Analisis pengaruh pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 1975-2004

(1)

OLEH DIYAH UTAMI

H14103015

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

RINGKASAN

DIYAH UTAMI. Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 1975-2004 (dibimbing oleh SRI HARTOYO).

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai -13,13 persen pada tahun 1998. Salah satu kebijakan pemerintah yang turut serta berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal, yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada saat krisis, pemerintah harus menjalankan kebijakan defisit anggaran dalam mengelola keuangan negara. Defisit anggaran mengalami peningkatan karena meningkatnya jumlah pengeluaran pada pos pembayaran cicilan dan bunga utang. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut memberikan efek yang berarti bagi perekonomian.

Adanya krisis ekonomi mendorong kondisi sosial politik dan keamanan menjadi tidak stabil, sehingga para investor swasta khususnya investor asing enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada saat krisis, inflasi meningkat tajam yaitu mencapai 77,63 persen, hal tersebut dikarenakan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mendorong peningkatan pada harga bahan bakar minyak (BBM), kemudian diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang dan jasa lainnya. Inflasi yang tinggi juga memicu biaya operasional perusahaan mengalami peningkatan, sehingga mendorong banyak perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu analisis jangka panjang dengan uji kointegrasi Engel-Granger dan analisis jangka pendek dengan Error Correction Model (ECM). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series yang merupakan data tahunan dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder tersebut berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah data pertumbuhan ekonomi Indonesia, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi.

Berdasarkan hasil penelitian, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek variabel pengeluaran rutin pemerintah mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan pada periode penelitian pengeluaran rutin pemerintah bersifat tidak produktif dan sebagian


(3)

kesinambungan fiskal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang karena pengeluaran pembangunan pemerintah lebih mengarah kepada investasi. Akan tetapi pada jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan karena adanya ketidakefisienan dalam pelaksanaannya. Kemudian investasi swasta mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Akan tetapi pada jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan. Pengaruh positif investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan investasi swasta merupakan pembentuk akumulasi modal yang dapat digunakan untuk menciptakan output dan merangsang pertumbuhan ekonomi.

Pekerja memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan pekerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi barang dan jasa, sehingga dapat mendorong peningkatan pada output yang selanjutnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi. Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan inflasi dapat menghambat investasi, mengurangi kapasitas produksi, dan menurunkan daya beli masyarakat. Dari hasil estimasi diperoleh bahwa model ECM terbebas dari masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan ketidaknormalan.

Berdasarkan hasil penelitian maka pemerintah sebagai pemegang otoritas fiskal harus dapat meramalkan seberapa besar dampak yang diakibatkan oleh kebijakan fiskal (dalam hal ini pengeluaran pemerintah) terhadap perekonomian. Adanya peramalan tentang dampak tersebut sangat diperlukan agar pemerintah dapat menyusun anggarannya secara efektif dan efisien sesuai dengan target yang ingin dicapai.


(4)

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN RUTIN DAN

PENGELUARAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

PERIODE 1975-2004

Oleh: DIYAH UTAMI

H14103015

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Diyah Utami

Nomor Registrasi Pokok : H14103015 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1975-2004

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS. NIP. 131 124 021

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Ir. Rina Oktaviani, MS., Ph.D. NIP. 131 846 872


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2007

Diyah Utami H14103015


(7)

“Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1975-2004”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Ir. Bambang Juanda, MS., Ph.D sebagai dosen penguji utama yang telah bersedia menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini. Kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Tanti Novianti, M.Si sebagai dosen penguji komisi pendidikan, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.

Terima kasih kepada seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta staf Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu kelancaran administrasi selama penulis menjalani pendidikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis yaitu Bapak Bedjo Wiryo Sumarto, Ibu Mugiarti Rahayu, dan Bapak Purwadi, serta saudara-saudara penulis terutama Redifa Fajar Prasetya dan Rastiti. Kesabaran, doa, dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada Mada Pradana yang telah mengisi relung hati, atas segala dukungan, doa, dan semangat yang tak pernah berhenti mengalir. Semoga kita akan terus berjalan beriringan, di dekatkan dan diridhoi oleh Allah SWT.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada sahabat-sahabat penulis yaitu Efa, Arum, Ana, Wilma, Eca, Linda, Winsih, Bety, Heni, Dika, Amel, Besty, dan


(8)

Riska atas segala dukungan, doa, semangat, serta menjadi sahabat yang senantiasa menemani dalam suka maupun duka. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 40 yang selalu ceria dan kompak, semoga kekompakan akan selalu terjaga dan semoga sukses dalam mencapai cita-cita.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 39 atas kesediaannya untuk berbagi pengalaman tentang keluh kesah dalam penyusunan skripsi. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 41 dan 42, teruslah berjuang dan jangan pernah menyerah, yakinlah bahwa kalian mampu mencapai segala cita-cita yang kalian inginkan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan, bantuan, dukungan, dan semangat yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2007

Diyah Utami H14103015


(9)

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 7

2.2. Pengeluaran Pemerintah ... 7

2.3. Investasi Swasta ... 8

2.4. Pekerja ... 9

2.5. Inflasi ... 10

2.6. Model Pertumbuhan ... 11

2.7. Penelitian Terdahulu ... 12

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1. Kerangka Teori ... 18

3.2. Kerangka Konseptual ... 23

IV. METODE PENELITIAN ... 25

4.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

4.2. Metode Analisis Data ... 25

4.3. Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test) ... 25

4.4. Uji Kointegrasi ... 26

4.5. Pendekatan Koreksi Kesalahan ... 28

4.5.1. Uji Kebaikan Model ECM ... 28


(10)

4.6. Definisi Operasional Variabel ... 32

V. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, PEKERJA, DAN INLASI ... 34

5.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 34

5.2. Pengeluaran Rutin Pemerintah ... 36

5.3. Pengeluaran Pembangunan Pemerintah ... 38

5.4. Investasi Swasta ... 39

5.5. Pekerja ... 41

5.6. Inflasi ... 42

VI. PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, PEKERJA, DAN INFLASI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA ... 44

6.1. Hasil Pengujian Akar-Akar Unit ... 44

6.2. Uji Kointegrasi ... 46

6.3. Pendekatan Koreksi Kesalahan ... 52

6.3.1. Uji Kebaikan Model ECM ... 52

6.3.2. Model Koreksi Kesalahan (ECM) ... 53

VII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

7.1. Kesimpulan ... 57

7.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 62


(11)

OLEH DIYAH UTAMI

H14103015

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(12)

RINGKASAN

DIYAH UTAMI. Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 1975-2004 (dibimbing oleh SRI HARTOYO).

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai -13,13 persen pada tahun 1998. Salah satu kebijakan pemerintah yang turut serta berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal, yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada saat krisis, pemerintah harus menjalankan kebijakan defisit anggaran dalam mengelola keuangan negara. Defisit anggaran mengalami peningkatan karena meningkatnya jumlah pengeluaran pada pos pembayaran cicilan dan bunga utang. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut memberikan efek yang berarti bagi perekonomian.

Adanya krisis ekonomi mendorong kondisi sosial politik dan keamanan menjadi tidak stabil, sehingga para investor swasta khususnya investor asing enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada saat krisis, inflasi meningkat tajam yaitu mencapai 77,63 persen, hal tersebut dikarenakan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mendorong peningkatan pada harga bahan bakar minyak (BBM), kemudian diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang dan jasa lainnya. Inflasi yang tinggi juga memicu biaya operasional perusahaan mengalami peningkatan, sehingga mendorong banyak perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu analisis jangka panjang dengan uji kointegrasi Engel-Granger dan analisis jangka pendek dengan Error Correction Model (ECM). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series yang merupakan data tahunan dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder tersebut berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah data pertumbuhan ekonomi Indonesia, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi.

Berdasarkan hasil penelitian, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek variabel pengeluaran rutin pemerintah mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan pada periode penelitian pengeluaran rutin pemerintah bersifat tidak produktif dan sebagian


(13)

kesinambungan fiskal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang karena pengeluaran pembangunan pemerintah lebih mengarah kepada investasi. Akan tetapi pada jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan karena adanya ketidakefisienan dalam pelaksanaannya. Kemudian investasi swasta mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Akan tetapi pada jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan. Pengaruh positif investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan investasi swasta merupakan pembentuk akumulasi modal yang dapat digunakan untuk menciptakan output dan merangsang pertumbuhan ekonomi.

Pekerja memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan pekerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi barang dan jasa, sehingga dapat mendorong peningkatan pada output yang selanjutnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi. Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan inflasi dapat menghambat investasi, mengurangi kapasitas produksi, dan menurunkan daya beli masyarakat. Dari hasil estimasi diperoleh bahwa model ECM terbebas dari masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan ketidaknormalan.

Berdasarkan hasil penelitian maka pemerintah sebagai pemegang otoritas fiskal harus dapat meramalkan seberapa besar dampak yang diakibatkan oleh kebijakan fiskal (dalam hal ini pengeluaran pemerintah) terhadap perekonomian. Adanya peramalan tentang dampak tersebut sangat diperlukan agar pemerintah dapat menyusun anggarannya secara efektif dan efisien sesuai dengan target yang ingin dicapai.


(14)

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN RUTIN DAN

PENGELUARAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

PERIODE 1975-2004

Oleh: DIYAH UTAMI

H14103015

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(15)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Diyah Utami

Nomor Registrasi Pokok : H14103015 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1975-2004

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS. NIP. 131 124 021

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Ir. Rina Oktaviani, MS., Ph.D. NIP. 131 846 872


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2007

Diyah Utami H14103015


(17)

“Analisis Pengaruh Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1975-2004”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Ir. Bambang Juanda, MS., Ph.D sebagai dosen penguji utama yang telah bersedia menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini. Kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Tanti Novianti, M.Si sebagai dosen penguji komisi pendidikan, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.

Terima kasih kepada seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta staf Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu kelancaran administrasi selama penulis menjalani pendidikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis yaitu Bapak Bedjo Wiryo Sumarto, Ibu Mugiarti Rahayu, dan Bapak Purwadi, serta saudara-saudara penulis terutama Redifa Fajar Prasetya dan Rastiti. Kesabaran, doa, dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada Mada Pradana yang telah mengisi relung hati, atas segala dukungan, doa, dan semangat yang tak pernah berhenti mengalir. Semoga kita akan terus berjalan beriringan, di dekatkan dan diridhoi oleh Allah SWT.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada sahabat-sahabat penulis yaitu Efa, Arum, Ana, Wilma, Eca, Linda, Winsih, Bety, Heni, Dika, Amel, Besty, dan


(18)

Riska atas segala dukungan, doa, semangat, serta menjadi sahabat yang senantiasa menemani dalam suka maupun duka. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 40 yang selalu ceria dan kompak, semoga kekompakan akan selalu terjaga dan semoga sukses dalam mencapai cita-cita.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 39 atas kesediaannya untuk berbagi pengalaman tentang keluh kesah dalam penyusunan skripsi. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 41 dan 42, teruslah berjuang dan jangan pernah menyerah, yakinlah bahwa kalian mampu mencapai segala cita-cita yang kalian inginkan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan, bantuan, dukungan, dan semangat yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2007

Diyah Utami H14103015


(19)

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 7

2.2. Pengeluaran Pemerintah ... 7

2.3. Investasi Swasta ... 8

2.4. Pekerja ... 9

2.5. Inflasi ... 10

2.6. Model Pertumbuhan ... 11

2.7. Penelitian Terdahulu ... 12

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1. Kerangka Teori ... 18

3.2. Kerangka Konseptual ... 23

IV. METODE PENELITIAN ... 25

4.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

4.2. Metode Analisis Data ... 25

4.3. Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test) ... 25

4.4. Uji Kointegrasi ... 26

4.5. Pendekatan Koreksi Kesalahan ... 28

4.5.1. Uji Kebaikan Model ECM ... 28


(20)

4.6. Definisi Operasional Variabel ... 32

V. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, PEKERJA, DAN INLASI ... 34

5.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 34

5.2. Pengeluaran Rutin Pemerintah ... 36

5.3. Pengeluaran Pembangunan Pemerintah ... 38

5.4. Investasi Swasta ... 39

5.5. Pekerja ... 41

5.6. Inflasi ... 42

VI. PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, PEKERJA, DAN INFLASI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA ... 44

6.1. Hasil Pengujian Akar-Akar Unit ... 44

6.2. Uji Kointegrasi ... 46

6.3. Pendekatan Koreksi Kesalahan ... 52

6.3.1. Uji Kebaikan Model ECM ... 52

6.3.2. Model Koreksi Kesalahan (ECM) ... 53

VII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

7.1. Kesimpulan ... 57

7.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 62


(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1998-2004 ... 1

1.2. Perkembangan Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah 1994-2004 ... 3

6.1. Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test) pada Level ... 45

6.2. Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test) pada First Difference ... 46

6.3. Hasil Uji Akar Unit terhadap Residual Persamaan Regresi ... 47

6.4. Model Jangka Panjang ... 47


(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 3.1. Dampak Peningkatan Pengeluaran Pemerintah terhadap Inflasi

dan Pendapatan Nasional ... 18 3.2. Dampak Pergeseran dalam Permintaan Agregat terhadap

Inflasi dan Output ... 21 3.3. Kerangka Konseptual ... 24 5.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 34 5.2. Perkembangan Pengeluaran Rutin Pemerintah Riil (2002=100) ... 36 5.3. Perkembangan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Riil

(2002=100) ... 38 5.4. Perkembangan Investasi Swasta Riil (2002=100) ... 40 5.5. Perkembangan Pekerja Riil (2002=100) ... 41 5.6. Perkembangan Inflasi ... 43


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Data Penelitian ... 62

2. Pengujian Stasioneritas ... 63 a. Uji Akar-Akar Unit pada Level ... 63 b. Uji Akar-Akar Unit pada First Difference ... 66 3. Kointegrasi ... 70 a. Hasil Uji Akar Unit terhadap Residual Persamaan Regresi ... 70 b. Model Jangka Panjang ... 70 4. Uji Kebaikan Model ECM ... 71 a. Uji Autokorelasi ... 71 b. Uji Heteroskedastisitas ... 71 c. Uji Normalitas ... 71 5. Model Jangka Pendek (ECM) ... 72


(24)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai -13,13 persen pada tahun 1998.

Kemudian sejak tahun 1999 perekonomian mulai memasuki proses pemulihan yaitu ditandai dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,79 persen. Seiring dengan meningkatnya perekonomian global, perekonomian Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang baik. Kinerja ekonomi selama tahun 2002 tumbuh sebesar 4,38 persen dan sampai dengan tahun 2004 kembali meningkat sebesar 5,13 persen. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada tahun 2004 didukung oleh situasi keamanan yang terkendali serta diimbangi pula dengan rendahnya laju inflasi (Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1998-2004

Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Pertumbuhan Ekonomi (%)

-13,13 0,79 4,92 3,83 4,38 4,88 5,13 Sumber: BPS (1998-2004)

Salah satu kebijakan pemerintah yang turut serta berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal, yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN merinci tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, biasanya 1 tahun (Suparmoko, 2000). Menurut Keynes, menetapkan


(25)

anggaran yang akan digunakan bagi kinerja perekonomian merupakan hal yang penting bagi suatu negara (Gie, 2004).

Sebagai pemegang otoritas fiskal, pemerintah melakukan banyak sekali pengeluaran untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Hal tersebut dilakukan karena pemerintah harus menggerakkan perekonomian. Kecenderungan di dalam sisi pengeluaran mencerminkan sesuatu yang penting dari sisi penerimaan. Sebagai contoh, pengeluaran riil pemerintah pada tahun 1970-an meningkat sangat tajam akibat dampak langsung dari peningkatan penerimaan devisa dari ekspor minyak dan pemasukan bantuan (Dumairy, 1996). Adanya peningkatan penerimaan devisa tersebut disebabkan oleh harga minyak bumi di pasar dunia melambung tinggi dan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor minyak pada saat itu memperoleh dampak positifnya.

Kemudian pada pertengahan dasawarsa 1980-an terjadi perubahan komposisi pengeluaran pemerintah Indonesia. Pada tahun 1982 dunia mengalami resesi ekonomi yaitu harga minyak di pasar dunia menurun tajam, sehingga penerimaan devisa dari minyak bumi ikut turun. Semenjak itu pengeluaran pembangunan tidak pernah lagi lebih besar daripada pengeluaran rutin (Dumairy, 1996). Selanjutnya pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan posisi keuangan pemerintah semakin tertekan, terutama disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.

Pada saat krisis ekonomi, pemerintah harus menjalankan kebijakan defisit anggaran dalam mengelola keuangan negara. Defisit anggaran mengalami peningkatan karena meningkatnya jumlah pengeluaran pada pos pembayaran


(26)

3

cicilan dan bunga utang. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut memberikan efek yang berarti bagi perekonomian.

1.2. Perumusan Masalah

Pengeluaran pemerintah baik dalam bentuk konsumsi maupun investasi merupakan salah satu komponen dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Perkembangan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintah dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Perkembangan Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah 1994-2004

Tahun Pengeluaran Rutin

(Milyar Rupiah)

Pengeluaran Pembangunan (Milyar Rupiah)

1994 44069,00 30691,70

1995 50435,00 28780,70

1996 61568,00 33454,30

1997 62158,80 38927,90

1998 104452,60 41567,00

1999 156755,60 45187,40

2000 162577,10 25814,80

2001 218923,30 41585,00

2002 200382,10 47414,30

2003 188584,30 65129,80

2004 237844,00 68879,00

Sumber: BPS (1994-2004)

Keadaan perekonomian Indonesia sebelum krisis menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dan pada saat krisis pengeluaran pemerintah pun semakin meningkat terutama pada pos pembayaran cicilan dan bunga utang. Pembayaran cicilan dan bunga utang tersebut termasuk ke dalam pengeluaran rutin, sehingga dapat terlihat bahwa perubahan pengeluaran rutin dari tahun 1997 ke tahun 1998 mengalami peningkatan yang cukup besar. Besarnya pengeluaran pemerintah di satu sisi tidak


(27)

diimbangi dengan peningkatan penerimaan pemerintah, sehingga hal tersebut membuat pemerintah mengalami kesulitan dalam mengelola anggaran negara.

Oleh karena keterbatasan anggaran yang dimiliki, pemerintah melakukan pinjaman baru untuk menutup pembayaran cicilan pinjaman yang lama atau jatuh tempo (Kusumastuti, 2005). Hal ini mengakibatkan akumulasi beban utang semakin bertambah. Selain itu, dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan sebagian dialokasikan untuk menutup beban utang sehingga pembangunan mengalami pelambatan.

Adanya krisis ekonomi mendorong kondisi sosial politik dan keamanan menjadi tidak stabil, sehingga para investor swasta khususnya investor asing enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada saat krisis, inflasi meningkat tajam yaitu mencapai 77,63 persen. Hal tersebut dikarenakan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mendorong peningkatan pada harga bahan bakar minyak (BBM), kemudian diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang dan jasa lainnya. Inflasi yang tinggi juga memicu biaya operasional perusahaan mengalami peningkatan, sehingga mendorong banyak perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan.

Pada akhir tahun 2004 dimana kondisi makroekonomi secara umum cukup mantap dan stabil, Indonesia diguncang oleh bencana alam yang sangat dahsyat. Terjadinya gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami yang sangat besar pada tanggal 26 Desember 2004 melumpuhkan propinsi Aceh Darussalam dan sebagian Sumatera Utara. Beratnya kerusakan akibat peristiwa tersebut membutuhkan dana, tenaga dan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki dan membangun daerah


(28)

5

itu kembali. Hal ini tentunya berdampak terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pengaruh pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan untuk dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang,

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah sebagai pengambil keputusan dalam melaksanakan kebijakan fiskal, terutama dalam menentukan pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien agar perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.


(29)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini lebih difokuskan pada analisis pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi yang merujuk pada jurnal Kweka dan Morissey (2000). Pengeluaran pemerintah yang digunakan terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, karena pada periode penelitian yaitu tahun 1975-2004 format belanja negara masih membedakan antara belanja rutin dan belanja pembangunan, yaitu dengan sistem anggaran dual atau Dual Budgeting System (Abimanyu, 2005). Penelitian ini menggunakan variabel pendukung yaitu investasi swasta, pekerja, dan inflasi karena ketiga variabel tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan ekonomi (Putong, 2003). Menurut Boediono dalam Marissa (2004), pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses pertumbuhan output per kapita jangka panjang apabila ada kecenderungan output per kapita naik yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut (kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri), bukan berasal dari luar atau bersifat sementara. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi bersifat self generating, artinya proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu kekuatan atau momentum bagi kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya.

2.2. Pengeluaran Pemerintah

Menurut Suparmoko (2000), pengeluaran pemerintah merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa-masa yang akan datang. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat. Selain itu pengeluaran juga merupakan penyedia kesempatan kerja yang lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas.

Sejak Orde Baru sampai dengan tahun 2004, pos belanja pemerintah dalam APBN dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, yaitu dengan sistem anggaran dual atau Dual Budgeting System (Abimanyu, 2005).


(31)

Pada hakekatnya yang dimaksud dengan anggaran belanja rutin adalah anggaran yang dikaitkan dengan kegiatan yang sifatnya terus-menerus, sedangkan anggaran belanja pembangunan dikaitkan dengan kegiatan yang sifatnya tidak terus-menerus dan ada akhirnya (Suparmoko, 2000). Pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, pembayaran cicilan dan bunga utang, subsidi, serta pengeluaran rutin lainnya, sedangkan pengeluaran pembangunan terdiri dari pengeluaran untuk program pembangunan dan pengeluaran bantuan proyek.

Pada tahun 2005 pemerintah melakukan kebijakan perubahan format belanja negara. Perubahan format belanja negara tersebut dilandasi oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Perubahan yang dimaksud adalah dengan menjalankan sistem penganggaran yang terpadu (unified budgeting system), yaitu dengan menyatukan anggaran belanja rutin dan anggara belanja pembangunan yang sebelumnya dipisahkan (Purwanto, 2006).

2.3. Investasi Swasta

Menurut Sukirno (1991), investasi merupakan pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dalam konteks makroekonomi, investasi merupakan pergerakan arus pengeluaran yang dapat menambah stok modal secara fisik, seperti pembangunan pabrik dan kantor.

Investasi dalam identitas pendapatan nasional merupakan investasi rumah tangga dan swasta, serta investasi pemerintah yang merupakan bagian dari


(32)

9

pengeluaran pemerintah (Mankiw, 2000). Investasi swasta di Indonesia terdiri dari investasi domestik dan investasi asing. Investasi swasta domestik merupakan penanaman modal yang dilakukan oleh pihak-pihak swasta di dalam negeri, sedangkan investasi asing merupakan penanaman modal yang berasal dari luar negeri yang meliputi semua pinjaman dan bantuan pemerintah dalam bentuk uang dan barang.

Menurut Samuelson dan Nordhaus dalam Lailatussholiha (2005), investasi merupakan komponen pengeluaran yang cukup besar dan tidak mudah habis, perubahan besar pada investasi akan mempengaruhi permintaan agregat (efek jangka pendek) yang pada akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja. Kemudian investasi mendorong terjadinya akumulasi modal yang dapat meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi (efek jangka panjang).

2.4. Pekerja

Menurut konsep labour force approach atau pendekatan angkatan kerja, pekerja tergolong ke dalam angkatan kerja yang bekerja dengan maksud memperoleh pendapatan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus menerus dalam seminggu sebelum pencacahan (Dumairy, 1996). Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan saat disensus atau disurvai memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak


(33)

bekerja misalnya wanita karir yang sedang cuti melahirkan atau petani yang sedang menanti panen.

2.5. Inflasi

Inflasi merupakan fenomena kenaikan harga secara umum yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara permintaan dan penawaran di pasar. Interaksi tersebut akan menghasilkan keseimbangan antara tingkat harga dan jumlah output yang diminta dan yang ditawarkan di pasar.

Inflasi dapat terjadi melalui dua sisi, yaitu dari sisi permintaan (demand pull inflation) dan sisi penawaran (cost push inflation). Inflasi dari sisi permintaan (demand pull inflation) terjadi apabila secara agregat terjadi peningkatan terhadap barang-barang dan jasa dalam memenuhi permintaan yang mendorong produsen untuk menambah dana produksi dan menyebabkan pergeseran kurva permintaan. Kondisi ini secara langsung dapat mengakibatkan inflasi, karena menyebabkan naiknya harga output. Sebaliknya apabila secara agregat terjadi penurunan penawaran terhadap barang dan jasa yang diakibatkan oleh meningkatnya biaya produksi, maka terjadi pergeseran kurva penawaran yang secara potensial akan mengakibatkan inflasi disertai kelesuan usaha dalam perekonomian, yang ditunjukkan dengan menurunnya sejumlah output. Kondisi ini dinamakan cost push inflation (Mankiw, 2000).


(34)

11

2.6. Model Pertumbuhan

Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah modifikasi dari model pertumbuhan yang digunakan oleh Kweka dan Morissey (2000). Mereka meneliti tentang pengaruh pengeluaran sektor publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania dengan menggunakan data runtun waktu periode 1965-1996. Model tersebut diterapkan untuk melihat pengaruh pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 1975 sampai dengan 2004. Peneliti menggunakan model penelitian Kweka dan Morissey karena model tersebut telah memenuhi syarat sebagai model pertumbuhan dimana dalam variabel penjelasnya terdapat variabel kapital dan tenaga kerja.

Persamaan atau model pertumbuhan yang digunakan Kweka dan Morissey adalah sebagai berikut :

g = ao + a1 ( Ip / Y ) + a2 ( Ig / Y ) + a3 ( Hg / Y ) + a4 ( Cg / Y ) + e (2.1) dimana :

Y = Gross Domestic Product (milyar), Ip = Investasi swasta (milyar),

Ig = Pengeluaran investasi pemerintah (milyar),

Hg = Pengeluaran investasi modal manusia pemerintah (milyar), Cg = Pengeluaran konsumsi pemerintah (milyar),

g = Pertumbuhan ekonomi (ln Yt – ln Yt-1), e = Error.


(35)

Dalam penelitiannya, Kweka dan Morissey tidak mempunyai data jumlah pekerja, oleh karena itu mereka menggunakan data pengeluaran investasi modal manusia pemerintah sebagai proksinya. Namun dalam penelitian ini peneliti mengganti variabel pengeluaran investasi modal manusia pemerintah dengan pekerja. Hal tersebut dikarenakan menurut konsep labor force approach pekerja mencerminkan angkatan kerja yang sebenarnya yang berpengaruh terhadap perekonomian.

Selain itu peneliti mengganti variabel pengeluaran investasi pemerintah (Ig) dan pengeluaran konsumsi pemerintah (Cg) dengan pengeluaran rutin pemerintah dan pengeluaran pembangunan pemerintah. Hal tersebut dilakukan karena pengeluaran rutin digunakan untuk kegiatan yang tidak produktif dan cenderung mengarah kepada konsumsi, sedangkan pengeluaran pembangunan mengarah kepada investasi. Kemudian peneliti juga memasukkan variabel inflasi dalam model karena pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari adanya pengaruh inflasi. Inflasi disebabkan oleh adanya interaksi permintaan dan penawaran di pasar yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tingkat harga dan output.

2.7. Penelitian Terdahulu

Kweka dan Morissey (2000), meneliti tentang pengaruh pengeluaran sektor publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania periode 1965-1996 dengan menggunakan data runtun waktu (time series) selama 32 tahun. Dasar teori yang digunakan yaitu studi yang dilakukan oleh Barro (1990) yang dibangun dari model yang dilakukan oleh Rati Ram (1986).


(36)

13

Dalam model penelitiannya digunakan empat variabel bebas, yaitu: investasi swasta yang menggunakan data pembentukan swasta, pengeluaran pemerintah yang produktif atau investasi fisik yang diproksikan dengan data pengeluaran pembangunan atau modal total pemerintah, pengeluaran konsumsi pemerintah yang merupakan jumlah pengeluaran pemerintah yang bersifat konsumsi dikurangi pengeluaran di sektor pendidikan dan kesehatan, dan pengeluaran modal manusia yang merupakan pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan. Semua variabel yang digunakan menggunakan nilai riil dengan menggunakan indeks harga konsumen tahun 1985. Metode analisis yang digunakan yaitu metode Error Correction Model (ECM) dan pendekatan kointegrasi Johansen serta Engel-Granger.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Kweka dan Morissey adalah disatu sisi peningkatan pengeluaran produktif (investasi fisik) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan yang negatif ini diperkirakan karena adanya ketidakefisienan investasi publik yang terjadi di Tanzania pada periode penelitian. Namun di sisi lain, pengeluaran konsumsi pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pada waktu tertentu berpengaruh pula terhadap konsumsi swasta. Kemudian ditemukan juga bahwa tidak ada pengaruh pengeluaran publik dibidang modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi swasta juga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sihotang (2003), meneliti dampak kebijakan fiskal terhadap pendapatan nasional di Indonesia periode 1969-2000. Peneliti menggunakan model persamaan


(37)

simultan dengan metode pendugaan parameter yang digunakan yaitu metode Two Stage Least Square (TSLS). Persamaan simultan yang digunakan terdiri dari 14 persamaan termasuk persamaan identitas. Persamaan-persamaan tersebut yaitu pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi, ekspor, impor, pendapatan nasional, pendapatan disposibel, permintaan uang, penawaran uang, permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, tingkat pengangguran, laju inflasi, tingkat suku bunga, dan tingkat upah. Selain mengestimasi persamaan-persamaan tersebut, peneliti juga melakukan analisis simulasi kebijakan fiskal yaitu dengan mengkombinasikan berbagai variabel fiskal dengan menggunakan data tahun 1969-2000 dimana persentase perubahan variabel fiskal tersebut disesuaikan dengan rata-rata persentase perubahannya dari tahun 1969-2000. Variabel-variabel fiskal yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu:

1. Pengeluaran total yang terdiri dari subsidi, pengeluaran pembangunan, pembayaran utang luar negeri beserta bunganya, belanja luar negeri pemerintah, dan pengeluaran lain-lain.

2. Pengeluaran pembangunan yang merupakan bagian dari pengeluaran total. 3. Pengeluaran subsidi yang merupakan bagian dari pengeluaran total.

4. Penerimaan dari pajak total yang terdiri dari pajak ekspor, pajak impor (pajak pertambahan nilai, bea masuk dan cukai), pajak bumi dan bangunan, pajak penghasilan, serta penerimaan pajak lainnya.

5. Penerimaan dari bea masuk, cukai, dan pajak pertambahan nilai yang merupakan bagian dari penerimaan pajak total.


(38)

15

6. Penerimaan dari pajak ekspor yang merupakan bagian dari penerimaan pajak total.

7. Penerimaan dari migas.

Berdasarkan hasil estimasi dan validasi model ekonomi Indonesia dalam penelitiannya secara umum variabel-variabel kebijakan fiskal kurang berpengaruh terhadap pendapatan nasional, konsumsi, investasi, ekspor, impor, permintaan uang, penawaran uang, permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, upah, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan pendapatan disposibel. Sedangkan berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan, kebijakan fiskal memiliki dampak terhadap pendapatan nasional, kesempatan kerja, dan inflasi di Indonesia. Simulasi kebijakan fiskal selama tahun 1969 sampai dengan tahun 2000 menunjukkan bahwa kebijakan pengeluaran total pemerintah lebih dominan dalam meningkatkan pendapatan nasional dibandingkan variabel-variabel kebijakan lain terutama kebijakan penerimaan pajak total.

Sutriono (2006), meneliti tentang hubungan timbal balik antara pengeluaran pemerintah dan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia periode 1970-2003. Metode yang digunakan adalah Granger Causality dan Vector Autoregression (VAR) dengan memperlakukan kedua variabel sebagai variabel endogen. Variabel-variabel yang digunakan yaitu: PDB, total pengeluaran pemerintah riil, realisasi pengeluaran rutin riil, realisasi pengeluaran pembangunan riil, realisasi pengeluaran pembangunan (sektor pertanian dan kehutanan), realisasi pengeluaran pembangunan (sektor transportasi,meteorologi


(39)

dan geofisika), dan realisasi pengeluaran pembangunan (sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan YME, pemuda dan olahraga). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara perubahan (peningkatan atau penurunan) total pengeluaran pemerintah dengan perubahan (peningkatan atau penurunan) PDB. Pengeluaran rutin tidak signifikan mempengaruhi perubahan PDB karena lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontraktif seperti belanja untuk pembayaran bunga utang. Sementara perubahan pengeluaran pembangunan memiliki hubungan kausal positif dan signifikan terhadap perubahan PDB. Hal ini dapat dijelaskan oleh pengaruh positif pengeluaran sektor pertanian, infrastruktur, dan transportasi serta pendidikan terhadap PDB dan pengaruh positif perubahan PDB terhadap pengeluaran pemerintah di sektor infrastruktur dan transportasi.

Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya mencakup perbedaan dalam periode penelitian dan variabel-variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan dari tahun 1975 sampai dengan 2004, yaitu selama kurun waktu 30 tahun. Kemudian variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi.

Selain itu penelitian ini juga memasukkan variabel dummy krisis untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan dari krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Dengan menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen, maka penelitian ini menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari


(40)

17

variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, inflasi, dan dummy krisis terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM).


(41)

Pengeluaran pemerintah yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan merupakan perangkat dalam kebijakan fiskal. Kenaikan dalam pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pendapatan nasional. Gambar 3.1 menjelaskan bagaimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempengaruhi harga dan pendapatan nasional. Adanya peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan permintaan agregat (AD) dari AD0 ke AD1. Jika penawaran agregat (AS) relatif konstan maka kenaikan AD akan berdampak pada peningkatan harga umum dan pendapatan nasional dari Y0 ke Y1. Peningkatan terhadap pendapatan nasional pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

P

AS P1

P0 AD1

AD0 Y0 Y1 Y Sumber: Mankiw (2000)

Gambar 3.1. Dampak Peningkatan Pengeluaran Pemerintah terhadap Inflasi dan Pendapatan Nasional

Relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian menurut pandangan kaum Keynesian dinotasikan pada identitas keseimbangan pendapatan


(42)

19 nasional Y = C + I + G + ( X-M ). Dari notasi yang sangat sederhana tersebut dapat dilihat bahwa kenaikan (penurunan) pengeluaran pemerintah akan menaikkan (menurunkan) pendapatan nasional (Dumairy, 1996). Secara teori dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengeluaran pemerintah dengan pendapatan nasional.

Pengeluaran rutin pemerintah terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga dan cicilan utang, subsidi, serta pengeluaran rutin lainnya. Jika pengeluaran rutin tersebut sebagian besar digunakan untuk konsumsi maka akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena adanya peningkatan konsumsi akan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan atas dan meningkatkan pendapatan nasional, sehingga pada selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun jika sebagian besar digunakan untuk pembayaran bunga dan cicilan utang maka akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena baik utang dalam negeri maupun luar negeri memiliki resiko. Jika pemerintah melakukan pencetakan uang untuk pembayaran utang dalam negeri maka hal ini akan memicu inflasi, selain itu juga akan menggeser investasi domestik karena dana yang seharusnya untuk investasi digunakan untuk membayar utang dalam negeri, sedangkan utang luar negeri akan memperlemah posisi tawar negara terhadap negara-negara lain di dunia internasional. Utang luar negeri sangat rentan terhadap perubahan kurs dan akan berbahaya jika terjadi depresiasi mata uang sehingga utang akan melonjak tinggi (Muhammad, 2005). Menurut Fischer dan Easterly dalam Pradhan 1996, jika pemerintah melakukan


(43)

pinjaman yang berlebihan akan mendorong terjadinya krisis utang, penerimaan berlebih dalam bentuk valuta asing (foreign reserves) dapat mendorong krisis dalam neraca pembayaran (balance of payment), pencetakan uang untuk menutupi utang akan mendorong inflasi, dan terlalu banyak pinjaman dalam negeri mendorong suku bunga riil meningkat sehingga dapat menghambat investasi swasta. Secara teori dapat disimpulkan bahwa pengeluaran rutin pemerintah dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pengeluaran pembangunan pemerintah adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai proyek pembangunan fisik dan non fisik. Pengeluaran ini mencerminkan peranan pemerintah dalam perekonomian yang lebih mengarah kepada investasi seperti pengeluaran untuk membangun jalan raya dan gedung sekolah. Pengeluaran pembangunan jalan raya dan gedung sekolah akan meningkatkan permintaan agregat akan barang dan jasa yang berhubungan dengan pembangunan itu sendiri. Kenaikan dalam permintaan agregat akan meningkatkan output dan selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jadi secara teori pengeluaran pembangunan pemerintah akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Menurut Samuelson dan Nordhaus dalam Lailatussholiha (2005), investasi merupakan komponen pengeluaran yang cukup besar dan tidak mudah habis, perubahan besar pada investasi akan mempengaruhi permintaan agregat (efek jangka pendek) yang pada akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja. Kemudian investasi mendorong terjadinya akumulasi modal yang dapat meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan


(44)

21 ekonomi (efek jangka panjang). Dengan demikian secara teori investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Salah satu determinan penting dari produksi barang dan jasa suatu negara adalah tenaga kerja, semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka semakin banyak output yang diproduksi. Adanya tambahan jumlah pekerja harus diimbangi pula dengan adanya tambahan modal. Jika modal untuk produksi tetap, maka dengan bertambahnya jumlah pekerja dapat menurunkan output yang diproduksi itu sendiri. Namun sebaliknya jika modal untuk produksi fleksibel mengikuti pertambahan jumlah pekerja, maka peningkatan jumlah pekerja dapat meningkatkan output. Dengan demikian secara teori dapat disimpulkan bahwa jumlah pekerja dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

LRAS

Tingkat harga, P AS2

P3 C AS1 P2 B

P1 AD2

A

AD1

Y1 = Y3 = Y Y2 Output, Y Sumber: Mankiw (2000)

Gambar 3.2. Dampak Pergeseran dalam Permintaan Agregat terhadap Inflasi dan Output


(45)

Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus (dalam jangka panjang). Hubungan inflasi dan output dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Ketika pemerintah melakukan kebijakan fiskal untuk meningkatkan permintaan agregat, kebijakan tersebut akan menggerakkan perekonomian sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek ke titik output yang lebih tinggi dan tingkat harga yang lebih tinggi, yaitu dari titik A ke titik B. Output yang lebih tinggi berarti pengangguran yang lebih rendah, karena perusahaan membutuhkan lebih banyak pekerja ketika mereka memproduksi lebih banyak dan berarti juga pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Tingkat harga yang tinggi dibandingkan tingkat harga tahun sebelumnya berarti inflasi yang lebih tinggi. Jadi ketika pemerintah menggerakkan perekonomian ke atas sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek maka akan menurunkan tingkat pengangguran atau meningkatkan output (pertumbuhan ekonomi), dan meningkatkan inflasi. Adanya inflasi menyebabkan harga-harga barang input produksi menjadi tinggi yang berakibat pada pengurangan kapasitas produksi oleh produsen, dengan kata lain terjadi penurunan penawaran dari AS1 ke AS2.

Ketika perekonomian kembali ke keseimbangan jangka panjang yang baru, yaitu titik C, output akan turun (kembali pada tingkat alamiah) dan tingkat harga yang terbentuk semakin tinggi, dengan kata lain inflasi yang lebih tinggi. Secara teori dapat disimpulkan bahwa inflasi dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.


(46)

23 3.2. Kerangka Konseptual

Pengeluaran pemerintah yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang dapat digunakan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta sebagai pembentuk akumulasi modal dapat meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Pekerja sebagai salah satu faktor penting dalam produksi barang dan jasa dapat memberikan efek dalam pertumbuhan ekonomi. Inflasi sebagai cerminan dari peningkatan harga-harga juga memberikan efek pada pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dilakukan estimasi pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi.

Estimasi tersebut menggunakan pendekatan koreksi kesalahan, yaitu estimasi model jangka panjang dengan uji kointegrasi Engel-Granger dan estimasi model jangka pendek dengan Error Correction Model (ECM). Pada estimasi model jangka pendek diikutsertakan variabel dummy krisis untuk mengetahui pengaruh dari krisis ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi di jangka pendek. Kemudian untuk menunjukkan bahwa model jangka pendek yang diestimasi terbebas dari pelanggaran asumsi Ordinary Least Square (OLS) maka dilakukan uji kebaikan model.


(47)

Uji Kointegrasi Engel-Granger

Error Correction Model (ECM) Uji Kebaikan Model

Gambar 3.3. Kerangka Konseptual

o Pengeluaran Pemerintah: Rutin dan Pembangunan. o Investasi Swasta, Pekerja, dan Inflasi.

Estimasi Pertumbuhan Ekonomi

Estimasi Model Jangka Panjang Estimasi Model Jangka Pendek Krisis


(48)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series yang merupakan data tahunan dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder tersebut berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah data pertumbuhan ekonomi Indonesia, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi.

4.2. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah estimasi jangka panjang dengan uji kointegrasi Engel-Granger dan estimasi jangka pendek dengan Error Correction Model (ECM) atau model koreksi kesalahan. Adapun syarat untuk menggunakan ECM adalah jika terdapat minimal satu variabel tidak stasioner. Namun jika seluruh data yang digunakan ternyata stasioner, maka persamaan tersebut tidak dapat dianalisa dengan menggunakan ECM.

4.3. Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test)

Sebelum melakukan serangkaian proses terhadap model sangat penting untuk melakukan uji akar-akar unit atau uji stasioneritas. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan kecenderungan data yang dianalisis, apakah data tersebut stasioner atau non stasioner.


(49)

Metode yang digunakan untuk menguji kestasioneran data time series

dalam penelitian ini adalah Augmented Dickey Fuller (ADF) Test. Hipotesis yang diuji dalam uji ADF adalah:

Ho: Data tidak stasioner (mengandung unit root)

H1 : Data stasioner (tidak mengandung unit root)

Penolakan atas hipotesis nol menunjukkan bahwa data yang dianalisis adalah stasioner. Jika terdapat hubungan antara variabel tersebut dengan waktu atau trend

maka dikatakan bahwa variabel tersebut tidak stasioner.

Pengujian unit root dilakukan untuk menghindari masalah regresi lancung (spurious regression). Ciri dari regresi lancung biasanya memiliki R-Squared

yang tinggi dan t-statistik yang nampak signifikan namun tidak mempunyai arti dalam ilmu ekonomi atau tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada.

Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit. Uji ini merupakan konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas data pada derajat nol atau I(0). Pada uji ini data yang diamati di-difference pada derajat tertentu, sehingga semua data stasioner pada derajat yang sama. Suatu data dikatakan stasioner pada tingkat ke-d atau I(d)jika setelah di-difference sebanyak d kali nilai ADF test-nya secara relatif lebih kecil dari nilai kritis Mackinnon.

4.4. Uji Kointegrasi

Setelah diperoleh hasil pengujian akar-akar unit, langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi untuk melihat konsistensi jangka panjang dari model yang dianalisis. Kointegrasi merupakan hubungan jangka panjang antara


(50)

27

variabel-variabel yang tidak stasioner. Uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi Engel-Granger, hal tersebut dikarenakan persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan tunggal.

Metode kointegrasi Engel-Granger sebenarnya menggunakan metode ADF yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama yaitu meregresi persamaan Ordinary Least Square (OLS) kemudian mendapatkan residual (u) dari persamaan tersebut. Tahap kedua adalah dengan menggunakan metode ADF tes diuji akar unit terhadap u dengan hipotesis yang sama dengan hipotesis uji akar unit ADF variabel-variabel sebelumnya (Pasaribu, 2003).

Jika hipotesis nol ditolak maka variabel u adalah stasioner atau dalam hal ini kombinasi linear antar variabel adalah stasioner. Artinya meskipun variabel yang digunakan tidak stasioner, namun dalam jangka panjang variabel-variabel tersebut cenderung menuju pada keseimbangan. Oleh karena itu, kombinasi linear dari variabel-variabel tersebut disebut regresi kointegrasi. Parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat disebut sebagai koefisien-koefisien jangka panjang atau co-integrated parameters.

Adapun persamaan jangka panjang yang diestimasi dalam penelitian ini adalah (dalam logaritma):

Yt = α0 + α1LNRUTINt + α2LNPEMB t + α3LNINVESTt + α4LNLABORt +

α5INFt + εt (4.1)


(51)

dimana:

α1 = intersep,

αn = parameter yang diduga, dimana (n = 1,2,..5) dan menggambarkan hubungan jangka panjang antar variabel independent dengan variabel dependent,

Yt = pertumbuhan ekonomi pada periode t,

LNRUTINt = pengeluaran rutin pemerintah riil pada periode t,

LNPEMB t = pengeluaran pembangunan pemerintah riil pada periode t,

LNINVESTt = investasi swasta riil pada periode t,

LNLABORt = jumlah pekerja riil pada periode t,

INFt = laju inflasi pada periode t,

εt = error term.

4.5. Pendekatan Koreksi Kesalahan 4.5.1. Uji Kebaikan Model ECM

Uji kebaikan model sangat penting peranannya untuk mengetahui ada tidaknya masalah-masalah pelanggaran asumsi OLS yang muncul pada estimasi model jangka pendek pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Uji kebaikan model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Uji Autokorelasi

Kondisi yang menunjukkan adanya autokorelasi yaitu jika nilai error tidak bersifat bebas antara yang satu dengan yang lainnya, dengan kata lain terjadi


(52)

29

korelasi antar error sehingga model yang baik menghasilkan error yang acak dan tidak berpola. Kondisi ini menyebabkan varians yang diperoleh underestimate.

Untuk mendeteksi autokorelasi digunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hipotesis yang digunakan adalah (1) H0: tidak terdapat autokorelasi, (2) H1: terdapat autokorelasi.

Kriteria uji:

Probability Obs*R-Squared < α (taraf nyata yang digunakan), maka tolak H0. Probability Obs*R-Squared > α (taraf nyata yang digunakan), maka terima H0. Artinya, jika menolak H0 maka menunjukkan terdapat masalah autokorelasi dalam model. Namun sebaliknya, jika menerima H0 maka menunjukkan tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model.

2. Uji Heteroskedastisitas

Kondisi dimana nilai varian dari variabel independen tidak memiliki nilai yang sama disebut heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan Autoregressif Conditional Heteroskedasticity (ARCH) Test dan White Heteroskedasticity Test.

Hipotesis:

H0 : tidak terdapat heteroskedastisitas(homoskedastisitas), H1 : terdapat heteroskedastisitas.

Kriteria uji:

Probability Obs*R-Squared < α (taraf nyata yang digunakan), maka tolak H0. Probability Obs*R-Squared > α (taraf nyata yang digunakan), maka terima H0.


(53)

Artinya, jika menolak H0 maka menunjukkan terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model, dan sebaliknya jika menerima H0 maka menunjukkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model.

3. Uji Normalitas

Normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term

terdistribusi normal. Untuk mengetahuinya digunakan Jarque-Bera, dimana hipotesisnya adalah H0 : terdistribusi normal dan H1 : tidak terdistribusi normal. Bila nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata (α) yang digunakan maka persamaan tidak mempunyai masalah normalitas atau error term terdistribusi normal.

4.5.2. Model Koreksi Kesalahan (ECM)

Model ECM bertujuan untuk mengatasi permasalahan data runtun waktu

(time series) yang tidak stasioner dan regresi palsu. ECM lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dan jangka panjang dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan untuk peramalan jangka panjang (Thomas dalam Muttaqin, 2006). Oleh karena pada jangka pendek akan dimasukkan variabel dummy, maka persamaan jangka pendek pertumbuhan ekonomi yang diestimasi dalam penelitian ini yaitu:

ΔYt = b0 + b1ΔLNRUTINt + b2ΔLNPEMBt + b3ΔLNINVESTt + b4ΔLNLABORt +


(54)

31

dimana :

ECM = εt-1 = Yt-1 – β0 β1LNRUTINt-1 – β2LNPEMBt-1 - β3LNINVESTt-1 -

β4LNLABORt-1 - β5INFt-1 (4.3)

dengan b 1> 0 atau<0, b2 >0, b3 >0, b4 >0 atau <0, dan b5 >0atau <0 dimana :

b0 , β0 : intersep,

bn , βn : parameter yang diduga, dimana (n = 1,2,..5 dan menggambarkan hubungan jangka pendek antar variabel independent dengan variabel dependent,

λ : Error Correction Term,

Yt : pertumbuhan ekonomi pada periode t,

LNRUTINt : pengeluaran rutin pemerintah riil pada periode t,

LNPEMB t : pengeluaran pembangunan pemerintah riil pada periode t,

LNINVESTt : investasi swasta riil pada periode t,

LNLABORt : jumlah pekerja riil pada periode t,

INFt : laju inflasi pada periode t,

Yt-1 : lag pertumbuhan ekonomi pada periode sebelumnya,

LNRUTINt-1 : lag pengeluaran rutin pemerintah riil pada periode sebelumnya,

LNPEMB t-1 : lag pengeluaran pembangunan pemerintah riil pada periode

sebelumnya,

LNINVESTt-1 : lag investasi swasta riil pada periode sebelumnya,

LNLABORt-1 : lag jumlah pekerja riil pada periode sebelumnya,


(55)

Dummy : dummy krisis ekonomi,

0 = untuk sebelum dan sesudah krisis,

1 = untuk semasa krisis.

4.6. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan Ekonomi

Data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data pertumbuhan ekonomi tujuh negara industri utama dan beberapa negara Asia. Pertumbuhan ekonomi tersebut dinyatakan dalam satuan persen.

2. Pengeluaran rutin pemerintah

Pengeluaran rutin pemerintah terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga dan cicilan utang, subsidi, serta pengeluaran rutin lainnya. Data pengeluaran rutin pemerintah diperoleh dari laporan realisasi APBN yang dinyatakan dalam satuan milyar rupiah.

3. Pengeluaran pembangunan pemerintah

Pengeluaran pembangunan pemerintah merupakan jumlah realisasi pengeluaran untuk program pembangunan dan pengeluaran bantuan proyek. Seperti halnya pengeluaran rutin, data pengeluaran pembangunan pemerintah diperoleh dari laporan realisasi APBN yang dinyatakan dalam satuan milyar rupiah.


(56)

33

4. Investasi Swasta

Investasi merupakan pergerakan arus pengeluaran yang dapat menambah stok modal secara fisik. Investasi swasta yang digunakan dalam penelitian ini mencakup jumlah investasi yang dilakukan pihak swasta baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Data investasi swasta dari dalam negeri diperoleh dari proyek-proyek penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang disetujui pemerintah menurut sektor ekonomi. Sedangkan investasi swasta dari luar negeri diperoleh dari proyek-proyek penanaman modal luar negeri (PMLN) yang disetujui pemerintah menurut sektor ekonomi. Investasi swasta tersebut dinyatakan dalam satuan milyar rupiah .

5. Pekerja

Pekerja merupakan jumlah angkatan kerja yang berusia 15-65 tahun ke atas yang bekerja, dinyatakan dalam satuan orang. Data jumlah pekerja diperoleh dari data penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut golongan umur dan kegiatan selama seminggu yang lalu, dinyatakan dalam satuan milyar pekerja. 6. Inflasi

Data inflasi yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari data laju inflasi tujuh negara industri utama dan beberapa negara Asia. Inflasi tersebut dinyatakan dalam satuan persen.

7. Dummy

Variabel dummy yang digunakan dalam penelitian ini merupakan dummy

krisis ekonomi, dimana angka nol menyatakan waktu sebelum dan setelah krisis, serta angka satu menyatakan waktu pada saat terjadi krisis ekonomi.


(57)

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan ukuran yang mencerminkan keberhasilan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut dicirikan dengan meningkatnya output disertai dengan tingkat pertumbuhan yang cepat. Selama periode 1975-2004 pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai pada tahun 1980 yaitu sebesar 9,88 persen. Kemudian pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 1998 yaitu mencapai –13,13 persen, hal ini dikarenakan adanya krisis moneter pada bulan Juli 1997 yang mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.1. Pertumbuhan Ekonomi -15 -10 -5 0 5 10 15 197 4 197 6 197 8 198 0 198 2 198 4 198 6 198 8 199 0 199 2 199 4 199 6 199 8 200 0 200 2 200 4 Tahun Pe rs e n ta se

Sumber: BPS, BI (1975-2004)


(58)

35

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 1980 tidak lain karena pada periode 1973-1982 merupakan era boom minyak, yaitu harga minyak di pasar internasional melambung tinggi. Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor minyak saat itu mendapat rejeki nomplok dari hasil ekspornya, sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun situasi berubah pada tahun 1983 ketika dunia mengalami resesi ekonomi, terjadi krisis minyak yaitu harga minyak di pasar internasional merosot. Seiring dengan hal tersebut penerimaan pemerintah dari minyak pun ikut menurun, sehingga memberikan dampak yang buruk bagi pertumbuhan ekonomi, dimana pada periode 1983-1986 pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,88 persen per tahun.

Setelah masa resesi yaitu pada periode 1987-1996 pertumbuhan ekonomi kembali mengalami peningkatan yaitu dari 3,59 persen pada tahun 1987 menjadi 7,82 persen pada tahun 1996. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh kenaikan yang cukup besar dalam konsumsi dan investasi. Memasuki pertengahan tahun 1997 Indonesia dihadapkan pada kondisi krisis moneter. Hal ini disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam dunia perbankan nasional. Krisis tersebut melemahkan perekonomian yang ditandai dengan merosotnya pertumbuhan ekonomi hingga mencapai –13,13 persen.

Pertumbuhan ekonomi setelah masa krisis kembali mengalami peningkatan. Seiring dengan meningkatnya perekonomian global, perekonomian Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang baik. Kinerja ekonomi selama tahun 2002 tumbuh sebesar 4,38 persen dan pada tahun 2003 kembali meningkat menjadi 4,88 persen. Kondisi ekonomi yang cukup stabil selama tahun 2002 dan


(59)

2003 mendorong kemajuan pada perekonomian tahun 2004, dimana pada tahun 2004 pertumbuhan ekonomi meningkat hingga mencapai 5,13 persen. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut juga didukung oleh situasi keamanan yang terkendali serta diimbangi pula oleh rendahnya laju inflasi.

5.2. Pengeluaran Rutin Pemerintah

Pengeluaran rutin pemerintah riil dari periode awal penelitian yaitu tahun 1975 hingga akhir periode tahun 2004 cenderung selalu mengalami peningkatan. Peningkatan yang sangat tajam terjadi pada tahun 2001 dimana pengeluaran rutin pemerintah riil mencapai hingga Rp 27.474,87 milyar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh kembali stabilnya laju inflasi hingga mencapai 12,55 persen pada tahun 2001 setelah melewati angka 77,63 persen pada tahun 1998. Perkembangan pengeluaran rutin pemerintah riil dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Pengeluaran Rutin Pemerintah Riil

200 5200 10200 15200 20200 25200 30200 35200 197 4 197 6 197 8 198 0 198 2 198 4 198 6 198 8 199 0 199 2 199 4 199 6 199 8 200 0 200 2 200 4 Tahun M il yar R p

Sumber: BPS (1975-2004), diolah


(60)

37

Gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar selama tahun 1998/1999 telah memberikan dampak negatif pada operasional keuangan pemerintah secara keseluruhan. Memburuknya kinerja perekonomian yang didorong oleh keadaan politik yang belum stabil menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah melebihi peningkatan penerimaannya, sehingga keuangan pemerintah mengalami defisit. Peningkatan pengeluaran pemerintah tersebut dilihat dalam bentuk nominal. Akan tetapi secara riil, dengan memperhitungkan tingkat inflasi, pengeluaran pemerintah mengalami penurunan.

Pada tahun 1998 pengeluaran rutin pemerintah riil turun hingga mencapai Rp 1.345,50 milyar akibat inflasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 77,63 persen. Memasuki tahun 1999 pengeluaran rutin pemerintah riil mulai meningkat kembali seiring dengan stabilnya laju inflasi dan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat karena pemerintah merasa prihatin atas dampak krisis moneter yang memperburuk kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Pada akhir periode penelitian tahun 2004 pengeluaran rutin pemerintah riil mencapai sebesar Rp 15.222,02 milyar yang sebelumnya sempat turun sebesar Rp 9.542,37 milyar pada tahun 2003. Peningkatan pengeluaran rutin pemerintah sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya pos pembayaran cicilan dan bunga utang.


(61)

5.3. Pengeluaran Pembangunan Pemerintah

Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai proyek pembangunan baik fisik maupun non fisik. Selama periode penelitian tahun 1975-2004 pengeluaran pembangunan pemerintah riil cenderung lebih berfluktuasi. Perkembangan pengeluaran pembangunan pemerintah riil dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Riil

150 1150 2150 3150 4150 5150 6150

1974 197 6

1978 1980 1982 1984 198 6

1988 1990 199 2

1994 1996 1998 2000 200 2

200 4 Tahun

Mi

ly

ar

R

p

Sumber: BPS (1975-2004), diolah

Gambar 5.3. Perkembangan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Riil (2002=100)

Inflasi yang tinggi pada tahun 1998 hingga mencapai 77,63 persen menyebabkan secara riil pengeluaran pembangunan pemerintah mengalami penurunan yang tajam. Seiring dengan turunnya laju inflasi maka pengeluaran pembangunan pemerintah riil ikut membaik, ditandai dengan peningkatannya sebesar Rp 908,27 milyar pada tahun 1999, padahal sebelumnya hanya mencapai Rp 535,45 milyar.


(62)

39

Kondisi perekonomian yang buruk pasca krisis dan setelah krisis mendorong pemerintah untuk melaksanakan kebijakan yaitu mengalokasikan pengeluaran pembangunan pada program proyek prasarana sosial dan program pemulihan kegiatan perekonomian nasional (Statistik Indonesia, 2000). Dengan demikian sejak tahun 1999 sampai dengan akhir periode penelitian tahun 2004 pengeluaran pembangunan pemerintah riil cenderung mengalami peningkatan. Meskipun pada tahun 2003 pengeluaran tersebut mengalami penurunan, namun penurunannya tidak setajam pada tahun 1998.

5.4. Investasi Swasta

Investasi swasta dialokasikan untuk penyediaan barang-barang modal yang dapat meningkatkan kapasitas produksi, yang kemudian pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta dalam penelitian ini mencakup Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Luar Negeri (PMLN). Perkembangan investasi swasta riil dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Pada periode awal penelitian tahun 1975 investasi swasta riil mencapai sebesar Rp 4.345,25 milyar. Pada periode selanjutnya perkembangan investasi swasta riil cenderung berfluktuasi. Pada tahun 1997 investasi swasta meningkat tajam sebesar Rp 24.128,04 milyar. Namun pada tahun 1998 investasi tersebut menurun drastis hingga mencapai angka Rp 1.129,33 milyar. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat inflasi pada tahun 1998, serta kondisi perekonomian yang tidak stabil. Ketidakstabilan perekonomian tersebut diikuti oleh ketidakstabilan


(63)

politik, sosial, dan keamanan. Situasi ini menyebabkan para investor tidak mau mengambil resiko menanamkan modalnya, sehingga akumulasi modal yang tersedia hanya sedikit.

Investasi Swasta Riil

100.00 5100.00 10100.00 15100.00 20100.00 25100.00

197

4

197

6

197

8

198

0

198

2

198

4

198

6

198

8

199

0

199

2

199

4

199

6

199

8

200

0

200

2

200

4 Tahun M ily ar R p

Sumber: BPS (1975-2004), diolah

Gambar 5.4. Perkembangan Investasi Swasta Riil (2002=100)

Setelah melewati masa krisis, investasi swasta riil mulai meningkat kembali. Hal ini dikarenakan pemerintah melakukan kebijakan yang dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya kembali, terutama untuk investor asing. Karena semenjak iklim investasi di Indonesia tidak kondusif, banyak investor asing yang berhati-hati dan sangat selektif untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Pada tahun 2002 hingga tahun 2004 investasi swasta riil mulai menurun kembali namun penurunannya tidak setajam pada tahun 1998. Pada akhir 2004 investasi swasta riil mencapai sebesar Rp 8.535,66 milyar.


(64)

41 5.5. Pekerja

Seperti yang terlihat pada Gambar 5.5, perkembangan jumlah pekerja riil selama periode 1975-2004 sangat berfluktuasi. Perkembangan jumlah pekerja riil tersebut tidak terlepas dari pengaruh inflasi. Ketika inflasi rendah jumlah pengangguran meningkat sehingga jumlah pekerja menurun, demikian pula sebaliknya. Dengan kata lain terjadi trade off antara inflasi dan pengangguran (Mankiw, 2000).

Pekerja Riil

1500 3500 5500 7500 9500 11500

1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Tahun

Mi

ly

ar

Sumber: BPS (1975-2004), diolah

Gambar 5.5. Perkembangan Pekerja Riil (2002=100)

Namun keadaan yang sangat jauh berbeda adalah pada tahun 1998 yaitu ketika terjadi peningkatan inflasi hingga 77,63 persen maka jumlah pekerja riil menurun hingga mencapai 69,70 persen, yaitu dari sebanyak 9.649,23 milyar pekerja pada tahun 1997 menjadi 2.923,17 milyar pekerja pada tahun 1998. Hal ini dikarenakan inflasi yang tinggi memicu biaya operasional perusahaan mengalami


(65)

peningkatan sehingga mendorong banyak perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan.

Seiring dengan menurunnya tingkat inflasi, biaya operasional perusahaan kembali stabil. Perusahaan memerlukan pekerja untuk meningkatkan output yang akan memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar, hal ini berarti terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja sehingga jumlah pekerja kembali meningkat. Pada tahun 2003 jumlah pekerja mengalami penurunan, namun pada tahun 2004 meningkat kembali hingga mencapai 5.998,08 milyar pekerja.

5.6. Inflasi

Laju inflasi yang dihitung berdasarkan pergerakan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada awal periode penelitian tahun 1975 tercatat sebesar 19,10 persen. Sampai dengan tahun 1996 laju inflasi Indonesia berada di bawah kisaran 12 persen. Namun pada bulan Juli tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang dipicu oleh jatuhnya mata uang bath Thailand. Jatuhnya mata uang bath Thailand tersebut menyebabkan pasar modal Indonesia jatuh lebih dari 80 persen dan nilai tukar rupiah terhadap dolar jatuh hingga 75 persen (Gie, 2004). Perkembangan inflasi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar mendorong peningkatan pada harga bahan bakar minyak (BBM) yang kemudian diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang dan jasa lainnya, sehingga inflasi pada tahun 1998 meningkat tajam sebesar 77,63 persen.


(66)

43

Laju Inflasi

2 12 22 32 42 52 62 72 82

1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Tahun

Pe

rs

en

ta

se

Sumber: BPS, BI (1975-2004)

Gambar 5.6. Perkembangan Inflasi

Inflasi yang sangat tinggi pada tahun 1998 mendorong pemerintah untuk melakukan serangkaian kebijakan yang dapat menekan atau menurunkan tingkat inflasi itu sendiri. Memasuki awal 1999 inflasi mulai stabil kembali hingga mencapai satu digit yaitu sebesar 2,01 persen. Kemudian pada akhir periode penelitian tahun 2004 inflasi tercatat sebesar 6,40 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari laju inflasi pada tahun 2003 sebesar 5,06 persen, namun masih berada dalam kisaran yang ditargetkan oleh otoritas moneter. Meningkatnya laju inflasi pada tahun 2004 selain karena meningkatnya permintaan dalam negeri, juga karena adanya tekanan dari harga minyak internasional yang terus meningkat sehingga berpengaruh langsung terhadap penggunaan bahan baku impor dan biaya transportasi (Laporan Perekonomian Indonesia, 2004).


(1)

69

Lampiran 4

Uji Kebaikan Model ECM a. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.388709 Probability 0.685552

Obs*R-squared 0.000000 Probability 1.000000

b. Uji Heteroskedastisitas ARCH Test:

F-statistic 1.103146 Probability 0.349493

Obs*R-squared 2.278635 Probability 0.320037

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 3.778905 Probability 0.230298

Obs*R-squared 26.41744 Probability 0.332330

c. Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

-1 0 1

Series: Residuals Sample 1978 2004 Observations 27

Mean -0.187573 Median -0.114607 Maximum 1.730642 Minimum -1.684547 Std. Dev. 0.776438 Skewness 0.074211 Kurtosis 3.060335 Jarque-Bera 0.028878 Probability 0.985665


(2)

70

Lampiran 5

Model Jangka Pendek (ECM)

o ECM dengan variabel yang tidak signifikan Dependent Variable: DY

Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 23:21 Sample(adjusted): 1978 2004

Included observations: 27 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DY(-1) 0.203940 0.283376 0.719677 0.4922

DY(-2) -0.293466 0.253305 -1.158546 0.2801 DLN_RUTIN 5.328582 2.712119 1.964730 0.0850 DLN_RUTIN(-1) -2.491955 2.782916 -0.895448 0.3967 DLN_RUTIN(-2) -8.210159 5.299852 -1.549130 0.1599 DLN_PEMB 3.113902 2.588098 1.203162 0.2633 DLN_PEMB(-1) 1.698368 2.216705 0.766168 0.4656 DLN_PEMB(-2) 0.880691 2.809858 0.313429 0.7620 DLN_INVEST 1.531807 0.609574 2.512915 0.0362 DLN_INVEST(-1) 0.039709 0.718553 0.055262 0.9573 DLN_INVEST(-2) -0.421191 0.513979 -0.819471 0.4362 DLN_LABOR -8.993258 4.397445 -2.045110 0.0751 DLN_LABOR(-1) 3.501117 3.120921 1.121822 0.2945 DLN_LABOR(-2) 9.739008 4.227314 2.303829 0.0502 DINF -0.144754 0.048661 -2.974748 0.0177 DINF(-1) -0.056838 0.092480 -0.614599 0.5559 DINF(-2) -0.105613 0.068761 -1.535958 0.1631 DUMMY 0.313825 1.002049 0.313183 0.7622 U(-1) -0.413446 0.390837 -1.057849 0.3210 R-squared 0.979740 Mean dependent var -0.139630 Adjusted R-squared 0.934156 S.D. dependent var 4.847657 S.E. of regression 1.243911 Akaike info criterion 3.465410 Sum squared resid 12.37852 Schwarz criterion 4.377295 Log likelihood -27.78304 Durbin-Watson stat 1.686447

o ECM dengan variabel yang signifikan Dependent Variable: DY

Method: Least Squares Date: 04/19/07 Time: 18:54 Sample(adjusted): 1978 2004

Included observations: 27 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DY(-1) 0.301123 0.103387 2.912571 0.0107

DY(-2) -0.270326 0.145253 -1.861071 0.0824 DLN_RUTIN 3.550547 1.904179 1.864608 0.0819 DLN_RUTIN(-2) -6.746293 1.744617 -3.866918 0.0015 DLN_PEMB 2.969550 1.619297 1.833851 0.0866 DLN_PEMB(-1) 1.233025 0.520236 2.370125 0.0316 DLN_INVEST 1.435497 0.410764 3.494699 0.0033 DLN_LABOR -6.970814 2.476486 -2.814800 0.0131


(3)

71

DLN_LABOR(-2) 8.174700 1.967238 4.155420 0.0008 DINF -0.149709 0.026211 -5.711648 0.0000 DINF(-2) -0.104629 0.034603 -3.023672 0.0086 U(-1) -0.580676 0.201151 -2.886769 0.0113 R-squared 0.972792 Mean dependent var -0.139630 Adjusted R-squared 0.952839 S.D. dependent var 4.847657 S.E. of regression 1.052749 Akaike info criterion 3.241789 Sum squared resid 16.62421 Schwarz criterion 3.817717 Log likelihood -31.76416 Durbin-Watson stat 1.724079


(4)

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengeluaran rutin pemerintah mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan pada periode penelitian pengeluaran rutin pemerintah bersifat tidak produktif dan sebagian besar didominasi oleh pengeluaran untuk pembayaran cicilan dan bunga utang.

2. Pengeluaran pembangunan pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan pengeluaran pembangunan pemerintah lebih mengarah kepada investasi. Akan tetapi pada jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan, hal ini disebabkan oleh adanya ketidakefisienan dalam pelaksanaannya.

3. Investasi swasta mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Akan tetapi pada jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan. Pengaruh positif investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan investasi swasta merupakan pembentuk akumulasi modal yang dapat digunakan untuk menciptakan output dan merangsang pertumbuhan ekonomi.

4. Pekerja memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan pekerja merupakan salah satu faktor penting dalam produksi


(5)

58

barang dan jasa, sehingga dapat mendorong peningkatan pada output yang selanjutnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi.

5. Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan inflasi dapat menghambat investasi, mengurangi kapasitas produksi, dan menurunkan daya beli masyarakat.

7.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah, khususnya mengenai kebijakan dalam mengelola pengeluaran pemerintah, yaitu sebagai berikut:

1. Pemerintah harus lebih fokus untuk mengurangi atau bahkan menghentikan ketergantungan terhadap utang, baik utang dalam negeri maupun luar negeri, karena kedua jenis utang tersebut dapat memberikan dampak yang buruk bagi perekonomian.

2. Pemerintah perlu menciptakan surplus anggaran agar dapat digunakan untuk mengurangi jumlah cicilan dan bunga utang demi tercapainya kesinambungan fiskal. Penciptaan surplus anggaran tersebut dapat diperoleh dari peningkatan penerimaan pajak dan non pajak, serta melakukan penghematan terhadap pengeluaran pemerintah atau belanja negara.

3. Pemerintah sebagai pemegang otoritas fiskal harus dapat meramalkan seberapa besar dampak yang diakibatkan oleh kebijakan fiskal (dalam hal ini


(6)

59

pengeluaran pemerintah) terhadap perekonomian. Adanya peramalan tentang dampak tersebut sangat diperlukan agar pemerintah dapat menyusun anggarannya secara efektif dan efisien sesuai dengan target yang ingin dicapai.