Temperature Humidity Index THI

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, ruang terbuka hijau RTH adalah area memanjangjalur danatau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. RTH mempunyai manfaat besar bagi lingkungan hidup kota, diantaranya manfaat klimatologis, ekologis, estetis, dan wisata Grey dan Denneke 1986 dalam Kumar 2002. Kota Depok merupakan daerah yang strategis bagi Ibukota Jakarta karena Kota Depok mempunyai fungsi sebagai daerah penyangga Jakarta pada bagian selatan. Ruang terbuka hijau Kota Depok berkurang 9.1 selama periode 1996-2000. Dalam periode yang sama, peningkatan terjadi pada ruang terbangun RTB sebesar 13.6 Kumar 2002. Pengurangan RTH pada wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi JABOTABEK berdampak pada peningkatan suhu udara Effendy 2007. Pengurangan RTH di Kota Depok diduga juga akan menyebabkan peningkatan suhu udara. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk membuktikan dugaan tersebut. Peningkatan suhu udara di daerah perkotaan akan berdampak terhadap kenyamanan manusia. Temperature Humidity Index THI merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengkaji tingkat kenyamanan suatu daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Adhayani 2005 untuk kasus Kota Cibinong menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan RTH dengan maksud untuk perluasan pemukiman perkotaan berkontribusi terhadap peningkatan suhu udara sehingga menyebabkan ketidaknyamanan terjadi. Hal tersebut diduga juga akan terjadi di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan data penginderaan jauh karena Kota Depok belum memiliki stasiun cuaca. Selain itu, penginderaan jauh memiliki kelebihan dalam hal penyediaan data spasial rapat dengan akurasi baik serta cakupan wilayah yang luas sehingga keterbatasan jumlah stasiun cuaca dapat ditutupi dengan data penginderaan jauh. Keunggulan lainnya adalah tersedianya multi kanal, dalam sekali pengambilan data dapat dikeluarkan beberapa parameter secara bersamaan.

1.2 Tujuan

1. Menduga suhu udara Kota Depok dengan menggunakan citra Landsat. 2. Mengetahui hubungan RTH dengan suhu udara Kota Depok. 3. Mengetahui hubungan RTH dengan THI Kota Depok.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Terbuka Hijau RTH Ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi Instruksi Menteri Dalam Negeri tahun 1988. Berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2007, kawasan perkotaan harus memiliki RTH minimal 30. Proporsi 30 merupakan ukuran minimal untuk menjaga keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat maupun sistem ekologis lainnya, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota Effendy 2007. Undang-undang No. 26 tahun 2007 membagi RTH berdasarkan beberapa kategori: berdasarkan bobot kealamiannya RTH dibagi menjadi RTH alami habitat liar, kawasan lindung dan RTH binaan lapangan olahraga, pertamanan, pemakaman, berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya RTH dibagi menjadi RTH kawasan dan RTH jalur, berdasarkan kawasan fungsional RTH dibagi menjadi: RTH perdagangan, RTH perindustrian, RTH pemukiman, RTH pertamanan, dan RTH kawasan khusus, berdasarkan status kepemilikannya RTH dibagi menjadi RTH publik dikelola oleh pemerintah dan RTH publik. Berdasarkan komponen penyusunnya, RTH dapat dikelompokkan ke dalam enam bentuk: hutan kota, taman kota, jalur hijau kota, kebun, pekarangan, serta sempadan sungai Nazaruddin 1994 dan Irwan 1997 dalam Kumar 2002.

2.2 Temperature Humidity Index THI

Metode ini sering digunakan dalam menyatakan tingkat kenyamanan suatu daerah. Umumnya orang dari daerah tropis merasa nyaman pada nilai 20-26 o C dan sudah merasa tidak nyaman pada THI di atas 27 o C. Kenyamanan merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan pengaruh kondisi lingkungan fisik atmosfer atau iklim terhadap manusia. Kondisi nyaman apabila sebagian energi manusia dibebaskan untuk kerja produktif dan upaya pengaturan suhu tubuh berada pada level minimal. Mulyana 2003 mengaplikasikan metode THI untuk mengkaji aspek kenyamanan terhadap perkembangan Kota Bandung. Tabel 1 Selang kenyamanan beberapa negara Negara Selang Kenyamanan THI o C Pustaka Indonesia Malaysia India Eropa England 20-26 21-26 21-26 20-26 14-19 Mom 1947 Webb 1952 Malhotra 1955 McFlane 1958 Bedford 1954 sumber: Ayoade 1983 2.3 Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penelitian yang dilakukan oleh Effendy 2007 menunjukkan bahwa hubungan RTH dengan suhu udara wilayah JABOTABEK periode 1994-2004 adalah non-linier kubik. Peningkatan suhu udara terjadi saat RTH berkurang, dan sebaliknya penurunan suhu udara terjadi saat RTH bertambah. Penelitian tersebut juga menyatakan laju kenaikkan suhu udara lebih tajam dibandingkan laju penurunannya, hal ini menunjukkan bahwa resiko pengurangan RTH terhadap peningkatan suhu udara lebih besar dibandingkan upaya penurunan suhu udara dengan penambahan RTH. Peneltian tentang hubungan RTH dengan suhu udara juga dilakukan oleh Tursilowati 2007 pada Kota Surabaya. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa pengurangan RTH menyebabkan kenaikan suhu udara pada periode 1994-2002. 2.4 Hubungan RTH dengan THI Penelititan tentang hubungan penggunaan lahan terhadap suhu udara yang dilakukan oleh Adhayani 2005 pada Kota Cibinong menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan RTH menjadi pemukiman akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan suhu udara sebesar 1.5 o C. Meskipun hasil penelitian tersebut menggolongkan Kota Cibinong kedalam kategori nyaman, tetapi jika ruang terbangun diperluas maka akan meningkatkan suhu udara yang pada akhirnya juga akan menyebabkan ketidaknyamanan terjadi. Penelitian yang sejenis juga dilakukan di Kota Surabaya. Luas daerah Kota Surabaya yang memiliki THI lebih dari 26 o C mengalami peningkatan dari 16 082 Ha pada tahun 1994 menjadi 31 948 pada tahun 2002. Hal tersebut disebabkan oleh pengurangan RTH sebesar 9.2 pada periode yang sama Tursilowati 2007. 2.5 Penginderaan Jauh Prinsip dasar penginderaan jauh adalah menangkap energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan maupun dipantulkan oleh suatu permukaan yang dipilah-pilah oleh sensor panjang gelombang. Suhu permukaan diperoleh dari energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan. Sensor yang digunakan untuk mendeteksi adalah sensor inframerah termal. Permukaan bumi dengan suhu sebesar 300 . K memberikan nilai pancaran puncak maksimum pada panjang gelombang 9.7 . µm yang merupakan kisaran radiasi inframerah. Oleh karena itu, penginderaan jauh termal banyak dilakukan pada spekturm antara 8-14 µm Sutanto 1999 dalam Effendy 2007. Aplikasi penginderaan jauh juga dapat digunakan untuk menduga suhu udara melalui model neraca energi seperti yang dilakukan oleh Maharani et al 2005, sedangkan untuk deteksi RTH menggunakan teknik penginderaan jauh dilakukan oleh Suwargana dan Susanto pada tahun 2005. Pemanfaatan citra penginderaan jauh satelit paling banyak digunakan di Indonesia adalah Landsat Eros 1995 dalam Effendy 2007. Hal ini disebabkan oleh citra Landsat yang memiliki cakupan data yang luas 185 x 185 km, dapat dipakai untuk kajian regional, memberikan informasi permukaan setiap 16 hari dengan resolusi 30 x 30 km, serta memiliki multi kanal termasuk kanal inframerah termal sehingga dapat menghasilkan luaran beberapa parameter permukaan untuk sekali pengambilan data. Citra Landsat ETM+ 7 memiliki delapan kanal. Masing-masing kanal dibedakan berdasarkan sensor panjang gelombangnya. Kanal 1, 2, dan 3 merupakan kanal dengan sensor panjang gelombang cahaya tampak. Kanal 4, 5, 6, dan 7 merupakan kanal dengan sensor panjang gelombang inframerah dekat, inframerah tengah, inframerah, dan inframerah jauh. Kanal 8 merupakan kanal dengan sensor panjang gelombang cahaya tampak hanya hijau dan merah dan inframerah dekat. Kanal 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 memiliki resolusi spasial 30 x 30 m, kanal 6 memiliki resolusi spasial 60 x 60 m, sedangkan kanal 8 memiliki resolusi spasial 15 x 15 m.

III. METODOLOGI