Teknologi Hidrolisis dan Pemanasan pada Protein Limbah Udang

Gambar 2 Struktur kimia kitin Pada ternak ruminansia, apabila kitin lolos dari rumen atau tidak dimanfaatkan oleh mikroba rumen maka di pascarumen akan mengikat asam empedu karena dapat dianalogikan sebagai serat. Dengan demikian asam lemak yang diemulsi oleh asam empedu ikut terikat. Serat kitin tidak dapat diabsorpsi pada usus halus sebagaimana yang dikemukakan Piliang dan Djojosubagio 1990 sehingga bersama asam empedu dan asam lemak dikeluarkan melalui feses.

2.2 Teknologi Hidrolisis dan Pemanasan pada Protein Limbah Udang

Hidrolisis protein diartikan sebagai pemecahan banyak ikatan menjadi satu ikatan atau putusnya ikatan peptida yang menghubungkan asam-asam amino. Reaksi hidrolisis dapat dilakukan dengan asam, basa dan enzim Girindra 1986. Hidrolisis protein yang terbaik adalah dengan konsentrasi HCI 6 M pada suhu 110 o C selama 24 jam Davidex et al. 1990. Selain itu dapat pula dilakukan dengan konsentrasi HCI yang lebih rendah yaitu 4 M HCI pada suhu 110 o C selama 24 jam dan 3 M HCI pada suhu 100 o C selama 18 jam Conrad dan Galanos 1995. Pada limbah udang hidrolisis yang baik adalah dengan HCl 6 disertai pemanasan tekanan tinggi menggunakan pressure cooker selama 45 menit untuk meningkatkan kecernaannya Sudibya 1998. Pemanasan mengakibatkan terjadinya perubahan pada suatu protein yang dikenal sebagai denaturasi Lehninger 1992. Denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat pula diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau wiru molekul Winarno 1991. Ada dua macam denaturasi, yaitu 1 pengembangan rantai peptida dan 2 pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung pada keadaan molekul. Pertama terjadi pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder Winarno 1991. Jadi proses denaturasi tidak merusak ikatan peptida yang terdapat antara asam amino dalam struktur primer Girindra 1986. Lehninger 1992 mengemukakan bahwa jika protein mengalami denaturasi, tidak ada ikatan kovalen pada kerangka rantai polipeptida yang rusak. Jadi deret asam amino khas protein tersebut tetap utuh setelah denaturasi. Selanjutnya dikemukakan bahwa rantai polipeptida yang berikatan kovalen pada protein asli natif melipat dalam tiga dimensi dengan suatu pola yang khas bagi tiap jenis protein. Jika suatu protein terdenaturasi, susunan tiga dimensi khas dari rantai polipeptida terganggu dan molekul ini terbuka menjadi struktur acak, tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen Gambar 3. Gambar 3 Sketsa proses denaturasi protein Brandts 1967 dalam Winarno 1991 Denaturasi dan koagulasi protein yang terjadi selama pemanasan mengakibatkan menurunnya kelarutan protein Cheftel et al. 1985 dalam Sudibya 1998. Besarnya tingkat kelarutan protein setelah pemanasan dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan yang digunakan Hultin 1985 dalam Sudibya 1998. Proses pemanasan protein yang tidak sampai merusak kandungan nutrisinya dilakukan dengan maksud agar kurang soluble dalam rumen. Cara ini biasa disebut heat treated protein HTP. Konsep ini dilakukan karena protein tidak dapat dipenuhi dari mikroba rumen terutama pada ternak yang berproduksi tinggi maka tambahan asam-asam amino akan dapat dipenuhi dengan pemberian HTP yang langsung dapat digunakan pada pascarumen Prawirokusumo 1994.

2.3 Pellet