupang Bodhisattva Avalokiteshvara.

Latar belakang adanya 33 Rupang Bodhisattva Avalokiteshvara adalah sebagai salah satu tempat wisata dan tempat ibadah yang banyak dikunjungi umat, merupakan sebuah vihara yang terletak di daerah pegunungan dimana terdapat banyak sekali masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Y. A. Ven. Chueh Teng melanjutkan proyek 33 Rupang Bodhisattva Avalokiteshvara dengan harapan agar rupang tersebut dapat melindungi vihara beserta masyarakat, serta menjadi suatu objek wisata bagi para turis.

b. Pelita Hati.

Berdana dengan cara memasang lilin atau pelita akan mendapatkan karma mata yang indah dan terang. Vihara Dharma Shanti

1


(63)

Berastagi memberi kesempatan kepada para umat untuk berdana dengan cara memasang pelita yang akan diletakkan di depan altar Sang Tri Ratna. Sebelum kita meletakkan pelita, kita berdoa kepada Sang Tri Ratna dan kemudian meletakkan pelita di depan altar Sang Tri Ratna. Dengan doa dan pemberian pelita yang tulis, semoga saja doa yang kita panjatkan dapat terwujud dan kita juga akan menjalani kehidupan ini dengan lebih baik.

c. Dharma Corner.

Jika kita ingin menyimpan kenang – kenangan dari Vihara Dharma Shanti Berastagi, di sinilah tempat yang tepat. Dharma Corner merupakan tempat dimana kita dapat menemukan berbagai souvenir khas dari Fo Guang Shan, Taiwan yang dapat kita jadikan cenderamata untuk keluarga maupun teman – teman kita. Baik rupang Buddha dan rupang para Bodhisattva maupun berbagai bentuk souvenir dapat kita dapatkan di sini. Ini merupakan salah satu bentuk berdana yang dapat kita lakukan dan dana yang diberikan akan dipergunakan untuk pembangunan vihara serta berbagai keperluan vihara.

d. Kartu Harapan.

Kartu harapan atau biasanya yang dikenal dengan xu yan merupakan salah satu ciri khas Vihara Dharma Shanti Berastagi. Biasanya para umat ataupun pengunjung menggunakan kartu harapan ini sebagai bentuk dari doa dan harapan mereka untuk keluarga, teman, dan kehidupan mereka. Pada kartu harapan ini, para umat atau pengunjung menuliskan nama mereka ataupun nama keluarga yang mewakili seluruh keluarga. Kemudian sebelum meletakkannya di depan altar Sang Tri Ratna, mereka memanjatkan doa dan harapan mereka. Kemudian kartu harapan ini akan digantung pada rangkaian pohon yang ada di Vihara Dharma Shanti Berastagi. Kartu harapan ini juga merupakan salah satu bentuk berdana yang dapat dilakukan.

e. Lonceng Kebahagiaan.

Lonceng yang terdapat di depan beranda Vihara Dharma Shanti Berastagi ini, merupakan lonceng kebahagiaan, dimana sebelum memukul lonceng ini, kita akan melafalkan mantra. Para makhluk menderita yang mendengar suara lonceng ini akan terbebas dari


(64)

penderitaan seketika. Ini juga merupakan salah satu bentuk pelimpahan jasa dalam bentuk lainnya.

f. Ruang Bhaktisala.

Ruang Bhaktisala yang tenang dan damai, itulah yang selalu diucapkan ketika para pengunjung mengunjungi ruang bhaktisala ini. Di dalam ruang bhaktisala terdapat tiga rupang Buddha, yaitu Buddha Sakyamuni, Buddha Amitabha, dan Buddha Bhaisajyaguru. Kemudian terdapat pula empat rupang Bodhisattva, yaitu Bodhisattva Avalokiteshvara, Bodhisattva Ksitigarbha, Skandra Bodhisattva, dan Sangharama Bodhisattva. Terdapat pula tiga relik, yaitu relik Sang Buddha Sakyamuni beserta relik murid – murid Sang Buddha, yaitu Moggallana dan Sariputra. Ruang bhaktisala adalah tempat unutk melaksanakan kebaktian, berdoa ataupun memberi penghormatan pada Sang Buddha dan para Bodhisattva.

2.2.2. Sejarah BLIA YAD Indonesia2

BLIA YAD (Buddha’s Light International Association Young Adult Division) didirikan oleh Ven. Master Hsing Yun pada tahun 1996 di Fo Guang Shan, Taiwan. BLIA YAD didirikan dengan tujuan untuk menyebarkan Buddha Dharma kepada kalangan muda – mudi di seluruh dunia dengan menjadikan BLIA YAD sebagai panggung besar bagi muda – mudi untuk berekspresi dan berkreativitas.

Di Indonesia, khususnya di Medan, muda – mudi vihara mulai aktif pada tahun 1992 di bawah bimbingan Ven, Cong Ru, dengan Gunawan sebagai ketua pertama dari muda – mudi vihara. Pada tahun 2005, muda – mudi vihara diresmikan dengan nama BLIA YAD Indonesia dan di bawah bimbingan Ven. Chueh Teng. Di bawah bimbingan Ven. Chueh Teng, BLIA YAD Indonesia melanjutkan menyebarkan Buddha Dharma terutama ke muda – mudi melalui berbagai kegiatan positif.

2


(65)

Sejak tahun 1992 hingga sekarang, BLIA YAD Indonesia telah diketuai oleh 7 orang ketua umum, 3 di antaranya merupakan pelopor berdirinya BLIA YAD di mana pada masa jabatan mereka belum ada sistem organisasi yang terarah, yaitu : Gunawan, Ferry, dan Wilson.

Tahun 2005, setelah BLIA YAD Indonesia diakui secara internasional oleh BLIA YAD Internasional, BLIA YAD Indonesia terus mengalami kemajuan pesat di bawah pimpinan 3 orang ketua umum, dan dimulai sejak tahun 2005 pula, BLIA YAD Indonesia telah memiliki sistem organisasi yang terarah. Tiga orang ketua umum BLIA YAD Indonesia yang resmi yaitu :

a. Chandra Salim (Pembina I). b. Hendry Willy Nasrun (Pembina II), c. Suryono Lee (Pembina III).

d. Robin (Ketua Umum BLIA YAD Indonesia).

Dalam Buddha Dharma tentu saja tidak terlepas dari berdana. Bentuk dana yang diberikan bermacam – macam, dapat berupa uang, tenaga, waktu, dan ketulusan hati. Hal inilah yang pernah didanakan oleh muda – mudi BLIA YAD Indonesia. BLIA YAD Indonesia mengunjungi panti – panti tuna netra dan mendanakan bukan hanya bahan sandang dan pangan, juga menikmati waktu bersama anak – anak yang kurang beruntung itu serta menyebarkan cinta kasih yang tulus kepada mereka.

Berikut ini merupakan kegiatan – kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi BLIA YAD Indonesia :

a. Dharma Discussion.

Kelas dharma dimana para muda – mudi dapat memberikan opini dan berdiskusi banyak hal tentang Buddha Dharma dalam kehidupan sehari – hari.

b. Sunday Class.

Kelas mingguan yang selalu diadakan untuk menenangkan kembali emosi para muda – mudi yang labil, dimana mereka akan melewati


(66)

waktu 2 jam untuk berdoa pagi hari, mendengarkan ajaran Dharma melalui cara yang unik dan mudah dipahami. Setelah mendengar khotbah Dharma setiap minggu, Team Activity menyediakan suatu acara tambahan antara lain : Teamwork Games, Creativity Games, Debate, dan lainnya.

c. Class Learning.

Kelas khusus yang dibuka untuk para anggota BLIA YAD Indonesia dimana kelas ini akan diajarkan banyak hal tergantung kriterianya, dalam bakat seni, mental, pengetahuan, dan sebagainya. Beberapa contoh kelas yang ada, yaitu : Dharma Class, Guitar Class, Debate Class, Mandarin Class, Vocal Class, Photography Class, IQ Club, Handmade Club, Futsal Club, dan masih banyak lagi.

d. Acara tahunan.

Acara yang dilakukan oleh BLIA YAD Indonesia untuk para muda – mudi yang diselenggarakan satu tahun sekali, yaitu :

- Independence Day.

Acara yang dilakukan oleh BLIA YAD Indonesia dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang diselenggarakan di Vihara Dharma Shanti Berastagi.

- Harmonize Camp.

Setiap orang mendambakan keharmonisan, mendambakan kebahagiaan dan bekerja keras untuk mencari kebahagiaan dalam kehidupan ini. Bukanlah hal yang tidak mungkin mendapatkan kebahagiaan, kebahagiaan sebenarnya adalah kebahagiaan dalam berbagi, kebahagiaan memberi. Harmonize Camp menunjukkan kepada kita apa itu kebahagiaan dalam harmonisasi, kebahagiaan sesungguhnya yang bahkan tidak bisa dinilai dengan materi.

- Old and New Party.

Dalam rangka menyambut tahun baru yang penuh impian, BLIA YAD Indonesia mengadakan acara Old and New Party dengan puncak acara Outstanding Fireworks. Acara ini diadakan pada akhir bulan Desember.


(67)

- TaMaRin.

Serve all the mankind” adalah tema acara TaMaRin, yang diadakan pada libur hari raya Idul Fitri setiap tahunnya. Diadakan di Vihara Dharma Shanti Berastagi, muda – mudi menyediakan berbagai macam menu vegetarian (food bazaar) untuk dicicipi pengunjung vihara.

- Wishing Candle.

Acara pemberkahan bagi muda – mudi, khususnya bagi mereka yang akan menghadapi ujian. Para peserta berdoa bersama agar dapat melewati ujian dengan sukses, baik itu ujian akademis, maupun ujian kehidupan. Selain itu, BLIA YAD Indonesia juga menghadirkan pembicara spektakuler untuk berbagi pengalaman kepada para peserta.

- Dharma Tour.

Dharma yang nan indah dan maha sempurna, tidak akan bisa habis untuk dipelajari oleh kita hanya dalam satu kehidupan. Jalan menuju pencerahan memang tidak mudah, tetapi kita bisa memuliakannya dengan satu langkah kecil untuk menempuh perjalanan yang nan jauh ini. Dharma Tour merupakan perwujudan dari penerapan sederhana dari Dharma, bagaimana kita berbuat dan bersikap sesuai Dharma. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menerapkan Dharma dalam kehidupan kita.

2.2.3. Meditasi

Salah satu ajaran Buddha yang sangat mendasar adalah meditasi. Kata meditasi dipergunakan sebagai sinonim dari semadi (samādhi). Meditasi adalah pemusatan pikiran, dinamakan juga konsentrasi. “Memusatkan pikiran pada satu objek yang tunggal, inilah yang disebut semadi.” Tentunya pikiran yang baik atau bersih. Sebagai metode atau cara, dalam bahasa Pāli disebut bhāvanā, artinya “pengembangan batin.”

Secara umum, meditasi Buddhis dibagi 2 jenis berdasarkan tujuannya yaitu samatha bhāvanā dan vipassanā bhāvanā. Samatha bhāvanā adalah meditasi dengan tujuan mencapai ketenangan batin. Oleh


(68)

sebab itu, samatha bhāvanā sering disebut sebagai meditasi ketenangan. Vipassanā bhāvanā adalah meditasi untuk mencapai pencerahan atau kebijaksanaan, jadi sering disebut sebagai meditasi pandangan terang atau cerah.

Meskipun meditasi menjadi salah satu ciri khas ajaran Buddha, tetapi meditasi sebenarnya bukan hanya monopoli umat Buddha semata. Dewasa ini sudah banyak sekali orang – orang di luar lingkungan Buddhis yang belajar meditasi. Semua orang, apapun agama yang dianutnya, asalkan mempraktikkan meditasi dengan tujuan dan langkah – langkah yang tepat, akan memetik manfaatnya.

Mengapa meditasi dapat dilakukan oleh semua orang, bahkan yang bukan beragama Buddha? Bukankah meditasi adalah ajaran Buddha? Benar, meditasi memang adalah salah satu unsur jalan pencerahan yang diajarkan Buddha, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa sesungguhnya ajaran Buddha itu sifatnya sangat universal. Jadi dapat dijalani oleh siapa saja, dan hasilnya dapat dituai oleh siapa saja.

Mengapa Bermeditasi ?3

Dalam dunia ini, apakah yang dicari oleh kebanyakan orang dalam hidupnya? Sebenarnya, mereka ingin mencari ketenangan batin dan keselarasan hidup. Tidak sedikit di antara mereka berusaha mencarinya, walau mungkin mereka tidak mengetahui dengan jelas apa yang hendak dicarinya, atau mungkin cara mendapatkannya.

Mereka sering merasa bingung, merasa banyak menjumpai kekacauan dan kekalutan batin. Mereka diserang oleh bermacam-macam perasaan yang tidak memuaskan atau yang kurang menyenangkan hatinya. Secara singkat mereka ini tidak mendapatkan ketenangan dan kesejahteraan dalam batinnya.

3


(69)

Kebanyakan mereka ini kemudian menempuh cara yang salah untuk mendapatkan ketenangan batin dan keselarasan hidup ini. Mereka cenderung melihat dan mencari di luar dirinya sendiri. Akibatnya, dunia ini merupakan sumber semua kegelisahan.

Mereka mencari penyelesaian persoalannya dalam keluarganya, di dalam pekerjaannya,atau di dalam pergaulan dan sebagainya. Mereka beranggapan kalau dapat mengubah keadaan sekelilingnya, mereka akan menjadi tenang dan bahagia.

Sekarang sudah banyak dijumpai orang yang telah menyadari kenyataan dan berpaling, yaitu menunjukkan perhatiannya kepada sumber yang sebenarnya dari kebahagiaan dan kegelisahan, ialah PIKIRANNYA SENDIRI. Menunjukkan perhatian ke dalam diri sendiri, dalam pikirannya sendiri, inilah yang dinamakan dengan meditasi.

Dewasa ini meditasi telah banyak dipraktekkan oleh orang-orang dari berbagai bangsa dan agama. Mengapa demikian? Karena kerja pikiran itu tanpa memakai corak bangsa atau agama tertentu. Jadi tugas meditasi adalah untuk mengerti atau menghayati sifat pikiran di dalam kehidupan sehari-hari.

Pikiran adalah kunci kebahagiaan, sebaliknya juga merupakan sumber penderitaan / malapetaka.

Untuk mengetahui dan mengerti perihal pikiran dan menggunakannya dengan seksama tidaklah hubungannya dengan agama. Jadi meditasi dapat dilaksanakan oleh setiap orang tanpa menghiraukan corak agamanya.


(70)

Kesalahpahaman Tentang Meditasi4

Ada banyak sekali kesalahpahaman terhadap meditasi. Beberapa di antaranya yaitu :

- Meditasi adalah mengosongkan pikiran.

Banyak orang yang keliru mengatakan bahwa meditasi adalah mengosongkan pikiran, lalu mereka melakukan meditasi dengan cara berusaha mengosongkan pikiran, tidak memikirkan apapun. Hal ini sungguh keliru dan tidak akan membuahkan hasil apapun. Pikiran tidak mungkin dapat dikosongkan.

- Meditasi bertujuan menjadi orang sakti.

Memang benar seseorang yang melaksanakan meditasi ketenangan bisa mendapatkan kekuatan batin tertentu. Akan tetapi, kalau kesaktian dijadikan tujuan untuk berlatih meditasi, maka meditasi tersebut menjadi salah.

- Meditasi sangat berbahaya.

Tidak ada bahaya apapun yang ditimbulkan oleh meditasi karena meditasi sesungguhnya hanyalah berlatih mengarahkan pikiran menjadi lebih tenang dan terkosentrasi pada apa yang sedang dikerjakan. Meditasi hanya akan menjadi bahaya apabila orang yang melaksanakan tidak mempunyai tujuan yang benar, misalnya ingin melarikan diri dari masalah kehidupan yang tengah dihadapinya atau mencari pengalaman gaib dan kesaktian tertentu. Jadi jangan pernah takut untuk berlatih meditasi. Belajarlah dari guru – guru meditasi dan berkonsultasi dengannya. Tidak cukup hanya belajar dari buku – buku meditasi saja. - Meditasi adalah pekerjaan para biarawan dan orang suci.

Semua orang tanpa kecuali bisa berlatih meditasi demi kebahagiaanya. Bahkan anak – anak juga bisa. Meditasi tidak terbatas untuk orang tertentu saja.

4


(71)

Objek Meditasi5

Cara melakukan meditasi ketenangan adalah dengan memusatkan pikiran pada satu objek. Secara pelan – pelan seorang meditator (orang yang berlatih meditasi) memusatkan objek pikiran pada objek meditasi yang dipilihnya untuk kemudian merenungkan atau menyadari objek tersebut.

Objek meditasi adalah sesuatu yang menjadi sasaran atau pusat pemikiran atau perenungan kita selama meditasi. Kitab Visuddhimagga menyebutkan ada 40 macam objek meditasi yang membahas pokok- pokok objek yang digunakan dalam meditasi ketenangan. Keempat puluh objek itu dikelompokkan dalam 7 kategori, yaitu :

1. 10 wujud benda (kasina).

- Pathavi kasina = wujud tanah. - Apo kasina = wujud air. - Teja kasina = wujud api.

- Vayo kasina = wujud udara atau angin. - Nila kasina = wujud wana biru.

- Pita kasina = wujud warna kuning.

- Lohita kasina = wujud warna merah. - Odata kasina = wujud warna putih. - Aloka kasina = wujud cahaya.

- Akasa kasina = wujud ruangan terbatas.

Dalam kasina tanah, dapat dipakai kebun yang baru dicangkul atau segumpal tanah yang dibulatkan. Dalam kasina air, dapat dipakai sebuah telaga atau air yang ada di dalam ember. Dalam kasina api, dapat dipakai api yang menyala yang di depannya diletakkan seng yang berlobang. Dalam kasina angin, dapat dipakai angin yang berhembus di pohon – pohon atau badan. Dalam kasina warna, dapat dipakai benda – benda seperti bulatan dari kertas, kain, papan, atau bunga yang berwarna biru, kuning, merah, atau putih. Dalam kasina cahaya, dapat dipakai cahaya matahari atau bulan yang memantul di dinding atau di lantai melalui jendela dan lainnya. Dalam kasina ruangan terbatas, dapat

5


(72)

dipakai ruangan kosong yang mempunyai batas – batas di sekelilingnya seperti drum dan lainnya. Disini, mula – mula orang harus memusatkan seluruh perhatiannya pada bulatan yang berwarna biru misalnya. Selanjutnya, dengan memandang terus pada bulatan itu, orang harus berjuang agar pikirannya tetap berjaga – jaga, waspada, dan sadar. Sementara itu, benda – benda di sekeliling bulatan tersebut seolah – olah lenyap, dan bulatan tersebut kelihatan menjadi makin semu dan akhirnya sebagai bayangan pikiran saja. Kini, walaupun mata dibuka atau ditutup, orang masih melihat bulatan biru itu di dalam pikirannya, yang makin lama makin terang seperti bulatan dari rembulan.

2. 10 wujud kekotoran (asubha).

- Uddhumataka = wujud mayat yang membengkak.

- Vinilaka = wujud mayat yang berwarna kebiru-biruan. - Vipubbaka = wujud mayat yang bernanah.

- Vicchiddaka = wujud mayat yang terbelah di tengahnya. - Vikkahayitaka = wujud mayat yang digerogoti

binatang-binatang.

- Vikkhittaka = wujud mayat yang telah hancur lebur.

- Hatavikkhittaka = wujud mayat yang busuk dan hancur. - Lohitaka = wujud mayat yang berlumuran darah. - Puluvaka = wujud mayat yang dikerubungi belatung. - Atthika = wujud tengkorak.

Dalam sepuluh asubha ini, orang melihat atau membayangkan sesosok tubuh yang telah menjadi mayat diturunkan ke dalam lubang kuburan, membengkak, membiru, bernanah, terbelah di tengahnya, dikoyak – koyak oleh burung gagak atau serigala, hancur dan membusuk, berlumuran darah, dikerubungi oleh lalat dan belatung, dan akhirnya merupakan tengkorak. Selanjutnya, ia menarik kesimpulan terhadap badannya sendiri, "Badanku ini juga mempunyai sifat – sifat itu sebagai kodratnya, tidak dapat dihindari". Disinilah hendaknya orang memegang dengan teguh di dalam pikirannya obyek yang berharga yang telah timbul, seperti gambar pikiran mengenai mayat yang membengkak dan lain-lain.


(73)

- Buddhanussati = perenungan terhadap Buddha. - Dhammanussati = perenungan terhadap Dhamma. - Sanghanussati = perenungan terhadap Sangha. - Silanussati = perenungan terhadap sila.

- Caganussati = perenungan terhadap kebajikan.

- Devatanussati = perenungan terhadap makhluk-makhluk agung atau para dewa.

- Marananussati = perenungan terhadap kematian. - Kayagatanussati = perenungan terhadap badan jasmani. - Anapananussati = perenungan terhadap pernapasan.

- Upasamanussati = perenungan terhadap Nibbana atau Nirvana. Dalam Buddhanussati, direnungkan sembilan sifat Buddha. Kesembilan sifat Buddha tersebut adalah maha suci, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya, sempurna menempuh jalan ke Nibbana, pengenal semua alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar, yang patut dimuliakan.

Dalam Dhammanussati, direnungkan enam sifat Dhamma. Keenam sifat Dhamma itu adalah telah sempurna dibabarkan, nyata di dalam kehidupan, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.

Dalam Sanghanussati, direnungkan sembilan sifat Ariya-Sangha. Kesembilan sifat Ariya-Sangha itu adalah telah bertindak dengan baik, telah bertindak lurus, telah bertindak benar, telah bertindak patut, patut menerima persembahan, patut menerima tempat bernaung, patut menerima bingkisan, patut menerima penghormatan, lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya di alam semesta.

Dalam silanussati, direnungkan sila yang telah dilaksanakan, yang tidak patah, yang tidak ternoda, yang dipuji oleh para bijaksana, dan menuju pemusatan pikiran.

Dalam caganussati, direnungkan kebajikan berdana yang telah dilaksanakan, yang menyebabkan musnahnya kekikiran.


(74)

Dalam devatanussati, direnungkan makhluk – makhluk agung atau para dewa yang berbahagia, yang sedang menikmati hasil dari perbuatan baik yang telah dilakukannya.

Dalam marananussati, orang harus merenungkan bahwa pada suatu hari, kematian akan datang menyongsongku dan makhluk lainnya; bahwa badan ini harus dibagi – bagikan olehku kepada ulat – ulat, kutu, belatung, dan binatang lainnya yang hidup dengan ini; bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan, di mana, dan melalui apa orang akan meninggal, serta keadaan yang bagaimana menungguku setelah kematian.

Dalam kayagatasati, orang merenungkan 32 bagian anggota tubuh, dari telapak kaki ke atas dan dari puncak kepala ke bawah, yang diselubungi kulit dan penuh kekotoran; bahwa di dalam badan ini terdapat rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput dada, limpa, paru-paru, usus, saluran usus, perut, kotoran, empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak kulit, ludah, ingus, cairan sendi, air kencing, dan otak.

Dalam anapanasati, orang merenungkan keluar masuknya napas. Dengan sadar ia menarik napas, dengan sadar ia mengeluarkan napas.

Dalam upasamanussati, orang merenungkan Nibbana atau Nirwana yang terbebas dari kekotoran batin, hancurnya keinginan, putusnya lingkaran tumimbal lahir.

4. 4 keadaan tak terbatas (appamanna).

- Metta = cinta kasih yang universal, tanpa pamrih. - Karuna = belas kasihan.

- Mudita = perasaan simpati. - Upekkha = keseimbangan batin.

Empat appamañña ini sering disebut juga sebagai Brahma-Vihara (kediaman yang luhur).

Dalam melaksanakan metta-bhavana, seseorang harus mulai dari dirinya sendiri, karena ia tidak mungkin dapat memancarkan cinta kasih sejati bila ia membenci dan meremehkan dirinya sendiri. Setelah itu, cinta kasih dipancarkan kepada orang tua, guru-guru, teman-teman


(75)

laki-laki dan wanita sekaligus. Akhirnya, yang tersulit adalah memancarkan cinta kasih kepada musuh-musuhnya. Dalam hal ini mungkin timbul perasaan dendam atau sakit hati. Namun, hendaknya diusahakan untuk mengatasi kebencian itu dengan merenungkan sifat – sifat yang baik dari musuhnya dan jangan menghiraukan kejelekan – kejelekan yang ada padanya. Perlu diingat bahwa kebencian hanya dapat ditaklukkan dengan cinta kasih.

Dalam karuna-bhavana, orang memancarkan belas kasihan kepada orang yang sedang ditimpa kemalangan, diliputi kesedihan, kesengsaraan, dan penderitaan.

Dalam mudita-bhavana, orang memancarkan perasaan simpati kepada orang yang sedang bersuka-cita; ia turut berbahagia melihat kebahagiaan orang lain.

Dalam upekkha-bhavana, orang akan tetap tenang menghadapi suka dan duka, pujian dan celaan, untung dan rugi.

5. 1 perenungan terhadap makanan yang menjijikkan (aharepatikkulasanna).

Dalam satu aharapatikulasañña, direnungkan bahwa makanan adalah barang yang menjijikkan bila telah berada di dalam perut; direnungkan bahwa apapun yang telah dimakan, diminum, dikunyah, dicicipi, semuanya akan berakhir sebagai kotoran (tinja) dan air seni (urin).

6. 1 analisa terhadap empat unsur yang ada di dalam badan jasmani (catudhatuvavatthana).

Dalam satu catudhatuvavatthana, direnungkan bahwa di dalam badan jasmani terdapat empat unsur materi, yaitu :

- Pathavi-dhatu (unsur tanah atau unsur padat), ialah segala sesuatu yang bersifat keras atau padat. Umpamanya : rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, dan lain-lain.

- Apo-dhatu (unsur air atau unsur cair), ialah segala sesuatu yang bersifat berhubungan yang satu dengan yang lain atau melekat. Umpamanya : empedu, lendir, nanah, darah, dan lain-lain.


(76)

- Tejo-dhatu (unsur api atau unsur panas), ialah segala sesuatu yang bersifat panas dingin. Umpamanya : setelah selesai makan dan minum, atau bila sedang sakit, badan akan terasa panas dingin. - Vayo-dhatu (unsur angin atau unsur gerak), ialah segala sesuatu

yang bersifat bergerak. Umpamanya : angin yang ada di dalam perut dan usus, angin yang keluar masuk waktu bernapas, dan lain-lain. 7. 4 perenungan tanpa materi (arupa).

- Kasinagughatimakasapannatti = obyek ruangan yang sudah keluar dari kasina.

- Akasanancayatana-citta = obyek kesadaran yang tanpa batas. - Natthibhavapannati = obyek kekosongan.

- Akincannayatana-citta = obyek bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan.

Dalam kasinugaghatimakasapaññati, batin yang telah memperoleh gambaran kasina dikembangkan ke dalam perenungan ruangan yang tanpa batas sambil membayangkan, "Ruangan! Ruangan! Tak terbatas ruangan ini!" dan kemudian gambaran kasina dihilangkan. Jadi, pikiran ditujukan kepada ruangan yang tanpa batas, dipusatkan di dalamnya, dan menembus tanpa batas.

Dalam akasanancayatana-citta, ruangan yang tanpa batas itu ditembus dengan kesadarannya sambil merenungkan, "Tak terbataslah kesadaran itu". Ia harus berulang-ulang memikirkan penembusan ruangan itu dengan sadar, mencurahkan perhatiannya kepada hal tersebut.

Dalam natthibhavapaññati, orang harus mengarahkan perhatiannya pada kekosongan atau kehampaan dan tidak ada apa-apanya dari kesadaran terhadap ruangan yang tanpa batas itu. Ia terus menerus merenungkan, "Tidak ada apa-apa di sana! Kosonglah adanya ini".

Dalam akincaññayatana-citta, orang merenungkan keadaan kekosongan sebagai ketenangan atau kesejahteraan, dan setelah itu ia mengembangkan pencapaian dari sisa unsur-unsur batin yang penghabisan, yaitu perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran sampai batas kelenyapannya. Jadi, setelah kekosongan itu


(77)

dicapai, maka kesadaran mengenai kekosongan itu dilepas, seolah-olah tidak ada pencerapan lagi.

Pemilihan Objek Meditasi6

Keempat puluh objek meditasi di atas bukan untuk kita praktikkan semua. Setiap orang bisa memilih objek yang paling sesuai. Pemilihan dilakukan berdasarkan pada watak atau kecenderungan batin seorang yang akan berlatih meditasi. Watak atau kecenderungan batin ini dikenal juga dengan istilah carita.

Ada 6 jenis watak orang yang belum mencapai kesucian, yaitu : 1. Watak penuh nafsu (Raga Carita).

Ciri – ciri watak ini didominasi oleh nafsu keinginan indrawi, cenderung terikat terhadap objek – objek yang menyenangkan. Seperti ketertarikan terhadap musik, wewangian, makanan lezat, dan sebagainya. Juga mempunyai sifat serakah, selalu mengambil lebih dari kebutuhannya. Objek meditasi yang sesuai untuk orang yang berwatak ini adalah sesuatu yang tidak menyenangkan indra, yaitu salah satu jenis mayat atau kotoran tubuh.

2. Watak kebencian (Dosa Carita).

Ciri – ciri watak ini adalah kecenderungan marah, membenci, serta iri hati. Emosinya tidak stabil sehingga tidak dapat mengendalikan kemarahan. Objek meditasi yang sesuai untuk watak ini adalah sesuatu yang lembut atau indah, yaitu 4 keadaan tak terbatas dan perwujudan warna biru, putih, merah, dan kuning.

3. Watak dungu (Moha Carita).

Ciri – ciri watak ini adalah kecenderungan bingung, lamban, dan malas, diliputi kegelapan batin. Dungu atau bodoh maksudnya tidak mampu membedakan baik dan buruk, bukan berarti tidak menguasai ilmu pengetahuan. Objek meditasi yang sesuai untuk watak ini adalah keluar masuknya napas.

4. Watak spekulatif (Vitakka Carita).

6


(78)

Ciri – ciri watak ini adalah kecenderungan pikiran yang berkeliaran, tergesa – gesa, mudah gugup atau cemas bahkan terhadap hal – hal yang belum tentu nyata sekalipun. Sulit sekali bagi orang berwatak spekulatif ini untuk merasakan kedamaian. Objek meditasi yang sesuai untuk watak ini sama dengan orang yang memiliki watak dungu, yaitu keluar masuknya napas.

5. Watak mudah percaya (Saddha Carita).

Ciri – ciri watak ini adalah kecenderungan mudah percaya, polos, dan biasanya rendah hati. Objek meditasi yang cocok bagi orang berwatak ini adalah perenungan Buddha, Dharma, Sangha, perenungan terhadap sila atau moralitas, kemurahan hati, dan perenungan terhadap kebajikan para dewa.

6. Watak cerdas (Buddhi Carita).

Ciri – ciri watak ini adalah kecenderungan menekanan pengertian, selalu ingin tahu dan meneliti. Orang yang memiliki watak ini sangat cerdas. Namun perlu kita sadari juga bahwa kecerdasan tidak selalu merupakan keuntungan jika tidak diiringi dengan pengertian yang benar atau kebijaksanaan untuk membedakan hal yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Objek meditasi yang sesuai untuk watak cerdas ini antara lain perenungan terhadap kedamaian Nibbana, kematian, makanan yang menjijikkan, analisis terhadap empat unsur, dan keluar masuknya napas.

Hambatan Dalam Meditasi7

1. Hambatan dari Luar Diri

Orang – orang yang bermeditasi bisa mendapatkan gangguan dari luar dirinya. Misalnya, tempat atau lingkungan yang tidak mendukung, apakah karena tidak sesuai dengan watak meditator, atau alam dan cuaca yang tidak bersahabat, tidak aman, tidak nyaman, terlalu panas atau dingin, banyak nyamuk dan serangga lain, atau berisik. Rintangan pun bisa datang dari makanan yang tidak sehat atau perbekalan habis. Sesama peserta latihan meditasi dan orang – orang di sekelilingnya bisa

7


(79)

menjadi penghambat jika banyak berbicara, tidak memberi dukungan, atau malah melemahkan semangat dan motivasi.

2. Hambatan dari Dalam Diri

Hambatan akan datang dari pengetahuan dan pengertian yang keliru tentang meditasi. Atau tiadanya motivasi, niat dan tekad yang kuat. Meditasi dilakukan dengan pikiran, karena itu apa saja yang mengganggu pikiran akan menimbulkan rintangan.

Hambatan dari dalam diri, berupa hambatan mental atau rintangan batin dalam melaksanakan meditasi, lebih berbahaya dan lebih sulit diatasi disbanding hambatan dari luar. Ada lima hambatan yang dalam istilah Pali disebut panca nivarana atau lima rintangan batin. Kelima rintangan batin itu tak lain adalah kotoran batin (kilesa), yaitu :

- Nafsu indrawi (kamacchanda) adalah keinginan untuk memiliki atau terus memuaskan nafsu indrawi.

- Niat buruk atau kebencian (vyapada) adalah kemauan buruk untuk menyakiti.

- Kemalasan atau kelembaman dan kelesuan (thina dan middha).

- Kegelisahan dan kecemasan (uddhacca dan kukkucca) adalah hambatan ganda.

- Keraguan (vicikiccha) adalah ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, dan kurangnya ketetapan hati sehingga sulit untuk membuat komitmen atau menjalani komitmen yang telah dibuat.

Sepuluh Gangguan8

Seorang meditator akan gelisah jika mengkhawatirkan tempat tinggalnya, didatangi oleh sanak keluarga untuk berbagai urusan, memikirkan pekerjaan, janji yang belum dipenuhi, dan sebagainya, berbagai gangguan semacam ini dalam istilah Pali disebu palibodha, artinya gangguan atau kesukaran.

8


(80)

Ada 10 macam palibodha, yaitu : 1. Tempat tinggal (Avasa).

Merupakan tempat melaksanakan meditasi bagia para pemula. Tempat yang dipandang sebagai pengganggu di sini adalah tempat yang di sekitarnya banyak terdapat keributan. Misalnya di sekitar tempat meditasi sedang ada pembangunan, di pinggir jalan raya, di dekat pasar, dekat rumah makan, dan sebagainya. Yang mana tempat – tempat tersebut dapat menimbulkan potensi gangguan terhadap indera terutama, telinga, hidung, dan tubuh.

2. Keluarga (Kula).

Keluarga dapat menjadi penghalang bila dalam keluarga terdapat masalah – masalah yang belum terpecahkan, sehingga kerika bermeditasi ada anggota keluarga yang mengunjungi untuk menyelesaikan masalah.

3. Pendapatan (Labha).

Seringkali perumah tangga memikirkan penghasilannya ketika hendak berkosentrasi dalam bermeditasi, misalanya ada hutang, ada barang dagangan, dan sebagainya. Yang semuanya berhubungan dengan uang.

4. Siswa (Gana).

Siswa merupakan penghalang untuk para guru. Ketika seorang guru akan bermeditasi ada siswa yang mengunjungi untuk meminta petunjuk dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

5. Kegiatan (Kamma).

Kesibukan akan kegiatan sehari – hari sehingga tidak ada kesempatan atau waktu luang untuk bermeditasi dan pikiran pun terfokus pada pekerjaan dan banyak tersita di sana, sehingga ketika bermeditasi, bayang – bayang pekerjaan akan mempengaruhi.

6. Bepergian (Addhana).

Rencana liburan atau bepergian bersama teman maupun keluarga akan menyita waktu untuk melaksanakan meditasi. Dalam perjalanan juga tidak pas momennya untuk bermeditasi. Begitu juga ketika pulang liburan, kondisi badan sudah lelah, jasmani tidak segar lagi yang mengakibatkan sulit untuk memusatkan pikiran.


(1)

iv

3.3. Keterkaitan Tema dengan Judul ... 45

3.4. Studi Banding Tema Sejenis ... 46

3.4.1. Paimio Sanatorium, Paimio, Finlandia ... 46

3.4.2. Municipal Orphanage, Amsterdam ... 49

BAB IV ANALISA PERANCANGAN ... 54

4.1. Analisa Eksisting ... 54

4.1.1. Analisa Lokasi ... 54

4.1.2. Kondisi Eksisting Lahan ... 54

4.1.3. Analisa Sirkulasi dan Pencapaian ... 56

4.1.4. Analisa View ... 57

4.1.5. Analisa Vegetasi, Matahari, dan Angin ... 57

4.1.6. Analisa Kebisingan ... 58

4.2. Analisa Fisik Bangunan ... 59

4.2.1. Bentuk dan Massa Eksisting ... 59

4.2.2. Sirkulasi ... 60

4.2.3. Struktur ... 61

4.2.4. Utilitas ... 61

4.3. Analisa Kebutuhan Ruang ... 62

4.3.1. Besaran Ruang ... 62

4.3.2. Besaran Parkir ... 63

BAB V KONSEP PERANCANGAN ... 64

5.1. Konsep Tapak ... 64

5.1.1. Konsep Zoning dan Tata Ruang Luar ... 64

5.1.2. Konsep Entrance ... 65

5.1.3. Konsep Orientasi Bangunan ... 66

5.1.4. Konsep Sirkulasi ... 68

5.1.4.1. Konsep Sirkulasi Kendaraan Bermotor ... 68

5.1.4.2. Konsep Sirkulasi Pejalan Kaki ... 68

5.1.5. Konsep Tata Hijau ... 69

5.2. Konsep Bentukan Massa ... 70

5.3. Konsep Struktur ... 72


(2)

v

5.4.1. Konsep Elektrikal ... 74

5.4.2. Konsep Pengkondisian Udara ... 75

BAB VI HASIL PERANCANGAN ... 76

6.1. Gambar Perancangan ... 76

6.1.1. Site Plan ... 77

6.1.2. Ground Plan ... 78

6.1.3. Bangunan Pendukung ... 79

6.1.4. Aula Tidur ... 80

6.1.5. Aula Makan ... 80

6.1.6. Denah Lantai 1 Bangunan Utama ... 81

6.1.7. Denah Lantai 2 Bangunan Utama ... 82

6.1.8. Denah Atap Bangunan Utama ... 83

6.1.9. Tampak Bangunan Utama ... 84

6.1.10. Rencana Pembalokan ... 85

6.1.11. Rencana Elektrikal ... 86

6.1.12. Rencana Sanitasi ... 88

6.1.13. Potongan Site ... 89

6.1.14. Detail ... 90

6.2. Perspektif Eksterior dan Suasana ... 91

6.3. Foto Maket ... 95


(3)

vi

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir ... 4

BAB II DESKRIPSI PROYEK Gambar 2.1. Peta Lokasi Proyek ... 33

Gambar 2.2. Alur Kegiatan Pengunjung ... 34

Gambar 2.3. Alur Kegiatan Meditator ... 34

Gambar 2.4. Alur Kegiatan Guru Meditasi ... 35

Gambar 2.5. Site Plan Awareness Meditation Centre ... 37

Gambar 2.6. Rancangan Bangunan Awareness Meditation Centre ... 37

Gambar 2.7. Pusat Meditasi Dhamma Java ... 38

Gambar 2.8. Suasana Pusat Meditasi Dhamma Java ... 39

BAB III ELABORASI TEMA Gambar 3.1. Suasana Eksterior Paimio Sanatorium ... 46

Gambar 3.2. Lemari Tanam Pribadi dan Non-splash Washbasin ... 47

Gambar 3.3. Block Plan Paimio Sanatorium ... 48

Gambar 3.4. Block Plan Municipal Orphanage ... 50

Gambar 3.5. Suasana Lingkungan Luar Rumah ... 51

Gambar 3.6. Ruangan dengan Suasana Alami ... 52

Gambar 3.7. Area Lingkaran Kolam Pasir ... 52

Gambar 3.8. Ruangan dengan 12 Lampu Atap ... 53

BAB IV ANALISA PERANCANGAN Gambar 4.1. Peta Lokasi Proyek ... 54

Gambar 4.2. Batas – Batas Site ... 55

Gambar 4.3. Analisa Sirkulasi dan Pencapaian ... 56

Gambar 4.4. Analisa View ... 57

Gambar 4.5. Analisa Vegetasi, Matahari, dan Angin ... 58

Gambar 4.6. Analisa Kebisingan ... 59

Gambar 4.7. Tampak Depan Vihara Dharma Shanti ... 59

Gambar 4.8. Tampak Belakang Vihara Dharma Shanti ... 60


(4)

vii

Gambar 4.10. Tampak Samping Kanan Vihara Dharma Shanti ... 60

Gambar 4.11. Denah Vihara Dharma Shanti ... 61

BAB V KONSEP PERANCANGAN Gambar 5.1. Konsep Zoning dan Tata Ruang Luar ... 64

Gambar 5.2. Konsep Entrance ... 66

Gambar 5.3. Konsep Orientasi Bangunan ... 67

Gambar 5.4. Konsep Sirkulasi Kendaraan Bermotor ... 68

Gambar 5.5. Konsep Sirkulasi Pejalan Kaki ... 69

Gambar 5.6. Konsep Tata Hijau ... 70

Gambar 5.7. Penggunaan Batu Alam dan Elemen Cina ... 71

Gambar 5.8. Penggunaan Moon Gate, Batu Alam dan Elemen Cina ... 72

Gambar 5.9. Pondasi Tiang Pancang ... 73

Gambar 5.10. Pondasi Telapak ... 73

Gambar 5.11. Penggunaan Batu Alam pada Dinding ... 74

BAB VI HASIL PERANCANGAN Gambar 6.1. Site Plan ... 77

Gambar 6.2. Ground Plan ... 78

Gambar 6.3. Denah Bangunan Pendukung ... 79

Gambar 6.4. Tampak dan Potongan Bangunan Pendukung ... 79

Gambar 6.5. Denah, Tampak, dan Potongan Aula Tidur ... 80

Gambar 6.6. Denah, Tampak, dan Potongan Aula Makan ... 80

Gambar 6.7. Denah Lantai 1 Bangunan Utama ... 81

Gambar 6.8. Denah Lantai 2 Bangunan Utama ... 82

Gambar 6.9. Denah Atap Bangunan Utama ... 83

Gambar 6.10. Tampak Depan dan Belakang Bangunan Utama ... 84

Gambar 6.11. Tampak Samping Kiri dan Kanan Bangunan Utama ... 84

Gambar 6.12. Rencana Pembalokan Bangunan Pendukung ... 85

Gambar 6.13. Rencana Pembalokan Bangunan Utama ... 85

Gambar 6.14. Rencana Elektrikal Bangunan Pendukung ... 86

Gambar 6.15. Rencana Elektrikal Bangunan Utama ... 87


(5)

viii

Gambar 6.17. Potongan Site A-A dan B-B ... 89

Gambar 6.18. Potongan Site C-C dan D-D ... 89

Gambar 6.19. Potongan Site E-E ... 90

Gambar 6.20. Detail ... 90

Gambar 6.21. Perspektif Eksterior ... 91

Gambar 6.22. Bird Eye View ... 92

Gambar 6.23. Suasana dari Arah Tangga ... 93

Gambar 6.24. Suasana Area Kolam dan Jembatan ... 94


(6)

ix

DAFTAR TABEL