Aplikasi Metode Beda Hingga Pada Persamaan Schrödinger Menggunakan Matlab

(1)

APLIKASI METODE BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN SCHRöDINGER MENGGUNAKAN MATLAB

SKRIPSI

ODALIGO ZIDUHU LOMBU 070801022

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

APLIKASI METODE BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN SCHRöDINGER MENGGUNAKAN MATLAB

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ODALIGO ZIDUHU LOMBU 070801022

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PERNYATAAN

APLIKASI METODE BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN SCHRöDINGER MENGGUNAKAN MATLAB

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2013

Odaligo Ziduhu Lombu 070801022


(4)

PENGHARGAAN

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat serta kasihNya senantiasa melindungi, menyertai, memimpin, dan membimbing penulis sehingga

pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “APLIKASI

METODE BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN SCHRöDINGER

MENGGUNAKAN MATLAB” tepat pada waktunya.

Ucapan terimakasih, saya sampikan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu serta mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini :

1. Drs. Tenang Ginting, MS, dan Tua Raja Simbolon, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi.

2. Ketua jurusan Departemen Fisika FMIPA USU, Dr. Marhaposan Situmorang beserta sekretaris jurusan Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc.

3. Dosen penguji dan pembanding dalam pelaksanan tugas akhir ini yaitu Drs. Kurnia Sembiring, MS, Dra. Ratna Askiah S, M.Si, Dra. Manis Sembiring, MS, Tua Raja Simbolon, S.Si, M.Si yang telah memberi saran dan masukan demi penyempurnaan skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan pegawai Departemen Fisika USU yang telah memberikan bimbingan dan membantu dalam mengurus administrasi selama perkuliahan. 5. Yang sangat saya banggakan Papa tercinta (BL. Lombu) dan Mama yang

paling saya sayangi (S. Gulo), Kelurga tante A/I. Kiki, kakak A/I. Alfred Laowo, Elfrida Lombu, dan adek saya Tice Dupri Siska Wati Lombu yang banyak mendorong untuk segera menyelesaikan skripsi ini baik secara moril maupun materi.

6. Buat para Jendral-Jendral saya Almen Mahulae, Elis Pahala Naiggolan, Yosep Sibuea, Masef Inside Sinurat serta Kopral Rony Tambi, Juan Roy M. Saragih yang selalu mensupport saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Untuk kekasih tercinta Tetty Rohana Lubis yang selalu memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Buat teman-teman di kampus secara khusus buat teman-teman Fisika Stambuk 2007 dan adek stambuk 2010.


(5)

Semoga Tuhan selalu memberkati. Amin.

Terimakasih atas semua dukungan, bantuan dan semangat yang selama ini penulis terima guna menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak khilaf dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penullis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis juga pembaca.


(6)

ABSTRAK

Visualisasi persamaan Schrödinger pada partikel dengan potensial halang menggunakan perangkat lunak MATLAB dengan potensial penghalang konstan dalam suatu daerah sepanjang L, membentuk gelombang hiperbolik (E < V) dalam daerah x > 0, dan sederetan gelombang berdiri deBroglie (E > V).


(7)

ABSTRACT

The visualization of Schrödinger equation for the potensial barier using software a Matlab with the potensial barier constant according for fiel L, make a hiperbolic wave ( E < V ) for field x > 0, and stand wave deBroglie ( E > V)


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftrar isi viii

Daftar gambar x

Dartar tabel xi

Daftar lampiran xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Sistematika Penulisan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode Beda Hingga 5

2.2 Persamaan Differensial Biasa (PDB) dengan Nilai Batas 6

2.3 Metode Numerik 7

2.4 Sistem Tri-Diagonal 8

2.5 Osilator Harmonik 12

2.6 Persamaan Schrödinger 13

2.7 Probabilitas dan Normalisasi 15 2.8 Penerapan Persamaan Schrödinger 16

2.8.1 Pada Partikel Bebas 16


(9)

2.8.3 Efek Terobosan 20

2.9 Program Komputer 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian 23

3.2 Teknik Analisa Data 23

3.3 Diagram Alir Penelitian 24

3.4 Digram Alir Program 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Solusi Numerik Persamaan Schrödinger pada Partikel

dengan Potensial Halang 26

4.2 Visualisasi Program dalam Persamaan Schrödinger

dengan Potensial Halang 28

4.2.1 Potensial Halang dengan E < V 28 4.2.2 Potensial Halang dengan E > V 31

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan 34

5.2 Saran 34


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil perhitungan analitik dan komputasi

dengan E > V 29

Tabel 4.2 Hasil perhitungan analitik dan komputasi


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pembagian Interval antara [ ] 6

Gambar 2.2 Potensial Halang 18

Gambar 2.3 Fungsi gelombang untuk E < V0 20

Gambar 2.4 Bound state 21

Gambar 2.5 Scattering State 21

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 24

Gambar 3.2 Diagram alir program 25

Gambar 4.1 Visualisasi persamaan Schrödinger pada partikel

dengan potensial halang, dimana E < V 28 Gambar 4.2 Visualisasi persamaan Schrödinger pada partikel

dengan potensial halang, dimana E < V 31


(12)

ABSTRAK

Visualisasi persamaan Schrödinger pada partikel dengan potensial halang menggunakan perangkat lunak MATLAB dengan potensial penghalang konstan dalam suatu daerah sepanjang L, membentuk gelombang hiperbolik (E < V) dalam daerah x > 0, dan sederetan gelombang berdiri deBroglie (E > V).


(13)

ABSTRACT

The visualization of Schrödinger equation for the potensial barier using software a Matlab with the potensial barier constant according for fiel L, make a hiperbolic wave ( E < V ) for field x > 0, and stand wave deBroglie ( E > V)


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komputer merupakan alat serba guna yang saat ini pemanfaatannya banyak digunakan hampir disemua bidang, termasuk dalam bidang fisika. Hal ini disebabkan karena komputer dapat membantu dalam menganalisa gejala fisis yang terjadi dialam. Salah satu kelebihan dalam penggunaan komputer dalam ilmu fisika adalah dapat memberikan visualisasi baik angka-angka maupun grafik, sehingga dapat memudahkan dalam memberikan makna terhadap rumusan model matematis suatu gejala fisika.

Beberapa persoalan fisika yang sering kali mengalami kesulitan dalam penyelesaian matematiknya dapat dengan mudah disederhanakan penyelesaiannya dengan menggunakan pendekatan komputasi. Karena itu, pendekatan komputasi sangatlah penting diketahui untuk membantu mempelajari gejala fisika tersebut. Salah satu gejala fisika yang menarik adalah permasalahan yang abstrak dan sulit untuk dipahami terutama pada perilaku gelombang dari sebuah partikel. Hipotesa deBroglie dapat menjelaskan fenomena dualisme gelombang partikel pada keadaan mikroskopik, elektron yang bergerak dapat berperilaku sebagai gelombang. Erwin Schrodinger menjelaskan, bahwa saat elektron bergerak tercipta gelombang yang merupakan gelombang tegak de Broglie pada keadaan tersebut yang menghasilkan solusi berupa fungsi Trigonometri ataupun Eksponensial.

Pada Fisika Kuantum dikenal adanya gejala penerowongan (Tunneling Effect)

atau lebih dikenal dengan efek terobosan. Efek yang terjadi saat partikel akan menerobos suatu perintang yang berenergi lebih tinggi dari energi partikel tersebut. Pertikel yang digunakan adalah elektron, hal ini disebabkan karena elektron merupakan partikel yang dapat bergerak bebas. Pada bilangan kuantum berapapun, besarnya energi yang dimiliki oleh sebuah partikel terhadap suatu perintang masih dimungkinkan partikel tersebut untuk dapat menerobos suatu “Dinding” perintang meskipun energinya lebih kecil daripada energi perintang. Kejadian di atas dapat diidentikkan dengan sebuah elektron yang sedang bergerak dengan energi (E) akan


(15)

melewati suatu perintang dengan energi potensial (V). Pada skala atomik benda bergerak tidak hanya berperilaku sebagai partikel, tetapi juga berperilaku sebagai gelombang. Karena pada keadaan atomik partikel berperilaku sebagai gelombang, maka analisis persamaan gelombang partikel atau dikenal dengan persamaan gelombang schrödinger dapat dilakukan dengan menggunakan model matematika dan menerapkan metode numerik untuk menyederhanakan penyelesaian matematisnya.

Salah satu metode numerik yang dapat digunakan untuk memecahkan persamaan differensial seperti pada persamaan gelombang Schordinger adalah metode beda hingga (Finite Difference Methods). Metode beda hingga lebih mudah dari segi pemrograman dengan komputer dan konsepnya tidak sulit untuk dipahami. Pendekatan komputasi yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan tersebut adalah dengan memvisualisasikan permasalahan tersebut menggunakan MATLAB. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode beda hingga melalui pendekatan komputasi menggunakan MATLAB untuk menyelesaikan permasalahan persamaan Schrodinger dengan potensial halang. (Aris, 2006)

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah yang dibahas adalah bagaimana bentuk penyelesaian persamaan Schördinger satu dimensi menggunakan metode beda hingga dan bentuk program komputer interaktif menggunakan GUI berbasis MATLAB, serta bentuk visualisasi konsep mekanika kuantum dengan menggunakan MATLAB.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dibatasi pada pembuatan program untuk mengimplementasikan metode beda hingga dalam meyelesaikan permasalahan mekanika kuantum yaitu persamaan Schrödinger satu dimensi untuk partikel dengan potensial halang.

2. Bentuk program komputer interaktif menggunakan GUI berbasis MATLAB. 3. Hasil keluaran berupa bentuk visualisasi konsep mekanika kuantum

menggunakan MATLAB.

1.4 Tujuan Penelitian


(16)

1. Membuat program komputer yang dapat memvisualisasikan persamaan Schrödinger dengan potensial halang (barier potensial)

2. Mengetahui efek terobosan partikel dengan potensial halang menggunakan MATLAB.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian sesuai yang diharapkan dari rumusan masalah di atas adalah:

1. Dapat megetahui bentuk penyelesaian komputasi pada persamaan Schrödinger satu dimensi menggunkan metode beda hingga.

2. Dapat mengetahui bentuk program komputer interaktif menggunakan GUI berbasis MATLAB.

3. Dapat mengetahui bentuk visualisasi konsep mekanika kuantum menggunakan MATLAB.

1.6SistematikaPenulisan

Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan tugas akhir ini.

BAB II Tinjauan pustaka

Bab ini berisi teori yang mendasari penelitian. BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang metode yang digunakan dan diagram alir penelitian.

BAB IV Hasil dan pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Menyimpulkan hasil-hasil yang didapat dari penelitian dan memberikan saran pada peneltian berikutnnya.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode Beda Hingga

Metode perbedaan beda hingga adalah metode yang sangat popular. Pada intinya metode ini mengubah masalah Persamaan Differensial Biasa (PDB) nilai batas dari sebuah masalah kalkulus menjadi sebuah aljabar. Dengan metode ini persamaan differensial ψ’ dan ψ” akan diaproksimasikan dengan menggunakan deret Taylor sebagai berikut:

(2.1) (2.2) Kalau dikurangi (2.1) dengan (2.2) dan nilai setelah pangkat 2 diabaikan maka akan didapat:

(2.3)

Apabila (2.1) ditambahdengan (2.2) akandiperoleh

(2.4) Persamaan (2.1) – (2.4) dapat diterapkan dengan membagi [x0,xn], (lihat gambar 2.1) menjadi n bagian dengan interval h:

(2.5)

i=0 i=1 i=2 i=n-1 i=n

X0 X1 X2

Xn-1 Xn

Gambar 2.1 Pembagian Interval antara [x0,xn] Dengan metode perbedaan hingga yang dicari adalah pada x tertentu:

(2.6)

Jika i = 0 maka dengan menggunakan notasi ini persamaan (2.3) dan (2.4) dapat dituliskan:


(18)

(2.8) Persamaan (2.7) dan (2.8) dikenal dengan aproksimasi perbadaan hingga tiga titik (central three points finite difference approximation).

2.2 Persamaan Differensial Biasa (PDB) dengan Nilai Batas

Pada persoalan matematik lebih sering dijumpai PDB tingkat 2 dengan kondisi batas yang diberikan pada dua titik. Umumnya kedua titik ini ada pada batas-batas domain permasalahan. Karena solusi yang dicari berada pada dua batas-batas yang tertutup maka problem ini dikenal sebagai problem domain tertutup atau PDB dengan nilai batas. Bentuk umum dari PDB tingkat 2 dengan nilai batas adalah:

(2.9) Dengan nilai-nilai batas:

(2.10)

(2.11)

Dengan :

| | | | dan| | | | (2.12) Dari kondisi batas (2.1), ada 3 kemungkinan jenis kondisi batas yang mungkin diterapkan pada PDB ini,

1. Nilai batas konstan (Tipe Dirichlet)

Nilai batas yang diberikan sebagai sebuah konstan. Contoh, jikaA1 = 1 dan B1 = 0 maka ψ(x0) = α

2. Nilai batas derivatif (Tipe Neuman)

Nilai batas yang diberikan sebagai sebuah nilai derivatif. Contoh, jika A1 = 0 dan B1 = 1 maka ψ’(x0) = α

3. Nilai batas campuran (Tipe Robin)

Nilai batas terdiri dari nilai konstan dan derivatif. Contoh, jika A1 = 1 dan B1 = 1 maka ψ(xo) + ψ’(xo) = α

Tergantung dari koefisien-koefisien p(x) dan q(x), PDB (2.9) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. PDB Linier, jika p(x) dan q(x) berupa fungsi dari x saja atau berupa sebuah bilangan kompleks.

2. PDB Non linier, jika p(x) dan q(x) merupakan fungsi dari x. (Triatmodjo, 2002)


(19)

2.3 Metode Numerik

Penerapan metode numerik pada persamaan Schrödinger dirumuskan dengan persamaan differensial. Langkah pendahuluan yang ditempuh dalam menerapkan metode ini adalah memperkirakan persamaan differensial yang bersangkutan beserta syarat-syarat batasnya dengan seperangkat persamaan aljabar. Dengan mengganti daerah yang kontinu dengan suatu pola titik tersebut. Sistem dibagi menjadi sejumlah subluas yang kecil dan memberi nomor acuan kepada setiap sub luas.

2.4 Sistem Tri-Diagonal

Pemecahan persamaan differensial dengan menggunakan diskretisasi perbedaan hingga (finite difference), seringkali melibatkan system persamaan linier (SPL) yang mempunyai bentuk-bentuk khusus. Contoh berikut memberikan dua kemungkinan bentuk SPL berikut;

(2.13)

Dengan menggunakan notasi matriks, sistem persamaan (2.13) dapat dituliskan

[

][

]

[

]

(2.14)

Pada sistem tri-diagonal tampak bahwa mayoritas dari elemen matriknya adalah nol. Komputasi dengan komputer dapat menghemat banyak ruang memori dengan hanya menyimpan elemen yang ada di diagonal mayor dan dua sub diagonal lainnya. Untuk sistem tri-diagonal, digunakan tiga vector a, d, dan c untuk menyimpan nilai elemen yang bukan nol sepanjang diagonal mayor dan subdiagonalnya sehingga persamaan (2.14) menjadi;


(20)

[ ][ ] [ ] (2.15)

Pemecahan SPL dengan koefesien matriks tri-diagonal didasari oleh metode Doolittle. Pertama-tama matriks A didekomposisi menjadi LU, yaitu matriks segitiga bawah dan segitiga atas sesuai algoritma Doolittle. Setelah dekomposisi persamaan (2.15) menjadi: [ ][ ][ ] [ ] (2.16)

L U x b

Setelah perkalian matriks persamaan (2.16) menjadi

[ ] [ ] [ ] (2.17)

Inti dari algoritma ini adalah mengubah elemen-elemen pada vector a, d, dan

c dengan vector α, δ, dan c yang merupakan elemen-elemen dari L dan U, jika dibandingkan persamaan (2.17) dengan (2.15) maka tampak bahwa:

⁄ ⁄


(21)

Langkah-langkah di atas dapat dengan mudah diprogram, sebagai ilustrasi, 3 langkah pertama program tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

d(1) = d(1)

a(2) = a(2) / d(1) d(2) = d(2) – a(2)*c(1) a(3) = a(3) / d(2) d(3) = d(3) – a(3)*c(2)

setelah elemen-elemen pada vector a dan d dengan α dan δ, persamaan (2.16) dapat diproses lebih lanjut, jika Ux sebut saja g, maka persamaan (2.16) dapat dituliskan

[ ][ ] [ ] (2.18)

L g b Dari persamaan (2.18) dapat diperoleh;

(2.19)

Dalam proses komputasi g disimpan sebagai vector b, yaitu elemen-elemen awal b diganti dengan yang baru. Tiga langkah pertama dalam program tertulis sebagai berikut:

b(1) = b(1)

b(2) = b(2) – a(2)*b(1) b(3) = b(3) – a(3)*b(2) karena g adalah Ux maka;

[ ][ ] [ ] (2.20)

L x g ⁄


(22)

⁄ ⁄

Dalam komputasi, tiga langkah pertama berbentuk x(N) = b(N) / d(N)

x(N-1) = [b(N-1) – c(N-1)*x(N)] / d(N-1) x(N-2) = [b(N-2) – c(N-2)*x(N-1)] / d(N-2)

Jika diperhatikan prosedur di atas adalah metode Doolittle yang diterapkan pada sistem tri-diagonal. Namun karena elemen dari matriks A kebanyakan nol maka hanya digunakan tiga vector dengan ukuran 1 x N untuk menyimpan elemen bukan nol matriks A. Teknik ini sangat populer dengan algoritma Thomas, sesuai dengan nama penemunya. (Zettili, 2009)

2.5 Osilator Harmonik

Pada mekanika klasik, salah satu bentuk osilator harmonik adalah sistem pegas massa, yaitu suatu beban bermassa m yang terikat pada salah satu ujung pegas dengan konstanta pegas k. Persamaan gerak adalah

(2.22)

(2.23)

Dengan √ adalah frekuensi angular osilasi.

Persamaan (2.23) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah

(2.24) Dan energi potensial sistem adalah

(2.25)

Oleh karena tidak bergantuk waktu, maka kita dapat menggunakan persamaan Schrödinger tak bergantung waktu bentuk satu dimensi, yaitu


(23)

(2.26)

(R. Murugeshan, 2007) 2.6 Persamaan Schrödinger

Persamaan Schrödinger merupakan fungsi gelombang yang digunakan untuk memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel. Suatu persamaan differensial akan menghasilkan pemecahan yang sesuai dengan fisika kuantum. Untuk membentuk persamaan Schrödinger , maka harus memenuhi 3 (tiga) kriteria, sebagai berikut:

a Taat azas dengan kekekalan energi

Hukum kekekalan energi adalah jumlah energi kinetik ditambah energi potensial bersifat kekal, artinya tidak bergantung pada waktu maupun posisi. Persamaan Schrödinger harus konsisten dengan hukum kekekalan energi. Secara matematis, hukum kekekalan energi dapat dinyatakan dengan rumusan:

(2.27)

Suku pertama ruas kiri menyatakan energi kinetik, suku kedua menyatakan energi potensial, dan ruas kanan menyatakan suatu tetapan yang biasanya disebut sebagai energi total. dimana energi kinetik yang digunakan bukanlah dalam bentuk . Karena pada persamaan Schrödinger berbicara tentang dunia atom,

sehingga digunakan “prinsip ketakpastian” , dengan h = 6,63 x 10-34 J.s. Ketidakpastian ini adalah sesuatu yang akurat dan pasti. Pada skala ini memberi makna terhadap gejala fisika dalam dunia atom dan karena momentum itu sebanding dengan kecepatan. Ini berarti partikel tidak dapat memiliki posisi dan kecepatan yang akurat pada saat bersamaan, bahkan ketidakpastian dalam posisi dikalikan dengan ketakpastian momentum selalu lebih besar nilainya dari konstanta Planck, karena nilai konstanta Planck sangat kecil. Sehingga hanya digunakan dalam kawasan mikroskopik misalnya elektron.

b. Linear dan bernilai tunggal

Persamaannya haruslah “berperilaku baik”, dalam pengertian matematikanya.


(24)

partikelnya, walaupun ditemukan probabilitas berubah secara kontiniu dan partikelnya menghilang secara tiba-tiba dari suatu titik dan muncul kembali pada titik lainnya, namun fungsinya haruslah bernilai tunggal, artinya tidak boleh ada dua probabilitas untuk menemukan partikel di satu titik yang sama. Probabilitas harus liniear, agar gelombangnya memiliki sifat superposisi yang diharapkan sebagai miliki gelombang yang berperilaku baik.

c. Pemecahan partikel bebas sesuai dengan gelombang de Broglie tunggal

Tahun 1924 de Broglie menyatakan bahwa materi mempunyai sifat gelombang disamping sifat partikel. Bentuk persamaan differensial apapun, haruslah taat asas terhadap hipotesis de Broglie. Untuk menyelesaikan persamaan matematik bagi sebuah partikel dengan momentum p, maka pemecahannya harus berbentuk fungsi gelombang dengan panjang gelombang λ yang sama dengan ⁄ . Sesuai dengan persamaan ⁄ . Maka energi kinetik dari gelombang de Broglie partikel bebas haruslah ⁄ .

Bentuk persamaan harus taat asas kekekalan energi seperti yang dijelaskan di

atas , K muncul dalam pangkat satu dan ⁄ , sehingga satu-satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung k2 adalah dengan mengambil turunan kedua dari terhadap x. Sehingga dihasilkan persamaan Schrödinger sebagai berikut:

( )

(2.28)

Persamaan (2.28) merupakan bentuk persamaan Schrödinger tidak bergantung waktu dalam satu dimensi.

2.7 Probabilitas dan Normalisasi

Fungsi gelombang menyatakan suatu gelombang yang memiliki panjang gelombang dan bergerak dengan kecepatan fase yang jelas masalah yang muncul ketika hendak menafsirkan amplitudonya. Ini merupakan suatu jenis


(25)

gelombang yang berbeda, yang nilai mutlaknya memberikan probabilitas untuk menemukan partikelnya pada suatu titik tertentu. Dimana | | memberikan probabilitas untuk menemukan partikel dalam selang dx di x. Rapat probabilitas P(x)

terhadap menurut persamaan Schrödinger sebagai berikut:

| | (2.29)

Tafsiran | | ini membantu memahami persyaratan kontiniu . Walaupun amplitudonya berubah secara tidak jelas dan kontiniu. Probabilitas untuk menemukan partikel antara x1dan x2 adalah jumlah semua probabilitas dalam selang antara x1dan x2 adalah sebagai berikut:

∫ ∫ | | (2.30) dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel disuatu titik sepanjang sumbu x, adalah 100 persen, sehinga berlaku:

∫ | | (2.31)

Persamaan (2.31) dikenal dengan syarat normalisasi, yang menunjukkkan bagaimana mendapatkan tetapan A. Dimana tetapan A tidak dapat ditentukan dari persamaan differensialnya. Sebuah fungsi gelombang yang tetapan pengalinya ditentukan dari persamaan (2.31) disebut ternormalisasi secara tepat, yang dapat digunakan untuk melakukan semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika normalisasinya telah dilakukan secara tepat, maka persamaan (2.30) akan selalu menghasilkan suatu probabilitas yang terletak antara 0 dan 1.

Setiap pemecahan persamaan Schrödinger yang menghasikan | | bernilai tak berhingga, harus dikesampingkan. Karena tidak pernah terdapat probabilitas tak hingga untuk menemukan partikel pada titik manapun. Maka harus mengesampingkan suatu pemecahan dengan mengembalikan faktor pengalinya sama dengan nol. Sebagai contoh, jika pemecahan matematika bagi persamaan differensial menghasilkan bagi seluruh daerah x >0, maka syaratnya A = 0 agar pemecahannya mempunyai makna fisika. Jika tidak, | | akan menjadi tak hingga untuk x menuju tak hingga (tetapi jika pemecahannya dibatasi dalam selang 0 < x < L, maka A tidak boleh sama dengan nol). Tetapi jika pemecahannya berlaku pada seluruh daerah negatif sumbu x < 0, maka B = 0.

Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan, dalam hal ini tidak dapat menjamin kepastian hasil satu kali pengukuran suatu besaran fisika yang bergantung pada kedudukannya. Namun jika menghitung probabilitas yang berkaitan dengan


(26)

setiap koordinat, maka ditemukan hasil yang mungkin dari pengukuran satu kali atau rata-rata hasil dari sejumlah besar pengukuran berkali-kali. (Krane, 1992)

2.8 Penerapan Persamaan Schrödinger

Persamaan Schrödinger dapat diterapkan dalam berbagai persoalan fisika. Dimana pemecahan persamaan Schrödinger, yang disebut fungsi gelombang, memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel.

2.8.1. Pada Partikel Bebas

Yang dimaksud dengan partikel bebas adalah sebuah partikel yang bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang; yaitu, F = -dV(x)/dx = 0

sehingga menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan. Dalam hal ini, bebas memilih tetapan potensial sama dengan nol. Berikut ini resep Schrödinger diterapkan pada partikel bebas, kembali ke persamaan Schordinger dengan potensial energi yang sesuai, V(x) = 0.

Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum konstan p, yang mengakibatkan energi totalnya juga konstan. Tetapi partikel bebas dalam mekanika kuantum dapat dipecahkan dengan persamaan Schrödinger bergantung waktu, persamaan Schrödinger untuk partikel bebas dapat diperoleh dari persamaan (2.28) berikut:

(2.32) untuk partikel bebas V(x) = 0, maka persamaannya menjadi

(2.33)

bila diambil

dan

(2.34)

dengan demikian diperoleh:

(2.35)

Persamaan (2.35) adalah bentuk umum, dengan adalah positif, dimana merupakan kuantitas kompleks yang memiliki bagian real dan bagian imajiner. Sehingga pemecahannya adalah

(2.36) Pemecahan ini tidak memberi batasan pada k, maka partikel yang diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah kuantum, bahwa energinya tidak terkuantisasi). Sedangkan penentuan nilai A dan B mengalami beberapa kesulitan,


(27)

karena integral normalisasi tidak dapat dihitung dari hingga bagi fungsi gelombang itu.(Einsberg, 1970)

2.8.2. Potensial Halang

Apa yang akan terjadi apabila sebuah partikel yang sedang bergerak (satu dimensi) dalam suatu daerah yang berpotensial tetap tiba-tiba bergerak memasuki suatu daerah. Pemecahan pada persoalan seperti ini dilakukan, dengan mengambil E

sebagai energi total (yang tetap) dari partikel dan V0. sebagai nilai energi potensial tetapnya.

Pada daerah I dan III, nilai Vn = 0 ,dan pada daerah II dengan batas x 0 hingga x = a memiliki energi potensial Vn = V0

II

I III

0 a

Gambar 2.2 Potensial halang

Partikel dengan energi E yang lebih kecil daripada V0 datang dari sebelah kiri. Daerah x<0 berupa gelombang datang dan pantul berbentuk sinus, dalam daerah

0 ≤ x≤ a dan kembali berbentuk sinus pada daerah x>a yaitu gelombang transmisi. Pemecahan ini mengilustrasikan perbedaan penting antara mekanika klasik dan mekanika kuantum. Secara klasik, partikelnya tidak pernah dapat ditemukan pada daerah x > 0, karena energi totalnya tidak cukup melampaui potensial tangga. Tetapi, mekanika kuantum memperkenankan fungsi gelombang dan partikel akan menerobos masuk ke dalam daerah terlarang klasik.

1. Padadaerah 1, ≤x ≤ a V=0

(2.37)

Bila diambil

=


(28)

(2.38) 2. Pada daerah II, 0≤ x ≤a, danE <V0

V = V0

(2.39)

(2.40)

Dimana:

=

Maka persamaan Schrödingernya menjadi:

(2.41)

3. Pada daerah III, a ≤ x ≤

(2.42)

(2.43)

Maka solusi dari persamaan (2.38), (2.40) dan (2.43) adalah sebagai berikut:

(2.44)

(2.45)

(2.46)

Arti fisis dari persamaan solusi gelombang di atas adalah pada daerah I merupakan superposisi dari dua gelombang yang berasal dari gelombang datang dan gelombang pantul setelah gelombang tersebut bertumbukan dengan penghalang potensial. Pada daerah II juga terdapat dua superposisi gelombang yang berasal dari gelombang yang ditransmisikan oleh gelombang datang dan gelombang pantul yang menumbuk potensial berikutnya. Sedangkan untuk daerah III hanya terdapat 1 fungsi gelombang yang berarti hanya terdapat gelombang yang ditransmisikan dari gelombang yang berada dalam potensial penghalang dan tidak terdapat gelombang yang dipantulkan karena selanjutnya tidak ada penghalang potensial.


(29)

Dengan

k1= √ (2.47)

Menyatakan bilangan gelombang deBroglie yang membuat partikel di luar perintang, karena:

Ei = cos + i sin  (2.48)

e-i = cos + i sin  (2.49)

mewakili panjang gelombang sepanjang sumbu x denganamplitudo A dan mewakili gelombang yang dipantulkan sepanjang sumbu x negatif dengan amplitudo B. Pada persamaan (2.45). mewakili penurunan gelombang eksponensial sepanjang sumbu x dalam potensial halang data gelombang pantul dalam potensial halang. Sedangkan pada persamaan (2.59), mewakili gelombang transmisi yang bergerak sepanjang sumbu x dalam daerah III.

(R. Murugeshan, 2007).

2.8.3 EfekTerobosan

Sebagaimana dari prinsip sumur potensial, secara mekanika klasik sebuah elektron tidak dapat menembus penghalang, karena E < E0, tidak memungkinkan elektron bisa menembus daerah tersebut, sehingga Ek = E – E0 bernilai negatif. Atau dengan bahasa lain x > 0 merupakan daerah larangan yang tidakmungkin di temukanelektron, yang terjadi hanya dipantulkan kembali. Namun nyatanya, secara kuantum pada sisi setelah penghalang tersebut, masih bisa ditemukan elektron. Teori kuantum ini juga meramalkan kemungkinan elektron menembus suatu penghalang yang hanya terjadi didunia mikro. Fenomena inilah yang dikenal dengan gejala penerobosan.

Dalam mekanika klasik sebuah potensial tak bergantung waktu satu dimensi dapat memberikan dua jenis gerak yang berbeda. Jika V(x) meningkat melebihi besar


(30)

daripada energi total partikel (E) di kedua sisi (gambar 2.4) maka partikel akan terperangkap pada sumur potensial (terguncang bolak-balik) diantara titik balik, tapi tidak dapat melarikan diri. Keadaan partikel tersebut disebut keadaan terikat (bound state). Jika pada sisi lain E > V(x) pada satu sisi atau keduanya, lalu partikel datang dari ketakterbatasan, memperlambat kecepatan atau menambah kecepatan dibawah pengaruh potensial dan kembali ke keadaan tak hingga(gambar 2.5). Keadaan ini di sebut keadaan hamburan (scattering state).

Kita telah menemui dua jenis solusi persamaan schrödinger tak bergantung waktu, yaitu untuk spektrum diskrit dan kontinu. Persamaan Schrödinger ini menerangkan secara tepat pada bound state dan scattering state. Perbedaannya terlihat sangat jelas pada wilayah kuantum karena fenomena tunneling ini mengijinkan partikel untuk menerobos melalui dinding potensial yang terbatas (finite), jadi satu-satunya permasalahannya adalah pada saat potensial bernilai tak hingga. (Einsberg, 1970)

2.9Program Komputer

Program komputer adalah suatu urutan instruksi yang disusun secara sistematis dan logis dengan menggunakan bahasa pemrograman untuk menyelesaikan suatu masalah. Program komputer merupakan contoh perangkat lunak komputer yang menuliskan aksi komputasi yang akan dijalankan oleh komputer. Komputasi ini biasanya dilaksanakan berdasarkan suatu algoritma atau urutan perintah tertentu. Urutan perintah (algoritma) merupakan suatu perangkat yang sudah termasuk dalam program komputer tersebut. Tanpa algoritma tersebut, program komputer tidak dapat berjalan dengan baik. Program komputer dapat digunakan untuk perhitungan numerik dan eksperimen simulasi melalui pendekatan fisika komputasi dengan menggunakan pemrograman MATLAB.


(31)

Matlab adalah singkatan dari Matrix Laboratory, suatu perangkat lunak matematis yang menggunakan vector dan matriks sebagai elemen data utama. Matlab merupakan bahasa pemrograman yang hadir dengan fungsi dan karakteristik yang berbeda dengan bahasa pemrograman lain yang sudah ada lebih dahulu seperti Delphi, Basic, maupun C++. Matlab merupakan bahasa pemrograman level tinggi yang dikhususkan untuk kebutuhan komputasi teknis, visualisasi dan pemrograman seperti komputasi matematik, analisis data, pengembangan algoritma, simulasi, dan pemodelan serta grafik-grafik tertentu. (Aris, 2006)

Matlab menyediakan beberapa instruksi dasar yang memungkinkan pengguna membuat program atau fungsi, antara lain sebagai berikut:

1. Statement if : untuk mengeksekusi sekumpulan instruksi yang diisyaratkan bernilai benar.

2. Statement switch : untuk mengeksekusi sekumpulan instruksi dari suatu ekspresi atau variable.

3. Statement for : digunakan untuk mengulang sekumpulan instruksi.

4. Statement while : untuk mengerjakan sekelompok perintah yang diulang secara tidak terbatas.

5. Statement break : untuk keluar lebih awal dari suatu loop for dan while jika kondisi yang sudah diinginkan sudah tercapai.

6. Grid danlegend : untuk member grid dan legend pada grafik.


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RancanganPenelitian

Langkah awal yang dilakukan adalah memecahkan permasalahan mekanika kuantum secara analitik kemudian mencari pemecahannya dengan pendekatan komputasi sehingga dapat hasil akhir sebagai sebuah program komputer interaktif, maka langkah-langkah penyusunan program dilakukan sebagai berikut:

a. Membahas persoalan fisika

b. Mengkomfirmasikan persoalan fisika kedalam bentuk numerik c. Merancang struktur data

d. Penyusunan algoritma

e. Menterjemahkan algoritma kedalam kode bahasa pemrograman f. Menyusun kode tersebut menjadi sebuah program komputer g. Menjalankan program

h. Menganalisa hasil visualisasi i. Penulisan laporan.

3.2 TeknikAnalisa Data

1. Mengumpulkan data yang diperoleh dalam program, dan data tersebut dibuat dalam bentuk visualisasi.

2. Hasilvisualisasi permasalahan mekanika kuantum dengan pendekatan komputasi akan dilihat tingkat kesesuaiannya dengan hasil analitik.

3. Nilai-nilai peluang dalam grafik visualisasi fungsi gelombang akan dibandingkan dengan hasil analitiknya untuk melihat tingkat kesesuainnya.


(33)

3.3 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Secara Komputasi

Selesai Mulai

Hasil Analitik Hasil Komputasi

Secara Analitik

Galat

Membuat program komputer

Visualisasi Persamaan Schrödinger pada

partikel dengan Potensial Halang (potensial barrier)


(34)

3.4 Diagram Alir Program

Gambar 3.2 Diagram Alir Program Menjalankan Program

Mulai

Persamaan Schrödinger pada partikel dengan potensial Halang (Potensial

barrier)

Elemen Beda Hingga

Selesai Memasukkan Data


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Solusi Numerik Persamaan Schrödinger pada Partikel dengan Potensial Halang.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah persamaan Schrödinger dengan potensial halang (Barier). Persamaan tersebut disebut juga dengan persamaan differensial orde dua. Untuk menyederhanakan Persamaan Schrödinger pada potensial halang (2.41) ke dalam bentuk numerik, dibutuhkan beberapa tahap.

a. Persamaan (2.41)

dikonversi ke persamaan umum PDB (2.9)

sehingga diperoleh koefisien dari persamaan (2.41)

.

b. Aproksimasi beda hingga turunan pertama pada persamaan (2.3)

dan turunan kedua pada persamaan (2.4) disubtitusikan kepersamaan (2.9) maka didapatkan:

[ ] (4.1)

Atau dapat disederhanakan

[ ] (4.2) Dengan memasukkan nilai p(x), q(x), dan f(x) tahap pertama

kepersamaan (4.2)

Maka diperoleh persamaan sebagai berikut:


(36)

[ ] [ ] (4.4) Atau

(4.5) Persamaan (4.5) diterapkan pada setiap titik diskretisasi, yaitu i = 1, 2,..., N-1 sehingga terbentuk SPL dengan bentuk tri-diagonal yang dipecahkan dengan algoritma Thomas.

Untuk 1 ≤ i≤ N-1

i = 1

i = 2

i = 3

i = N-1 (4.6) dari N-1 persamaan linier di atas dapat dinyatakan dalam bentuk matriks

dimensi N x N, sebagai berikut:

bila diambil maka bentuk matriksnya menjadi,

[

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]]

[

] [

]

(4.7)

Pemecahan numerik menggunakan metode beda hingga pada persamaan Schrödinger di atas akan mempermudah dalam pembuatan programnya, sehingga akan


(37)

diperoleh bentuk visualisasi dari persamaan Schrödinger dengan potensial halang, dan hasil numerik tersebut akan dilihat tingkat kesesuainnya dengan hasil analitiknya.

4.2 Visualisasi Program dalam Persamaan Schrödinger dengan Potensial Halang.

4.2.1 Potensial Halang dengan E < V

Fungsi gelombang partikel yang memiliki energi E memasuki potensial halang setinggi V, dimana energi tersebut lebih kecil dari potensial. Untuk jumlah langkah(N) = 49, fungsi gelombang tersebut dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Gambar 4.1 Visualisasi persamaan Schrödinger pada partikel dengan potensial halang, dimana E < V.

Visualisasi gelombang pada gambar (4.1) menggambarkan suatu perbedaan fenomena antara mekanika klasik dan mekanika kuantum. Secara klasik, partikel tidak pernah ditemukan pada daerah x > 0 (daerah II), karena energi totalnya tidak cukup untuk melampaui potensial halang. Tetapi mekanika kuantum memperkenankan fungsi gelombang partikel dapat menerobos daerah II, akibatnya fungsi gelombang partikel pada x > 0 (daerah II) merupakan gelombang hiperbolik sedangkan pada daerah I dan daerah III merupakan gelombang berdiri deBroglie. Fenomena ini disebut dengan efek terobosan.


(38)

Tabel (4.1) berikut ini memperlihatkan hasil perhitungan solusi analitik dengan solusi pendekatan komputasi.

i xi Ψ (Analitik) Ψ (Komputasi) Galat

0 0 3.44363 3.44363 0

1 1 x 10-12 2.23305 2.24047 0.00741877 2 2 x 10-12 1.44804 1.45768 0.00963751 3 3 x 10-12 0.938995 0.948385 0.00938987 4 4 x 10-12 0.608899 0.617032 0.00813209 5 5 x 10-12 0.394846 0.401449 0.00660263 6 6 x 10-12 0.256041 0.261188 0.00514639 7 7 x 10-12 0.166032 0.169932 0.00389991 8 8 x 10-12 0.107665 0.11056 0.00289502 9 9 x 10-12 0.0698164 0.0719319 0.00211549 10 1 x 10-11 0.045273 0.0467998 0.00152677

45 4.5 x 10-11 1.17956 x 10-8 1.36659 x 10-8 1.87028 x 10-9 46 4.6 x 10-11 7.64899 x 10-9 8.86602 x 10-9 1.21703 x 10-9 47 4.7 x 10-11 4.96005 x 10-9 5.7296 x 10-9 7.69545 x 10-10 48 4.8 x 10-11 3.21639 x 10-9 3.6682 x 10-9 4.51806 x 10-10 49 4.9 x 10-11 2.0857 x 10-9 2.29504 x 10-9 2.09343 x 10-10 50 5 x 10-11 1.35249 x 10-9 1.35249 x 10-9 0

Tabel 4.1 Hasil perhitungan analitik dan komputasi dengan E < V

pada tabel (4.1), untuk mendapatkan nilai dari (analitik) digunakan

dengan nilai dari konstanta yang digunakan telah dilampirkan (lampiran 2). Sehingga,

1. Untuk i = 0

dengan dan a = 0 maka

2. Untuk i = 1

dengan dan a = 0 maka


(39)

3. Untuk i = 2

dengan dan a = 0 maka

4.2.2 Potensial Halang dengan E > V

Jika energi total dari fungsi gelombang partikel lebih besar dari pada potensial, akan dihasilkan visualisasi gelombang dengan jumlah langkah (N) = 54 sebagai berikut:

Gambar 4.2 Visualisasi persamaan Schrödinger pada partikel dengan potensial halang, dimana E > V.

Pada gambar (4.2) didapatkan bentuk fungsi gelombang dalam bentuk gelombang berdiri deBroglie, persamaan (2.44) dalam daerah I (x < 0) menyatakan superposisi antara sebuah gelombang berintensitas | | yang bergerak dalam arah x

positif (dari –L menuju 0) dengan sebuah gelombang berintensitas | | yang bergerak dalam arah x negatif. Pada daerah II (0x ≤ L) gelombang (persamaan 2.45) dengan intensitas gelombang datang | | yang bergerak dalam arah negatif x ( dari x = L menuju x=0 ) tidak dapat hadir jika partikelnya bergerak dari x negatif sehingga dapat diambil | | sama dengan nol. Dengan demikian intensitas transmisinya adalah | | . Maka dapat disimpulkan bahwa untuk partikel yang mempunyai energi total lebih besar dari potensial ( E > V ) mempunyai panjang gelombang deBroglie dalam daerah x > 0 lebih kecil jika dibandingkan dalam daerah x < 0.


(40)

Tabel (4.2) berikut ini memperlihatkan hasil perhitungan solusi analitik dengan solusi pendekatan komputasi.

i xi Ψ (Analitik) Ψ (Komputasi) Galat

0 0 24.2124 24.2124 0

1 9.09091 x 10

-13 24.4903 24.569 0.0786997

2 1.81818 x 10

-12 23.8303 23.9817 0.151368

3 2.72727 x 10

-12 22.2578 22.4731 0.215294

4 3.63636 x 10 -12

19.8329 20.1011 0.268215

5 4.54545 x 10 -12

16.6485 16.9569 0.308395

6 5.45455 x 10 -12

12.8266 13.1613 0.334684

7 6.36364 x 10 -12

8.51349 8.86003 0.346539

8 7.27273 x 10

-12 3.87437 4.21841 0.344035

9 8.18182 x 10

-12 -0.913109 -0.58527 0.327839 10 9.09091 x 10

-12

-5.66562 -5.36646 0.29916

50 4.54545 x 10

-11 -4.6523 -4.65582 0.00351924 51 4.63636 x 10

-11

-4.20621 -4.21016 0.00394653

52 4.72727 x 10 -11

-3.59905 -3.60275 0.00370554

53 4.81818 x 10 -11

-2.85406 -2.85694 0.00288012

54 4.90909 x 10

-11 -1.99978 -2.00137 0.00159349

55 5 x 10-11 -1.06892 -1.06892 0

Tabel 4.2 Hasil perhitungan analitik dan komputasi dengan E > V

pada tabel (4.2), untuk mendapatkan nilai dari (analitik) digunakan dengan nilai dari konstanta yang digunakan telah dilampirkan (lampiran 2).


(41)

1. Untuk i = 0

dengan dan a = 0 maka

2. Untuk i = 1

dengan dan a = 0 maka

3. Untuk i = 2

dengan dan a = 0 maka

Dari data perhitungan secara analitik, diperoleh nilai yang hampir sama dengan nilai komputasi. Jika seluruh angka di belakang koma diikut-sertakan, maka akan terlihat selisih antara solusi analitik dengan solusi pendekatan komputasi yang sangat kecil.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan :

1. Telah berhasil dibuat visualisasi persamaan gelombang Schrödinger pada partikel dengan potensial halang (barier) menggunakan perangkat lunak MATLAB.

2. Pemecahan persamaan Schrödinger untuk partikel yang masuk melalui rintangan atau penghalang penghalang potensial dimana potensial penghalang konstan dalam suatu daerah sepanjang L menggunakan program Matlab membentuk gelombang hiperbolik (E < V) dalam daerah x > 0 dan sederetan gelombang berdiri deBroglie (E > V).

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang ingin disampaikan penulis untuk mengembangkan penelitian ini pada kesempatan penelitian berikutnya adalah

1. Untuk mencari solusi persamaan Schrödinger dapat diterapkan dalam metode lain.

2. Dilakukan penyempurnaan program visulisasi untuk melihat pengaruh varibel-variabel lain yang berhubungan dengan penyelesaian persamaan Schrödinger dan menerapkannya dalam dua atau tiga dimensi untuk lebih memahami perilaku partikel.


(43)

DAFTRA PUSTAKA

Eisnberg, R.dan Resnick, R, 1970, Quantum Physics, Jhon Wiley & Sons, New York, California.

http://www.scribd.com/doc/94803529/Makalah-Kuantum-Tunneling, diakses 16 Oktober 2012

Krene, K.,1992, Fisika Modern (Modern Physhics), Terjemahan, Jakarta, Penerbit UI-Press.

Madsen, Bruum C, 2006, Solution of the Schrödinger Equation by Finite Difference Method,

University of Aarhus, Denmark.

Murugeshan,R.,2007, Modern Physics, S.Chand & Company LTD, Ram Nagar, New Delhi

Sugiharto,Aris,2006, Pemrograman GUI dengan Matlab, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Triatmodjo,Bambang,2002, Metode Numerik, Yogyakarta, Penerbit Universitas Gajah Mada.

Zettili,Neuredine,2009, Quantum Mechanics concepts and Application, John Wiley & Son, New York, California.


(44)

Lampiran 1. Kode Pemrograman Visualisasi gelombang pada partikel dengan potensial halang.

clc

L=Str2num(get(handles.edit1,'String'));

Ni=Str2num(get(handles.edit2,'String'));

ni=Str2num(get(handles.edit6,'String'));

m=Str2num(get(handles.edit5,'String'));

ii=Str2num(get(handles.edit9,'String'));

N=Ni; h=L/(N+1);

set(handles.edit3,'String',h);

hplank=6.628*10^-34; omega=8.45*10^20; Vh=0.5*m*omega^2*h^2; Eni=5.6*10^-13*(ni+0.5);

set(handles.edit4,'string',Vh);

set(handles.edit7,'String',Eni);

k2=(2*m*(Vh-Eni)/hplank^2)^0.5; k1=(2*m*(Eni)/hplank^2)^0.5; Ai=2; x1=linspace(-L,0,200); xxx=linspace(0,L,(N+2)); x3=linspace(L,2*L,200); R=(sin(k2*L))/(sin(k2*L)^2+(4*k1^2*k2^2/(k1^2-k2^2)^2)); Bi=(R*Ai^2)^0.5; Psi1=Ai*exp(i*k1*x1)+Bi*exp(-i*k1*x1); alpha=Ai*exp(i*k1*0)+Bi*exp(-i*k1*0);

if Eni<Vh QQi=Ai+Bi;

Psi2i=QQi*exp(-k2*xxx); beta=QQi*exp(-k2*L); Fi=beta/(exp(i*k1*2*L)); Psi3=Fi*exp(i*k1*x3);

% Psi Analatik

n=N;

%Membuat Matriks A Berdiagonal Sesuai Penyelesaian Finit Beda Hingga

for ii=1:n

A(ii,ii)=(2+h^2*((k2)^2));

end

for ii=1:n-1

A(ii,ii+1)=-1;

end

for ii=2:n

A(ii,ii-1)=-1;

end

% Penyusunan Vektor berdiri b

b(1,1)=alpha;

for ii=2:n-1

b(ii,1)=0;

end

b(n,1)=beta;

%Kalibrasi b kedalam A

for ii=1:n

A(ii,n+1)=b(ii,1);

end

for j=1:(n-1)

% mulai proses pivot

if (A(j,j)==0)


(45)

u=A(j,p); v=A(j+1,p); A(j+1,p)=u; A(j,p)=v; end end

%akhir proses pivot

jj=j+1;

for ii=jj:n

m=A(ii,j)/A(j,j);

for k=1:(n+1)

A(ii,k)=A(ii,k)-(m*A(j,k));

end end end

%Proses Substitusi mundur

x(n,1)=A(n,n+1)/A(n,n);

for ii=n-1:-1:1

S=0;

for j=n:-1:ii+1

S=S+A(ii,j)*x(j,1);

end

x(ii,1)=(A(ii,n+1)-S)/A(ii,ii);

end

%Menampilkan Vektor ww

ww=zeros(1,n+2); ww(1,1)=real(alpha); ww(1,N+2)=real(beta);

for uu=2:N+1

ww(:,uu)=real(x(uu-1,:))';

end

P=zeros(1,2*N); Pi=zeros(1,2*N); NN=N+2;

for oo=1:2:2*NN;

P(:,oo)=(xxx((oo+1)/2));

end

for ooo=2:2:2*NN;

P(:,ooo)=(xxx(ooo/2));

end

for oooo=1:4:2*NN;

Pi(:,oooo)=10;

end

for ooooo=2:4:2*NN;

Pi(:,ooooo)=-10;

end

for oooooo=3:4:2*NN;

Pi(:,oooooo)=-10;

end

for ooooooo=4:4:2*NN;

Pi(:,ooooooo)=10;

end

format long e

Transposex=xxx'; TranposePsi2=ww';

Tampil=[Transposex TranposePsi2 real(Psi2i)']

plot(P,Pi,'g',x1,real(Psi1),xxx,ww,'r',x3,real(Psi3));

axis([-L 2*L -8 8])

else

C=(alpha/2)+((i*k1/(2*k2))*(Ai-Bi)); D=(alpha/2)-((i*k1/(2*k2))*(Ai-Bi));


(46)

Psi2=C*exp(k2*xxx)+D*exp(-k2*xxx); real(C) real(D) yyy=C*exp(k2*(0+h))+D*exp(-k2*(0+h)) beta=C*exp(k2*L)+D*exp(-k2*L); Fi=beta/(exp(i*k1*L)); Psi3=Fi*exp(i*k1*x3);

% Psi Analatik

n=N;

%Membuat Matriks A Berdiagonal Sesuai Penyelesaian Finit Beda Hingga

for ii=1:n

A(ii,ii)=(2+h^2*((k2)^2));

end

for ii=1:n-1

A(ii,ii+1)=-1;

end

for ii=2:n

A(ii,ii-1)=-1;

end

% Penyusunan Vektor berdiri b

b(1,1)=alpha;

for ii=2:n-1

b(ii,1)=0;

end

b(n,1)=beta;

%Kalibrasi b kedalam A

for ii=1:n

A(ii,n+1)=b(ii,1);

end

for j=1:(n-1)

% mulai proses pivot

if (A(j,j)==0)

for p=1:n+1

u=A(j,p); v=A(j+1,p); A(j+1,p)=u; A(j,p)=v; end end

%akhir proses pivot

jj=j+1;

for ii=jj:n

m=A(ii,j)/A(j,j);

for k=1:(n+1)

A(ii,k)=A(ii,k)-(m*A(j,k));

end end end

%Proses Substitusi mundur

x(n,1)=A(n,n+1)/A(n,n);

for ii=n-1:-1:1

S=0;

for j=n:-1:ii+1

S=S+A(ii,j)*x(j,1);

end

x(ii,1)=(A(ii,n+1)-S)/A(ii,ii);

end

%Menampilkan Vektor ww

ww=zeros(1,n+2); ww(1,1)=real(alpha); ww(1,N+2)=real(beta);


(47)

for uu=2:N+1 ww(:,uu)=real(x(uu-1,:))'; end P=zeros(1,2*N); Pi=zeros(1,2*N); NN=N+2;

for oo=1:2:2*NN;

P(:,oo)=(xxx((oo+1)/2));

end

for ooo=2:2:2*NN;

P(:,ooo)=(xxx(ooo/2));

end

for oooo=1:4:2*NN;

Pi(:,oooo)=10;

end

for ooooo=2:4:2*NN;

Pi(:,ooooo)=-10;

end

for oooooo=3:4:2*NN;

Pi(:,oooooo)=-10;

end

for ooooooo=4:4:2*NN;

Pi(:,ooooooo)=10;

end

format long e

Transposex=xxx'; TranposePsi2=ww';

Tampil=[Transposex TranposePsi2 real(Psi2)']

plot(P,Pi,'g',x1,real(Psi1),xxx,ww,'r',x3,real(Psi3));

axis([-L 2*L -8 8])

end

case 2 clc

L=Str2num(get(handles.edit1,'String'));

Ni=Str2num(get(handles.edit2,'String'));

ni=Str2num(get(handles.edit6,'String'));

m=Str2num(get(handles.edit5,'String'));

ii=Str2num(get(handles.edit9,'String'));

N=Ni; h=L/(N+1);

set(handles.edit3,'String',h);

hplank=6.628*10^-34; omega=8.45*10^20; Vh=0.5*m*omega^2*h^2; Eni=5.6*10^-13*(ni+0.5);

set(handles.edit4,'string',Vh);

set(handles.edit7,'String',Eni);

k2=(2*m*(Vh-Eni)/hplank^2)^0.5; k1=(2*m*(Eni)/hplank^2)^0.5; Ai=2; x1=linspace(-L,0,200); xxx=linspace(0,L,(N+2)); x3=linspace(L,2*L,200); R=(sin(k2*L))/(sin(k2*L)^2+(4*k1^2*k2^2/(k1^2-k2^2)^2)); Bi=(R*Ai^2)^0.5; Psi1=Ai*exp(i*k1*x1)+Bi*exp(-i*k1*x1); alpha=Ai*exp(i*k1*0)+Bi*exp(-i*k1*0);

if Eni<Vh QQi=Ai+Bi;

Psi2i=QQi*exp(-k2*xxx); beta=QQi*exp(-k2*L);


(48)

Fi=beta/(exp(i*k1*2*L)); Psi3=Fi*exp(i*k1*x3);

% Psi Analatik

n=N;

%Membuat Matriks A Berdiagonal Sesuai Penyelesaian Finit Beda Hingga

for ii=1:n

A(ii,ii)=(2+h^2*((k2)^2));

end

for ii=1:n-1

A(ii,ii+1)=-1;

end

for ii=2:n

A(ii,ii-1)=-1;

end

% Penyusunan Vektor berdiri b

b(1,1)=alpha;

for ii=2:n-1

b(ii,1)=0;

end

b(n,1)=beta;

%Kalibrasi b kedalam A

for ii=1:n

A(ii,n+1)=b(ii,1);

end

for j=1:(n-1)

% mulai proses pivot

if (A(j,j)==0)

for p=1:n+1

u=A(j,p); v=A(j+1,p); A(j+1,p)=u; A(j,p)=v; end end

%akhir proses pivot

jj=j+1;

for ii=jj:n

m=A(ii,j)/A(j,j);

for k=1:(n+1)

A(ii,k)=A(ii,k)-(m*A(j,k));

end end end

%Proses Substitusi mundur

x(n,1)=A(n,n+1)/A(n,n);

for ii=n-1:-1:1

S=0;

for j=n:-1:ii+1

S=S+A(ii,j)*x(j,1);

end

x(ii,1)=(A(ii,n+1)-S)/A(ii,ii);

end

%Menampilkan Vektor ww

ww=zeros(1,n+2); ww(1,1)=real(alpha); ww(1,N+2)=real(beta);

for uu=2:N+1

ww(:,uu)=real(x(uu-1,:))';

end

P=zeros(1,2*N); Pi=zeros(1,2*N);


(49)

NN=N+2;

for oo=1:2:2*NN;

P(:,oo)=(xxx((oo+1)/2));

end

for ooo=2:2:2*NN;

P(:,ooo)=(xxx(ooo/2));

end

for oooo=1:4:2*NN;

Pi(:,oooo)=10;

end

for ooooo=2:4:2*NN;

Pi(:,ooooo)=-10;

end

for oooooo=3:4:2*NN;

Pi(:,oooooo)=-10;

end

for ooooooo=4:4:2*NN;

Pi(:,ooooooo)=10;

end

format long e

Transposex=xxx'; TranposePsi2=ww';

plot(P,Pi,'y',x1,real(Psi1),xxx,real(Psi2i),x3,real(Psi3));

axis([-L 2*L -8 8])

else C=(alpha/2)+((i*k1/(2*k2))*(Ai-Bi)); D=(alpha/2)-((i*k1/(2*k2))*(Ai-Bi)); Psi2=C*exp(k2*xxx)+D*exp(-k2*xxx); beta=C*exp(k2*L)+D*exp(-k2*L); Fi=beta/(exp(i*k1*L)); Psi3=Fi*exp(i*k1*x3);

% Psi Analatik

n=N;

%Membuat Matriks A Berdiagonal Sesuai Penyelesaian Finit Beda Hingga

for ii=1:n

A(ii,ii)=(2+h^2*((k2)^2));

end

for ii=1:n-1

A(ii,ii+1)=-1;

end

for ii=2:n

A(ii,ii-1)=-1;

end

% Penyusunan Vektor berdiri b

b(1,1)=alpha;

for ii=2:n-1

b(ii,1)=0;

end

b(n,1)=beta;

%Kalibrasi b kedalam A

for ii=1:n

A(ii,n+1)=b(ii,1);

end

for j=1:(n-1)

% mulai proses pivot

if (A(j,j)==0)

for p=1:n+1

u=A(j,p); v=A(j+1,p); A(j+1,p)=u; A(j,p)=v;


(50)

end end

%akhir proses pivot

jj=j+1;

for ii=jj:n

m=A(ii,j)/A(j,j);

for k=1:(n+1)

A(ii,k)=A(ii,k)-(m*A(j,k));

end end end

%Proses Substitusi mundur

x(n,1)=A(n,n+1)/A(n,n);

for ii=n-1:-1:1

S=0;

for j=n:-1:ii+1

S=S+A(ii,j)*x(j,1);

end

x(ii,1)=(A(ii,n+1)-S)/A(ii,ii);

end

%Menampilkan Vektor ww

ww=zeros(1,n+2); ww(1,1)=real(alpha); ww(1,N+2)=real(beta);

for uu=2:N+1

ww(:,uu)=real(x(uu-1,:))';

end

P=zeros(1,2*N); Pi=zeros(1,2*N); NN=N+2;

for oo=1:2:2*NN;

P(:,oo)=(xxx((oo+1)/2));

end

for ooo=2:2:2*NN;

P(:,ooo)=(xxx(ooo/2));

end

for oooo=1:4:2*NN;

Pi(:,oooo)=10;

end

for ooooo=2:4:2*NN;

Pi(:,ooooo)=-10;

end

for oooooo=3:4:2*NN;

Pi(:,oooooo)=-10;

end

for ooooooo=4:4:2*NN;

Pi(:,ooooooo)=10;

end

format long e

Transposex=xxx'; TranposePsi2=ww';

plot(P,Pi,'y',x1,real(Psi1),xxx,real(Psi2),'m',x3,real(Psi3));

axis([-L 2*L -8 8])

end

case 3

bar(1:.5:10); case 4

plot(membrane); case 5

surf(peaks);


(51)

%

-function FileMenu_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to FileMenu (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

%

-function OpenMenuItem_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to OpenMenuItem (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

file = uigetfile('*.fig');

if ~isequal(file, 0)

open(file);

end

%

-function PrintMenuItem_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to PrintMenuItem (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

printdlg(handles.figure1)

%

-function CloseMenuItem_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to CloseMenuItem (see GCBO)

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

selection = questdlg(['Close ' get(handles.figure1,'Name') '?'],...

['Close ' get(handles.figure1,'Name') '...'],...

'Yes','No','Yes');

if strcmp(selection,'No')

return;

end

delete(handles.figure1)

L=Str2num(get(handles.edit1,'String'));

Ni=Str2num(get(handles.edit2,'String'));

ni=Str2num(get(handles.edit6,'String'));

m=Str2num(get(handles.edit5,'String'));

iii=Str2num(get(handles.edit9,'String'));

N=Ni; h=L/(N+1); hplank=6.628*10^-34; omega=8.45*10^20; Vh=0.5*m*omega^2*h^2; Eni=5.6*10^-13*(ni+0.5); k2=(2*m*(Vh-Eni)/hplank^2)^0.5; k1=(2*m*(Eni)/hplank^2)^0.5; Ai=2; x1=linspace(-L,0,200);


(52)

xxx=linspace(0,L,(N+2)); x3=linspace(L,2*L,200); R=(sin(k2*L))/(sin(k2*L)^2+(4*k1^2*k2^2/(k1^2-k2^2)^2)); Bi=(R*Ai^2)^0.5; n=N; Psi1=Ai*exp(i*k1*x1)+Bi*exp(-i*k1*x1); alpha=Ai*exp(i*k1*0)+Bi*exp(-i*k1*0);

if Eni<Vh QQi=Ai+Bi;

Psi2i=QQi*exp(-k2*xxx); beta=QQi*exp(-k2*L); Fi=beta/(exp(i*k1*L)); Psi3=Fi*exp(i*k1*x3);

% Psi Analatik

n=N;

%Membuat Matriks A Berdiagonal Sesuai Penyelesaian Finit Beda Hingga

for ii=1:n

A(ii,ii)=(2+h^2*((k2)^2));

end

for ii=1:n-1

A(ii,ii+1)=-1;

end

for ii=2:n

A(ii,ii-1)=-1;

end

% Penyusunan Vektor berdiri b

b(1,1)=alpha;

for ii=2:n-1

b(ii,1)=0;

end

b(n,1)=beta;

%Kalibrasi b kedalam A

for ii=1:n

A(ii,n+1)=b(ii,1);

end

for j=1:(n-1)

% mulai proses pivot

if (A(j,j)==0)

for p=1:n+1

u=A(j,p); v=A(j+1,p); A(j+1,p)=u; A(j,p)=v; end end

%akhir proses pivot

jj=j+1;

for ii=jj:n

m=A(ii,j)/A(j,j);

for k=1:(n+1)

A(ii,k)=A(ii,k)-(m*A(j,k));

end end end

%Proses Substitusi mundur

x(n,1)=A(n,n+1)/A(n,n);

for ii=n-1:-1:1

S=0;

for j=n:-1:ii+1

S=S+A(ii,j)*x(j,1);


(53)

x(ii,1)=(A(ii,n+1)-S)/A(ii,ii);

end

%Menampilkan Vektor ww

ww=zeros(1,n+2); ww(1,1)=real(alpha); ww(1,N+2)=real(beta);

for uu=2:N+1

ww(:,uu)=real(x(uu-1,:))';

end

iiii=iii+1;

tras=real(Psi2i);

format long e

Tr=ww; Tra=xxx; AAA=tras'; RT=[Tr' Tra']; tru=Tr(:,iiii); tra=Tra(:,iiii); trasi=tras(:,iiii); warior=abs(tru-trasi);

set(handles.edit15,'String',warior);

set(handles.edit13,'String',trasi);

set(handles.edit14,'String',tra);

set(handles.edit10,'String',tra);

set(handles.edit11,'String',tru);

else C=(alpha/2)+((i*k1/(2*k2))*(Ai-Bi)); D=(alpha/2)-((i*k1/(2*k2))*(Ai-Bi)); Psi2=C*exp(k2*xxx)+D*exp(-k2*xxx); beta=C*exp(k2*L)+D*exp(-k2*L); Fi=beta/(exp(i*k1*L)); Psi3=Fi*exp(i*k1*x3);

% Psi Analatik

n=N;

%Membuat Matriks A Berdiagonal Sesuai Penyelesaian Finit Beda Hingga

for ii=1:n

A(ii,ii)=(2+h^2*((k2)^2));

end

for ii=1:n-1

A(ii,ii+1)=-1;

end

for ii=2:n

A(ii,ii-1)=-1;

end

% Penyusunan Vektor berdiri b

b(1,1)=alpha;

for ii=2:n-1

b(ii,1)=0;

end

b(n,1)=beta;

%Kalibrasi b kedalam A

for ii=1:n

A(ii,n+1)=b(ii,1);

end

for j=1:(n-1)

% mulai proses pivot

if (A(j,j)==0)

for p=1:n+1

u=A(j,p); v=A(j+1,p); A(j+1,p)=u;


(54)

A(j,p)=v;

end end

%akhir proses pivot

jj=j+1;

for ii=jj:n

m=A(ii,j)/A(j,j);

for k=1:(n+1)

A(ii,k)=A(ii,k)-(m*A(j,k));

end end end

%Proses Substitusi mundur

x(n,1)=A(n,n+1)/A(n,n);

for ii=n-1:-1:1

S=0;

for j=n:-1:ii+1

S=S+A(ii,j)*x(j,1);

end

x(ii,1)=(A(ii,n+1)-S)/A(ii,ii);

end

%Menampilkan Vektor ww

ww=zeros(1,n+2); ww(1,1)=real(alpha); ww(1,N+2)=real(beta);

for uu=2:N+1

ww(:,uu)=real(x(uu-1,:))';

end

format long e

iiii=iii+1; tras=real(Psi2); Tr=ww;

Tra=xxx; AAA=tras'; RT=[Tr' Tra']; tru=Tr(:,iiii); tra=Tra(:,iiii); trasi=tras(:,iiii); warior=abs(tru-trasi);

set(handles.edit15,'String',warior);

set(handles.edit13,'String',trasi);

set(handles.edit14,'String',tra);

set(handles.edit10,'String',tra);

set(handles.edit11,'String',tru);


(55)

Lampiran 2. Daftar Konstanta dan Penyelesaian Analitik m = 9.11 x 10-31 kg

= 6.628 x 10-34 J.s = 8.45 x 1020 rad/s. Untuk E < V

1. Menentukan nilai potensial (V)

dengan

2. Menentukan nilai Energi (E)

dengan

3. Menentukan nilai

4. Menentukan nilai

5. Menentukan nilai konstanta a. Konstanta A = 2

b. Kontanta B


(56)

c. Kontanta C Untuk E > V

1. Menentukan nilai potensial (V)

dengan m Joule

2. Menentukan nilai Energi (E)

dengan Joule

3. Menentukan nilai

4. Menentukan nilai


(57)

a. Konstanta F b. Kontanta C

dengan m

( )

c. Kontanta D

( (

) )

d. Kontanta A

e. Kontanta B


(1)

xxx=linspace(0,L,(N+2)); x3=linspace(L,2*L,200);

R=(sin(k2*L))/(sin(k2*L)^2+(4*k1^2*k2^2/(k1^2-k2^2)^2)); Bi=(R*Ai^2)^0.5;

n=N;

Psi1=Ai*exp(i*k1*x1)+Bi*exp(-i*k1*x1); alpha=Ai*exp(i*k1*0)+Bi*exp(-i*k1*0); if Eni<Vh

QQi=Ai+Bi;

Psi2i=QQi*exp(-k2*xxx); beta=QQi*exp(-k2*L); Fi=beta/(exp(i*k1*L)); Psi3=Fi*exp(i*k1*x3);

% Psi Analatik

n=N;

%Membuat Matriks A Berdiagonal Sesuai Penyelesaian Finit Beda Hingga

for ii=1:n

A(ii,ii)=(2+h^2*((k2)^2)); end

for ii=1:n-1 A(ii,ii+1)=-1;

end

for ii=2:n A(ii,ii-1)=-1;

end

% Penyusunan Vektor berdiri b

b(1,1)=alpha; for ii=2:n-1 b(ii,1)=0;

end

b(n,1)=beta;

%Kalibrasi b kedalam A

for ii=1:n

A(ii,n+1)=b(ii,1); end

for j=1:(n-1)

% mulai proses pivot

if (A(j,j)==0) for p=1:n+1 u=A(j,p); v=A(j+1,p); A(j+1,p)=u; A(j,p)=v;

end end

%akhir proses pivot

jj=j+1; for ii=jj:n

m=A(ii,j)/A(j,j); for k=1:(n+1)

A(ii,k)=A(ii,k)-(m*A(j,k)); end

end end

%Proses Substitusi mundur

x(n,1)=A(n,n+1)/A(n,n); for ii=n-1:-1:1

S=0;

for j=n:-1:ii+1 S=S+A(ii,j)*x(j,1);


(2)

x(ii,1)=(A(ii,n+1)-S)/A(ii,ii); end

%Menampilkan Vektor ww

ww=zeros(1,n+2); ww(1,1)=real(alpha); ww(1,N+2)=real(beta);

for uu=2:N+1

ww(:,uu)=real(x(uu-1,:))'; end

iiii=iii+1;

tras=real(Psi2i); format long e

Tr=ww; Tra=xxx; AAA=tras'; RT=[Tr' Tra']; tru=Tr(:,iiii); tra=Tra(:,iiii); trasi=tras(:,iiii); warior=abs(tru-trasi);

set(handles.edit15,'String',warior); set(handles.edit13,'String',trasi); set(handles.edit14,'String',tra); set(handles.edit10,'String',tra); set(handles.edit11,'String',tru); else

C=(alpha/2)+((i*k1/(2*k2))*(Ai-Bi)); D=(alpha/2)-((i*k1/(2*k2))*(Ai-Bi)); Psi2=C*exp(k2*xxx)+D*exp(-k2*xxx); beta=C*exp(k2*L)+D*exp(-k2*L); Fi=beta/(exp(i*k1*L));

Psi3=Fi*exp(i*k1*x3);

% Psi Analatik

n=N;

%Membuat Matriks A Berdiagonal Sesuai Penyelesaian Finit Beda Hingga

for ii=1:n

A(ii,ii)=(2+h^2*((k2)^2)); end

for ii=1:n-1 A(ii,ii+1)=-1;

end

for ii=2:n A(ii,ii-1)=-1;

end

% Penyusunan Vektor berdiri b

b(1,1)=alpha; for ii=2:n-1 b(ii,1)=0;

end

b(n,1)=beta;

%Kalibrasi b kedalam A

for ii=1:n

A(ii,n+1)=b(ii,1); end

for j=1:(n-1)

% mulai proses pivot

if (A(j,j)==0) for p=1:n+1 u=A(j,p); v=A(j+1,p);


(3)

A(j,p)=v; end

end

%akhir proses pivot

jj=j+1; for ii=jj:n

m=A(ii,j)/A(j,j); for k=1:(n+1)

A(ii,k)=A(ii,k)-(m*A(j,k)); end

end end

%Proses Substitusi mundur

x(n,1)=A(n,n+1)/A(n,n); for ii=n-1:-1:1

S=0;

for j=n:-1:ii+1 S=S+A(ii,j)*x(j,1);

end

x(ii,1)=(A(ii,n+1)-S)/A(ii,ii); end

%Menampilkan Vektor ww

ww=zeros(1,n+2); ww(1,1)=real(alpha); ww(1,N+2)=real(beta);

for uu=2:N+1

ww(:,uu)=real(x(uu-1,:))'; end

format long e

iiii=iii+1; tras=real(Psi2); Tr=ww;

Tra=xxx; AAA=tras'; RT=[Tr' Tra']; tru=Tr(:,iiii); tra=Tra(:,iiii); trasi=tras(:,iiii); warior=abs(tru-trasi);

set(handles.edit15,'String',warior); set(handles.edit13,'String',trasi); set(handles.edit14,'String',tra); set(handles.edit10,'String',tra); set(handles.edit11,'String',tru); end


(4)

Lampiran 2. Daftar Konstanta dan Penyelesaian Analitik

m = 9.11 x 10

-31

kg

= 6.628 x 10

-34

J.s

= 8.45 x 10

20

rad/s.

Untuk E < V

1.

Menentukan nilai potensial (V)

dengan

2.

Menentukan nilai Energi (E)

dengan

3.

Menentukan nilai

4.

Menentukan nilai

5.

Menentukan nilai konstanta

a.

Konstanta A = 2

b.

Kontanta B


(5)

c.

Kontanta C

Untuk E > V

1.

Menentukan nilai potensial (V)

dengan

m

Joule

2.

Menentukan nilai Energi (E)

dengan

Joule

3.

Menentukan nilai

4.

Menentukan nilai


(6)

a.

Konstanta F

b.

Kontanta C

dengan

m

( )

c.

Kontanta D

( (

) )

d.

Kontanta A

e.

Kontanta B