Gambar 2.2.
Struktur Produk Sumber: Herjanto. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi.
Gambar 2.2. di atas menunjukkan contoh struktur produk yang artinya : produk A merupakan produk akhir level 0 terbentuk dari 2 sub-rakitan B dan 3 sub-
rakitan C level 1. Setiap sub-rakitan B terdiri dari 2 bagian D dan 3 bagian E level 2. Demikian juga pada sub-rakitan C terdiri dari 1 bagian E, dan 2 bagian
F level 2. Dengan demikian permintaan untuk B, C, D, E dan F tergantung atas permintaan untuk A. Angka dalam kurung menunjukkan jumlah unit komponen
yang bersangkutan. Struktur produk seperti gambar di atas memiliki tiga tingkatan yaitu 0, 1 dan 2. Produk yang berada di atas merupakan produk akhir
dari produk yang di bawahnya, sedangkan yang di bawahnya merupakan komponen
.
2.6.3. Output Sistem MRP
Output dari sistem MRP menurut Kusuma 2009 adalah informasi yang dapat digunakan untuk melakukan pengendalian produksi. Keluaran pertama merupakan
rencana pemesanan yang disusun berasarkan waktu ancang dari setiap
Universitas Sumatera Utara
komponenitem. Dengan adanya rencana pemesanan, maka kebutuhan bahan pada tingkat yang lebih rendah dapat diketahui. Selain itu proyeksi kebutuhan kapasitas
juga akan diketahui, yang selanjutnya akan memberi revisi atas perencanaan kapasitas pada perencanaan sebelumnya. Output rencana kebutuhan bahan lainnya
ialah: 1.
Memberikan catatan pesanan penjadwalan yang harus dilakukandirencanakan baik dari pabrik maupun dari pemasok.
2. Memberikan indikasi penjadwalan ulang.
3. Memberikan indikasi pembatalan pesanan.
4. Memberikan indikasi keadaan persediaan.
2.6.4. Proses Pengolahan MRP
Adapun langkah-langkah mendasar pada proses pengolahan MRP menurut kusuma 2009 adalah sebagai berikut:
1.
Netting
Netting ialah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih
yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan yang ada adalam persediaan dan yang sedang dipesan.
Masukkan yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah:
• Kebutuhan kotor yaitu jumlah produk akhir yang akan dikonsumsi untuk
tiap periode selama periode perencanaan. • Rencana penerimaan dari subkontraktor selama periode perencanaan.
• Tingkat persediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Lotting
Lotting ialah proses untuk menentukan besarnya pesanan yang optimal untuk
masing-masing item produk berdasarkan hasil perhitungan kebuhan bersih. Proses lotting erat hubunganya dengan penentuan jumlah komponenitem yang
harus dipesandisediakan. Penggunaan dan pemilihan teknik yang tepat sangat mempengaruhi keefektifan rencana kebutuhan bahan.
Ukuran lot berarti jumlah item yang harus dipesandibuat, dikaitkan dengan besarnya ongkos-ongkos persediaan, seperti ongkos pengadaan barang ongkos
set up , ongkos simpan, biaya modal, serta harga barang itu sendiri. Hingga kini
telah banyak dikembangkan teknik-teknik penetapan ukuran lot oleh para ahli.
Teknik-teknik tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:
• Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas, misalnya EOQ, jumlah pesanan tetap, pesanan dengan periode tetap, algoritma Silver-
Meal, algoritma Wagner-Whitin, EPQ, lot for lot, dan lain sebagainya. • Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
• Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas. • Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.
3. Offsetting
Proses ini ditujukan untuk menentukan saat yang tepat guna melakukan rencana pemesanan dalam upaya memenuhi tingkat kebutuhan bersih. Rencana
pemesanan dilakukan pada saat material dibutuhkan dikurangi dengan waktu ancang.
Universitas Sumatera Utara
4. Explosion
Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor item yang berada ditingkat lebih bawah, didasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun
pada proses offsetting. Dalam proses explosion ini data struktur produk dan bill of material
memegang peran penting karena menentukan arah explosion.
2.6.5. Teknik Penentuan Ukuran Lot Lot Sizing