63 Lampiran 61 dan 62 berikutnya mengetengahkan struktur dan laju pertumbuhan
ekonomi kota Cilegon. Kalau dilihat dari struktur perekonomiannya, kota Cilegon juga hampir sama dengan kota Tangerang di mana struktur perekonomiannya dinominasi oleh
dua sektor utama, yaitu sektor industri pengolahan yang mempunyai peran sangat sigifikan; dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor industri pengolahan di kota
ini selama kurun waktu 2000 sampai 2002 memberikan kontribusi yang cuk up tinggi, yaitu rata-rata sebesar 63 persen atau lebih separoh dari kegiatan perekonomiannya.
Selanjutnya diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran; yang memberikan kontribusi sebesar rata-rata lebih dari 11 persen.
Kalau diperhatikan dari laju pertumbuhan ekonominya, kota Cilegon mempunyai pertumbuhan yang tidak berbeda jauh dengan kabupatenkota di Banten. Selama kurun
waktu 2000 sampai 2002, pertumbuhannya berkisar antara 6,00 persen sampai dengan 8,76 persen atau rata-rata sekitar 7,5 persen. Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada
tahun 2001, yaitu sebesar 8,76 persen. Sedangkan laju pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2000, yaitu sebesar 6,00 persen. Sektor yang memacu tumbuhnya perekonomian
kota Cilegon ini terutama dipacu oleh sektor listrik, gas dan air bersih.
5.2.3. Pendapatan riil perkapita kabupatenkota di Jawa Barat dan Banten
Pada lampiran 68, tercatat kabupatenkota yang mempunyai pendapatan riil perkapita dengan migas tertinggi tahun 1998 di Jawa Barat adalah Kabupaten Indramayu
dengan nilai sebesar Rp.3 249,0 ribu. Jika pendapatan perkapita Kabupaten Indramayu tanpa migas sebenarnya hanya sebesar Rp 1 005,0 ribu, jauh di bawah kabupatenkota
lainnya di Jawa Barat dan Banten, misalnya Bekasi yang mencapai Rp. 2500,0 rib u. Sedangkan kabupatenkota dengan nilai pendapatan perkapita terendah di Jawa Barat
adalah Kabupaten Cirebon dengan nilai sebesar Rp. Rp. 789,0 ribu. Sebaliknya Kota Cirebon mempunyai pendapatan riil perkapita yang cukup tinggi yaitu, Rp. 3 064,0 ribu.
Di Propinsi Banten, pendapatan riil perkapita tertinggi terdapat di Kota Tangerang, yaitu sebesar Rp. 4 106,0 ribu, sedangkan untuk Kabupaten Tangerang hanya sebesar Rp. 1
384,0 ribu.
64
- 500,0
1.000,0 1.500,0
2.000,0 2.500,0
3.000,0 3.500,0
4.000,0 4.500,0
01. Pandeglang 02. Lebak03. Bogor
04. Sukabumi 05
. C ian
jur 06. Bandung
07. Garut 08. Tasikmalaya
09. Ciamis 10
. K un
ing an
11. Cirebon 12. Majalengka
13. Sumedang 14. Indramayu
15 . S
ub an
g 16. Purwakarta
17 . K
ara wa
ng 18. Bekasi
19. Tangerang 20. Serang71. Bogor
72 . S
uk ab
um i
73 . B
an du
ng 74. Cirebon
75. Tangerang
Kabupatenkota
YKapita dengan migas YKapita tanpa migas
Gambar 6. Pendapatan perkapita kabupatenkota di Jawa Barat dan Banten tahun 1998 ribuan rupiah
Sumber: Diolah dari Lampiran 68
5.2.4. Analisis Sektor Unggulan di KabupatenKota
Sejalan dengan temuan pada kajian struktur pada produk domestik regional bruto, hasil hitungan Kuosien Lokasi juga menunjukkan bahwa di kabupatenkota tertentu
sangat dominan di sektor tertentu. Misalnya untuk kabupaten Indramayu di Propinsi Jawa Barat sangat dominan di sektor pertambangan dan penggalian, hal ini juga ditunjukkan
oleh nilai LQ yang sangat besar yaitu, 6,38. Demikian juga halnya, dimana hasil temuan dengan analisa struktur untuk kabupaten Subang, Garut dan Cirebon sangat dominan
pada sektor pertanian, nilai LQnya juga menunjukkan nilai yang cukup signifikan, yaitu berturut-turut sebesar 1,6048, 1,2475 dan 0,8305. Pada kajia n struktur untuk sektor
industri pengolahan juga menunjukkan hal yang sama, dimana untuk kabupaten Bekasi dan Bogor memiliki kontribusi yang besar, juga sejalan dengan nilai LQnya masing-
masing sebesar 0,8954 dan 0,7919. 5.2.5. Ketimpangan Wilayah
Adanya variasi dalam pendapatan perkapita dari kabupatenkota baik di Jawa Barat maupun di propinsi Banten merupakan indikasi awal bahwa terjadinya
65 ketimpangan antar wilayah. Dari besaran PDRB riil perkapita pada tabel lampiran
Kinerja perekonomian menurut kabupatenkota tahun 1998 propinsi Jawa Barat termasuk Banten dapat dilihat bahwa PDRB perkapita tertinggi terdapat pada kota
Tangerang, yaitu sebesar Rp.4 106 ribu. Jika dibandingkan dengan Kabupaten Lebak propinsi yang sama di mana PDRB perkapitanya hanya Rp. 816 ribu, maka
ketimpangan antar dua kabupatenkota tersebut sangat menganga. Jika dilihat dari antar kabupatenkota dalam Propinsi Jawa Barat ketimpangan tidak terlalu besar. Dari hasil
penghitungan Indeks Williamson kabupatenkota di masing-masing propinsi diperoleh Indeks Williamson untuk kabupatenkota di propinsi Jawa Barat sebesar 0.4158 dan di
propinsi Banten sebesar 0.5846. Dari hasil ini dapat disimpulkan kesenjangan antar wilayah kabupatenkota di propinsi Banten lebih besar dibanding kesenjangan antar
wilayah kabupatenkota di propinsi Jawa Barat.
5.3. Tipologi Permasalahan Daerah