Perilaku Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di Kampus USU Padang Bulan Medan Tahun 2010

(1)

PERILAKU PETUGAS KANTIN TERHADAP

SANITASI MAKANAN DI KAMPUS USU

PADANG BULAN MEDAN TAHUN 2010

Oleh:

AFIFAH AQILAH ABDUL MALIK

070100451

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PERILAKU PETUGAS KANTIN TERHADAP

SANITASI MAKANAN DI KAMPUS USU

PADANG BULAN MEDAN TAHUN 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

AFIFAH AQILAH ABDUL MALIK

NIM: 070100451

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian: Perilaku Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di Kampus USU Padang Bulan Medan Tahun 2010

Nama: Afifah Aqilah Abdul Malik NIM: 070100451

Pembimbing Penguji I

(dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes) (dr. Tri Widyawati, M.Si.)

Penguji II

(dr. Selvi Nafianti, Sp.A)

Medan, 24 November 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(4)

ABSTRAK

Kantin merupakan sarana penunjang yang cukup penting di sebuah universitas dalam membangunkan generasi yang berkualitas. Ini adalah karena konsumen terbesar di kantin merupakan mahasiswa. Maka perilaku sanitasi makanan adalah penting dalam memelihara makanan agar sentiasa bersih dalam upaya mencegah penyakit bawaan makanan.

Tujuan penelitian untuk mengetahui perilaku petugas kantin terhadap sanitasi makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara, Padang Bulan, Medan tahun 2010. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan besar sampel sebanyak 60 orang. Penelitian ini dilakukan dari Mei sampai November 2010. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner pengetahuan, sikap dan tindakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petugas kantin berpengetahuan baik yaitu sebanyak 47 orang (78,3%), dan sebagian kecil berpengetahuan sedang sebanyak 6 orang (10%). Berdasarkan sikap diperoleh sebagian besar petugas kantin bersikap baik sebanyak 58 orang (96,7%),dan sebagian kecil bersikap sedang sebanyak 2 orang (3,3%). Berdasarkan tindakan diperoleh sebagian besar petugas kantin memiliki tindakan baik sebanyak 55 orang (91,7%), dan sebagian kecil memiliki tindakan sedang sebanyak 5 orang (8,3%).

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petugas kantin, peneliti dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan perilaku terhadap sanitasi makanan dalam upaya mencegah penyakit bawaan makanan.

Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Petugas Kantin, Sanitasi Makanan, Penyakit Bawaan Makanan


(5)

ABSTRACT

Canteen is one of the most important facilities in a university in order to produce a better generation. This is because the biggest consumers in the canteen are students. So the behaviour in handling food sanitation is one of the important effort to prevent foodborne illnesses.

The aim is to study the behaviour of the canteen staff on food sanitation at the campus of University Sumatera Utara (USU), Padang Bulan, Medan in 2010. The method of this research is descriptive with a sample size of 60 persons. The study was conducted from May to November 2010. Instruments for this study is in the form of a questionnaire of knowledge, attitude and action.

The results showed that most of the canteen staff had good knowledge with 47 persons (78.3%) and a few canteen staff had intermediate knowledge with 6 people (10%). For the attitude most of the canteen staff had good attitude as many as 58 people (96.7%) and a few canteen staff had intermediate attitude with 2 people (3.3%). Based on measures obtained most of the canteen staff have a good action by 55 people (91.7%) and only a small percentage have intermediate actions with 5 people (3.3%).

Hopefully, the results of this research will gives benefit to the canteen staff, researchers and public in order to improve their attitude towards food sanitation as one of the effort to prevent foodborne illness.

Key Words: Knowledge, Attitude, Action, Canteen Staff, Food Sanitation, Foodbourne Illness


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Adapun judul penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah ‘Perilaku Petugas Kantin Terhadap Sanitasi Makanan di Kampus USU Padang Bulan Medan Tahun 2010’.

Penulis menyadari bahwa isi maupun susunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada dr. Arlinda Sari Wahyuni M.Kes, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Keluarga penulis yang tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan doa selama menyiapkan proposal ini.

2. Seluruh dosen, staf Program Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Teman-teman seperjuangan penulis yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menyiapkan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Semua pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam proses penyiapan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan makna tersendiri bagi para pembaca.

Medan, 20 November 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR SKEMA... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Sanitasi Makanan... 6

2.1.1. Definisi Sanitasi Makanan... 6

2.1.2. Prinsip Sanitasi Makanan... 7

2.2. Penyakit Bawaan Makanan... 11

2.2.1. Definisi Penyakit Bawaan Makanan... 11

2.2.2. Epidemiologi Penyakit Bawaan Makanan... 11

2.2.3. Jenis Penyakit Bawaan Makanan... 12

2.2.4. Etiologi Penyakit Bawaan Makanan... 12

2.2.5. Patogenesis Penyakit Bawaan Makanan... 13

2.2.6. Gejala Penyakit Bawaan Makanan... 14

2.2.7. Pencegahan Penyakit Bawaan Makanan... 14

2.2.8. Komplikasi Penyakit Bawaan Makanan... 14

2.3. Perilaku... 15

2.3.1. Definisi Perilaku... 15


(8)

2.3.3. Domain Perilaku... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 19

3.1. Kerangka Konsep... 19

3.2. Definisi Operasional... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN... 23

4.1. Jenis Penelitian... 23

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 23

4.3. Populasi dan Sampel... 23

4.4. Teknik Pengumpulan Data... 24

4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas... 24

4.6. Pengolahan dan Analisa Data... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 26

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 26

5.2. Karakteristik Individu... 28

5.3. Hasil Analisa Data... 29

5.3.1. Pengetahuan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan. 29

5.3.2. Sikap Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan... 31

5.3.3. Tindakan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan... 33

5.4. Pembahasan... 35

5.4.1. Pengetahuan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan. 35

5.4.2. Sikap Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan... 37

5.4.3. Tindakan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan... 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 42

6.1. Kesimpulan... 42

6.2. Saran... 42

DAFTAR PUSTAKA... 44 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Distribusi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Semester

Ganjil Sesi 2010/2011 ... 27 5.2. Distribusi Lokasi Kantin di Sekitar Kampus Universitas

Sumatera Utara... 27 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Jenis

Kelamin, Umur dan Tingkat Pendidikan di Kantin Kampus Universitas Sumatera Utara...

28

5.4. Pengetahuan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di

Kampus Universitas Sumatera Utara... 29 5.5. Penyataan tentang Pengetahuan Petugas Kantin terhadap

Sanitasi Makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara... 30 5.6. Sikap Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di Kampus

Universitas Sumatera Utara... 31 5.7. Penyataan tentang Sikap Petugas Kantin terhadap Sanitasi

Makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara... 32 5.8. Tindakan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di

Kampus Universitas Sumatera Utara... 33 5.9. Penyataan tentang Tindakan Petugas Kantin terhadap

Sanitasi Makanan di Kampus Universitas Sumatera

Utara... 34


(10)

DAFTAR SKEMA

Nomor Judul Halaman Gambar 3.1. Kerangka Konsep... 19


(11)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Penelitian (Informed Consent) Lampiran 4 Surat Izin Penelitian


(12)

ABSTRAK

Kantin merupakan sarana penunjang yang cukup penting di sebuah universitas dalam membangunkan generasi yang berkualitas. Ini adalah karena konsumen terbesar di kantin merupakan mahasiswa. Maka perilaku sanitasi makanan adalah penting dalam memelihara makanan agar sentiasa bersih dalam upaya mencegah penyakit bawaan makanan.

Tujuan penelitian untuk mengetahui perilaku petugas kantin terhadap sanitasi makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara, Padang Bulan, Medan tahun 2010. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan besar sampel sebanyak 60 orang. Penelitian ini dilakukan dari Mei sampai November 2010. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner pengetahuan, sikap dan tindakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petugas kantin berpengetahuan baik yaitu sebanyak 47 orang (78,3%), dan sebagian kecil berpengetahuan sedang sebanyak 6 orang (10%). Berdasarkan sikap diperoleh sebagian besar petugas kantin bersikap baik sebanyak 58 orang (96,7%),dan sebagian kecil bersikap sedang sebanyak 2 orang (3,3%). Berdasarkan tindakan diperoleh sebagian besar petugas kantin memiliki tindakan baik sebanyak 55 orang (91,7%), dan sebagian kecil memiliki tindakan sedang sebanyak 5 orang (8,3%).

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petugas kantin, peneliti dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan perilaku terhadap sanitasi makanan dalam upaya mencegah penyakit bawaan makanan.

Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Petugas Kantin, Sanitasi Makanan, Penyakit Bawaan Makanan


(13)

ABSTRACT

Canteen is one of the most important facilities in a university in order to produce a better generation. This is because the biggest consumers in the canteen are students. So the behaviour in handling food sanitation is one of the important effort to prevent foodborne illnesses.

The aim is to study the behaviour of the canteen staff on food sanitation at the campus of University Sumatera Utara (USU), Padang Bulan, Medan in 2010. The method of this research is descriptive with a sample size of 60 persons. The study was conducted from May to November 2010. Instruments for this study is in the form of a questionnaire of knowledge, attitude and action.

The results showed that most of the canteen staff had good knowledge with 47 persons (78.3%) and a few canteen staff had intermediate knowledge with 6 people (10%). For the attitude most of the canteen staff had good attitude as many as 58 people (96.7%) and a few canteen staff had intermediate attitude with 2 people (3.3%). Based on measures obtained most of the canteen staff have a good action by 55 people (91.7%) and only a small percentage have intermediate actions with 5 people (3.3%).

Hopefully, the results of this research will gives benefit to the canteen staff, researchers and public in order to improve their attitude towards food sanitation as one of the effort to prevent foodborne illness.

Key Words: Knowledge, Attitude, Action, Canteen Staff, Food Sanitation, Foodbourne Illness


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyakit bawaan makanan (foodborne illness) merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak yang pernah dijumpai di zaman ini. Penyakit ini biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agen-agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Penyakit ini juga menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di kalangan bayi, anak, lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu (WHO, 2006).

Di negara-negara industri, setiap tahun, sebanyak 30% dari populasinya terkena penyakit bawaan makanan. Sebanyak 2,1 juta orang akan mati akibat dari penyakit diare, terutama anak-anak di negara-negara yang kurang berkembang. Contohnya di Amerika Serikat (AS), terdapat 76 juta kasus penyakit bawaan makanan yang dilaporkan; 325.000 masuk ke rumah sakit manakala 5.000 kematian dianggarkan setiap tahun (WHO, 2006).

Di negara-negara berkembang pula, beban ini semakin bertambah pada populasi yang tinggal di negara-negara ini dan dengan sistem pelaporan yang buruk atau tidak ada sama sekali pada kebanyakan negara berkembang ini, data statistik yang bisa diandalkan tentang penyakit ini tidak tersedia sehingga besaran insidensinya tidak dapat diperkirakan (WHO, 2006).

Hasil perkiraan memang berlainan, tetapi umumnya dipercaya bahwa di negara berkembang kurang dari sepuluh persen atau bahkan hanya satu persen kasus penyakit bawaan makanan yang pernah masuk dalam laporan statistik resmi. Di negara dengan sumber daya terbatas, kasus yang tidak dilaporkan mungkin lebih besar, dengan kemungkinan kurang dari satu persen yang dilaporkan. Penyelidikan di beberapa negara menunjukkan bahwa faktor yang tidak dilaporkan mencapai 350 dalam beberapa kasus (Adams dan Motarjemi, 2004).


(15)

Angka penyakit bawaan makanan ini bisa diturunkan dengan melaksanakan upaya kesehatan. Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No.36 Tahun 2009 Pasal 1, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

Dalam Undang-Undang Kesehatan RI No.36 Tahun 2009 Pasal 48 ada disebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 17 macam kegiatan diantaranya pengamanan makanan dan minuman. Makanan dapat dipelihara keamanannya dengan cara menjaga sanitasi makanan tersebut. Sanitasi makanan adalah upaya untuk menjamin kualitas makanan dalam mencegah kontaminasi dan penyakit bawaan makanan (Smith, 2008).

Sebagai sebagian dari strategi global untuk menurunkan beban penyakit bawaan makanan, WHO (World Health Organization) telah mengindentifikasi keperluan edukasi mengenai cara-cara menjaga sanitasi makanan pada semua tingkat pengelolaan makanan. Program “Five Keys to Safer Food” telah diperkenalkan oleh WHO. Program ini diperkenalkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang cara menjaga sanitasi makanan.

Keperluan edukasi ini penting kepada semua masyarakat terutama pada pedagang makanan. Ini adalah karena pedagang makanan merupakan kelompok yang selalu berurusan dengan makanan. Pedagang makanan juga dikenali sebagai penjaja makanan. Menurut Depkes (2004), makanan minuman jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat berjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual.

Berdasarkan penelitian di Simpang Selayang, Medan, diperoleh informasi bahwa seluruh pedagang makanan belum pernah mendapat penyuluhan khusus tentang cara penyelenggaraan makanan yang baik, semua pedagang juga menyatakan tidak pernah membaca buku-buku khusus tentang cara-cara penyelenggaraan makanan yang memenuhi persyaratan kesehatan (Dharma dan Gunawan, 2008).


(16)

Penelitian di Ghana pula, pedagang makanan mendapat skor yang sedikit yaitu sebanyak 16,5% terhadap perilaku sanitasi makanan. Hasil ini diambil sebelum pedagang makanan mendapat bimbingan dan penyuluhan yang khusus. Akan tetapi selepas mendapat bimbingan dan penyuluhan yang cukup dan lebih rinci, data statistik menunjukkan peningkatan skor terhadap perilaku sanitasi makanan pada pedagang makanan yaitu dari 16,5% menjadi 60,5% (Donkor et al., 2009).

Ini membukt ikan bahwa bimbingan, penyuluhan dan pengetahuan sangat mempengaruhi sikap dan tindakan mereka terhadap sanitasi makanan saat pengelolaan makanan. Perilaku pedagang makanan seharusnya baik karena mereka memainkan peran penting dalam proses mencegah penularan penyakit bawaan makanan. Pedagang makanan berjualan di banyak tempat termasuklah di institusi pendidikan.

Seperti pusat pendidikan yang lain, Universitas Sumatera Utara (USU) juga tidak terkecuali. Mahasiswa dan staf di USU memperoleh sumber makanan dari tempat seperti di kakilima atau di kantin. Berdasarkan penelitian yang pernah dijalankan oleh Santoso (1995), menunjukkan bahwa pedagang makanan di kakilima USU memperoleh tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang sederhana yaitu persentase pengetahuan sebanyak 57%, sikap sebanyak 64% dan tindakan sebanyak 60% .

Berdasarkan penelitian lain di USU juga ada menyatakan bahwa pedagang makanan tidak memenuhi syarat higiene sanitasi makanan secara keseluruhan tetapi mereka hanya memenuhi sebagian syarat sahaja (Naria, 2007). Kantin merupakan sarana penunjang yang mempunyai pengaruh yang cukup penting dalam kegiatan di kampus. Keberadaan kantin di kampus adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan terutama oleh mahasiswa. Banyak diantara mahasiswa yang tidak sempat makan di rumah mereka makan di kampus. Atau mahasiswa juga banyak bersantai di kantin sekedar mengisi waktu luang diantara jam kuliahnya sambil menikmati makanan dan minuman di kantin.


(17)

Karena hal-hal di atas, maka sanitasi dalam penyediaan makanan perlu diberi perhatian oleh pengelola kantin karena konsumen terbesar di kantin merupakan mahasiswa yang merupakan kelompok masyarakat berpendidikan dan sebagai sumber daya manusia yang unggul bagi pembangunan dimasa mendatang. Ini membuatkan peneliti tertarik untuk membuat penelitian tentang perilaku petugas kantin di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan terhadap sanitasi makanan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang didapati adalah bagaimana perilaku petugas kantin terhadap sanitasi makanan di setiap fakultas di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku petugas kantin di setiap fakultas di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan terhadap sanitasi makanan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan petugas kantin di setiap fakultas di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan terhadap sanitasi makanan.

2. Untuk mengetahui gambaran sikap petugas kantin di setiap fakultas di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan terhadap sanitasi makanan. 3. Untuk mengetahui gambaran tindakan petugas kantin di setiap fakultas

di dalam Kampus USU Padang Bulan Medan dalam menjaga sanitasi makanan.


(18)

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Pedagang makanan

a) Supaya pengetahuan pedagang makanan terhadap sanitasi makanan dapat ditingkatkan.

b) Sebagai panduan kepada pedagang makanan supaya menjadi lebih ahli dalam menjaga sanitasi makanan.

2. Masyarakat

Supaya masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih tempat membeli makanan agar dapat terhindar dari penyakit bawaan makanan dan dapat menurunkan angka kejadian penyakit bawaan makanan.

3. Peneliti lain


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi makanan

2.1.1. Definisi Sanitasi Makanan

Makanan atau food didefinisikan sebagai sesuatu yang boleh dimakan oleh manusia atau hewan untuk membantu proses pertumbuhan dan membantu supaya kekal hidup. Makanan juga merupakan sumber energi satu-satunya bagi manusia (Slamet, 2007).

Makanan yang baik penting untuk pertumbuhan maupun untuk mempertahankan kehidupan. Makanan memberikan energi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti jaringan, untuk bekerja, dan memelihara pertahanan tubuh terhadap penyakit (Adams dan Motarjemi, 2004). Makanan juga bukan saja bermanfaat bagi manusia, tetapi makanan juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba yang patogen. Oleh karena itu, perlu dijaga sanitasi makanan bagi mendapatkan keuntungan maksimum dari makanan (Slamet, 2007).

Menurut Mukono (2004), sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan, misalnya penyediaan tempat sampah agar sampah tidak dibuang sebarangan. Sanitasi makanan pula adalah upaya untuk menjamin kualitas makanan dalam mencegah kontaminasi dan penyakit bawaan makanan (Smith, 2008).

Menurut Mukono (2004) lagi, pengelolaan makanan yang higienis ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Faktor lingkungan

1) Bangunan dan lokasi

2) Peralatan dan perabotan kerja untuk proses pengelolaan 3) Fasilitas sanitasi


(20)

b. Faktor manusia

1) Keadaan fisik tubuh dan pakaian yang dipakai 2) Pengetahuan yang dimiliki

3) Sikap atau pandangan hidup 4) Perilaku atau tindakan yang biasa c. Faktor makanan

1) Pemilihan bahan makanan 2) Pengelolaan makanan 3) Penyimpanan makanan jadi 4) Pengangkutan makanan 5) Penyajian makanan

2.1.2. Prinsip Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan dapat ditingkatkan melalui sejumlah tindakan umum. Tindakan umum yang terpenting dirumuskan oleh World Health Organization (WHO, 2004) sebagai kumpulan lima langkah dalam pengelolaan sanitasi makanan yaitu:

1.Penggunaan bahan makanan mentah dan sumber air yang bersih.

Konsumen perlu mengetahui produk bahan mentah apa yang mempunyai resiko yang tinggi dalam menyebabkan penyakit bawaan makanan. Contoh bahan mentah adalah seperti ikan, daging dan telur mentah. Makanan ini perlulah dipilih dengan berhati-hati. Bahan makanan mentah ini bisa dinilai samada masih bisa digunakan atau tidak dengan cara melihat warna dan bau (WHO, 2004) .

Daging mudah sekali rusak karena mikroba. Kerusakan pada daging dapat dikenal karena tanda-tanda seperti adanya perubahan bau menjadi tengik atau bau busuk, terbentuknya lendir, adanya perubahan warna dan adanya perubahan rasa menjadi asam. Di samping daging, ikan juga mudah sekali rusak karena serangan mikroba. Tanda-tanda kerusakan ikan karena mikroba adalah seperti adanya bau busuk karena gas amonia, sulfida atau senyawa busuk lainnya, terbentuknya lendir pada permukaan ikan, adanya perubahan warna, yaitu kulit dan daging ikan menjadi kusam atau pucat dan adanya perubahan daging ikan menjadi tidak kenyal lagi (BPOM, 2002).


(21)

Warna tidak bisa dijadikan patokan dalam menentukan apakah bahan makanan mentah itu masih bisa digunakan atau tidak. Seeloknya dilihat dari tempoh berlaku suatu produk makanan itu. Jika tidak dapat menilai dengan benar dan masih diragui samada bahan makanan mentah ini masih bisa digunakan atau tidak, seeloknya bahan makanan ini dibuang bagi menghindar dari terjadinya kontaminasi. Sumber air yang baik juga mempengaruhi sanitasi suatu makanan. Oleh itu, Sebaiknya air yang bersih digunakan sepanjang pengelolaan makanan (WHO, 2004).

2. Penjagaan makanan supaya sentiasa bersih.

Konsumen sebaiknya mempraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan air terutama sebelum dan selepas mengelola makanan, sebelum dan selepas makan, dan juga sebelum dan selepas ke kamar mandi. Alat yang digunakan untuk memasak dan juga pengelolaan makanan sebaiknya dicuci juga bagi mengelakkan pertumbuhan mikroorganisme yang suka berkembang biak pada suhu kamar dan di tempat yang lembab (WHO, 2004).

3. Pengasingan makanan yang mentah dan yang sudah dimasak.

Alat yang digunakan untuk mengendalikan bahan makanan mentah juga sebaiknya diasingkan dari alat yang digunakan pada bahan makanan yang siap. Tujuan pengasingan ini adalah bagi mengelakkan makanan mentah yang terkontaminasi dari menular ke bahan makanan yang sudah siap dimasak (WHO, 2004) .

4. Memasak dengan sempurna.

Memasak pada suhu dan jangka waktu yang betul bisa membunuh mikroorganisme yang terdapat pada suatu bahan makanan mentah. Jangka waktu dan suhu yang betul bervariasi tergantung pada tipe makanan (WHO, 2004). 5. Penyimpanan makanan di tempat yang selamat.

Mikroorganisme biasanya berkembang biak dengan cepat pada suhu 40°F-140°F. Suhu yang dingin hanya bisa melambatkan pertumbuhan mikroorganisme tapi tidak bisa membunuhnya. Maka dengan penyimpanan yang betul bisa mengurangkan resiko berlakunya penyakit bawaan makanan(WHO, 2004) .


(22)

Meskipun Five Keys to Safer Food diterapkan dengan seimbang dalam seluruh aktivitas penyiapan makanan, usaha katering berskala besar merupakan pekerjaan yang lebih rumit dibandingkan dengan penyiapan makanan langsung untuk konsumsi keluarga dan memerlukan lebih banyak aturan yang rinci. Kegiatan ini mencakup penyiapan makanan dalam jumlah besar untuk lebih banyak orang, terutama dengan menggunakan pekerja yang dibayar, dengan ruangan dan perlatan yang khusus (Adams dan Motarjemi, 2004).

Usaha ini menjadi penting karena semakin banyak orang yang mengkonsumsi makanan yang disiapkan diluar rumah, di tempat kerja, di rumah sakit, tempat pendidikan,atau di pertemuan sosial dan lain-lain. Jika praktik higienis yang baik tidak berhasil dilakukan, konsekuensi yang terjadi jauh lebih serius dalam jumlah orang yang terkena. Aturan-aturan praktik higienis yang baik dalam penyiapan makanan berkaitan terutama dengan tiga area yang berbeda (Adams dan Motarjemi, 2004):

1.Faktor-faktor fisik: bangunan dan peralatan

Syarat pertama adalah bahwa lingkungan kerja harus memiliki pencahayaan yang baik, ventilasi yang baik dan rapi karena ini akan mendorong praktik kerja yang baik dan meningkatkan keamanan makanan. Lingkungan kerja juga harus bersih dan mudah dibersihkan (Adams dan Motarjemi, 2004).

Syarat kedua pula adalah peralatan yang digunakan haruslah dibersihkan sebelum dan selepas penggunaan. Sebagai contoh kain lap. Lap yang digunakan untuk membersihkan dapat dengan cepat mengandung sejumlah besar populasi mikroorganisme. Maka lap itu harus selalu diganti setiap hari dan direbus sebelum digunakan kembali. Sama halnya dengan peralatan masak, yang harus tepat penggunaannya, dipelihara dengan baik, dan diperiksa dengan teratur untuk memastikan bahwa alat tersebut berfungsi dengan baik (Adams dan Motarjemi, 2004).

2. Faktor-faktor operasional: penanganan makanan secara higienis

Sebahagian besar penanganan makanan secara higienis berkaitan dengan pengaturan suhu yang tepat untuk mengontrol mikroorganisme, menghindari suhu yang memungkinkan pertumbuhan mikroba, jika perlu, memastikan bahwa suhu


(23)

suhu cukup tinggi untuk membunuh mikroorganisme (Adams dan Motarjemi, 2004).

3. Faktor-faktor personal: higiene dan pelatihan personal

Penjamah makanan seringkali menjadi sumber utama kontaminasi. Berikut beberapa praktik higienis yang perlu diikuti. Sebagai contoh, tangan harus selalu dicuci dengan teratur memakai sabun dan air yang bersih, tetapi khususnya sebelum mengolah makanan, setelah menggunakan kamar mandi, dan setelah memegang bahan mentah atau sampah makanan. Carta aturan mencuci tangan yang betul juga seharusnya ditempel di tempat mencuci tangan agar bisa menjadi pedoman kepada penjamah makanan tentang langkah-langkah mencuci tangan yang betul. Akan lebih mudah untuk menjaga kebersihan tangan jika kuku jari penjamah makanan pendek dan perhiasan makanan dilepaskan saat mengolah makanan karena kotoran dapat tersangkut di bawahnya dan sulit dibersihkan (Adams dan Motarjemi, 2004).

Penjamah makanan juga jangan sampai batuk ditangan mereka atau menyentuh rambut, hidung atau mulut saat mengolah makanan tanpa mencuci makanan setelahnya. Jika makanan harus ditangani oleh seseorang yang kulitnya berbintik-bintik, berlesi atau lukanya terinfeksi, luka tersebut harus ditutup dengan kain yang tahan air. Seeloknya penjamah makanan memakai sarung tangan saat menangani makanan (Adams dan Motarjemi, 2004).

Banyak aturan dasar pada sanitasi makanan yang sudah dianggap sebagai bagian dari kebiasaan, tetapi alasan penting dalam hal keamanan makanan seringkali tidak begitu jelas dan ini menyebabkan berlakunya kekeliruan akibat ancaman terhadap keamanan makanan. Untuk masyarakat umum, pendidikan dasar tentang sanitasi makanan dapat berfokus pada Five Keys to Safer Food, tetapi pelatihan yang lebih rinci diperlukan penjamah makanan dalam usaha katering berskala besar (Adams dan Motarjemi, 2004).

Berdasarkan penelitian di Ghana, pedagang makanan mendapat skor yang sedikit yaitu sebanyak 16,5% terhadap perilaku sanitasi makanan. Hasil ini diambil sebelum pedagang makanan mendapat bimbingan dan penyuluhan yang khusus. Akan tetapi selepas mendapat bimbingan dan penyuluhan yang cukup


(24)

dan lebih rinci, data statistik menunjukkan peningkatan skor terhadap perilaku sanitasi makanan pada pedagang makanan yaitu dari 16,5% menjadi 60,5% (Donkor et al., 2009).

2.2. Penyakit Bawaan Makanan

2.2.1. Definisi Penyakit Bawaan Makanan

Menurut World Health Organization (WHO, 2004), penyakit bawaan makanan adalah suatu penyakit yang biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agen-agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi.

2.2.2. Epidemiologi Penyakit Bawaan Makanan

Di negara-negara industri, setiap tahun, sebanyak 30% dari populasinya terkena penyakit bawaan makanan. Sebanyak 2,1 juta orang akan mati akibat dari penyakit diare, terutama anak-anak di negara-negara yang kurang berkembang. Contohnya di Amerika Serikat (AS), terdapat 76 juta kasus penyakit bawaan makanan yang dilaporkan; 325.000 yang masuk ke rumah sakit manakala 5.000 kematian dianggarkan setiap tahun (WHO, 2006).

Di negara-negara berkembang pula, beban ini semakin bertambah pada populasi yang tinggal di negara-negara ini dan dengan sistem pelaporan yang buruk atau tidak ada sama sekali pada kebanyakan negara berkembang ini, data statistik yang bisa diandalkan tentang penyakit ini tidak tersedia sehingga besaran insidensinya tidak dapat diperkirakan (WHO, 2006).

Bedasarkan hasil perkiraan memang berlainan, tetapi umumnya dipercaya bahwa di negara berkembang kurang dari sepuluh persen atau bahkan hanya satu persen kasus penyakit bawaan makanan yang pernah masuk dalam laporan statistik resmi. Di negara dengan sumber daya terbatas, kasus yang tidak dilaporkan mungkin lebih besar, dengan kemungkinan kurang dari 1% yang dilaporkan. Penyelidikan di beberapa negara menunjukkan bahwa faktor yang tidak dilaporkan mencapai 350 dalam beberapa kasus (Adams dan Motarjemi, 2004).


(25)

2.2.3. Jenis Penyakit Bawaan Makanan

Penyakit bawaan makanan ini terdiri dari tiga kategori yaitu, penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme termasuk parasit yang menginvasi dan bermultiplikasi dalam tubuh, penyakit yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang berkembang biak di saluran pencernaan dan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan bahan kimiawi yang beracun atau mengandungi toksin alami atau toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi (Sockett, 2001).

Umumnya kebanyakan kasus penyakit bawaan makanan ini adalah disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri patogen, virus atau parasit yang terdapat dalam makanan yang terkontaminasi. Negara berkembang diserang oleh beragam jenis penyakit bawaan makanan seperti penyakit Kolera, Kampilobakteriosis, gastroenteritis E.coli, Salmonelosis, Shigelosis, demam tifoid dan paratifoid (WHO, 2006).

2.2.4. Etiologi Penyakit Bawaan Makanan

Penyakit bawaan makanan umumnya disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi. Makanan bisa terkontaminasi dengan pelbagai cara. Ada juga produk makanan yang sudah mengandung bakteri atau parasit. Mikroorganisme ini bisa menyebar saat proses pembungkusan jika produk makanan ini tidak diurus dengan baik. Kegagalan untuk memasak dan menyimpan makanan dengan baik juga bisa menyebabkan kontaminasi pada makanan (WHO, 2006).

Kontaminasi E.coli dan patogen lain dari tinja yang sering terjadi pada makanan, menunjukkan adanya kontaminasi materi tinja pada makanan. Akibatnya, semua patogen yang penularannya diketahui terjadi melalui fekal-oral misalnya rotavirus dapat ditularkan melalui makanan (WHO, 2006).

Makanan dapat terkontaminasi oleh beberapa hal termasuklah mengolah makanan atau makan dengan tangan kotor, memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan, makanan mentah dengan matang disimpan bersama-sama,


(26)

makanan dicuci dengan air kotor, makanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran di sekitarnya dan makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan hewan perusak seperti tikus dapat menjangkaunya (Slamet, 2007)

Bakteri merupakan penyebab paling umum bagi penyakit bawaan makanan. Di United Kingdom pada tahun 2000, persentase bakteri yang dijumpai dalam kasus penyakit bawaaan makanan ini adalah seperti berikut: Campylobacter

jejuni 77.3%, Salmonella 20.9%, Escherichia coli O157:H7 1.4%, dan bakteri

yang lain adalah kurang dari 0.1%.

2.2.5. Patogenesis Penyakit Bawaan Makanan

Setelah makanan terkontaminasi dengan agen tertentu, apabila seseorang mengkonsumsi makanan tersebut, agen tersebut akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan yang dikonsumsi. Tempoh antara saat konsumsi makanan terkontaminasi dengan timbulnya gejala yang pertama dipanggil waktu inkubasi (Anonymous, 2007).

Waktu inkubasi ini bervariasi dari jam ke hari tergantung agen penyebab dan jumlah makanan terkontaminasi yang dikonsumsi. Dalam tempoh waktu inkubasi, mikroorganisme akan melalui lambung untuk masuk ke dalam usus, kemudian menempel pada lapisan sel yang melapisi dinding usus dan mula berkembang biak di sana. Ada juga mikroorganisme yang tinggal di usus, menghasilkan toksin yang kemudiannya di absorbsi masuk ke aliran darah. Gejala yang timbul tergantung pada agen penyebab (Anonymous, 2007).

Jika gejala pertama timbul dalam tempoh 1-6 jam setelah konsumsi makanan terkontaminasi itu, kemungkinan agen penyebabnya adalah toksin yang dihasilkan oleh bakteri atau bahan kimiawi yang beracun. Gejala akibat dari infeksi bakteri umumnya lambat kelihatan karena bakteri memerlukan masa untuk bermultiplikasi. Biasanya gejala ini akan terpapar setelah 12–72 jam setelah seseorang mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi. Bakteri Salmonella contohnya, mempunyai masa inkubasi selama 12-36 jam selepas makanan dikonsumsi (Slamet, 2007).


(27)

2.2.6. Gejala Penyakit Bawaan Makanan

Gejala yang timbul bagi penyakit bawaan makanan adalah bervariasi tergantung kepada agen penyebabnya. Tapi umumnya, gejala yang timbul bagi penyakit bawaan makanan ini termasuk rasa mual, nyeri abdominal, muntah, diare, gastroenteritis, demam, nyeri kepala atau kelelahan (fatigue). Gejala penyakit bawaan makanan ini bisa menyebabkan masalah kesehatan yeng permanen atau bisa juga menyebabkan kematian terutama pada orang yang berisiko tinggi seperti bayi, anak-anak, ibu hamil dan janinnya, orang tua, dan orang lain yang mempunyai sistem imun tubuh yang lemah (Anonymous, 2007 ).

Campylobacter sp dan Salmonella sp merupakan bakteri patogen yang bisa menyebabkan demam, diare dan ketegangan otot abdominal (abdominal cramp). Akan tetapi pada pasien yang mempunyai sistem imun yang lemah, Salmonella sp akan menginvasi sirkulasi darah dan menyebabkan infeksi yang bersifat fatal. Bakteri E.coli pula bisa menimbulkan gejala seperti diare berdarah dan juga ketegangan otot abdominal yang disertai dengan nyeri (painful abdominal cramp) (Anonymous, 2007).

2.2.7. Pencegahan Penyakit Bawaan Makanan

Penyakit bawaan makanan ini bisa dicegah terutama dengan cara meningkatkan keamanan makanan melalui sejumlah tindakan umum. Tindakan umum yang terpenting dirumuskan oleh WHO sebagai kumpulan Five Keys to

Safer Food. Aturan ini memberikan pedoman bagi masyarakat umum tentang

prinsip-prinsip penting dalam penyiapan makanan yang aman (Adams dan Motarjemi, 2004).

2.2.8. Komplikasi Penyakit Bawaan Makanan

Beberapa infeksi bawaan makanan ini dapat menimbulkan komplikasi serius yang mempengaruhi sistem kardiovaskular, ginjal, persendian, pernapasan, dan sistem imun. Diantara kelompok-kelompok yang rentan, efek kesehatan ini mungkin menjadi lebih serius lagi. Sebagai contoh, penyakit bawaan makanan yang disebabkan oleh Shigella bisa menyebabkan demam tinggi dan kejang.


(28)

Abses pada saluran usus juga dapat timbul akibat infeksi Shigella dan Salmonella terutama pada demam tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada usus dan bias membawa kepada peritonitis (Lindsay, 1997).

E.coli juga bisa menyebabkan komplikasi seperti Sindroma Uremik Hemolitik (Hemolytic Uremic Syndrome). Sindroma ini muncul beberapa minggu setelah gejala yang pertama akibat dari infeksi E.coli ini muncul. Sindroma ini terdiri dari simtom triase yaitu gagal ginjal akut, trombositopeni dan anemia hemolitik mikroangiopati (microangiopathic hemolytic anemia). Hal ini sangat berbahaya dan bisa mengancam nyawa. Gagal ginjal akut adalah salah satu dari penyebab utama kematian yang utama pada anak dan trombositopeni pula adalah salah satu dari penyebab kematian utama pada dewasa (Lindsay, 1997).

Serangan berulang penyakit bawaan makanan dapat menyebabkan malnutrisi yang memberikan dampak serius terhadap pertumbuhan dan sistem imun bayi dan anak. Bayi yang resistensinya terganggu menjadi lebih rentan terhadap penyakit lain termasuk infeksi napas dan selanjutnya akan terjebak dalam lingkaran setan malnutrisi serta infeksi. Banyak bayi dan anak tidak dapat bertahan dalam keadaan ini. Setiap tahun, terdapat 12-13 juta balita yang meninggal dunia akibat efek yang berkaitan dengan malnutrisi dan infeksi (WHO, 2006).

2.3. Perilaku

2.3.1. Definisi Perilaku

Perilaku merupakan reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Perilaku juga merupakan hasil dari proses adaptasi seseorang terhadap faktor lingkungannya (Notoatmodjo, 2007).

2.3.2. Pengembangan Perilaku

Menurut Lawrence Green (1993) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), dinyatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Perilaku pula dibentuk oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong.


(29)

Faktor predisposisi (predisposing factors) ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial, ekonomi dan sebagainya. Faktor - faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah (Notoatmodjo, 2007).

Faktor pendukung (enabling factors) pula mencakup ketersediaan sarana-prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. Manakala faktor pendorong (reinforcing factor) pula merupakan sikap dan perilaku petugas yang memainkan peran dalam mempengaruhi perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

2.3.3. Domain Perilaku

Menurut Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), perilaku manusia ini terbagi kepada tiga domain atau kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Namun dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran dalam hasil pendidikan kesehatan menjadi:

1.Pengetahuan (Knowledge)

Maksud pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan ini dapat dilakukan menggunakan pancaindra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif ini terdiri dari beberapa tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2007):

a. Tahu (know)

Tahu bermaksud mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Akan tetapi, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah karena tahu adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.


(30)

b. Memahami (comprehension)

Memahami berarti suatu kemampuan menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi berarti sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari dalam suatu kondisi atau situasi yang sebenar.

d. Analisis (analysis)

Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponen-komponen tapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitan antara satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain memformulasikan suatu yang baru dari formulasi-formulasi yang sedia ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini pula didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria-kriteria yang sedia ada.

2. Sikap (Attitude)

Sikap bermaksud reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notatmodjo (2007), sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu kepercayaan dan ide terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Sikap juga mempunyai beberapa tingkatan yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima berarti suatu subjek (orang) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).


(31)

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggungjawab

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

3. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Maka untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung. Menurut Notoatmodjo (2007), praktik ini juga mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:

a. Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Respons terpimpin (guided response)

Respon terpimpin berarti dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme

Mekanisme adalah praktik tingkat tiga yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu yang benar dengan otomatis atau telah menjadi kebiasaannya.

d. Adopsi (adoption)

Adaptasi atau adopsi merupakan suatu praktik tingkat akhir dimana tindakan atau praktik yang telah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian, berikut merupakan hal-hal yang hendak diteliti yaitu:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Pengetahuan petugas kantin

terhadap sanitasi makanan

Sikap petugas kantin terhadap sanitasi makanan

Tindakan petugas kantin terhadap sanitasi makanan


(33)

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah kemampuan petugas kantin dalam menjawab

pertanyaan tentang penyebab penyakit bawaan makanan, cara penularan dan cara pencegahan dan langkah-langkah untuk menjaga sanitasi makanan.

• Cara ukur: angket

• Alat ukur : kuesioner, pertanyaan yang diberikan sebanyak 12 pertanyaan.

o Jika jawaban responden benar akan diberi skor = 2

o Jika jawaban responden salah akan diberi skor = 1

o jika jawaban responden tidak tahu akan diberi skor = 0 • Hasil ukur tingkat pengetahuan menurut Pratomo (1990):

1. Pengetahuan baik, jika responden mendapat 75%-100% dari skor maksimum yaitu responden memperoleh total skor = 18-24

2. Pengetahuan sederhana, jika responden mendapat 40%-74% dari skor maksimum yaitu responden memperoleh total skor = 10-17

3. Pengetahuan kurang, jika responden mendapat 0%-39% dari skor maksimum yaitu responden memperoleh total skor = 0-9


(34)

3.2.2. Sikap

Sikap adalah reaksi dan respon petugas kantin terhadap sanitasi makanan. • Cara ukur: angket

• Alat ukur : kuesioner, pertanyaan yang diberikan sebanyak 10 pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban mengikut skala Lickert yang sudah dimodifikasi (Notoatmodjo, 2005).

o Jika jawaban responden setuju akan diberi skor = 3

o Jika jawaban responden kurang setuju akan diberi skor = 2

o Jika jawaban responden tidak setuju akan diberi skor = 1 • Hasil ukur sikap responden menurut Pratomo (1990):

1. Sikap responden baik, jika responden mendapat 75%-100% dari skor maksimum yaitu responden memperoleh total skor = 23-30

2. Sikap responden sederhana, jika responden mendapat 40%-74% dari skor maksimum yaitu responden memperoleh total skor = 12-22

3. Sikap responden kurang, jika responden mendapat 0%-39% dari skor maksimum yaitu responden memperoleh total skor = 0-11


(35)

3.2.3. Tindakan

Tindakan adalah upaya petugas kantin mengaplikasikan pengetahuan mereka terhadap sanitasi makanan.

• Cara ukur: angket

• Alat ukur : kuesioner, pertanyaan yang diberikan sebanyak 10 pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban.

o Jika jawaban responden benar akan diberi skor = 2

o Jika jawaban responden salah akan diberi skor = 1 • Hasil ukur tindakan responden menurut Pratomo (1990):

1. Baik, jika responden mendapat 75%-100% dari skor maksimum yaitu responden memperoleh total skor = 15-20

2. Sederhana, jika responden mendapat 40%-74% dari skor maksimum yaitu responden memperoleh total skor = 8-14

3. Kurang, jika responden mendapat 0%-39% dari skor maksimum yaitu responden memperoleh total skor = 0-7


(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif untuk mengetahui perilaku petugas kantin dalam menjaga sanitasi makanan. Desain penelitian yang digunakan adalah desain studi cross-sectional, yaitu dilakukan pengamatan dari data primer yang diperoleh melalui wawancara melalui pengisian kuesioner yang telah disediakan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai bulan Mei 2010 sampai dengan bulan November 2010. Penelitian ini dimulai dari penelusuran daftar pustaka, penyusunan proposal penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, seminar proposal, dan dilanjutkan dengan penelitian lapangan mulai dari pengumpulan data hingga ke penulisan hasil laporan.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap petugas kantin yang menjual makanan di setiap fakultas yang bertempat di dalam Kampus USU Padang Bulan, Medan.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi penelit ian adalah semua petugas kantin yang menjual makanan di setiap kantin fakultas yang bertempat di dalam Kampus USU Padang Bulan, Medan.


(37)

4.3.2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah total sampling yaitu 3 orang petugas kantin dari setiap kantin yang terdapat di fakultas di dalam USU akan diambil sebagai responden secara acak untuk mengetahui dari jumlah tersebut persentase petugas kantin yang perilakunya benar terhadap sanitasi makanan. Sampel perlu diambil dari semua kantin di fakultas di dalam USU kerana perlu didapatkan jumlah atau nomor sebenar kantin di setiap fakultas yang bertempat di dalam Kampus USU secara keseluruhan.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pada pelaksanaan penelitian, data digunakan adalah data primer. Data primer terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan petugas kantin terhadap sanitasi makanan yang diperoleh melalui angket dengan menggunakan kuesioner. Alat pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner.

4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas 4.5.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005). Kuesioner pertama yang dibuat pada 20 orang sampel telah diuji validitasnya menggunakan perangkat lunak program komputer SPSS 17.0. Apabila kuesioner yang diuji memiliki validitas konstruk (construct validity), berarti semua pertanyaan di dalam kuesioner mengukur apa yang hendak diukur. (Notoatmodjo, 2005). Sekiranya terdapat pertanyaan yang tidak valid, pertanyaan itu diganti dengan pertanyaan yang lain.

4.5.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini hanya bisa dilakukan pada pertanyaan-pertanyaan yang sudah memiliki validitas (Notoatmodjo, 2005). Dengan demikian pertanyaan yang sudah dibuktikan validitasnya dilakukan uji reliabilitas menggunakan perangkat lunak program SPSS 17.0 juga. Setiap alat


(38)

pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relatif konsisten dari waktu ke waktu.

Untuk menentukan reliabilitas bisa dilihat dari nilai Alpha jika nilai Alpha lebih besar dari r tabel maka bisa dikatakan reliabel. Ada juga berpendapat reliabel jika nilai r > 0,60. Bila koefisien reliabilitas telah dihitung, maka untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan kriteria Guilford (1956). Setelah diuji validitas dan reliabilitas, kemudian kuesioner ini diberi kepada responden penelitian untuk diisi.

4.6. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari penilaian jawaban kuesioner responden diolah dengan bantuan sistem perangkat lunak program komputer SPSS 17.0. Setelah itu, dilakukan analisa dengan cara deskriptif dengan melihat persentase data yang terkumpul dan disajikan dalam tabel-tabel distribusi frekuensi.


(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2010 di Universitas Sumatera Utara (USU), Padang Bulan, Medan. Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan instrumen angket yang telah diisi oleh responden di tempat tanpa dibawa pulang ke rumah. Hasil angket yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa, sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara adalah sebuah universitas negeri yang terletak di Kota Medan, Indonesia. Universitas ini merupakan salah satu universitas di Pulau Sumatera dan juga merupakan universitas tertua di luar Jawa. USU menawarkan pengajian bagi peringkat diploma, sarjana dan pascasarjana. Terdapat 14 buah fakultas di USU dan berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 5.1, dilihat jumlah mahasiswa di USU yang terdaftar pada semester ganjil sesi 2010/2011 adalah sebanyak 39.066 orang (USU, 2010).

Tabel 5.1.

Distribusi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Semester Ganjil Sesi 2010/2011

Fakultas Mahasiswa (orang)

Kedokteran 1787

Kedokteran Gigi 880

Sastra 2673

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIPOL) 3373

Farmasi 1069

Hukum 1916

Ekonomi 7724

Sekolah Pascasarjana 4854

Psikologi 555

Keperawatan 1109

Kesehatan Masyarakat (FKM) 1324

Pertanian 2702

Teknik 5107

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) 3990


(40)

Selain fasilitas pendidikan, USU juga mempunyai fasilitas yang lain seperti olah raga, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Sarana penunjang yang mempunyai pengaruh yang cukup penting adalah keberadaan kantin. Diantara jenis makanan yang dijual di kantin sekitar kampus USU adalah seperti nasi dengan lauk-pauk, nasi soto, nasi goreng, mie goreng, mie aceh, bakso, pecal dan lain-lain. Manakalan jenis minuman yang dijual pula adalah seperti es buah, es kelapa, teh manis, kopi, jus, minuman kemasan, es campur dan lain-lain.

Dari tabel 5.2. dapat dilihat distribusi kantin yang terdapat di kampus USU. Jumlah kantin yang terdapat disekitar kampus USU adalah sebanyak 20 buah kantin dimana ada fakultas yang mempunyai dua buah kantin dan ada juga yang hanya mempunyai sebuah kantin. Fakultas yang mempunyai dua buah kantin adalah Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan juga Keperawatan. Untuk di luar fakultas ada tiga buah kantin yaitu di perpustakaan, kantin Dharmawanita dan kantin umum (Warung Netral).

Tabel 5.2.

Distribusi Lokasi Kantin di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara Lokasi Jumlah Kantin

Fakultas Kedokteran 2

Fakultas Kedokteran Gigi 2

Fakultas Sastra 1

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIPOL) 1

Fakultas Farmasi 1

Fakultas Hukum 1

Fakultas Ekonomi 1

Sekolah Pascasarjana 1

Fakultas Psikologi 1

Fakultas Keperawatan 2

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) 1

Fakultas Pertanian 1

Fakultas Teknik 1

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) 1

Dharmawanita 1

Umum (Warung Netral) 1

Perpustakaan 1


(41)

5.2. Karakteristik Individu

Penelitian ini dijalankan pada sebanyak 60 orang responden. Responden diambil sebanyak 3 orang dari setiap kantin yang terdapat di kampus USU. Responden dalam penelitian ini adalah petugas kantin yang bekerja di kantin yang terdapat di sekitar kampus USU, Medan. Karakteristik responden ini dapat dibagikan mengikut jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan.

Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa responden yang paling banyak berperan dalam penelitian ini adalah kelompok responden perempuan yaitu sebanyak 50 orang (83,3%). Kelompok laki-laki sebanyak 10 orang (16,7%).

Berdasarkan tabel ini juga dapat diketahui bahwa umur responden yang paling banyak adalah kurang 25 tahun yaitu sebanyak 22 orang (36,7%), sedangkan umur responden yang paling sedikit adalah 31-35 tahun yaitu sebanyak 10 orang (16,7%).

Responden juga dibagi atas 4 tingkat pendidikan yaitu tamat SD, tamat SMP, tamat SMA dan tamat pengajian tinggi (PT). Berdasarkan tabel 5.3 dibawah diketahui bahwa tingkat pendidikan responden paling banyak adalah tamat SMA yaitu sebanyak 33 orang (55%), sedangkan yang paling sedikit adalah tamat SD yatu sebanyak 2 orang (3,3%).

Tabel 5.3.

Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin, Umur dan Tingkat Pendidikan di Kantin Kampus Universitas Sumatera Utara

Karakteristik Frekuensi (n) Persen (%) Jenis Kelamin

Laki-laki 10 16,7

Perempuan 50 83,3

Umur

Kurang dari 25 tahun 22 36,7

25-30 tahun 17 28,3

31-35 tahun 10 16,7

Lebih dari 35 tahun 11 18,3

Tingkat Pendidikan

SD 2 3,3

SMP 22 36,7

SMA 33 55


(42)

5.3. Hasil Analisa Data

5.3.1. Pengetahuan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan

Pengetahuan petugas kantin dinilai dari 12 pertanyaan. Pertanyaan yang ditanyakan mencakup pengertian sanitasi makanan dan manfaat menjaga sanitasi makanan. Berdasarkan tabel 5.4. dapat dilihat bahwa pengetahuan responden terhadap sanitasi makanan adalah baik yaitu sebanyak 47 orang (78,3%), sedangkan bagian terkecil adalah responden dengan pengetahuan sedang yaitu sebanyak 6 orang (10%).

Tabel 5.4.

Pengetahuan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara

Pengetahuan Jumlah Persen (%)

Baik 47 78,3

Sedang 6 10

Kurang 7 11,7

Jumlah 60 100

Tabel 5.5. menunjukkan bahwa pengetahuan petugas kantin yang baik adalah mengenai tindakan menggaruk hidung/tubuh saat menangai makanan/minuman yaitu sebanyak 60 orang (100%) menjawab dengan benar. Kepentingan menutup rambut saat mengolah makanan mendapat persentase yang tinggi yaitu sebanyak 53 orang (88,3%) yang menjawab dengan benar. Bagi pengetahuan petugas kantin tentang manfaat dapur terpelihara bersih dan juga tindakan mencampurkan bahan makanan mentah dan yang sudah siap dimasak juga adalah baik yaitu sebanyak 52 orang (86,7%) menjawab dengan benar bagi masing-masing pertanyaan.

Pengetahuan petugas kantin tentang suhu mikroorganisme berkembang biak pula mempunyai persentase yang paling rendah yaitu hanya sebanyak 23 orang (38,3%) yang menjawab dengan benar. Pengetahuan petugas kantin tentang kepentingan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum memegang makanan mempunyai persentase yang rendah yaitu hanya sebanyak 26 orang (43,3%) yang


(43)

menjawab dengan benar. Berdasarkan tabel juga dapat dilihat hanya sedikit petugas kantin yang mengerti maksud sanitasi makanan yaitu sebanyak 30 orang (50%) saja yang menjawab dengan benar bagi pertanyaan tersebut.

Tabel 5.5.

Penyataan tentang Pengetahuan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara

Pengetahuan Benar Salah

No Item (n) (%) (n) (%)

1 Pengertian sanitasi makanan 30 50 30 50

2 Penyebab tersering penyakit yang disebarkan melalui makanan

31 51,6 29 48,4

3 Suhu mikroorganisme berkembang biak 23 38,3 37 61,7 4 Gejala umum yang sering muncul pada orang yang

terkena penyakit yang disebarkan melalui makanan

38 63,3 22 36,7

5 Kepentingan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum memegang makanan

26 43,3 34 56,7

6 Kepentingan menutup rambut saat mengolah makanan

53 88,3 7 11,7

7 Manfaat dapur terpelihara bersih 52 86,7 8 13,3

8 Tindakan menggaruk hidung/tubuh saat menangani makanan/minuman

60 100 0 0

9 Alasan tindakan menggaruk hidung saat menangani makanan/minuman

46 76,7 14 23,3

10 Tindakan mencampurkan bahan makanan mentah dan yang sudah siap dimasak

52 86,7 8 13,3

11 Alasan tindakan mencampurkan bahan makanan mentah dan yang sudah siap dimasak

38 63,3 22 36,7


(44)

5.3.2. Sikap Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan

Pada umumnya, berdasarkan Tabel 5.6. petugas kantin bersikap baik dalam penanganan atau pengelolaan sanitasi makanan yaitu sebanyak 58 orang (96,7%), sikap sedang sebanyak 2 orang (3,3%) manakala tiada petugas kantin yang bersikap buruk terhadap pengelolaan atau penanganan sanitasi makanan ini.

Tabel 5.6.

Sikap Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara

Sikap Jumlah Persen (%)

Baik 58 96,7

Sedang 2 3,3

Kurang 0 0

Jumlah 60 100

Distribusi sikap petugas kantin terhadap sanitasi makanan dapat dilihat pada Tabel 5.7. Pada tabel ini dapat dilihat bahwa seluruh petugas kantin bersetuju bahan makanan mentah harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dimasak yaitu sebanyak 60 orang (100%). Persentase kedua terbanyak pula adalah sebanyak 54 orang (90%) yang setuju bahwa makanan makanan mentah haruslah diasingkan dari makanan yang sudah dimasak. Pencucian tangan dengan menggunakan sabun sebelum menangani makanan juga mendapat persentase yang tinggi yaitu sebanyak 51 orang (85%).

Sikap petugas kantin yang mendapat persentase rendah adalah pedagang makanan tidak boleh ngobrol/bercakap-cakap saat menangani makanan yaitu hanya sebanyak 28 orang (46,7%) yang setuju. Penyataan tentang pemakaian alat bantu saat menangani makanan juga mempunyai persentase yang rendah yaitu hanya sebanyak 46 orang (76,7%) yang setuju. Penyataan bagi pemakaian penutup kepala saat menangani makanan dan kain lap harus dicuci dan direbus dahulu sebelum digunakan kembali tidak disetujui oleh segelintir petugas kantin yaitu sebanyak 12 orang (20%) yang kurang setuju bagi masing-masing penyataan


(45)

Tabel 5.7.

Penyataan tentang Sikap Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara

Sikap Setuju Kurang

setuju

Tidak setuju No Item (n) (%) (n) (%) (n) (%)

1 Bahan makanan mentah harus dibersihkan dan dicuci terlebih dahulu sebelum dimasak

60 100 0 0 0 0

2 Bahan makanan mentah haruslah diasingkan dari makanan yang sudah dimasak

54 90 6 10 0 0

3 Tangan harus dicuci dengan menggunakan sabun sebelum menangani makanan

51 85 9 15 0 0

4 Pemakaian penutup kepala adalah perlu saat menangani makanan

48 80 12 20 0 0

5 Pemakaian alat bantu adalah perlu saat menangani makanan

46 76,7 13 21,6 1 1,7

6 Lap yang telah digunakan harus dicuci dan direbus dahulu sebelum digunakan kembali

47 78,3 12 20,0 1 1,7

7 Pembersihan peralatan makanan/minuman pada waktu berjualan tidak boleh hanya

menggunakan air satu ember sahaja

48 80 11 18,3 1 1,7

8 Para pedagang makanan harus diberikan penyuluhan tentang sanitasi makanan

49 81,7 8 13,3 3 5

9 Para pedagang makanan tidak boleh

berjualan/menangani makanan saat terkena penyakit seperti Influensa, TBC dan penyakit kulit

46 76,7 9 15 5 8,3

10 Para pedagang tidak boleh ngobrol/bercakap-cakap saat menangani makanan


(46)

5.3.3. Tindakan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan

Pada Tabel 5.8. dapat dilihat bahwa secara keseluruhan petugas kantin bertindak dalam kategori baik yaitu sebanyak 55 orang (91,7%). Kategori sedang pula mendapat persentase kedua tertinggi yaitu sebanyak 5 orang (8,3%). Petugas kantin juga tiada yang bertindak dalam kategori kurang.

Tabel 5.8.

Tindakan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara

Tindakan Jumlah Persen (%)

Baik 55 91,7

Sedang 5 8,3

Kurang 0 0

Jumlah 60 100

Berdasarkan hasil wawancara yang dimuat pada tabel 5.9. diketahui bahwa tindakan membersihkan dan mencuci bahan makanan mentah terlebih dahulu sebelum dimasak mendapat persentase yang paling tinggi yaitu sebanyak 56 orang (93,3%) bertindak dengan baik. Penyimpanan bahan makanan mentah dan makanan yang sudah siap dimasak secara berasingan juga memperoleh persentase yang tinggi yaitu sebanyak 52 orang (86,7%) bertindak dengan baik. Sebanyak 49 orang (61,7%) petugas kantin yang bertindak dengan baik dengan cara mereka tidak membiarkan tangan yang luka terdedah saat menangani makanan.

Petugas kantin memperoleh persentase yang rendah yaitu hanya 15 orang (25%) yang bertindak dengan baik dengan mengikuti program atau penyuluhan tentang sanitasi makanan. Ada juga petugas kantin yang bertindak kurang baik dengan memakai perhiasan seperti cincin saat menangani makanan yaitu sebanyak 34 orang (56,7%). Pemakaian celemek dan sarung tangan saat mengolah makanan pula hanya dilakukan oleh segelintir petugas kantin yaitu sebanyak 37 orang (61,7%).


(47)

Tabel 5.9.

Penyataan tentang Tindakan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara

Tindakan Baik Kurang

baik

No Item (n) (%) (n) (%)

1 Tindakan mengikuti program atau penyuluhan tentang sanitasi makanan

15 25 45 75

2 Membersihkan dan mencuci bahan makanan mentah terlebih dahulu sebelum dimasak

56 93,3 4 6,7

3 Penyimpanan bahan makanan mentah dan makanan yang sudah siap dimasak secara berasingan

52 86,7 8 13,3

4 Membersihkan tangan dengan menggunakan air dan sabun selepas menggunakan kamar mandi dan sebelum menangani makanan

40 66,7 20 33,3

5 Pemakaian celemek dan sarung tangan pada waktu mengolah makanan

37 61,7 23 38,3

6 Penggunaan alat yang sama untuk mengendalikan bahan makanan mentah dan makanan siap dimasak

44 73,3 16 26,7

7 Penggunaan alat penjepit saat mengambil makanan jadi untuk diberikan kepada konsumen

38 63,3 22 36,7

8 Lap harus dibersihkan setiap kali selepas digunakan 48 80 12 20 9 Tidak boleh memakai perhiasan (seperti cincin) saat

menangani makanan

26 43,3 34 56,7

10 Tidak membiarkan tangan yang luka terdedah saat menangani makanan

49 61,7 11 18,3

5.4. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada petugas kantin di sekitar Kampus USU tahun 2010, diperoleh data yang merupakan keadaan nyata dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 60 petugas kantin. Data tersebut dijadikan


(48)

panduan dalam melakukan pembahasan dan sebagai hasil akhir dapat dijabarkan sebagai berikut:

5.4.1. Pengetahuan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan (Notoadmodjo, 2007).

Pengetahuan yang baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber informasi dan faktor pendidikan serta faktor lingkungan. Semakin banyak seseorang mendapatkan informasi baik dari lingkungan keluarga, tetangga maupun dari media cetak. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Pendidikan memainkan peran penting, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik juga pengetahuan petugas kantin terhadap sanitasi makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuan dalam menangani atau mengelola sanitasi makanan (Santoso, 1995).

Namun begitu, berdasarkan Tabel 5.3. dapat dilihat persentase terbesar responden berpendidikan sehingga tingkat SMA yaitu sebanyak 33 orang (55%). Sedangkan persentase tingkat pengetahuan bagi petugas kantin adalah sebanyak 47 orang (78,3%) dalam kategori baik. Ini membuktikan pendidikan tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap pengetahuan petugas kantin. Mungkin petugas kantin mendapat sumber informasi dari sumber yang lain seperi media cetak atau pengalaman yang memicu peningkatan pengetahuan mereka.

Seluruh petugas kantin mempunyai pengetahuan bahwa tindakan menggaruk hidung/tubuh saat menangani makanan/minuman adalah salah. Ini dapat dilihat pada Tabel 5.5. di mana semua pertugas kantin yaitu sebanyak 60


(49)

orang (100%) telah menjawab dengan benar. Ini adalah bagus karena mereka sudah mengetahui bahwa tindakan itu bisa menyebabkan penyakit bisa tertular pada makanan.

Kepentingan menutup rambut saat mengolah makanan juga mendapat persentase yang tinggi yaitu sebanyak 53 orang (88,3%) yang menjawab dengan benar. Kemungkinan mereka sudah mengetahui bahwa rambut juga bisa menjadi agen penularan penyakit pada makanan. Tetapi ada juga yang beranggapan bahwa pemakaian penutup rambut itu tidak perlu karena mungkin mereka tidak biasa menggunakan penutup rambut dan pada yang memakai jilbab, mereka menutup rambut bukan untuk mencegah penularan tetapi karena sudah kewajiban sebagai orang Islam.

Pengetahuan mengenai manfaat dapur terpelihara bersih mendapat persentase ketiga tertinggi yaitu sebanyak 52 orang (86,7%) menjawab dengan benar. Ini adalah karena mereka samada sudah benar-benar faham bahwa dapur perlu terpelihara dengan bersih untuk mencegah penularan penyakit pada makanan atau mereka hanya menjaga dapur supaya bersih untuk menarik lebih ramai pelanggan yang datang ke kantin.

Pengetahuan petugas kantin mengenai bahan makanan mentah perlu diasingkan dari bahan makanan yang sudah siap dimasak juga mendapat persentase ketiga tertinggi sama seperti pengetahuan mengenai manfaat dapur terpelihara bersih yaitu sebanyak 52 orang (86,7%) yang menjawab dengan benar. Ini adalah bagus karena mereka sudah mengetahui bahwa makanan mentah tidak bisa dicampurkan dengan bahan makanan yang siap dimasak. Sekiranya kedua ini dicampurkan, mikroorganisme yang terdapat pada bahan makanan mentah akan mudah tertular pada makanan yang sudah siap dimasak.

Namun begitu, petugas kantin kurang berpengetahuan mengenai suhu mikroorganisme berkembang biak. Ini adalah karena hanya 23 orang (38,3%) yang menjawab dengan benar. Tidak ramai petugas kantin yang mengetahui secara teori bahwa mikroorganisme paling suka berkembang biak pada suhu kamar dan lembab. Ramai dari mereka yang menjawab mikroorganisme suka berkembang biak pada suhu panas atau sejuk. Mungkin ini disebabkan mayoritas


(50)

petugas kantin memiliki tingkat pendidikan sehingga SMA sahaja yaitu sebanyak 33 orang (55%).

Sebanyak 30 orang (50%) dari petugas kantin yang mengetahui definisi sanitasi makanan yang benar berdasarkan teori. 30 orang lagi menjawab sanitasi makanan adalah upaya untuk memelihara kelazatan makanan. Hal ini menunjukkan tidak semua petugas kantin yang mengetahui apa yang dimaksudkan dengan sanitasi dan mereka merasakan sanitasi makanan itu adalah salah satu cara untuk memelihara makanan agar tetap lazat.

Kepentingan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum memegang makanan juga tidak dipahami oleh petugas makanan karena hanya sebanyak 26 orang (43,3%) yang menjawab dengan benar. Ramai dari petugas kantin yang merasakan mereka perlu mencuci tangan agar tangan mereka kelihatan bersih dan berbau wangi. Ini menunjukkan mereka tahu bahwa mencuci tangan itu perlu, namun apa yang mereka tidak tahu adalah tujuan mencuci tangan yang sebenar adalah untuk mencegah dari penularan penyakit.

5.4.2. Sikap Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan

Sikap bermaksud reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus objek (Notoatmodjo, 2007). Pada Tabel 5.6. diperoleh sebagian besar petugas kantin memiliki sikap baik sebanyak 58 orang (96,7%) dan sebagian kecil memiliki sikap sedang yaitu sebanyak 2 orang (3,3%). Hal ini menunjukkan bahwa petugas kantin yang memiliki sikap baik berarti telah meyakini tentang cara-cara menjaga sanitasi makanan. Sedangkan petugas kantin yang memiliki sikap sedang berarti mereka belum meyakini cara-cara menjaga sanitasi makanan yang benar mungkin karena mereka kurang berpengalaman atau mereka tidak mendapat penyuluhan mengenai bagaimana menjaga sanitasi makanan yang benar.

Sikap baik dan sedang dapat dipengaruhi oleh pengalaman langsung yang dialami individu terhadap sesuatu hal dan sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan,


(51)

pikiran, keyakinan dan emosi akan memegang peranan penting. Setelah seseorang mengetahui objek atau stimulus, proses selanjutnya adalah memliki atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan Tabel 5.3. didapatkan bahwa persentase umur petugas kantin tertinggi adalah umur kurang dari 25 tahun yaitu sebanyak 22 orang (36,7%). Walaupun umur mereka kurang dari 25 tahun, namun mayoritas petugas kantin mempunyai sikap yang baik dalam menjaga sanitasi makanan. Ini menunjukkan walaupun pada usia muda dan kurang berpengalaman, namun sikap mereka baik dalam menjaga sanitasi makanan.

Petugas kantin mempunyai sikap yang paling baik mengenai pembersihan dan pencucian bahan makanan mentah sebelum dimasak. Ini dapat dilihat pada Tabel 5.7. dimana semua petugas kantin bersetuju dengan penyataan tindakan yaitu sebanyak 60 orang (100%). Pengasingan bahan makanan mentah dengan makanan yang sudah dimasak juga mendapat persentase yang tinggi yaitu sebanyak 54 orang (90%) bersetuju dengan penyataan itu. Kedua-dua tindakan ini memperoleh persentase yang tinggi, namun ada juga petugas kantin yang tidak tahu mengapa tindakan itu perlu mungkin karena tindakan itu sudah menjadi kebiasaan mereka dalam menjaga sanitasi makanan sejak dari dulu lagi.

Berbanding pengetahuan yang kurang mengenai kepentingan mencuci tangan, sikap mencuci tangan menggunakan sabun sebelum menangani makanan disetujui mayoritas petugas kantin yaitu sebanyak 51 orang (85%). Meskipun pengetahuan kurang namun sikap petugas kantin terhadap tindakan mencuci tangan adalah baik. Ini menunjukkan pengetahuan tidak semestinya berpengaruh terhadap sikap.

Mayoritas petugas kantin yaitu sebanyak 18 orang (30%) tidak bersetuju dengan penyataan bahwa para pedagang tidak boleh ngobrol/bercakap-cakap saat menangani makanan. Ini adalah karena mereka merasakan bahwa ngobrol/bercakap-cakap tidak mempengaruhi proses penularan penyakit. Sedangkan saat petugas kantin ngobrol/bercakap-cakap, mikroorganisme yang terdapat di mulut mereka bisa masuk ke dalam makanan dan jika mereka terkena penyakit TBC atau Influensa penyakit mereka bisa tertular melalui cara itu.


(52)

Pemakaian alat bantu saat menangani makanan tidak disetujui oleh segelintir petugas kantin yaitu sebanyak 13 orang (21,6%). Pemakaian penutup kepala saat menangani makanan makanan serta penggunaan lap yang dicuci dan direbus terlebih dahulu tidak disetujui oleh 12 orang (20%) petugas kantin. Ketiga-tiga penyataan ini tidak disetujui karena mungkin tindakan itu belum lagi menjadi kebiasaan pada mereka. Contohnya penggunaan lap perlu dicuci dan direbus terlebih dulu karena sekiranya lap direbus, maka mikroorganisme yang terdapat pada lap itu akan mati akibat dari suhu yang tinggi. Mereka juga merasakan bahwa tindakan itu memakan waktu yang lama dan hanya merepotkan saja.

Pengetahuan yang baik diharapkan akan menimbulkan sikap yang baik pula. Berdasarkan penelitian ini tapak adanya kesesuaian antara pengetahuan dan sikap petugas kantin dalam menjaga dan mengelola sanitasi makanan.

5.4.3. Tindakan Petugas Kantin terhadap Sanitasi Makanan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Maka untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung. Tindakan merupakan realisasi dari pengalaman dan sikap menjadi perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain(Notoatmodjo, 2007).

Pada Tabel 5.8. dapat diamati bahwa mayoritas petugas kantin memiliki tindakan yang baik yaitu sebanyak 55 orang (91,7%) dan sebagian kecil memiliki tindakan yang sedang yaitu sebanyak 5 orang (8,3%).

Hal ini menunjukkan bahwa petugas kantin memiliki tindakan baik berarti petugas kantin telah menilai dan meyakini bahwa pentingnya menjaga sanitasi saat menangani atau mengelola makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas yaitu sebanyak 56 orang (93,3%) petugas kantin bertindak dengan benar saat menangani bahan mentah dengan cara mereka membersihkan dan mencuci bahan makanan mentah terlebih dahulu sebelum dimasak. Ini dipengaruhi oleh sikap mereka yang baik terhadap tindakan pembersihan dan


(53)

pencucian bahan makanan sebelum dimasak. Ini menunjukkan bahwa sikap memberikan dorongan kuat dan kecenderunagn yang tinggi untuk seseorang bertindak.

Sikap mereka yang baik terhadap pengasingan bahan makanan mentah dan makanan yang siap dimasak telah mempengaruhi tindakan mereka. Ini telah ditunjukkan oleh tindakan mereka mengasingkan bahan makanan mentah dengan makanan yang sudah siap dimasak saat penyimpanan dilakukan dengan benar oleh 52 orang (86,7%) petugas kantin. Hal ini sangat benar karena menurut WHO tujuan pengasingan ini adalah bagi mengelakkan makanan mentah yang terkontaminasi dari menular ke bahan makanan yang sudah siap dimasak (WHO, 2004). Maka mayoritas petugas kantin telah melakukan tindakan yang benar dengan mengasingkan kedua bahan makanan mentah dan makanan yang sudah siap dimasak itu.

Tetapi tidak selalu orang yang berpengetahuan dan sikap yang baik langsung melakukan tindakan yang benar. Hal ini mungkin dikarenakan mereka masih ragu dalam tindakan yang dilakukan. Berdasarkan Tabel 5.9. diketahui bahwa sebagian besar petugas makanan tidak pernah mengikuti program atau penyuluhan tentang sanitasi makanan yaitu sebanyak 45 orang (75%). Ini merupakan suatu tindakan yang salah karena petugas makanan merupakan salah satu dari usaha katering berskala besar dan ini merupakan pekerjaan yang lebih rumit dibandingkan dengan penyiapan makanan langsung untuk konsumsi keluarga dan memerlukan lebih banyak aturan yang rinci.

Kegiatan ini mencakup penyiapan makanan dalam jumlah besar untuk lebih banyak orang. Maka petugas kantin seharusnya mendapatkan pelatihan yang khusus tentang cara mengelola atau menangani makanan yang benar (Adams dan Motarjemi, 2004). Hal ini dipersetujui oleh Donkor, di mana selepas pedagang makanan mendapat bimbingan dan penyuluhan yang cukup dan lebih rinci tindakan perilaku sanitasi makanan pada pedagang makanan meningkat yaitu dari 16,5% menjadi 60,5% (Donkor et al., 2009).


(54)

Sebanyak 34 orang (56,7%) melakukan tindakan yang salah dengan memakai perhiasan seperti cincin saat menangani makanan. Ini adalah tindakan yang kurang baik karena mungkin mereka merasakan bahwa pemakaian cincin tidak mempengaruhi penularan penyakit. Sedangkan adalah lebih mudah untuk menjaga kebersihan tangan jika kuku jari penjamah makanan pendek dan perhiasan makanan dilepaskan saat mengolah makanan karena kotoran dapat tersangkut di bawahnya dan sulit dibersihkan (Adams dan Motarjemi, 2004).

Pemakaian celemek dan sarung tangan pada waktu mengolah makanan tidak selalu diamalkan oleh petugas kantin. Ini dapat dilihat pada Tabel 5.9. di mana hanya 37 orang (61,7%) yang mengamalkannya. Sedangkan jika makanan harus ditangani oleh seseorang yang kulitnya berbintik-bintik, berlesi atau lukanya terinfeksi, luka tersebut harus ditutup dengan kain yang tahan air dan seeloknya penjamah makanan seharusnya memakai sarung tangan dan memakai celemek saat menangani makanan (Adams dan Motarjemi, 2004).


(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai perilaku petugas kantin terhadap sanitasi makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2010 diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Pengetahuan petugas kantin terhadap sanitasi makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2010 diperoleh sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 47 orang (78,3%), sebanyak 7 orang (11,7%) berpengetahuan kurang dan sebagian kecil berpengetahuan sedang sebanyak 6 orang (10%).

b. Sikap petugas kantin terhadap sanitasi makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2010 diperoleh sebagian besar bersikap baik sebanyak 58 orang (96,7%), sebanyak 2 orang (3,3%) bersikap sedang dan tiada (0%) yang bersikap kurang. c. Tindakan petugas kantin terhadap sanitasi makanan di Kampus

Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2010 diperoleh sebagian besar petugas kantin memiliki tindakan baik sebanyak 55 orang (91,7%), sebanyak 5 orang (8,3%) memiliki tindakan sedang dan tiada (0%) yang memiliki tindakan kurang.

6.2. Saran

a. Petugas kantin haruslah diberi penyuluhan dan pelatihan dalam menangani serta mengelola makanan dengan baik. Penyuluhan ini bisa diberikan oleh instansi terkait sebagai contoh Dinas Kesehatan atau mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat. Ini adalah karena berdasarkan hasil penelitian mayoritas petugas kantin sebanayk 45 orang (75%) menyatakan mereka tidak pernah mendapat penyuluhan tentang sanitasi makanan.


(56)

b. Pengelola kantin haruslah memastikan semua petugas kantin mengamalkan perilaku yang benar saat mengelola makanan. Sebagai contoh carta aturan mencuci tangan yang betul seharusnya ditempel di tempat mencuci tangan agar bisa menjadi pedoman kepada petugas kantin tentang langkah-langkah mencuci tangan yang betul.

c. Petugas kantin juga perlu didedahkan mengenai pengetahuan tentang sumber penularan penyakit melalui kulit, perhiasan, tangan, hidung dan lain-lain. Ini adalah supaya mereka mengetahui apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan saat mengelola makanan.

d. Masyarakat juga hendaknya lebih selektif dalam memilih makanan dengan mempertimbangkan faktor keamanan makanan.


(1)

Pertanyaan Pengetahuan 8

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 60 100.0 100.0 100.0

Pertanyaan Pengetahuan 9

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 14 23.3 23.3 23.3

Benar 46 76.7 76.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Pengetahuan 10

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 8 13.3 13.3 13.3

Benar 52 86.7 86.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Pengetahuan 11

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 22 36.7 36.7 36.7

Benar 38 63.3 63.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Pengetahuan 12

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 9 15.0 15.0 15.0

Benar 51 85.0 85.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Total Skor Pengetahuan dalam Kategori

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Pertanyaan Sikap:

Pertanyaan Sikap 1

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Setuju 60 100.0 100.0 100.0

Pertanyaan Sikap 2

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Setuju 54 90.0 90.0 90.0

Kurang setuju 6 10.0 10.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Sikap 3

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Setuju 51 85.0 85.0 85.0

Kurang setuju 9 15.0 15.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Sikap 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Setuju 48 80.0 80.0 80.0

Kurang setuju 12 20.0 20.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Sikap 5

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Setuju 46 76.7 76.7 76.7

Kurang setuju 13 21.6 21.6 21.6

Tidak setuju 1 1.7 1.7 100.0


(3)

Pertanyaan Sikap 6

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Setuju 47 78.3 78.3 78.3

Kurang setuju 12 20.0 20.0 20.0

Tidak setuju 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Sikap 7

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Setuju 48 80.0 80.0 80.0

Kurang setuju 11 18.3 18.3 18.3

Tidak setuju 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Sikap 8

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Setuju 49 81.7 81.7 81.7

Kurang setuju 8 13.3 13.3 13.3

Tidak setuju 3 5.0 5.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Sikap 9

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Setuju 46 76.7 76.7 76.7

Kurang setuju 9 15.0 15.0 15.0

Tidak setuju 5 8.3 8.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Sikap 10

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Setuju 28 46.7 46.7 46.7

Kurang setuju 22 36.6 36.6 36.6

Tidak setuju 10 16.7 16.7 100.0


(4)

Total Skor Sikap dalam Kategori

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sikap Baik 58 96.7 96.7 96.7

Sikap Sedang 2 3.3 3.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Tindakan:

Pertanyaan Tindakan 1

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang Baik 45 75.0 75.0 75.0

Baik 15 25.0 25.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Tindakan 2

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang Baik 4 6.7 6.7 6.7

Baik 56 93.3 93.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Tindakan 3

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang Baik 8 13.3 13.3 13.3

Baik 52 86.7 86.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Tindakan 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang Baik 20 33.3 33.3 33.3

Baik 40 66.7 66.7 100.0


(5)

Pertanyaan Tindakan 5

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang Baik 23 38.3 38.3 38.3

Baik 37 61.7 61.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Tindakan 6

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang Baik 16 26.7 26.7 26.7

Baik 44 73.3 73.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Tindakan 7

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang Baik 22 36.7 36.7 36.7

Baik 38 63.3 63.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Tindakan 8

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang Baik 12 20.0 20.0 20.0

Baik 48 80.0 80.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Tindakan 9

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang Baik 34 56.7 56.7 56.7

Baik 26 43.3 43.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pertanyaan Tindakan 10

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent


(6)

Total Skor Tindakan dalam Kategori

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tindakan Baik 55 8.3 8.3 8.3

Tindakan Sedang 5 91.7 91.7 100.0