Uji Kriteria Ekonometrika Identifikasi Model 1. Uji Kriteria Statistik

Nilai koefisien determinasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : R 2 = � dimana : ESS = Jumlah kuadrat yang dijelaskan explained sum square TSS = Jumlah kuadrat total total sum square Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R-squared untuk menilai baik buruknya suatu model adalah akan selalu mendapatkan nilai yang terus naik seiring dengan pertambahan variabel bebas ke dalam model sehingga Adjusted R- squared juga bisa digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel bebas. Adjusted R-squared secara umum memberikan hukuman terhadap penambahan variabel bebas yang tidak mampu menambah daya prediksi suatu model. Nilai Adjusted R-squared tidak akan pernah melebihi nilai R-squared, bahkan dapat menurunkan daya prediksi jika ditambahkan variabel bebas yang tidak perlu. R 2 = 1 − � 2 2 dimana : � 2 = Variabel residual 2 = Varian sampel dari Y

3.4.2. Uji Kriteria Ekonometrika

Permasalahan yang dapat ditemukan ketika menggunakan metode OLS adalah masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinieritas. 1. Uji Normalitas Uji normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term terdistribusi secara normal Firdaus, 2004. Model regresi seperti ini disebut model regresi linear normal klasik. Regresi normal klasik mengasumsikan bahwa tiap ϵ i didistribusikan secara normal dengan: 1. Rata-rata : E ϵ i = 0 2. Varians : E ϵ i = σ 2 3. Cov ϵ i, ϵ j : E ϵ i, ϵ j = 0, i ≠ j 2. Uji Autokorelasi Masalah yang sering ditemukan pada berbagai penelitian adalah adanya hubungan serius antara gangguan estimasi satu observasi dengan gangguan estimasi obserbasi yang lain. Nisbah antara obserbasi inilah yang disebut sebagai menjadi tidak bias, nilai galat baku terkorelasi sehingga ramalan menjadi tidak efisien, dan ragam galat berbias. Uji Durbin Watson Uji DW biasa digunakan untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasi pada model. Nilai hitung statistik d dibandingkan dengan d tabel, yaitu dengan bataas bawah dL dan batas atas dU. Hasil pebandingan akan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Jika d dL, berarti ada autokorelasi positif. 2. Jika d 4-dL, berarti ada autokorelasi negatif. 3. Jika dL d 4-dU, berarti tidak terjadi autokorelasi positif maupun negatif 4. Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4-dU ≤ d ≤ 4-dL, berarti tidak dapat disimpulkan. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah autokorelasi adalah sebagai berikut Gujarati, 1993: a. Menghilangkan variabel bebas yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas. b. Apabila terjadi kesalahan dalam hal spesifikasi model, hal ini dapat diatasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linier menjadi model non-linier atau sebaliknya. 3. Uji Heteroskedastisitas Suatu model dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas tidak terjadi heteroskedastisitas atau memiliki ragam error yang sama. Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS dalam bentuk varians gangguan estimasi yang dihasilkan oleh estimasi OLS yang tidak bernilai konstan. Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varians yang minimum efisiensi. Menurut Gujarati 1993, jika terjadi heteroskedastisitas maka akan berakibat sebagai berikut : a. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varian yang minimum atau estimator tidak efisien. b. Prediksi nilai Y untuk X tertentu dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varian yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien. c. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varian. Untuk memeriksa keberadaan heteroskedastisitas salah satunya dapat ditujukan dengan White-Heteroskedastisity Test, dimana tidak perlu asumsi normalitas dan relatif mudah. Hipotesis yang digunakan untuk menguji keberadaan heteroskedastisitas adalah sebagai berikut : Hipotesis : H : � = 0 homoskedastisitas H 1 ∶ � ≠ 0 heteroskedastisitas Jika nilai probability ObsR-squared-nya taraf nyata yang digunakan maka hipotesis H diterima yang berarti tidak terdpat gejala heteroskedastisitas pada model. Jika nilai probability ObsR-squared-nya taraf nyata yang digunakan, maka hipotesis H ditolak yang berarti terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Solusi dari masalah ini adalah mencari transformasi model asal sehingga model yang baru akan memiliki error term dengan varian yang konstan. 4. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya hubungan linier yang sempurna antara beberapa atau semua variabel yang ada pada model. Multikolinearitas menyebabkan koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Multikolinearitas dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain; 1 Kesalahan teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang digunakan, 2 Terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan dianalisis dalam model. Gujarati 1993 mengemukakan tanda-tanda adanya multikolinearitas adalah sebagai berikut : a. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan. b. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang nyata. c. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi r tinggi d. R 2 r menunjukkan adanya masalah multikolinearitas. Solusi untuk mengatasi masalah multikolinieritas menurut Gujarati 1993 adalah sebagai berikut : a. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya. b. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu. c. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi. d. Mentransformasikan data. e. Mendapatkan tambahan data baru.

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Kondisi Umum Kabupaten Cianjur Kabupaten Cianjur secara geografis terletak di antara 6 21-7 25 Lintang Selatan dan 106 42 – 107 25 Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut: 1. sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, 2. sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, 3. sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia, 4. sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Cianjur memiliki luas 350.148 Ha yang secara administratif pemerintahan terdiri dari 30 Kecamatan, 342 Desa, dan 6 Kelurahan. Secara geografis, Kabupaten Cianjur dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu: 1. Cianjur Bagian Utara, terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2.962 meter dengan kombinasi pegunungan, perkebunan dan pesawahan. 2. Cianjur Bagian Tengah, merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil. 3. Cianjur Bagian Selatan, merupakan dataran rendah yang diselingi bukit-bukit dan pegunungan yang melebar sampai dengan Samudra Indonesia Visi Kabupaten Cianjur adalah “Cianjur Lebih Sejahtera dan Berakhlakul Karimah”, yang diikuti oleh beberapa misi, antara lain: 1. Meningkatkan Ketersediaan dan Keterjangkauan Pelayanan Pendidikan yang Bermutu. 2. Meningkatkan Ketersediaan dan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan yang Bermutu.