xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketika negara ini mengalami krisis multidimensi, maka hampir semua mata melirik dan tertuju pada rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Sebab
peningkatan kualitas sumber daya manusia di negara kita selama ini dipercayakan kepada dunia pendidikan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan
permasalahan pendidikan selama bertahun-tahun. Ada sebagian kalangan yang sungguh risau melihat kondisi dunia
pendidikan di Indonesia saat ini. Baik pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi yang ada, sampai saat ini belum mampu menghasilkan
generasi dengan daya saing tinggi. Hasilnya, nation competitive atau daya saing bangsa ini pun rendah. Padahal jika membicarakan potensi di negeri ini, kekayaan
negeri yang beragam semestinya bisa menjadi tambahan modal untuk melahirkan generasi yang mempunyai daya saing tinggi.
Menurut Kompas 2 April 2005 berdasarkan survei Shanghai Ciatong University di 30 negara yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 20 juta jiwa,
Indonesia menempati peringkat ke-28 dalam hal kualitas daya saing bangsa, sejajar dengan negara seperti Laos dan Kamboja. Dalam kaitannya dengan hal itu,
dunia pendidikan turut menyumbang andil dalam rendahnya daya saing bangsa Indonesia.
Sorotan yang tajam pada dunia pendidikan dewasa ini disebabkan juga karena adanya kemerosotan kualitas lulusan yang ditandai oleh rendahnya prestasi
belajar siswa termasuk dalam bidang studi matematika. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas prestasi belajar matematika siswa
tersebut adalah rendahnya daya saing siswa Indonesia di ajang kompetisi matematika internasional. Setidaknya itu tercermin dari hasil tes Trends in
International Mathematics and Sciences Study TIMSS 2003, yang diselenggarakan di bawah payung International Education Achievement IEA.
xviii Berdasarkan hasil tes TIMSS, kemampuan matematika anak kelas dua sekolah
menengah pertama SMP di Indonesia berada pada peringkat ke-39 dari 42 negara www.kompas.co.idkompas-cetak030501PendDN2.
Tidak dapat dipungkiri bahwa matematika mempunyai peranan yang sangat penting untuk menghadapi era globalisasi. Melalui pendidikan matematika
yang baik, siswa diharapkan memperoleh berbagai macam bekal yang dapat digunakan untuk menghadapi tantangan dalam era globalisasi. Kemungkinan
berpikir kritis, logis, cermat, sistematis, kreatif dan inovatif merupakan beberapa kemampuan yang dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan matematika
yang baik Akan tetapi ada sebagian siswa yang beranggapan bahwa mata pelajaran
matematika selalu penuh dengan angka dan perhitungan sehingga dirasa kurang menarik. Ketertarikan siswa yang rendah dalam belajar matematika ini
menyebabkan siswa kurang mau mempelajari matematika di luar sekolah. Akibatnya saat siswa kembali dihadapkan dengan matematika saat pelajaran di
sekolah, sama sekali tidak ada kesiapan untuk belajar. Kesiapan belajar itu perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar
matematika, karena jika siswa belajar dan sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. Namun pada kenyataannya, kesiapan belajar tidak
didapatkan pada diri tiap siswa, sehingga proses belajar di dalam kelas tidak berjalan efektif.
Selain kesiapan belajar, gaya belajar yang dimiliki oleh tiap siswa juga akan mempengaruhi keberhasilan belajar matematika. Menurut Adi W. Gunawan
2003:139 bahwa murid yang belajar dengan menggunakan gaya belajar mereka yang dominan, saat mengerjakan tes akan mencapai nilai yang jauh lebih tinggi
dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajar mereka. Secara garis besar ada tiga tipe gaya belajar yaitu tipe auditorial,
tipe visual dan tipe kinestetik. Pada umumnya siswa memiliki ketiga tipe gaya belajar tersebut, namun ada satu yang paling dominan dimilikinya.
xix Dari ketiga tipe gaya belajar tersebut, hampir setiap siswa belum dapat
mengenal tipe gaya belajar yang dimilikinya, sehingga mereka belum dapat menerapkannya secara optimal. Selain itu sebagian besar guru matematika juga
belum mampu memahami adanya berbagai gaya belajar yang dimiliki oleh siswanya, sehingga para guru matematika cenderung mengajar berdasar gaya
belajar yang dimilikinya. Disamping faktor kesiapan belajar dan gaya belajar, terdapat faktor yang
lain yaitu keluarga, terutama orang tua yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan prestasi belajar anak, termasuk pola asuh yang diterapkan orang
tua terhadap anaknya. Ada tiga tipe pola asuh orang tua yang sering digunakan para orang tua dalam mendidik anak-anaknya, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh
demokrasi, dan pola asuh permisif. Pola asuh orang tua yang otoriter dan permisif cenderung akan membuat
anak tertekan jiwanya, sehingga kondisi psikologis siswa akan terganggu. Kondisi psikologis yang terganggu secara tidak langsung akan menyebabkan tidak
lancarnya proses belajar matematika dalam diri siswa.
B. Identifikasi Masalah