Al-Baqarah Ayat 61 Tafsir Al-Azhar

Ayat ini akan diikuti lagi oleh banyak ayat yang lain, yang nadanya menyeru dan membangkitkan perhatian manusia terhadap alam yang berada sekelilingnya. Ayat ini telah menunjukkan kehidupan kita di atas bumi yang subur ini, menyambung keturunan dari nenek-moyang kita. Dikatakan di sini bahwa bumi adalah hamparan, artinya disediakan dan dikembangkan laksana mengembangkan permadani, dengan serba-serbi keseluruhannya. Dan di atas kita terbentanglah langit lazuardi, laksana satu bangunan besar. Di atas langit itu terdapat matahari, bulan dan bintang dan awan gumawan dan angin yang berhembus sejuk. Lalu diterangkan pula bahwa kesuburan bumi adalah karena turunnya hujan dari langit, artinya dari atas. Ayat ini menyuruh kita berpikir dan merenungkan, diikuti dengan merasakan. Bukanlah kemakmuran hidup kita sangat bergantung kepada pertalian langit dengan bumi lantaran hujan? Adanya gunung gunung dan kayu kayuan, menghambat air hujan itu jangan tumpah percuma saja ke laut, tetapi tertahan-tahan dan menimbulkan sungaisungai. Setengahnya terpendam ke bawah bumi menjadi persediaan air. Pertalian langit dengan bumi, dengan adanya air hujan itu teratur dengan sangat rapinya, sehingga kehidupan kita di atas bumi menjadi terjamin. Ayat ini menyuruh renungkan kepada kita, bahwasanya semuanya itu pasti ada yang menciptakan; itulah Allah. Tak mungkin ada kekuasaan lain yang dapat membuat aturan setertib dan seteratur itu.

2. Al-Baqarah Ayat 61 Tafsir Al-Azhar

 Dan ingatlah seketika kamu berkata : Wahai Musa, tidaklah kami akan tahan atas makanan hanya semacam. pangkal ayat 61. Ini juga menunjukkan kekecilan jiwa dan kemanjaan. Mereka telah diberi jaminan makanan yang baik, manna dan salwa. Manna yang semanis madu dan daging burung, salwa yang empuk lezat. Dengan demikian mereka tidak usah menyusahkan lagi makanan lain pada tanah kering dan tidak subur dan tidak dapat ditanami itu. Tetapi mereka tidak tahan. Masih mereka lupa dari sebab apa mereka dipindahkan dari Mesir. Manakah perjuangan menuju tempat bahagia yang tidak ditebus dengan kesusahan? Lalu mereka mengeluh :  Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya dikeluarkan untuk kami dari apa yang ditumbuhkan bumi. Kami telah terlalu ingin perubahan makanan, jangan dari manna ke mana, dari salwa ke salwa saja. Kami ingin  dari sayur-mayurnya, dan mentimunnya dan bawangputihnya dan kacangnya dan bawang- merahnya. Mendengar permintaan yang menunjukkan jiwa kecil dan kerdil itu, Nabi Musa a.s. menjawab :  Berkata dia : Adalah hendak kamu tukar dengan yang amat hina barang yang amat baik ? Mengapa Nabi Musa a.s. menyambut demikian? Memang, mereka meminta sayur- sayur yang demikian, ialah karena mereka teringat akan makanan mereka tatkala masih tinggal di Mesir; ada mentimun, ada bawang merah, ada kacang, ada bawang putih. Tetapi dalam suasana apakah mereka di waktu itu? Ialah suasana perbudakan dan kehinaan. Sekarang mereka berpindah meninggalkan negeri itu, karena Allah hendak membebaskan mereka, tetapi karena tujuan terakhir belum tercapai, yaitu merebut tanah yang dijanjikan dengan keperkasaan, karena pengecut mereka juga, ditahanlah mereka di padang 40 tahun. Makanan dijamin, Ransumdisediakan. Itupun bukan ransum sembarang ransum. Nabi Musa a. s. mengatakan tegas, bahwa makanan yang mereka minta itu adalah makanan hina, makanan jaman perbudakan. Dan makanan yang mereka tidak tahan lagi itu adalah makanan jaman pembebasan. Makanan karena cita cita. Untuk misal yang dekat kepada kita, adalah keluhan orang tua tua yang biasa hidup senang dijaman penjajah Belanda dahulu, mengeluh karena kesukaran di jaman perjuangan Kemerdekaan. Mereka selalu teringat jaman itu yang mereka namai jaman normal. Dengan uang satu rupiah jaman itu sudah dapat beli baju dan lebihnya dapat dibawa pulang untuk belanja makan minum. Tetapi sekarang setelah merdeka hidup jadi susah. Sampai ada yang berkata : Bila akan berhenti merdeka ini - Lalu Musa a. s. berkata:  Pergilah ke kota besar. Maka sesungguhnya di sana akan kamu dapatkart apa yang kamu minta itu. Inilah satu teguran yang keras, kalau mereka sudi memahamkan. Pergilah ke salah satu kota besar, apa artinya ? Ialah keluar dari kelompok dan menyediakan diri jadi budak kembali. Atau melepaskan cita-cita. Laksana pengalaman kita bangsa Indonesia di jaman perjuangan bersenjata dahulu yang makanan tidak cukup, kediaman di hutan. Mana yang kita tidak tahan menderita, silahkan masuk kota. Di kota ada mentega dan ada roti, coklat dan kopi susu. Tetapi artinya ialah meninggalkan perjuangan, menghentikan sejarah diri sendiri dalam membina perjuangan. Kalimat Ihbithu mishran yang berarti pergilah ke kota besar, kalau menurut qiraat bacaan al-Hasan dan Aban bin Taghlib dan Thalhah bin Mushrif ialah Ihbithu mishra dengan tidak memakai tanwin baris dua. Menurut qiraat ini artinya ialah : Pergilah kamu pulang kembali ke Mesir, di sana akan kamu dapati apa yang kamu minta itu Dengan demikian maka perkataan Nabi Musa a.s. menjadi lebih keras lagi. Segala yang kamu minta itu hanya ada di Mesir. Kalau kamu ingin juga, pulanglah ke sana kembali menjadi orang yang hina, diperbudak kembali. Akhirnya bersabdalah Tuhan tentang keadaan jiwa mereka :  Dan dipukulkanlah atas mereka kehinaan dan kerendahan, dan sudah layaklah mereka ditimpa kemurkaan dari Allah. Kehinaan ialah hina akhlak dan hina jiwa, tidak ada cita-cita tinggi. Jatuh harga diri, padam kehormatan diri, jatuh moral. Itulah yang dikenal dengan jiwa budak slavengeest. Apabila diri sudah hina, niscaya rendahlah martabat, menjadi miskin. Mata kuyu kehilangan sinar. Ukuran cita-cita hanya sehingga asal perut akan berisi saja, payah dibawa naik. Atau malas berjuang karena ingin makanan yang enak-enak saja. Dengan demikian tentu tidak lain yang akan mereka terima hanyalah kemurkaan Allah. Lalu disebutnya sebabnya yang utama:  Yang demikian itu, ialah karena mereka kufur kepada perintah perintah Allah, dan mereka bunuh Nabi-nabi dengan tidak patut. Sedangkan membunuh sesama manusia biasa lagi tidak patut, apalagi kalau sudah berani mengangkat senjata membunuh Nabi-nabi yang menunjuki mereka jalan yang benar. Menurut riwayat selama riwayat Bani Israil, tidak kurang dari 70 Nabi yang telah mereka bunuh. Itulah akibat dari jiwa yang telah jahat, karena meninggalkan iman.  Yang demikian itu ialah karena mereka telah durhaka dan adalah mereka melewati batas. ujung ayat 61. Tersebab jiwa yang telah hina dan rendah, kerdil dan miskin, yang berpangkal daripada kufur kepada kebenaran, segala pekerjaan yang keji dan hina, membunuh Nabi, menipu dan ingkar akan seruan kebenaran berturutlah terjadi. Maka penuhlah riwayat Bani Israil dengan itu, yang anak-cucu mereka tidak akan dapat memungkiri kejadian itu. Sebab telah menggenang di dalam mata sejarah. Durhaka dan melewati batas. Durhaka menjadi maksiat; dosapun banyak diperbuat. Melewati batas, melanggar hukum. Sehingga peraturan peraturan dalam Taurat Nabi Musa a.s. tidak berjalan lagi, meskipun disebut- sebut juga dengan mulut.

3. Al-Mu’minun 18-20 Tafsir Al-Azhar