Pembatasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Teoritis 1. Hegemoni dan Politik Demokrasi - Radikal menurut Laclau dan

gerakan mahasiswa dengan proses demokratisasi dan kemunculan civil society secara umum ? 2.2 Mengidentifikasi latar belakang beberapa kelompok gerakan mahasiswa yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dalam kaitan dengan ini, penting juga untuk melihat visi politik dan perspektif demokratisasi para aktivis yang memelopori masing-masing kelompok gerakan. Ada benang merah dan perbedaan yang menonjol di antara kelompok gerakan mahasiswa ? 2.3 Mengidentifikasi orientasi, visi dan arah gerakan mahasiswa masa ankatan “66 dalam menghadapi proses demokratisasi secara luas yang sedang dalam proses ini. Terhadap isu apa saja, kelompok gerakan akan dipersatukan dan isu yang mana yang membedakan mereka?

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari terjadinya ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga mengaburkan penelitian, maka penulis menetapkan batasan-batasan spesifik mengenai hal-hal yang akan diteliti. Adapun batasan-batasan tersebut adalah : 1. Memberi gambaran yang relatif umum dari Tulisan Soe hok Gie tentang bagaimana wacana demokrasi yang berkembang dikalangan aktifis gerakan mahasiswa. 2. Menganalisa bagaimana peran pergerakan mahasiswa angkatan ’66 dalam menentang pemerintahan Soekarno, dalam kontek pemikiran Soe Hok Gie Universitas Sumatera Utara

D. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang induktifterhadap sejarah, latar belakang, motifasi dan orientasi gerakan mahasiswa di Indonesia pada periode 1966 2. dengan informasi tersebut, diharapkan mampu menjadi peta bagi studi yang lebih mendalam mengenai latar belakang keadaan masa kini dan prospek gerakan mahasiswa kedepan.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis bertujuan untuk meningkatkan serta mengembangkan kemampuan berpikir dan menulis serta mampu untuk lebih mendalami fenomena yang tejadi didalam sejarah politik Indonesia 2. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan. F. Kerangka Teoritis F.1. Hegemoni dan Politik Demokrasi - Radikal menurut Laclau dan Mouffe Laclau dan Mouffe menguraikan sejumlah revolusi demokratik dalam masyarakat Barat yang berlangsung semenjak Revolusi Perancis. Dengan merujuk pada analisa Claude Lefort mengenai mode institusi sosial baru, Laclau dan Mouffe memandang Revolusi Perancis sebagai momen kunci dari revolusi demokratik, di mana Revolusi Perancis merupakan afirmasi dari kekuatan rakyat people dan memperkenalkan sesuatu yang orsinil dan baru pada level Universitas Sumatera Utara pembayangan sosial social imaginary. Patahan yang dibuat Revolusi Perancis dengan ancien régime disimbolisasikan dengan Declaration of the Rights of Man. 19 “Our thesis is that if fascism was possible it was because the working class, both in its reformist and its revolutionary sectors, had abandoned the arena of popular-democratic struggle ”. Revolusi demokratik lainnya adalah perjuangan kaum buruh di abad sembilanbelas yang mengkonstruksi tuntutan mereka berdasarkan perjuangan untuk kebebasan politik. Contoh yang diambil oleh Laclau dan Mouffe adalah gerakan Chartism di Inggris, yang dapat dilihat pada peran fundamental dari ide- ide radikalisme Inggris, yang dipengaruhi oleh Revolusi Perancis. Juga gerakan dewan-dewan pabrik di Italia dan Jerman pada akhir perang dunia pertama, dalam hal pembentukan gerakan dan menentukan tujuan-tujuan perjuangannya. Dalam feminisme pertanyaan-pertanyaan yang lahir adalah pertama akses perempuan terhadap hak-hak politik, kemudian kesamaan dalam ekonomi, dan yang lebih kontemporer adalah kesamaan dalam domain seksualitas. Sebelum perang dunia kedua, muncul rejim-rejim fasis di negara-negara Eropa, seperti Jerman dan Italia. Bangkitnya fasisme ini merupakan krisis bagi gerakan buruh. Menurut Laclau, bangkitnya fasisme dikarenakan krisis dalam gerakan buruh, di mana salah salah satu keberhasilan fasisme adalah kesuksesannya dalam “memisahkan” “rakyat” dan kelas pekerja. Ini yang oleh Laclau disimpulkan dengan, 20 19 Ernesto Laclau and Chantal Mouffe, Hegemony and Socialist Strategy, hlm. 155. 20 Ernesto Laclau, Politics and Idelogy in Marxist Theory, hlm. 124. Universitas Sumatera Utara Jadi bagi Laclau dan Mouffe, gerakan sosial harus mampu membangun revolusi demokratik yang bersifat populis, yang dapat mengakomodir tuntutan berbagai macam kelompok-kelompok seperti: kaum urban, kaum ekologis, anti- otoriterian, anti-institusional, feminis, anti-rasis, gerakan etnis, gerakan regional, dan juga gerakan kaum minoritas dan kaum minoritas secara seksual. Sebagaimana sudah diuraikan pada bagian-bagian sebelumnya, analisis terhadap gerakan sosial Laclau dan Mouffe di dasarkan pada empat posisi teoritis, di mana sebagian di antaranya telah coba diuraikan. Gagasan pokok dari agenda politik gerakan sosial kiri yang ditawarkan oleh Laclau dan Mouffe adalam perjuangan untuk membangun apa yang mereka sebut demokrasi radikal-plural, dalam konteks munculnya antagonisme-antagonisme sosial baru dalam masyarakat kapitalisme maju. Tesis Laclau dan Mouffe adalah bahwa gerakan sosial baru merupakan ekspresi dari antagonisme yang muncul dalam memberikan respon terhadap formasi hegemoni yang diinstal installed secara utuh di negara-negara Barat pasca perang dunia kedua, sebuah formasi dalam krisis saat itu. Format hegemoni tersebut diletakkan pada tempatnya semenjak awal abad ini. Juga adanya gerakan- gerakan sosial sebelum perang dunia kedua, namun berkembang secara utuh setelah perang, sebagai respon terhadap hegemoni dari formasi sosial yang baru. 21 Dalam formasi sosial baru ini, Laclau dan Mouffe melihat bukan hanya melalui penjualan tenaga individu-individu ditempatkan pada dominasi modal, tetapi juga melalui partisipasi mereka dalam banyak hubungan-hubungan sosial 21 Chantal Mouffe, “Hegemony and the New Political Subject”, hlm. 299. Universitas Sumatera Utara lainnya. Banyak ruang kehidupan sosial yang saat ini mengalami penetrasi oleh hubungan-hubungan kapitalisme, sehingga sepertinya hampir mustahil untuk keluar dari hubungan-hubungan tersebut. Budaya, waktu luang, kematian, seks, dan lainnya, saat ini menjadi wilayah-wiilayah bagi ekspansi modal untuk memperoleh keuntungan. Formasi sosial baru ini yang melahirkan sejumlah antagonisme sosial baru. Untuk menghadapi formasi sosial baru inilah, Laclau dan Mouffe menawarkan agenda demokrasi radikal-plural, sebagai agenda baru gerakan sosial untuk membangun sosialisme. Istilah radikal dalam konsepsi demokrasi plural, bisa bermakna antara lain: Pertama , demokrasi haruslah pluralis-radikal dalam artian pluralitas dari identitas- identitas yang berbeda tidaklah transenden dan tidak didasarkan pada dasar positifis apapun. Demokrasi radikal-plural dapat diintepretasikan sebagaimana dinyatakan Laclau dan Mouffe sebagai “the struggle for a maximum automatization of spheres on the basis of the generalization of the equivalential- egalitarian logic ”. 22 Kedua , demokrasi radikal-plural, adalah di mana pluralisme dalam demokrasi, dan perjuangan untuk kebebasan dan persamaan freedom and equality yang dihasilkan, haruslah diperdalam deepened dan diperluas ke seluruh wilayah kehidupan masyarakat. 23 22 Ernesto Laclau and Chantal Mouffe, Hegemony and Socialist Strategy, hlm. 167. 23 Chantal Mouffe, The Return of the Political, hlm. 18-19. Interpretasi ini melihat demokrasi radikal-plural memerlukan pluralisasi demokrasi dan pemindahan revolusi demokratik pada wilayah sosial. Universitas Sumatera Utara Laclau dan Mouffe menyatakan bahwa, “[…] every project for radical democracy implies a socialist dimension, as it is necessary to put an end to capitalist relations of production, which are the root of numerous relations of subordination; but socialism is one of the components of radical democracy, not vice versa ”. 24 Jadi perjuangan demokrasi radikal plural akan melibatkan di dalamnya sosialisasi produksi, tetapi “bukan berarti hanya buruh” yang mengatur, sebagaimana yang dipancangkan Marxisme klasik, namun partisipasi sepenuhnya dari semua subyek dalam pembuatan keputusan-keputusan mengenai apa yang akan diproduksi, bagaimana diproduksi, dan format bagaimana produk-produk akan didistribusikan. 25 Jadi tugas utama demokrasi radikal adalah memperdalam revolusi demokratik dan mengkaitkan berbagai perjuangan demokratik yang beragam. Tugas seperti itu mensyarakatkan penciptaan posisi-posisi subyek baru yang dapat menerima berbagai artikulasi yang sudah muncul secara umum, seperti anti- rasisme, anti-seksisme dan anti-kapitalisme. 26 “[…] requires from the Left an adequate grasp of the nature of power relations, and the dynamics of politics. What is at stake is the building of a new hegemony. So our motto is: ‘Back to the hegemonic struggle’ ”. Bagi Laclau dan Mouffe ini yang kemudian menjadi, 27 24 Ernesto Laclau and Chantal Mouffe, Hegemony and Socialist Strategy, hlm. 178. 25 Ibid. 26 Chantal Mouffe, The Return of the Political, hlm. 18. 27 Ernesto Laclau and Chantal Mouffe, Hegemony and Socialist Strategy, hlm. xix. Universitas Sumatera Utara F.2. Gerakan Mahasiswa Dan Kebangkitan Gerakan Sosial Secara teoretis dapat dipertanyakan apa gerangan yang menjadi penyebab lahirnya sebuah gerakan sosial? Literatur ilmu politik menyediakan tiga pandangan teoretis. Pandangan pertama menjelaskan bahwa gerakan sosial itu dilahirkan oleh kondisi yang memberikan kesempatan political opportunity bagi gerakan itu. Pemerintahan yang moderat, misalnya, memberikan kesempatan yang lebih besar bagi timbulnya gerakan sosial ketimbang pemerintahan yang sangat otoriter. Kendala untuk membuat gerakan di negara yang represif lebih besar ketimbang di negara yang demokrat. Sebuah negara yang berubah dari represif menjadi lebih moderat terhadap oposisi, menurut pandangan ini, akan diwarnai oleh lahirnya berbagai gerakan sosial yang selama ini terpendam di bawah permukaan. 28 28 Denny JA, Menjelaskan Gerakan Mahasiswa, Kompas, 25 April 1998, hal : 2 Pandangan kedua berpendapat bahwa gerakan sosial timbul karena meluasnya ketidak-puasan atas situasi yang ada. Perubahan dari masyarakat tradi-sional ke masyarakat modern, misalnya, dapat mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang makin lebar untuk sementara antara yang kaya dan yang miskin. Perubahan ini dapat pula menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilai-nilai sosial yang selama ini diagungkan. Perubahan ini akan menimbulkan gejolak di kalangan yang dirugikan dan kemudian meluasnya menjadi gerakan sosial. Universitas Sumatera Utara Pandangan ketiga beranggapan bahwa gerakan sosial adalah semata-mata masalah kemampuan leadership capability dari tokoh penggerak. Adalah sang tokoh penggerak yang mampu memberikan inspirasi, membuat jaringan, membangun organisasi, yang menyebabkan sekelompok orang termotivasi terlibat dalam gerakan. 29 Ketiga pandangan ini dapat kita gabungkan dengan sedikit modifikasi untuk menjelaskan lahirnya gerakan mahasiswa di Tanah Air saat ini. Jelaslah gerakan ini dilahirkan oleh meluasnya ketidakpuasan di kalangan masyarakat luas. Krisis ekonomi dan ketidakpuasan atas situasi politik melahirkan baik gerakan mahasiswa di tahun 1966 ataupun di tahun 1998. 30 Gerakan ini juga disebabkan oleh pemerintah yang lebih moderat terhadap oposisi. Sifat moderat ini tidak harus berupa sikap sebenarnya dari pemerintahan tapi moderat karena dipaksa oleh lingkungan. Di tahun 1966, pemerintah lebih moderat karena terjadinya pelemahan di kalangan pemerintah sendiri. Elite di pemerintahan semakin terbelah dan Bedanya, krisis ekonomi di tahun 1966 itu bertumpang tindih dengan polarisasi ideologis masyarakat antara komunis dan antikomunis di era perang dingin. Saat ini, krisis ekonomi 1998 bertumpang tindih dengan sesuatu yang kurang ideologis, seperti keraguan atas kompetisi birokratis pemerintah korupsi, kolusi, nepotisme. Krisis di tahun 1966 secara keseluruhan memang lebih sensitif. Namun setelah tahun 1966, krisis 1998 lah yang terbesar. 29 Ibid, hal : 2 30 Ibid, hal : 3 Universitas Sumatera Utara terpolarisasi antara pendukung dan anti-Soekarno. Perpecahan elite ini memberikan kesempatan politik political opportunity yang lebih besar bagi timbulnya gerakan sosial menentang kekuasaan. Dalam memahami arah perkembangan politik di Indonesia, telah terjadi suatu sakralisasi terhadap ideologi dan politik sebagai sesuatu yang tidak boleh dipersoalkan lagi. Masyarakat berada dalam sebuah tatanan yang bisu karena tidak diperkenankan melakukan diskusi dan pengembangan wacana seputar ideologi dan poltik. Karena itu, dipakailah konsep massa mengambang sebagai pelengkap dari orientasi pembangunan yang bertumpu pada proses modernisasi. Dengan demikian, negara telah memainkan peranannya untuk memonopoli kebenaran monopoly of truth. Dengan landasan kehidupan negara dan masyarakat yang timpang seperti ini, perkembangan di bidang teknologi clan ekonomi telah mengakibatkan tercabut masyarakat dari akarnya. Pada kondisi seperti ini, umumnya masyarakat akan memiliki empat kecenderungan dalam berpikir, yaitu : a tumbuhnya reifikasi, b manipulasi, c fragmentasi dan d individual isasi. 31 Reifikasi adalah suatu anggapan bahwa segala sesuatu harus bisa diwujudkan dalam bentuk-bentuk lahiriah dan bisa diukur secara kuantitatif. Kepuasan baru muncul apabila orang dihadapkan pada barang secara material, angka, statistik, tingkah laku lahiriah, rupa, suara, ucapan dan lain-lainnya. Gejala reifikasi ini dalam perkembangannya akan melahirkan bentuk-bentuk materialisme orientasi hanya pada meteri dan legalisme, formalisme dan 31 A.Prasetyantoko, S.E, Op.cit, hal : 36 Universitas Sumatera Utara ritualisme. Pendeknya, gejala reifikasi ini akan menjadikan sikap-sikap yang sama sekali tidak kritis. Gejala manipulatif adalah sesuatu yang umum dalam dunia modern. Kemajuan teknologi dan kebutuhan manusia yang semakin bervariasi memunculkan berbagai bentuk manipulasi keinginan manusia yang bertumpu pada pemuasan kebutuhan manusia yang tidak ada batasnya. Pola hidup konsumtif dan hedonis adalah sesuatu yang sangat berhubungan dengan fungsi manipulatif dari media massa dan teknologi. Fragmentasi terjadi ketika dalam suatu masyarakat terjadi sistem pembagian kerja yang sangat terspesialisasi sehingga manusia menjadi menyatu dengan identitas sempitnya dan meninggalkan identitas sosialnya. Akibatnya, manusia hanya dianggap sebagai kumpulan manusia dengan kotak-kotak jabatan, kedudukan, keahlian, tidak mempribadi atau impersonal. Di balik penghargaan yang terlalu berlebihan terhadap profesi, keahlian dan jabatan, martabat manusia yang seharusnya mendasari penghargaan itu semakin ditinggalkan. Sementara individualisasi terjadi manakala manusia semakin merenggangkan ikatan dirinya dengan masyarakatnya. Peranan individu menjadi dominan dalam kehidupan masyarakat. Keadaan seperti ini mendorong tumbuhnya sikap individualisme dan egoisme yang tidak sehat. Individualisme yang mempunyai kepercayaan terhadap kemampuan dirinya dalam berprestasi dan berinisiatif, menyebabkan hidupnya hanya mementingkan dirinya sendiri, Universitas Sumatera Utara tidak peka terhadap nilai-nilai kemanusiaan, cenderung bertindak serakah dan destruktif. Demikianlah kondisi masyarakat yang berada dalam ujung tanduk modernisasi. Masyarakat menjadi memiliki ciri-ciri yang semakin terseret pada perpecahan dan pertentangan yang tajam antara kepentingan individu dan masyarakat. Tidak konkruennya perkembangan ekonomi, sosial dan budaya akan mengakibatkan masyarakat berada dalam tegangan yang rentan terhadap pertarungan kepentingan individualistis. Untuk menjelaskan perubahan sosial dari perspektif transisi dinamika masyarakat ini tidaklah mudah, karena berkaitan dengan banyak faktor sosial budaya selain faktor politik. Dan dalam kerangka hubungannya dengan model negara otoritarian, sistem politik yang disertai dengan perkembangan idelogi dan organisasi telah gagal melakukan pembaruan untuk mengimbangi perkembangan yang terjadsi pada ranah sosial seperti dalam hal ekonomi, teknologi dan sistem informasi. Munculnya kesadaran masyarakat sipil akan muncul dalam bentuk kekuatan sosial yang bervariasi bukan saja yang berdimensi politik tetapi juga sosial. Demikian juga dengan agenda yang dibawa oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat sipil juga akan sangat bervariasi. Ciri khas gerakan sosial pada masa ini adalah terfragmentasi dan relatif moderat. Gerakan sosial gaya baru new social movement ini ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok sosial yang memiliki minat besar di bidang lingkungan, feminisme, konsumen dan hak asasi manusia. Universitas Sumatera Utara Gerakan mahasiswa yang berhasil menumbangkan rezim Soekarno adalah gerakan mahasiswa yang lahir pada konteks zaman tertentu, yaitu zaman yang diliputi oleh gejolak revolusi akibat krisis ekonomi. Ada banyak hal yang menyebabkan munculnya gerakan mahasiswa di Indonesia. Dan jawabannya selalu berada pada dua areal penting, yaitu penyebab internal dan penyebab eksternal. G. Metodologi Penelitian G.1 Metode Penelitian