Perkembangan Koperasi di Indonesia

commit to user 26 latar belakang pendidikan yang memadai, mempunyai di bidang tertentu serta mempunyai wawasan di bidang manajerial. Dengan kata lain, anggota Dewan Penasihat harus dapat diandalkan untuk membantu memberikan pertimbangan dan rekomendasi atas seluruh permasalahan yang dihadapi oleh pengurus koperasi. 2 Struktur ekstern organisasi koperasi Struktur ekstern didasarkan pada tinjauan mengenai hubungan antara suatu koperasi dengan koperasi yang sejenis, hubungan dengan koperasi yang lebih tinggi dan hubungan antara koperasi dengan induk gerakan koperasi yang ada di Indonesia. Beberapa koperasi pusat dapat mengadakan penggabungan dengan beberapa koperasi pusat lainnya dalam lingkungan yang lebih luas sehingga terbentuk suatu Gabungan Pusat Koperasi. Dengan demikian struktur ekstern organisasi koperasi menunjukkan kedudukan koperasi terhadap koperasi lainnya dalam upaya memperluas jaringan koperasi, baik dengan koperasi lainnya di wilayah tetentu maupun dalam lingkup nasional.

D. Perkembangan Koperasi di Indonesia

1 Zaman Belanda Perkenalan bangsa Indonesia dengan Koperasi dimulai pada pengunjung abad ke-19, tepatnya pada tahun commit to user 27 1895. Ditengah-tengah penderitaan masyarakat Indonesia, R.Aria Wiriaatmaja, seorang patih di Purwokerto, mempelopori berdirinya sebuah bank yang bertujuan menolong para pegawai agar tidak terjerat oleh lintah darat. Usaha ini mendapat persetujuan dan dukungan dari Residen Purwokerto E.Sieburg. Badan usaha yang dipilih untuk bank yang diberi nama Bank Penolong dan Tabungan Hulp en Spaarbank, adalah koperasi. Pelayanan bank itu semula masih terbatas untuk kalangan pegawai pamong praja rendahan yang dipandang memikul beban utang terlalu berat. Pada tahun 1898, atas bantuan E.Sieburg dan De Wolff Van Westerrode jangkauan pelayanan bank itu diperluas ke sektor pertanian Hulp-Spaar en Lanbouwcrediet Bank, yaitu dengan meniru pola Koperasi pertanian yang dikembangkan di Jerman Raiffeisen. Akan tetapi, karena kondisi masyarakat yang hidup di alam penjajahan tidak diperbolehkan berkembang lebih jauh, upaya yang terakhir ini tidak mendapatkan dukungan dari pemerintah kolonial. Akibatnya, setiap gerak gerik Koperasi pertama Indonesia itu diawasi secara ketat dan mendapat banyak rintangan pemerintah kolonial Belanda. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah kolonial Belanda untuk merintangi perkembangan bank commit to user 28 yang dirintis oleh R.Arian Wiriaatmaja tersebut adalah dengan mendirikan Algemene Volkscrediet Bank. Selain itu pemerintah kolonial Belanda juga mendirikan rumah gadai, bank desa, serta lumbung desa. Dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia, maka para pelopor pergerakan nasional semakin menggiatkan usahanya untuk menggunakan Koperasi sebagai sarana perjuangan. Melalui Budi Utomo 1908, Raden Sutomo berusaha mengembangkan Koperasi rumah tangga. Tapi karena kesadaran masyarakat akan manfaat koperasi masih sangat rendah, usaha ini kurang berhasil. Koperasi-koperasi rumah tangga ini pada umummnya tidak mendapat dukungan yang diharapkan dari warga masyarakat. Kemudian sekitar tahun 1913, Serikat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Serikat Islam, mempelopori pula berdirinya beberapa jenis koperasi industri kecil dan kerajinan. Karena rendahnya tingkat pendidikan, kurang penyuluhan terhadap masyarakat, dan miskinnya pemimpin koperasi pada waktu itu, koperasi- koperasi ini pun tidak bisa bertahan lama. Hambatan formal dari pemerintah kolonial Belanda tampak jelas dengan diterapkannya Peraturan Koperasi No.431 tahun 1915. Dalam undang-undang itu, syarat commit to user 29 administratif yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang ingin mendirikan koperasi baik yang menyangkut masalah perizinan, pembiayaan maupun masalah-masalah teknis saat pendirian dan selama koperasi menjalankan usahanya, dibuat sangat berat. Tetapi peraturan tersebut tidak bertahan lama. Setelah dibentuk panitia koperasi yang diketuai oleh Dr. J.H.Boeke pada tahun 1920, peraturan itu segera ditinjau kembali. Hasil peninjauan itu adalah disusunnya peraturan Koperasi No.91 tahun 1927. Peraturan terakhir ini menetapkan persyaratan yang lebih longgar dari peraturan sebelumnya, sehingga lebih mendorong masyarakat untuk mendirikan koperasi. Setelah itu, perkembangan koperasi di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Adalah The Study Club 1928, sebagai kelompok kaum intelektual Indonesia, yang kemudian sangat menyadari peranan koperasi sebagai salah satu alat perjuangan bangsa. Organisasi ini menganjurkan kepada para anggotanya untuk ikut mempelopori berdirinya perkumpulan koperasi di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. Sampai dengan tahun 1939, jumlah koperasi di Indonesia mencapai 1712 buah, dengan jumlah yang terdaftar sebanyak 172 buah, serta jumlah anggotanya 14.134 orang. commit to user 30 2 Zaman Jepang Pada bulan maret 1942 Jepang merebut kendali kekuasaan di Indonesia dari tangnan Belanda. Selama masa pendudukan Jepang, antara tahun 1942-1945 dan sesuai dengan sifat kemiliteran pemerintah penduduk Jepang, usaha-usaha koperasi di Indonesia disesuaikan dengan asas- asas kemiliteran. Usaha koperasi di Indonesia dibatasi hanya untuk kepentingan perang Asia Timur Raya yang dikobarkan oleh Jepang. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Militer Jepang No.23 pasal 2, yang menyatakan bahwa pendirian perkumpulan termasuk koperasi, dan persidangan harus mendapat persetujuan dari pemerintah setempat. Dengan berlakunya peraturan tersebut maka peraturan koperasi yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi. Akibatnya, perkumpulan koperasi yang berdiri berdasarkan peraturan pemerintah Belanda harus mendapatkan persetujuan ulang dari Suchokan. Satu hal yang perlu dicatat, pada zaman Jepang ini dikembangkan suatu model Koperasi yang terkenal dengan sebutan Kumiai. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, ia bertugas menyalurkan barang-barang kebutuhan pokok rakyat. Propaganda yang dilakukan oleh pemerintah pendudukan Jepang berhasil meyakinkan masyarakat bahwa commit to user 31 Kumiai didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, sehingga mendapat simpati yang cukup luas dari masyarakat. Tetapi pada saat kepercayaan masyarakat tumbuh terhadap Kumiai, Jepang milai melakukan siasat yang sebenarnya. Siasat pemerintah pendudukan Jepang melalui pembentukan Kumiai sebenarnya adalah untuk menyelewengkan asas-asas koperasi yang sebenarnya untuk memenuhi kepentingan perang. Akhirnya masyarakat menyadari bahwa keberadaan Kumiai hanyalah untuk dijadikan sebagai tempat pengumpulan bahan-bahan kebutuhan pokok guna kepentingan perang Jepang melawan Sekutu. Dengan tujuan seperti itu, keberadaan Kumiai jelas sangat bertentangan dengan kepentingan ekonomi masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap Koperasi model pemerintahan pendudukan Jepang itupun surut kembali. Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah pendudukan Jepang menetapkan suatu kebijakan pemisahan urusan perkoperasian dengan urusan perekonomian. Akibatnya, pembinaan koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi masyarakat terabaikan sama sekali. Fungsi koperasi dalam periode ini benar-benar hanya sebagai alat untuk mendistribusikan bahan-bahan kebutuhan pokok untuk kepentingan perang Jepang, bukan untuk kepentingan commit to user 32 rakyat. Kenyyataan ini telah menyebabkan sangat melemahnya semangat berkoperasi di dalam masyarakat Indonesia. 3 Periode 1945-1967 Setelah memperoleh kemerdekaan bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan kebijakan ekonominya. Suatu hal yang sangat jelas pada periode ini menonjolkan tekad para pemimpin bangsa Indonesia untuk mengubah tatanan perekonomian Indonesia yang liberal- kapitalistik menjadi tatanan perekonomin yang sesuai dengan semangat pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana diketahui, didalam pasal 33 UUD 1945, semangat koperasi ditempatkan sebagai semangat dasar perekonomian bangsa Indonesia. Melalui pasal itu, bangsa Indonesia bermaksud menyusun suatu sistem perekonomian usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Bung Hatta, yang dimaksud dengan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 itu, tidak lain dari Koperasi sebagaimana dikemukakan di dalam penjelasan pasal tersebut. Karena itulah di dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945, koperasi dinyatakan sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem dengan sistem perekonomian yang hendak dikembangkan itu. commit to user 33 Agar perkembangan koperasi benar-benar sejalan dengan semangat pasal 33 UUD 1945, maka pemerintah Indonesia melakukan reorganisasi terhadap Jawatan Koperasi dan perdagangan dalam negeri, menjadi 2 Jawatan yang terpisah. Urusan pembinaan koperasi selanjutnya dilimpahkan kepada Jawatan Koperasi. Jawatan terakhir inilah yang kemudian yang menyusun program-program pengembangan Koperasi. Berkat hasil kerja keras Jawatan Koperasi ini, maka perkembangan koperasi pada masa ini mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Secara keseluruhan, setidak- tidaknya sampai dengan tahun 1959, perkembangan Koperasi di Indonesia dapat dikatakan cukup pesat. Namun perkembangan yang menggembirakan ini tidak berlangsung lama. Sebagai akibat dari diterapkannya sistem demokrasi liberal, perkembangan Koperasi kemudian menjadi terombang-ambing. Partai-partai politik yang ada cenderung memanfaatkan Koperasi sebagai wadah untuk memperluas pengaruhnya. Dengan kata lain, Koperasi pada masa ini cenderung hanya dijadikan sebagai alat politik. Hal ini menyebabkan rusaknya citra Koperasi dan menghilangnya kepercayaan masyarakat terhadap Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang memperjuangkan peningkatan kesejahteraan commit to user 34 Sejalan dengan berkembangnya situasi politik dalam negeri yang tidak begitu menggembirakan, antara lain dengan dikeluarkannya dekrit presiden pada tanggal 5 juli 1959, maka keberadaan Koperasi terpaksa disesuaikan dengan perkembangan kebijaksanaan politik pemerintah pada masa itu. Undang-Undang Koperasi No.791958 misalnya, yang disahkan berdasarkan ketentuan UUDS 1950, menjadi tidak sesuai lagi dengan kebijakan politik dan ekonomi pemerintah. Pemerintah kemudian memberlakukan Peraturan Pemerintah No.601959 sebagai pengganti UU No. 791958. Di dalam Peraturan pemerintah No.601959 dinyatakan bahwa fungsi Koperasi dalam sistem perekonomian Indonesia adalah sebagai alat untuk melaksanakan praktik ekonomi terpimpin. Pada mulanya setelah diberlakukan Peraturan Pemerintah No.601959, perkembangan koperasi dilihat cukup pesat. Hal ini antara lain disebabkan oleh banyaknya bantuan Pemerintah kepada Koperasi, serta dipermudahnya persyaratan pendirian Koperasi. Namun situasi yang menggembirakan itu pun tidak berlangsung lama. Pada tahun 1965 pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah No.60 tahun 1959 dan memberlakukan Undang-Undang Koperasi No.14 tahun commit to user 35 1965. Pengganti Undang-Undang ini menyebabkan memburuknya kembali perkembangan Koperasi. Hal yang sangat menonjol pada masa ini adalah sulitnya bagi seseorang untuk menjadi anggota Koperasi tanpa menggabungkan diri sebagai anggota kelompok politik tertentu. Hal itu jelas menghancurkan citra Koperasi dan menguatkan pendapat masyarakat bahwa Koperasi hanyalah sekedar alat bagi kepentingan suatu kelompok politik. 4 Periode 1967-1992 Untuk mengatasi situasi yang tidak menggembirakan itu, maka menyusul jatuhnya pemerintahan Soekarno pada tahun 1966, Pemerintah Orde Baru memberlakukan Undang-Undang No.121967 sebagai pengganti Undang-Undang No.14 tahun 1965. Pemberlakuan UU No.121967 ini disusul oleh pemerintahan Orde Baru dengan melakukan rehabilitasi Koperasi. Akibatnya jumlah koperasi yang pada tahun 1966 berjumlah sebanyak 73.406 koperasi dengan anggota sebanyak 11.775.930 orang, pada tahun 1967 mengalami rasionalisasi besar-besaran. Koperasi-koperasi yang tak dapat menyesuaikan diri dengan Undang-Undang No.121967 terpaksa dibubarkan atau membubarkan diri. Jumlah koperasi pada akhir tahun 1969 merosot menjadi commit to user 36 hanya 13.949 koperasi dengan jumlah anggota sebanyak 2.723.056 orang. Tapi sebagaimana dapat disaksikan kemudian, menyusul diberlakukannya Undang-Undang No.121967, koperasi mulai berkembang kembali. Salah satu program pengembangan Koperasi yang cukup menonjol pada masa ini adalah pembentukan Kopersi Unit Desa KUD. Pembentukan KUD ini merupakan penyatuan amalgamasi dari beberapa Koperasi pertanian yang kecil dan banyak jumlahnya di pedesaan. Disamping itu, dlam periode ini pengembangan koperasi juga diintegrasikan dengan pembangunan di bidang-bidang lain. Hasil-hasil yang dicapai dari kebijakan pengembangan Koperasi itu antara lain tampak pada Tabel 3.1, bila pada akhir Pelita I jumlah koperasi tinggal sekitar 13.523, maka pada akhir Pelita III jumlah koperasi telah meningkat kembali menjadi sekitar 24.791 koperasi. Sedangkan pada akhir Pelita V jumlah koperasi secara keseluruhan telah mencapai sekitar 37.560 koperasi atau meningkat sekitar 3 kali lipat dari keadaan akhir Pelita I. Sejalan dengan peningkatan jumlah koperasi, jumlah anggota, modal, volume usaha, dan sisa hasil usaha koperasi juga turut meningkat. Jumlah anggota koperasi misalnya, meningkat dari sekitar 2,5 juta orang pada akhir commit to user 37 Pelita I, menjadi sekitar 19 juta orang pada akhir Pelita V. Sedangkan volume usaha koperasi untuk periode yang sama meningkat dari sekitar Rp 88,5 miliar rupiah menjadi sekitar Rp 4,9 triliun. 5 Zaman sekarang Sampai dengan bulan November 2008, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 117.600 unit lebih. Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintahlembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Dengan adanya peningkatan teknologi tersebut, apalagi di era globlisasi teknologi ini, kegiatan kopersi semakin lebih mudah. Para anggotanya bisa melakukan transaksi secaravia Online dengan bantuan commit to user 38 berbagai software yg mendukun kegiatan transaksi itu sendiri. Bukan itu saja, koperasi itu sendiri semakin mudah saja untuk memperluas jaringannya. Dengan begitu Perkembangan koperasi di Indonesia semakin pesat dan menjalar sampai ke pedesaan. Dengan begitu akan tercapai cita-cita Koperasi dan bangsa Indonesia, yakni mensejahterahkan anggota pada khususnya dan mensejahterakan masyarakat pada umumnya. PELITA I-PELITA V No . Uraian Satuan PELITA I II III IV V 1. KopKUD Unit 13.523 17.625 24.791 35.512 37.560 2. Anggota Orang 2.478.960 761.500 8.507.321 15.823.450 19.167.776 3. Modal Rp juta 38.917 102.197 480.147 583.511 727.943 4. Vol.Usaha Rp juta 88.401 421.981 1.490.112 4.260.190 4.918.474 5. SHU Rp juta 2.656 9.859 22.000 86.443 120.376 Sumber: Departemen Koperasi dalam Revrisond Baswir,1997 Tabel 2.1 Perkembangan Koperasi dan KUD Pemerintah mengambil langkah strategis untuk memacu perkembangan koperasi secara kualitatif, yaitu dengan menganti Undang-Undang Koperasi No.121967 dengan Undang-Undang Koperasi No.25 tahun 1992. commit to user 39 Melalui ini diharapkan ada perubahan yang cukup mendasar, baik pada segi pengertian Koperasi maupun pada berbagai aspek teknis pengelolaan.

E. Kesehatan koperasi