Gambaran Perilaku Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman terhadap Penggunaan bahan tambahan pangan ( BTP) di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012
GAMBARAN PERILAKU PEDAGANG MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN ( BTP ) DI
PUSAT JAJANAN PAJAK USU PADANG BULAN MEDAN TAHUN 2012
SKRIPSI
OLEH:
NIM 071000060 NANA ROSE SRI WEDARI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
ABSTRAK
Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumen. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan oleh para pedagang jajanan makanan dan minuman.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan perilaku pedagang penjual jajanan makanan dan minuman dalam penggunaan bahan tambahan Makanan di pusat jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012. Besar sampel sebanyak 80 orang. Data primer dari penelitian ini diperoleh dengan menggunakan kuesioner tentang gambaran pengetahuan sikap dan tindakan terhadap penggunaan bahan tambahan pangan.Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 38 orang (47,5%), sikap dengan kategori sedang yaitu sebanyak 37 orang (36,7%) dan tindakan dalam kategori kurang yaitu 38 orang (47,5%).
Diharapkan kepada pihak puskesmas atau Balai POM untuk memberikan informasi kepada para pedagang tentang bahan tambahan pangan terutama yang
sering digunakan jajanan untuk makanan dan minuman. dengan cara memasang
spanduk tentang BTP di sekitar pedagang jajanan makanan dan minuman dan menempel spanduk, poster – poster tentang BTP
(3)
ABSTRAC
Food safety is a very important aspect of everyday life. In practice there are many food manufacturers use additives that are toxic or harmful to health they should not be used in food. Lack of attention to this, it has often resulted in a decrease in the impact of consumer health. The number of food additives in the form of more pure and commercially available at relatively low prices will encourage increased consumption of food additives by the merchants hawker food and drink.
This research is a descriptive research is to describe the behavior of traders vending snacks and beverages in the use of food additives in food hawker center in Medan Padang USU Tax Year 2012. Large sample of 80 people. Primary data from this study were obtained through a questionnaire about the picture of the knowledge attitudes and actions towards the use of additives pangan.Data obtained was processed and analyzed and presented in the form of a frequency distribution table.
The results of this study indicate that the level of knowledge the respondents are in the category of being as many as 38 people (47.5%), the attitude of the category as many as 37 people (36.7%) and lack of action in this category is 38 people (47.5% ).
From the results of other research suggested Expected to any clinic or Balai POM to provide information to traders about food additives that are used primarily for the food and beverage snacks. by placing a banner on BTP nearby hawker food and beverage vendors and putting up posters - posters of BTP and consumers are
expected to be more selective in choosing food snacks.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya pnulis dapat menyelesaikan skripsi in dengan judul :
“Gambaran Perilaku Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman terhadap Penggunaan bahan tambahan pangan ( BTP) di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012”.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Ayahanda Drs. Ponimin dan Ibunda tercinta Masiati yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kasih sayang. Terima kasih yang sebesar- besarnya atas dukungan, nasehat dan doa yang selalu diberikan kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan materil dan moral dari berbagai pihak. Oleh akrena itu pada kesempatan ini, dengan kerendahan hai penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Surya Utama selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
(5)
2. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan banyak saran dan ilmu serta dukungan semangat kepada penulis sehingga sikripsi ini dapat terselesaikan
3. Ibu Fitri Ardian, SKM, MPH selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Drs. Kintoko Rochadi, M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan penyempurnaan penulisan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Eddy Syarial, MS selaku dosen penguji dan Kepala Bagian Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberi saran dan penyempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Seluruh staf pengajar di FKM USU dan dosen PKIP yaitu Ibu dr. Linda T. Maas,
MPH, Ibu Lita Sri Andayani, SKM, Mkes., Ibu Dra. Syarifah, MS, M.Kes serta pegawai di departemen PKIP yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
7. Abang Yusuf selaku ketua Pajak USU Padang bulan Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian kepada penulis.
8. Para pedagang jajanan makanan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
9. Abang dan kakakku Budi susetyo SPd dan Emmi Apriani SPd yang telah memotivasi dan mendoakan penulis.
10.Khusus untuk Muhammad Dimas Prasetyo yang senantiasa menemani, memotivasi, memberikan semangat dan dukungan serta mendoakan penulis.
(6)
11.Teman- teman tercinta Dini, Yus,, Diana, Bang andre Gembung, atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis, terima kasih atas kebersamaannya selama ini.
12. Dira , nabilla terima kasih atas dukungan dan doanya kepada penulis. 13.Teman-teman yang di Peminatan PKIP yang tidak disebutkan satu per satu.
14.Semua Pihak yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran pembuatan skripsi penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga Alllah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Amin.
Medan, Mei 2013
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... i
Abstrak ... ii
Abstrac ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.3.1 Tujuan Umum ... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Konsep Perilaku ... 8
2.2 Bentuk – bentuk Perilaku ... 9
(8)
2.2.2. Sikap (Atitude) ... 12
2.2.3. Tindakan atau Praktik (Practice) ... 15
2.3 Makanan ... 16
2.3.1. Pengertian Makanan/minuman jajanan ... 16
2.3.2. Bahan Tambahan Makanan (BTP) ... 16
2.3.3. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan ... 22
2.3.4. Bahaya Terhadap Penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTP ... 23
2.4. Theory Lawrence Green ... 24
2.5. Kerangka Konsep ... 28
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 29
3.1 Metode Penelitian ... 29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 29
3.2.2. Waktu Penelitian ... 29
3.3 Populasi dan Sampel ... 30
3.3.1. Populasi ... 30
3.3.2. Sampel ... 30
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30
3.4.1. Data Primer ... 30
3.4.2. Data Sekunder ... 31
3.5 Defenisi Operasional ... 31
(9)
3.7 Aspek Pengukuran ... 32
a. Pengukuran Pengetahuan ... 32
b. Pengukuran Sikap ... 33
c. Pengukuran Tindakan ... 34
3.8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 34
3.8.1. Pengolahan Data ... 34
3.8.2. Analisis Data ... 35
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 36
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36
4.2. Karakteristik Pedagang Jajanan Makanan/Minuma ... 37
4.2.1. Jenis Kelamin Pedagang Jajanan Makanan/Minuman... 37
4.2.2. Umur Pedagang Jajanan Makanan/Minuman ... 37
4.2.3. Pendidikan Pedagang Jajanan Makanan/Minuman ... 38
4.2.4. Penghasilan Pedagang Jajanan Makanan/Minuman ... 39
4.2.5. Jenis Makanan dan Minuman yang dijual Pedagang ... 39
4.2.6. Sumber informasi ... 40
4.3. Pengetahuan ... 40
4.3.1. Tingkatan pengetahuan Pedagang ... 43
4.4. Sikap ... 43
4.3.1. Tingkat sikap Pedagang Jajanan Makanan/Minuman ... 45
4.5. Tindakan ... 45
(10)
BAB 5 PEMBAHASAN ... 48
5.1. Karakteristik Pedagang Jajanan Makanan/Minuman ... 48
5.2. Pengetahuan Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan ... 50
5.3. Sikap Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan ... 54
5.4. Tindakan Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan ... 56
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
6.1 Kesimpulan ... 57
6.2. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
TABEL HAL
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis kelamin Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan...
37
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan umur Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan
Pajak USU Padang bulan
Medan...
38
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan...
38
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan ...
39
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi jenis – jenis Jajanan Makanan dan Minuman yang dijual Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan ………..
40
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi sumber informasi Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan ………...
41
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pedagang terhadap perilaku pedagang jajanan makanan dan minuman terhadap penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) di pusat jajanan pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012 ……….
43
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap perilaku pedagang jajanan makanan dan minuman 45
(12)
terhadap penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) di pusat jajanan pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012……
Tabl 4.12 Distribusi Frekuensi Tindakan Pedagang terhadap perilaku pedagang jajanan makanan dan minuman terhadap penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) di pusat jajanan pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012 ……….
(13)
ABSTRAK
Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumen. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan oleh para pedagang jajanan makanan dan minuman.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan perilaku pedagang penjual jajanan makanan dan minuman dalam penggunaan bahan tambahan Makanan di pusat jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012. Besar sampel sebanyak 80 orang. Data primer dari penelitian ini diperoleh dengan menggunakan kuesioner tentang gambaran pengetahuan sikap dan tindakan terhadap penggunaan bahan tambahan pangan.Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 38 orang (47,5%), sikap dengan kategori sedang yaitu sebanyak 37 orang (36,7%) dan tindakan dalam kategori kurang yaitu 38 orang (47,5%).
Diharapkan kepada pihak puskesmas atau Balai POM untuk memberikan informasi kepada para pedagang tentang bahan tambahan pangan terutama yang
sering digunakan jajanan untuk makanan dan minuman. dengan cara memasang
spanduk tentang BTP di sekitar pedagang jajanan makanan dan minuman dan menempel spanduk, poster – poster tentang BTP
(14)
ABSTRAC
Food safety is a very important aspect of everyday life. In practice there are many food manufacturers use additives that are toxic or harmful to health they should not be used in food. Lack of attention to this, it has often resulted in a decrease in the impact of consumer health. The number of food additives in the form of more pure and commercially available at relatively low prices will encourage increased consumption of food additives by the merchants hawker food and drink.
This research is a descriptive research is to describe the behavior of traders vending snacks and beverages in the use of food additives in food hawker center in Medan Padang USU Tax Year 2012. Large sample of 80 people. Primary data from this study were obtained through a questionnaire about the picture of the knowledge attitudes and actions towards the use of additives pangan.Data obtained was processed and analyzed and presented in the form of a frequency distribution table.
The results of this study indicate that the level of knowledge the respondents are in the category of being as many as 38 people (47.5%), the attitude of the category as many as 37 people (36.7%) and lack of action in this category is 38 people (47.5% ).
From the results of other research suggested Expected to any clinic or Balai POM to provide information to traders about food additives that are used primarily for the food and beverage snacks. by placing a banner on BTP nearby hawker food and beverage vendors and putting up posters - posters of BTP and consumers are
expected to be more selective in choosing food snacks.
(15)
BAB I PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 10, bahwa peningkatan untuk pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui sembilan macam kegiatan, diantaranya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya pengamanan dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan dilakukan secara berhasil guna. Semua itu merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan mutu (Depkes RI, 1992).
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah indeks yang mengukur pencapaian keseluruhan negara. Pencapaian ini meliputi 3 indikator yaitu tingkat pendidikan, derajat kesehatan dan kemampuan ekonomi masyarakat. Pemeliharaan kesehatan masyarakat akan memacuproduktifitas kinerja masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua pihak untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan demi kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia (Dinkes, 2009).
(16)
Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan yang cukup dan bermutu, mencegah masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan dan yang bertentangan dengan keyakinan masyarakat memantapkan kelembagaan pangan dengan diterapkannya peraturan dan perundang-undangan yang mengatur mutu gizi dan keamanan pangan baik oleh industri pangan maupun masyarakat konsumen (Hardinsyah dan Sumali, 2001)
Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan makanan yang berbahaya (Syah, 2005).
Peranan bahan tambahan pangan semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008).
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam makanan terutama makanan olahan merupakan hal yang tidak dapat dihindari lagi. Akan tetapi, Dalam
(17)
praktek penggunaannya BTP sering tidak digunakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Ada dua permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan BTP ini. Pertama, produsen menggunakan BTP yang diizinkan pengunaannya tetapi digunakan melebihi dosis yang telah ditetapkan. Kedua, produsen menggunakan BTP yang dilarang penggunaannya untuk digunakan dalam makanan (Zuraidah, 2007).
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional (food nutrient), termasuk penggunaan bahan tambahan pangan (Cahyadi, 2008).
Beberapa makanan dan minuman yang keamanan pangannya masih diragukan adalah makanan dan minuman yang dijual oleh pedagang kaki lima dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food Asosiation Organization,) makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima ialah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di tempat-tempat keramaian umum yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Bogor, terbukti bahwa makanan jajanan yang terkena cemaran mikrobiologis dan cemaran kimiawi yang
(18)
umum ditemukan pada jajanan kaki lima, yang disebabkan oleh penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) illegal seperti boraks (pengenyal yang mengandung logam berat boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (pewarna merah untuk tekstil) dan methanol yellow (pewarna kuning untuk tekstil) (Iswarawanti, dkk 2007).
Hasil survey Dinas Kesehatan Kota Depok di 4 kecamatan Kota Depok pada tahu 2009 ditemukan banyak pedagang jajanan yang menggunakan bahan tambahan makanan melebihi konsentrasi yang diizinkan ( Dinas Kesehatan Kota Depok,2010) Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM di 18 propinsi, di antaranya Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, dan Denpasar sebanyak 861 sampel yaitu minuman ringan, es sirup, saos, kerupuk dan makanan gorengan. Hasil uji analisis menunjukan bahwa 46 sampel minuman sirup megandung Amaranth, dan 8 sampel minuman sirup dan minuman ringan mengandung Methanil yellow ( Cahyadi, 2008).
Penggunaan bahan tambahan ini menyebabkan gangguan kesehatan apabila melebihi batas yang telah ditentukan seperti dapat menyebabkan tumor, hiperaktif pada anak-anak, menimbulkan efek pada sistem saraf, alergi dan dapat menimbulkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah, gangguan pencernaan, dan penggunaan dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kanker ( Yuliarti, 2007).
Perilaku hidup seseorang, termasuk dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari orang itu sendiri, pengaruh orang lain yang mendorong untuk berperilaku baik atau buruk, maupun kondisi lingkungan
(19)
Dari hasil survei yang telah dilakukan di pusat jajanan makanan dan minuman di Pajak USU Padang bulan Medan, Penulis menemukan minuman es sirup, dan rasa yang terdapat pada sirup tersebut terdapat rasa manis yang berlebihan dan menimbulkan rasa pahit dilidah setelahnya. Warnanya yang terlalu cerah dan juga cairan sirupnya juga sangat encer.
Secara geografis, Pajak USU terletak di pusat Jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan, terdapat ratusan pedagang yang berjualan di Pajak USU, tidak hanya menjual alat – alat tulis dan kebutuhan Mahasiswa, dilingkungan Pajak USU ini juga terdapat banyak pedagang kaki lima yang menjual beraneka ragam makanan dan minuman jajanan seperti Bakso/Mie sop, Mie goreng, makanan gorengan, bakso bakar, berbagai jenis es sirup, dan lain lain dengan harga yang sangat murah dan beraneka ragam. Dengan demikian, penulis tertarik untuk meneliti tentang gambaan perilaku pedagang jajanan makanan dan minuman dalam penggunaan Bahan Tambahan Pangan ( BTP ) di pusat jajanan pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012
.
1.2.Perumusan masalah
Makanan dan minuman jajanan yang dijual, banyak yang mengandung Bahan Tambahan Pangan ( BTP ) yang dilarang atau yang di izinkan namun dengan dosis yang melebihi batas. Makanan dan minuman ini dapat membahayakan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Berdasarkan hal tersebut maka yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran perilaku pedagang jajanan makanan
(20)
dan minuman dalam penggunaan bahan tambahan pangan ( BTP ) di Pusat jajanan Pajak USU Padang bulan Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku pedagang jajanan makanan dan minuman dalam menggunakan bahan tambahan pangan ( BTP ) di pusat jajanan pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik ( umur, pendidikan, penghasilan ) para pedagang jajanan makanan dan minuman di Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012
2. Untuk mengetahui sumber informasi yang didapatkan para pedagang jajanan makanan dan minuman di Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012 1.4. Manfaat penelitian
1. Bagi pihak pedagang di pusat jajanan Pajak USU agar hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk memperbaiki pengelolaan penjual makanan jajanan makanan dan minuman.
2. Bagi lembaga yang berwenang dalam pembinaan makanan jajanan, khususnya Badan Pengawasan Obat dan Makanan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan usahausaha makanan di
(21)
masyarakat yang perlu mendapat pembinaan. Informasi ini penting dalam rangka penentuan sikap dan kebijakan dalam pembinaan.
3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang keamanan pangan khususnya tentang keberadaan zat pewarna dan pemanis buatan pada makanan yang dijual pada pedagang jajanan di pajak USU Padang bulan Medan
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang induvidu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 2006).
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatau aktivitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, beraksi, berpikir, persepsi, dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas organism, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun tidak langsung
(Notoatmodjo, 2007).
Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organism tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan hidup terutama perilaku manusia. Faktor keturunan
merupakan konsep dasar atau model untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk
(23)
Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
2.2. Bentuk-Bentuk Perilaku
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan memberikan perilaku kedalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (effective domain) dan ranah psikomotor
(psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasa tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembangian kawasan dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari :
(24)
1. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge) 2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(attitude)
3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practive).
Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsanngan dari luar). Berdasarkan rumus teori Skiner tersebut maka perilaku manusia dapat dilkelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior.
Dari penjelasan diatas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk didalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni :
(25)
1. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang.
Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non- fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi maupun politik.
2. Faktor internal, yaitu respons yang merupakan faktor dari dalam diri seseorang.
Faktor internal yang menentukan seseorang merespons stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, segesti dan sebagainya.
Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor social dan budaya dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo,2007).
2.2.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan
terhadap masalah yang dihadapin. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau orang lain yang sampai kepeda seseorang (Notoatmodjo,2007)
(26)
1. Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minta, kondisi fisik
2. Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
3. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang didapat dari pendidikan (Notoatmodjo,2007)
2.2.2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidak senangan seseorang terhadap sesuatu yang berasal dari pengalaman atau dari orang
(27)
yang dekat dengan kita. Sikap juga dapat merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kecenderungan bertindak dengan pengetauhan itu.
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang/tidak senang, setuju/ tidak setuju, baik/ tidak baik, dan sebagainya). Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Newcomb dalam saifuddin (2005), salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Menurut Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek
(28)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total atitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Menurut Purwanto (1999) sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap suatu obyek. Ciri ciri sikap (Purwanto, 1999) adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat-sifat biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dirumuskan dengan jelas.
4. Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.
(29)
1. Sikap sebagai alat untuk menyesuaikan diri
Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung orang dengan kelompok atau dengan anggota kelompok lainnya.
2. Sikap sebagai alat pengatur tingkah laku
Pertimbangan dan reaksi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsangan itu pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu.
3. Sikap sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman
Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman secara aktif, artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sikap sebagai alat pernyatan kepribadian
Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang, ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan memilih sikap-sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut.
(30)
2.2.3. Tindakan atau Praktik (Practice)
Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut
dengan perilaku, bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan kompleks.
Dalam peraturan teoritis tingkah laku dibedakan atas sikap, dimana sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadikan suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan atau suatu fasilitas.
Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapatkan rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara losgis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula dapat dikatakan sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.
2.3. Makanan
2.3.1. Pengertian Makanan / Minuman jajanan
Makanan/Minuman jajanan adalah makanan/minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair
(31)
yang mengandung bahan-bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk di konsumsi (Cahyadi,2005).
Fungsi makanan/minuman jajanan itu tidak berbeda jauh dengan minuman lainnya yaitu sebagai minuman untuk melepaskan dahaga sedangkan dari segi harga, ternyata minuman karbonasi relatif lebih mahal dibandingkan minuman non-karbonasi. Hal ini disebabkan teknologi proses yang digunakan dan kemasan yang khas yaitu dalam kemasan kalengatau botol seperti sprite (Cahyadi,2005).
2.3.2.Bahan Tambahan Makanan ( BTP )
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk panganantara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental (Anonim, 2010).
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan bahan baku pangan, dan
penambahannya ke dalam pangan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa,kekentalan, aroma, untuk mengawetkan atau mempermudah proses pengolahan(Anonim, 2010).
Bahan Tambahan Pangan (BTP) dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan adalah:
(32)
1. BTP Pewarna
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Secara teknis, bahan pewarna adalah zat pewarna (dye), pigmen atau senyawa yang dapat menampilkan warna tertentu jika ditambahkan atau digunakan dalam makanan, obat, kosmetik atau tubuh manusia. Bahan pewarna yang diizinkan digunakan dalam makanan diklasifikasikan menjadi:
• Bahan pewarna buatan
Bahan pewarna buatan perlu disertifikasi oleh pihak yang berwenang sebelum dapat digunakan. Bahan pewarna buatan digunakan secara luas karena kekuatan zat warnanya lebih kuat dibandingkan bahan pewarna alami. Karena itu, bahan pewarna buatan dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Lagi pula, bahan pewarna buatan lebih stabil, penampilan warna lebih seragam, dan umumnya tidak mempengaruhi rasa makanan.
• Bahan pewarna alami
Bahan pewarna alami meliputi pigmen yang berasal dari bahan alami seperti tumbuhan, mineral dan hewan, serta bahan yang diproses oleh manusia yang bahan bakunya berasal dari bahan alami.
(33)
Nilai ambang batas untuk pewarna yaitu :
Pewarna Jumlah maksimum penggunaan
Ponceau 4R : 70mg/liter (minuman), 300mg/liter (makanan)
Merah allura : 70mg/liter (minuman), 300mg/liter (makanan)
Erythrosine : 300mg/kg
2. BTP Pemanis buatan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak
mempunyai nilai gizi.
Yang dimaksud dengan BTP Pemanis Buatan adalah BTP yang dapat
menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori. Bahan ini hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu. Pemanis buatan pada awalnya diproduksi komersial untuk memenuhi ketersediaan produk makanan dan minuman bagi penderita Diabetes mellitus yang harus mengontrol kalori makanannya. Dalam perkembangannya, pemanis buatan juga digunakan untuk meningkatkan rasa manis dan citarasa produk-produk yang mengharuskan rasa manis dan di dalamnya sudah terkandung gula. 3. BTP Pengawet
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan makanan, BTP pengawet adalah bahan tambahan pangan yang
(34)
dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Proses pengawetan adalah upaya menghambat kerusakan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk yang mungkin memproduksi racun atau toksin. Tujuan pengawetan yaitu menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan,
mempertahankan mutu, menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan dan penyimpanan. Daya keawetan pangan berbeda untuk setiap jenisnya.
Nilai ambang batas untuk pengawet yaitu : Pengawet :
Asam benzoat : 1g/kg
Jumah maksimum penggunaan :
Natrium benzoat : 1g/kg
Belerang oksida : 500mg/kg
Asam propolanat : 2g/kg ( untuk roti ) 3g/kg (untuk keju olahan)
4. BTP Antioksidan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan ambahan Makanan, Antioksidan Adalah Bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi.
Antioksidan adalah bahan tambahan yang digunakan untuk melindungi komponen komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Meskipun demikian antioksidan dapat pula digunakan untuk melindungi komponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang juga
(35)
5. BTP Antikempal
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/MENKES/PER/ IX/88, anti kempal dapat mencegah pengempalan makanan yang berupa serbuk. Contoh: aluminium silikat (susu), dan kalsium aluminium silikat (garam meja).
Fungsi Anti Kempal adalah senyawa anhidrat yang dapat mengikat air tanpa menjadi basah dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan yang bersifat bubuk atau partikulat seperti garam meja, campuran kering (dry mixes), dan lain-lain.
Penambahan senyawa anti kempal bertujuan untuk mencegah terjadinya
penggumpalan dan menjaga agar bahan tersebut tetap dapat dituang (free flowing) 6. BTP Penyedap Rasa
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, Penyedap rasa dan aroma, Penyedap rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambahkan atau mempertegas rasa dan aroma.
7. BTP Pengatur Keasaman
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Zat aditif ini dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: asam asetat, aluminium amonium sulfat,
amonium bikarbonat, asam klorida, asam laktat, asam sitrat, asam tentrat, dan natrium bikarbonat.
(36)
8. BTP Pemutih dan pematang tepung
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan, Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. BTP Alginat.Pengemulsi, Pemantap dan Pengental
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan makanan, Pengelmulsi, pemantap, dan pengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarut, di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase kontinyu atau medium disperse
10. BTP Pengeras
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/ 1988 tentang BahanTambahan makanan, BTP pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
BTP pengeras atau firming agent dapat diaplikasikan pada proses pembuatan acar ketimun, sayuran, buah dalam kaleng, daging dan ikan dalam kaleng serta jem dan
(37)
jeli sehingga diharapkan tekstur makanan tersebut masih tetap terjaga lebih renyah (crispy) dan tidak menjadi lunak selama proses.
11. BTP Sekuestran
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan makanan, BTP sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak diizinkan digunakan adalah: 1. Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat racun dan dapat menyebabkan kanker. Bahan ini sekarang banyak disalahgunakan pada pangan dan kosmetik di beberapa negara. Kelebihan dosis bahan ini dapat menyebabkan keracunan, berbahaya jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi iritasi pada paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Rhodamin B tersedia di pasar untuk industri tekstil. Bahan tersebut biasanya dibeli dalam partai besar, dikemas ulang dalam plastik kecil dan tidak berlabel sehingga dapat terbeli oleh industri kecil untuk digunakan dalam pangan. Makanan yang sering terdapat Rhodamin B seperti : kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, minuman ringan, cendol, manisan, bubur, gipang, ikan asap.
(38)
2. Boraks
Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna, tekstur dan flavor. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak
membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Boraks (Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen, mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Ketika asam borat masuk ke dalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Jika tertelan 5-10g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian. Makanan yang sering ditambahkan boraks seperti: mie, kerupuk, makanan ringan, bakso, lontong, makaroni
3. Formalin
Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan dalam industri pangan sebagai pengawet. Formaldehida digunakan dalam industri plastik, anti busa, bahan konstruksi, kertas, karpet, tekstil, cat dan mebel. Formaldehida juga digunakan untuk mengawetkan mayat dan mengontrol parasit pada ikan. Formalin diketahui dapat menyebabkan kanker dan bila terminum dapat menyebabkan rasa terbakar pada tenggorokan dan perut. Sedikitnya 30 mL (sekitar 2 sendok makan) formalin dapat menyebabkan kematian. Makanan yang sering ditambahkan formalin seperti : mie, tahu, bakso
(39)
2.3.3. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan.
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan tidak boleh sembarangan hanya dibenarkan untuk tujuan tertentu saja, misalnya untuk mempertahankan gizi makanan. Penggunaan bahan tambahan pangan dibenarkan pula untuk tujuan mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat organoleptiknya dari sifat alami. Di samping itu juga diperlukan dalam pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, perawatan, pembungkusan, pemindahan atau pengangkutan.
Selain itu setiap tambahan makanan mempunyai batas-batas penggunaan maksimum seperti diantaranya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/988. Pemakaian Bahan Tambahan Pangan diperkenankan bila bahan tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan.
b) Peningkatan kualitas gizi atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan.
c) Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah pada penipuan.
d) Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan.
Penggunaan bahan tambahan pangan harus dapat menjaga produk tersebut dari hal-hal yang merugikan konsumen. Oleh karena itu pemakaian bahan tambahan makanan ini tidak diperkenankan bila:
(40)
a) Menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah. b) Menipu konsumen.
c) Menyebabkan penurunan nilai gizi.
d) Pengaruh yang dikehendaki bisa diperoleh dengan pengolahan secara lebih baik dan ekonomis
2.3.4. Bahaya Terhadap Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Adapun dampak penggunaan Bahan Tambahan Pangan terhadap kesehatan yaitu dapat menyebabkan:
1. Penggunaan formalin yang sering digunakan untuk mengawetkan Tahu, Mie Basah dapat menyebabkan :
- Kanker paru-paru - Gangguan pada jantung
- Gangguan pada alat pencernaan - Gangguan pada ginjal, dll.
2. Penggunaan Boraks atau Pijer dapat menyebabkan : - Gangguan pada kulit
- Gangguan pada otak - Gangguan pada hati, dll
3. Ca-benzoat : Sari buah, minuman ringan, minuman manis, dapat menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis dan yang peka terhadap aspirin.
(41)
4. Ca- / Na-propionat : Produk roti dan tepung Migrain, kelelahan, kesulitan tidur, Alergi kulit
5. K-asetat : Makanan asam Merusak fungsi ginjal
6. BHA : sosis, minyak sayur, kripik kentang, pizza beku, instant teas Menyebabkan penyakit hati dan kanker.
2.4. Theory Lawrence Green
Ada beberapa teori yang mencoba mengungkapkan determinan perilaku berangkat dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Salah satu di antara teori-teori tersebut adalah teori dari Lawrence Green (1980).
Dalam teorinya Green menjelaskan bahwa, perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu: (1) faktor predisposisi (predisposing factors), (2) factor
pendukung (enabling factors), dan (3) faktor pendorong (reinforcing factors). Faktor-faktor predisposisi adalah Faktor-faktor-Faktor-faktor yang berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor-faktor pendukung adalah faktor-faktor yang berupa lingkungan fisik, ada atau tidak adanya fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, dan sebagainya. Faktor-faktor pendorong adalah faktorfaktor yang berupa sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas-petugas yang lain yang dapat mendorong terjadinya perilaku kesehatan. Hubungan antara perilaku dan faktor-faktor tersebut dapat digambar dalam bentuk model sebagai berikut.
(42)
Catatan :
B = perilaku
PF = Faktor predisposisi (predisposing factor) EF = Faktor pendukung (enabling factor) RF = Faktor pendorong (reinforcing factor) f = fungsi
Dari model tersebut dapat diketahui bahwa perilaku manusia itu merupakan fungsi dari faktor-faktor predisposisi, faktor-faktor pendukung, dan faktor-faktor pendorong. Perilaku seseorang atau masyarakat dalam kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi seseorang atau masyarakat yang
bersangkutan. Selain itu, ketersediaan fasilitas, serta sikap dan perilaku petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku seseorang atau masyarakat.
Dalam pembentukan perilaku manusia, pendidikan merupakan faktor yang sangat penting. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah proses penyampaian bahan atau materi pendidikan kepada sasaran pendidikan agar tercapai perubahan perilaku. Pendidikan pada hakikatnya merupakan intervensi factor perilaku agar
(43)
perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat berubah sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan. Karena itu pendidikan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor penentu perilaku, baik factor predisposisi, faktor pendukung, maupun faktor penguat.
Para pembuat makanan jajanan tradisional pada umumnya memiliki pendidikan rendah. Karena pendidikannya yang rendah ini maka pengetahuannya tentang kaidah-kaidah penggunaan BTP juga rendah. Sebagai akibatnya sikap dan perilaku yang ditunjukkannya juga tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan. Seperti dapat diketahui bahwa meskipun telah ada peraturan yang melarangnya, penggunaan BTP yang berbahaya masih banyak dilakukan dalam pembuatan makanan, terutama makanan jajanan. Pemakaian bahan bahan tersebut dalam pembuatan makanan tidak makin berkurang tetapi makin bertambah.
(44)
2.5. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang dikemukakan diatas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut :
Varibel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan Kerangka konsep tersebut diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut: Karakteristik (Umur, Pendidikan dan Pendapatan Keluarga) serta sumber informasi meliputi (media cetak, media elektronik), Akan mempengaruhi perilaku, sikap dan tindakan terhadap penggunaan Bahan Tambahan Pangan ( BTP)
Sumber Informasi : •Media cetak •Media elektronik KARAKTERISTIK
• Umur • Pendidikan • Pendapatan
K l
Tindakan dalam Penggunaan
(BTP) Pengetahuan Sikap
(45)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yaitu untuk menggambarkan perilaku pedagang penjual jajanan makanan dan minuman dalam penggunaan bahan tambahan Makanan di pusat jajanan Pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012.
3.2. Lokasi Penelitian dan waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat Jajanan makanan dan minuman di Pajak USU Padang Bulang Medan tahun 2012. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas banyaknya pedagang jajanan makanan dan minuman cepat saji dan bervariasi serta beraneka ragam dengan harga yang murah. Berdasarkan survei yang telah dilakukan di pusat jajanan makanan dan minuman di pajak USU Padang bulan Medan, penulis menemukan beberapa makanan yang warnanya sangat mencolok dan minuman sirup yang rasa manisnya berlebihan dan setelah itu menimbulkan rasa pahit dilidah setelah meminumnya.
3.2.2 Waktu Penelitian
(46)
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pedagang jajanan makanan dan minuman yang berdagang di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan yang berjumlah 80 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang jajanan makanan dan minuman dengan menggunakan ( total sampling ) di Pajak USU Padang bulan Medan
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan observasi langsung. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan pertanyaan melalui kuesioner kepada responden yang berjumlah 30 pertanyaan mengenai Pengetahuan, sikap dan tindakan dalam penggunaan bahan tambahan tangan ( BTP ) dan mengobservasi langsung bagaimana proses dalam memasak makanan/minuman yang mereka jual.
(47)
3.4.2. Data Sekunder
Data Sekunder meliputi data yang dikumpulkan oleh pengelola Pajak USU dan badan yang terkait dan digunakan oleh peneliti sendiri untuk melaksanakan dan melengkapi penelitian.
3.5. Defenisi Operasional 1. Pendidikan
Jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh responden sesuai dengan pengakuannya pada waktu wawancara.
2. Pengetahuan tentang bahaya Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Nilai kemampuan menjawab dengan betul pertanyaan pengetahuan tentang bahaya penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
3. Sikap terhadap penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) nilai pernyataan yang menunjukkan persetujuan / tidak persetujuannya terhadap penggunaan BahanTambahan Pangan (BTP) dalam makanan jajanan
4. Tindakan adalah suatu bentuk perbuatan atau praktek yang dilakukan para pedagang jajanan makanan dan minuman dalam penggunaan bahan tambahan pangan (BTP)
5. Sumber informasi.
Sumber informasi adalah keterangan atau berita yang diperoleh pedagang melalui media elektronik, media cetak, tentang bahan tambahan pangan (BTP)
(48)
6. Penghasilan
Penghasilan adalah seluruh uang yang diperoleh keluarga responden dalam satu bulan baik dari hasil pekerjaan maupun pendapatan lain yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
7. Umur
Umur adalah lamanya waktu perjalanan hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat pelaksanaan wawancara, yang dinyatakan dalam satuan tahun.
3.6. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dugunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner digunakan untuk mengetahui gambaran perilaku pedagang jajanan makanan dan minuman dalam penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) di pusat jajanan pajak USU Padang bulan Medan.
3.7. Aspek Pengukuran
a. Pengukuran pengetahuan
Pengetahuan diukur melalui 10 pertanyaan dengan menggunakan skala Thurstone (singarimbun, 1995). Skala pengukuran pengetahuan berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Untuk setiap pertanyaan diberi nilai tertinggi yaitu 2, sehingga didapatkan total nilai sebesar 20. Berdasarkan Arikunto (2006), aspek pengukuran pengetahuan dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
(49)
1. Pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh > 75 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan menggunakan total nilai 20 yaitu > 16
2. Pengetahuan sedang, apabila nilai yang diperoleh 40-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu 8 - 16
3. Pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu < 8
b. Pengukuran sikap
Sikap diukur melalui 10 pertanyaan dengan menggunakan skala Thurstone (singarimbun, 1995). Skala pengukuran sikap berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Nilai tertinggi dari semua pertanyaan adalah 5 sehingga total nilainya adalah 50. Dangan kriteria sebagai berikut. Berdasarkan Arikunto (2006), Aspek pengukuran sikap dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
1. Sikap baik, apabila nilai yang diperoleh > 75 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan menggunakan total nilai 50 yaitu > 37
2. Sikap sedang, apabila nilai yang diperoleh 40-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 50 yaitu 20 - 37
3. Sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 50 yaitu < 20
(50)
c. Pengukuran Tindakan
Tindakan di ukur melalui 13 pertanyaan dengan menggunakan skala Thurstone (singarimbun,2008). Skala pengukuran tindakan berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Nilai tertinggi dari seluruh pertanyaan adalah 1, sehingga didapatkan total nilai sebesar 13 berdasarkan Arikunto (2006), aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah nilai yang ada diklasifikasi dalam 3 kategori yaitu :
PERNYATAAN NEGATIF (JIKA YA=0, TIDAK 1), KECUALI NO 8, 12, 13 1. Tindakan baik, apabila nilai yang diperoleh > 75 % dari nilai tertinggi seluruh
pertanyaan dengan menggunakan total nilai 13 yaitu > 9
2. Tindakan sedang, apabila nilai yang diperoleh 40-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu 5 - 9
3. Tindakan kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu < 5
3.8. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data 3.8.1. Metode Pengolahan Data
1. Editing (pengeditan)
Pengeditan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan isi kuesioner dengan tujuan agar data yang diperoleh dapat diolah dengan baik dan menghasilkan informasi
(51)
yang benar atau melakukan pengecekan pada kuesioner yang telah diisi sehingga nantinya dapat menggabarkan masalah yang diteliti.
2. Coding (pengodean)
Setelah data diperoleh dan melakukan pengeditan maka peneliti melakukan pengkodean pada setiap jawaban responden untuk mempermudah analisis data yang telah dikumpulkan
3. Tabulating
Tabulating adalah penyusunan data agar data dengan mudah untuk dijumlahkan, disusun, didata dan dianalisis
3.8.2. Analisis Data
Analisis data adalah univariat yang bertujuan untuk menampilkan distribusi frekuensi menurut berbagai variabel yang diteliti. Data hasil penelitian ini diolah dengan menggunakan bantuan computer.
(52)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pajak USU Padang bulan Medan terletak di Jl. Padang bulan Kota Medan. Pajak USU ini sudah berdiri selama hampir 2 tahun. Sebelum pajak USU bertempat di Padang bulan Medan, dahulu Pajak USU ini bertempat di dalam Universitas Sumatera Utara yaitu Jl. H hanif. Setelah terjadi kebakaran di Pajak USU yang lama yang mengakibatkan puluhan kios terbakar habis, kemudian pajak USU dipindahkan ke Jl. Padang bulan tepat berdepanan dengan Puskesmas Padang bulan Medan. Di lokasi yang baru ini luas Pajak USU semakin besar dan sangat banyak pedagang yang berjualan. Sudah ada sekitar 175 kios yang ditempati oleh pedagang yang lama maupun pedagang baru.
Di lokasi Pajak USU yang baru ini diberi nama Bursa Kampus karena sebagian besar pedagangnya menyediakan perlengkapan kebutuhan mahasiswa dan pelajar dalam kegiatan belajar mengajar sampai kebutuhan sehari hari. Tidak hanya itu yang dijual, sekarang juga semakin banyak pedagang jajanan makanan dan minuman yang beraneka ragam yang disajikan seperti bakso, mie ayam, sop buah dan banyak makanan dan minuman lain yang harganya sangat terjangkau sehingga banyak diminati oleh pengunjung.
(53)
4.2. Karakteristik Pedagang Jajanan Makanan/Minuman
Karakteristik pedagang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, penghasilan, jenis makanan/minuman yang dijual, dan sumber informasi yang diperoleh tentang bahan tambahan pangan. Gambaran karakteristik dapat dilihat pada tabel berikut.
4.2.1. Jenis Kelamin Pedagang Jajanan Makanan/Minuman
Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa pedagang yang berjenis kelamin laki laki ada sebanyak 28 responden (35,0%), dan yang berjenis kelamin perempuan ada sebanyak 52 orang (65,0 %).
Tabel 4.1. Distribusi Pedagang Berdasarkan Jenis kelamin Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan
No Jenis kelamin Jumlah orang Persentase (%)
1 Laki laki 28 35,0 %
2 Perempuan 52 65,0 %
Total 80 100,0 %
4.2.2. Umur Pedagang Jajanan Makanan/Minuman
Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa pedagang yang berumur 23 – 27 tahun ada sebanyak 20 orang (25,1%) responden yang berumur 28-32 tahun ada sebanyak 19 orang ( 23,3%) responden yang berumur 33 – 37 tahun ada sebanyak 16 orang (20,1%) dan responden yang berumur 43 – 47 tahun ada sebanyak 10 orang ( 12,6%)
(54)
Tabel 4.2. Distribusi Pedagang Berdasarkan umur Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan
No Umur Jumlah Orang Persentase (%)
1 23 – 27 Tahun 20 25,1
2 28 – 32 Tahun 19 23,3
3 33 – 37 Tahun 15 18,9
4 38 – 42 Tahun 16 20,1
5 43 - 47 Tahun 10 12,6
Total 80 100,0
4.2.3. Pendidikan Pedagang Jajanan Makanan/Minuman
Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa pedagang yang berpendidikan sampai tingkat SD adalah sebanyak 18 orang (22,5%), yang berpendidikan sampai tingkat SMP adalah sebanyak 35 orang ( 43,8%), yang berpendidikan sampai tingkat SMA adalah sebanyak 25 orang ( 31,3%), yang tidak bersekolah adalah sebanyak 2 orang ( 2,5%)
Tabel 4.3. Distribusi Pedagang Berdasarkan Pendidikan Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan
No Pendidikan Jumlah orang Persentase ( % )
1 SD 18 22,5
2 SMP 35 43,8
3 SMA 25 31,3
4 PT 2 2,5
(55)
Tabel 4.3.1 Distribusi Frekuensi tingkat pendidikan dengan pengetahuan pedagang jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajajnan Pajak USU Padang bulan Medan
NO Pendidikan Pengetahuan Jumlah
Baik Sedang Kurang
f % f % f % f % 1 Tinggi 18 22,5 22 27,5 12 15,0 52 64,7 2 Rendah 9 11,2 10 12,5 9 11,2 28 34,9 Total 27 33,7 32 40,0 21 26,2 80 100,0
Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.3.1 menunjukkan bahwa pedagang yang berpendidikan tinggi sebanyak 18 orang (22,5%) memiliki pengetahuan yang baik, sebanyak 22 orang ( 27,5%) memiliki pengetahuan sedang dan sebanyak 12 orang ( 15,0%) memiliki pengetahuan yang buruk. Sedangkan responden yang pendidikannya kurang sebanyak 9 orang ( 11,2%) memiliki pengetahuan yang baik, sebanyak 10 orang ( 12,5%) memiliki pengetahuan sedang dan sebanyak 9 orang ( 11,2%) memiliki pengetahuan buruk.
Tabel 4.3.2. Distribusi Frekuensi tingkat pendidikan dengan sikap pedagang jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajajnan Pajak USU Padang bulan Medan
NO Pendidikan Sikap Jumlah
Baik Sedang Kurang
f % f % f % f % 1 Tinggi 7 8,7 25 31,2 20 25,0 52 64,9
28 34,9 2 Rendah 3 3,75 12 15,0 13 16,2
Total 10 12,4 37 46,2 33 41,2 80 100,0 Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.3.2. menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan tinggi sebanyak 7 orang (8,7%) memiliki sikap yang baik, sebanyak 25 orang ( 31,2%) memiliki sikap sedang dan sebanyak 20 orang (
(56)
25,0%) memiliki sikap yang buruk. Sedangkan responden yang pendidikannya kurang sebanyak 3 orang ( 3,75%) memiliki sikap yang baik, sebanyak 12 orang ( 15,0%) memiliki sikap sedang dan sebanyak 13 orang ( 16,2%) memiliki sikap buruk.
Tabel 4.3.3. Distribusi Frekuensi tingkat pendidikan dengan tindakan pedagang jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajajnan Pajak USU Padang bulan Medan
NO Pendidikan Tindakan Jumlah
Baik Sedang Kurang
F % f % f % f % 56 69,9 24 29,9 1 Tinggi 3 3,75 26 32,5 27 33,7
2 Kurang 3 3,75 10 12,5 11 13,7
Total 6 75,0 36 45 38 47,4 80 100,0
Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.3.3. menunjukkan bahwa pedagang yang berpendidikan tinggi sebanyak 3 orang (3,75%) memiliki tindakan yang baik, sebanyak 26 orang ( 32,5%) memiliki tindakan sedang dan sebanyak 27 orang ( 33,7%) memiliki tindakan yang buruk. Sedangkan pedagang yang pendidikannya kurang sebanyak 3 orang ( 3,75%) memiliki tindakan yang baik, sebanyak 10 orang ( 12,5%) memiliki tindakan sedang dan sebanyak 11 orang ( 13,7%) memiliki tindakan buruk.
(57)
2.2.4. Penghasilan Pedagang Jajanan Makanan/Minuman
Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa pedagang yang berpenghasilan < Rp. 1.000.000, adalah sebanyak 3 orang ( 3,8%), yang berpenghasilan Rp. 1.000.000, - Rp. 2.000.000, adalah sebanyak 43 orang (53,8%), yang berpenghasilan > Rp. 2.000.000, adalah sebanyak 34 orang ( 42,5%)
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan
No Penghasilan Jumlah orang Persentase ( % )
1 <Rp. 1.000.000, 3 3,8
2 Rp. 1.000.000, - Rp. 2.000.000,
43 53,8
3 >Rp. 2.000.000, 34 42,5
Total 80 100,0
2.2.5. Jenis Makanan dan Minuman yang dijual Pedagang
Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa pedagang yang menjual makanan ada sebanyak 62 orang (60,1% ) dan pedagang yang menjual minuman ada sebanyak 18 orang (39,9%).
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi jenis – jenis Jajanan Makanan dan Minuman yang dijual Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan
No Jenis makanan/minuman jajanan
Jumlah pedagang Persentase (%)
1 Pedagang makanan 62 60,1
2 Pedagang minuman 18 39,9
(58)
4.2.6. Sumber informasi
Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa pedagang yang sumber informasi tentang bahan tambahan pangan yaitu majalah 12 orang (15,0%0, sebanyak 37 orang (46,3%) yaitu televisi, sebanyak 31 orang (38,8%) yaitu teman.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi sumber informasi Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman di Pusat Jajanan Pajak USU Padang bulan Medan
No Sumber informasi Jumlah orang Persentase (%)
1 Majalah 12 15,0
2 Televisi 37 46,3
3 Teman 31 38,8
Total 80 100,0
4.3. Pengetahuan
Berikut adalah pengetahuan responden tentang hal penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) terhadap jajanan makanan dan minuman. Adapun sebaran jawaban responden dapat dilihat dalam tabel dibawah.
Dari tabel dapat diketahui bahwa sebagian besar pedagang yang menjawab 0 tentang apa yang dimaksud bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 0 orang ( 0%), 50 orang (62,5%) menjawab 1 dan sebanyak 30 orang (37,5%) menjawab 2 jawaban tentang apa yang dimaksud bahan tambahan pangan (BTP).
Selanjutnya sebagian besar pedagang yang menjawab 0 tentang tujuan penggunaan bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 19 orang ( 23,8%), 52 orang (65%) menjawab 1 dan sebanyak 9 orang (11,3%) menjawab 2 jawaban tentang tujuan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP).
(59)
Tentang jenis - jenis bahan tambahan pangan yaitu sebanyak 0 orang ( 0%) yang menjawab 0, 55 orang (68,8%) menjawab 1 dan sebanyak 25 orang (31,3%) menjawab 2 n tentang jenis - jenis bahan tambahan pangan (BTP).
Tentang bahan tambahan pangan yang dilarang untuk dikonsumsi yaitu sebanyak 0 orang ( 0%) yang menjawab 0, 57 orang (71,3%) menjawab 1 dan sebanyak 23 orang (28,8%) menjawab 2 tentang bahan tambahan pangan yang dilarang untuk dikonsumsi.
Tentang apakah penggunaan bahan tambahan itu baik yaitu sebanyak 26 orang ( 32,5%) yang menjawab 0, 32 orang (40,0%) menjawab 1 dan sebanyak 22 orang (27,5%) menjawab 2 tentang apakah bahan tambahan pangan itu baik.
Tentang kapan terjadinya efek terhadap penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yaitu sebanyak 30 orang ( 37,5%) yang menjawab 0, 9 orang (11,3%) menjawab 1 dan sebanyak 41 orang (51,3%) menjawab 2 tentang kapan terjadinya efek terhadap penggunaan bahan tambahan pangan (BTP).
Tentang ciri – ciri makanan yang menggunakan bahan tambahan pangan (BTP) yaitu sebanyak 0 orang ( 0%) yang menjawab 0, 46 orang (57,5%) menjawab 1 dan sebanyak 34 orang (42,5%) menjawab 2 tentang ciri – ciri makanan yang menggunakan bahan tambahan pangan (BTP).
Tentang bahaya menggunakan bahaya bahan tambahan pangan (BTP) yaitu sebanyak 32 orang ( 40%) yang menjawab 0, 16 orang (20,0%) menjawab 1 dan sebanyak 32 orang (40%) menjawab 2 tentang bahaya menggunakan bahan tambahan pangan (BTP).
(60)
Tentang ciri ciri makanan dan minuman yang mengandung pewarna sintesis buatan yaitu sebanyak 0 orang ( 0%) yang menjawab 0, 45 orang (56,3%) menjawab 1 dan sebanyak 35 orang (43,8%) menjawab 2 tentang ciri ciri makanan dan minuman yang mengandung pewarna sintesis buatan.
Tentang salah satu persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yaitu sebanyak 5 orang ( 6,3%) yang menjawab 0, 56 orang (70,0%) menjawab 1 dan sebanyak 19 orang (23,8%) menjawab 2 tentang salah satu persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP)
4.3.1. Tingkatan pengetahuan Pedagang
Dari tabel 4.8 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan pedagang sebagian besar berada pada kategori kurang yaitu sebanyak 29 orang (36,3%), yang berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 38 orang (47,5%) dan yang pada kategori baik yaitu sebanyak 13 orang (16,3%).
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pedagang terhadap perilaku pedagang jajanan makanan dan minuman terhadap penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) di pusat jajanan pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012
No Pengetahuan Pedagang Jumlah orang Persentase (%)
1 Kurang 29 36,3
2 Sedang 38 47,5
3 Baik 13 16,3
(61)
4.4. Sikap Pedagang
Bahan tambahan pangan (BTP) dapat memperbaiki kualitas dan membuat lebih menarik adalah sebanyak 26 orang (32,5%) sangat setuju, sebanyak 5 orang (6,3%) setuju, sedangkan sebanyak 19 orang (23,8%) kurang setuju, dan 30 orang (37,5%) tidak setuju.
BTP menjadikan makanan terasa lebih enak sebanyak 18 orang (22,5%) sangat setuju, sebanyak 48 orang (60,0%) setuju, sedangkan sebanyak 7 orang (8,8%) kurang setuju, dan 7 orang (8,8%) tidak setuju.
Pedagang tidak menggunakan BTP dalam makanan jajanan mereka sebanyak 36 orang (45,0%) kurang setuju, sedangkan sebanyak 11 orang (13,8%) setuju, dan 33 orang (41,3%) tidak setuju.
Pedagang menambahkan formalin agar makanan lebih tahan lama sebanyak 34 orang (42,5%) sangat setuju, sebanyak 2 orang (2,5%) setuju, sedangkan sebanyak 40 orang (50,0%) kurang setuju, dan 4 orang (5,0%) tidak setuju.
Makanan dan minuman jajanan yang mengandung pewarna buatan dengan pewarna alami sebanyak 10 orang (12,5%) sangat setuju, sebanyak 3 orang (3,8%) setuju, sedangkan sebanyak 39 orang (48,8%) kurang setuju, dan 28 orang (35,0%) tidak setuju.
Makanan tidak diberi BTP secara berlebihan agar makanan jadi lebih menarik sebanyak 10 orang (12,5%) setuju, sedangkan sebanyak 19 orang (23,8%) kurang setuju, dan 51 orang (63,8%) tidak setuju.
BTP harus selalu digunakan dalam pengolahan makanan agar makanan lebih enak sebanyak 22 orang (27,5%) sangat setuju, sebanyak 14 orang (17,5%) setuju,
(62)
sedangkan sebanyak 35 orang (43,8%) kurang setuju, dan 9 orang (11,3%) tidak setuju.
Makanan dan minuman jajanan mengandung bahan tambahan makanan dalam dosis yang berlebihan sebanyak 16 orang (20,0%) sangat setuju, sebanyak 16 orang (20,0%) setuju, sedangkan sebanyak 38 orang (47,5%) kurang setuju, dan 10 orang (12,5%) tidak setuju.
BTP dapat menimbulkan beberapa bahaya bagi kesehatan sampai kematian, sebanyak 8 orang (10,0%) setuju, sedangkan sebanyak 49 orang (61,3%) kurang setuju, dan 23 orang (28,8%) tidak setuju.
Pedagang makanan menambahkan bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan dengan tujuan memperoleh keuntungan yang besar sebanyak 24 orang (30,0%) sangat setuju, sebanyak 40 orang (50,0%) setuju, sedangkan sebanyak 4 orang (5,0%) kurang setuju, dan 12 orang (15,0%) tidak setuju.
(63)
4.4.1 Tingkat sikap Pedagang Jajanan Makanan/Minuman
Dari tabel 4.10 dapat diketahui bahwa tingkat sikap responden sebagian besar berada pada kategori baik yaitu sebanyak 10 orang (12,5%), sebanyak 37 orang (46,3%) berada pada kategori sedang dan 33 orang (41,3%) berada pada kategori kurang.
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap perilaku pedagang jajanan makanan dan minuman terhadap penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) di pusat jajanan pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012
No Sikap Jumlah orang Persentase (%)
1 Kurang 33 41,3
2 Sedang 37 46,3
3 Baik 10 12,5
Total 80 100,0
4.5. Tindakan Pedagang Jajanan Makanan/Minuman
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 56 orang (70,0%) ya pernah menggunakan bahan pewarna buatan dan sebanyak 24 orang (30,%) tidak pernah menggunakan bahan pewarna buatan.
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 36 orang (45,0%) ya pernah menggunakan bahan pemanis buatan dan sebanyak 44 orang (55,0,%) tidak pernah menggunakan bahan pemanis buatan.
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 24 orang (30,0%) ya pernah menggunakan bahan pengawet buatan dan sebanyak 56 orang (70,0,%) tidak pernah menggunakan bahan pengawet buatan.
(64)
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 20 orang (25,0%) ya pernah menggunakan bahan penyedap, dan sebanyak 60 orang (75,0%) tidak pernah menggunakan bahan penyedap.
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 7 orang (8,8%) ya tetap menambahkan BTP meskipun sudah mengetahui bahaya bagi kesehatan dan sebanyak 73 orang (91,3,%) tidak menambahkan BTP meskipun sudah mengetahui bahaya bagi kesehatan.
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 61 orang (76,3%) ya tahu efek dari makanan yang mengandung BTP dan sebanyak 19 orang (23,8,%) tidak tahu efek dari makanan yang mengandung BTP.
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 7 orang (8,8%) ya BTP membuat makanan/minuman menjadi lebih menarik dan sebanyak 73 orang (91,3%) tidak BTP membuat makanan/minuman menjadi lebih menarik.
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 7 orang (8,8%) ya jajanan makanan/minuman pernah diperiksa oleh DinKes atau BPOM dan sebanyak 73 orang (91,3%) tidak jajanan makanan/minuman pernah diperiksa oleh DinKes atau BPOM.
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 1 orang (1,3%) ya BTP selalu tersedia di rumah dan sebanyak 79 orang (98,8%) BTP tidak selalu tersedia dirumah.
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 7 orang (8,8%) ya makanan yang tidak habis dijual lagi keesokan harinya dan sebanyak 73 orang (91,3%) makanan yang tidak habis tidak dijual lagi keesokan harinya.
(65)
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 7 orang (8,8%) ya pemakaian BTP akan menghemat biaya pengeluaran dan sebanyak 73 orang (91,3%) BTP tidak akan menghemat biaya pengeluaran.
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 80 orang (100,0%) ya khawatir terhadap makanan yang dijual.
Sebagian besar pedagang yaitu sebanyak 80 orang (100,0%) ya pernah menggunakan BTP alami terhadap makanan yang dijual
4.5.1 Tingkat Tindakan Pedagang Jajanan Makanan/Minuman
Dari tabel 4.12 dapat diketahui bahwa tingkat tindakan pedagang sebagian besar berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 36 orang (45,0%), sebanyak 6 orang (7,5%) berada pada kategori baik dan 38 orang (47,5%) berada pada kategori kurang.
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Tindakan Pedagang terhadap perilaku pedagang jajanan makanan dan minuman terhadap penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) di pusat jajanan pajak USU Padang bulan Medan Tahun 2012
No Tindakan responden Jumlah Persen (%)
1 Baik 6 7,5
2 Sedang 36 45,0
3 Kurang 38 47,5
(1)
oleh pedagang kaki lima rata – rata menggunakan bahan tambahan pangan yang dapat membuat makanan dan minuman memiliki daya tahan yang lama.
Berdasarkan hasil penelitian Ginting (2004) terhadap 12 sampel minuman yang dijual pedagang seperti limun yang dijajakan di beberapa Pasar Kota Medan ( Pusat Pasar, Pasar Sukaramai, Pasar Petisah) diketahui bahwa keseluruhan sampel mengandung pemanis buatan yang melebihi batas.
Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran dari pedagang tersebut akan pentingnya kesehatan dan nilai kehigienisan dari makanan yang mereka jual, smereka hanya berorientasi pada laba atau keuntungan lalu mengabaikan aspek kesehatan konsumen dan sekarang menjadi kebiasaan para pedagang dalam menggunakan bahan tambahan pangan. Tanpa adanya peran serta unsur - unsur tersebut ketersediaan pangan yang aman tidak akan tercapai. Pemerintah sebagai regulator antara lain berfungsi sebagai pembuat peraturan, standart mengenai bahan yang dilarang atau diperbolehkan digunakan untuk pangan, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap para pedagang. Sedangkan pedagang berkewajiban membuat makanan yang aman, tidak mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan.
Hal ini tidak sejalan dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah serta Dinas kesehatan setempat. Berdasarkan hasil penelitian, lokasi pusat jajanan tersebut tidak pernah mendapat pengawasan oleh pemerintah. Hal ini mungkin disebabkan oleh keterbatasan dana dan prasarana yang ada. Akibatnya sangat banyak
(2)
pedagang yang melakukan tindakan menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang.
Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu melalui proses perubahan Pengetahuan – Sikap – Tindakan. Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas, bahkam dalam praktek sehari – hari terjadi sebaliknya ( Notoadmodjo, 2003), seperti halnya pada penelitian ini diperoleh bahwa seseorang bisa berperilaku negatif meskipun pengetahuan dan sikapnya positif. Dimana dari hasil yang dapat dilihat dari tabel 4.8. diketahui bahwa responden paling banyak memiliki pengetahuan dalam kategori sedang yaitu 38 orang ( 47,5%) tetapi tindakan dalam kategori baik hanya sebanyak 6 orang (7,5%).
Tindakan yang kurang ini dipicu oleh banyak bahan tambahan pangan yang semakin banyak jenisnya seperti pemanis, pengawet, penyedap rasa dan pewarna buatan yang bisa digunakan untuk meraup keuntungan yang besar. Makanan dan minuman jajanan tersebut tentunya memiliki tampilan yang sangat menarik baik dari segi bentuk, rasa dan warna sehingga semakin menarik konsumen untuk menkonsumsinya dan pedagang mendapat banyak keuntungan.
(3)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan mengenai Gambaran Perilaku Pedagang Jajanan Makanan dan Minuman terhadap penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) di Pusat Jajanan Pajak USU Padang Bulan Medan adalah :
1. Sebagian besar pedagang jajanan makanan dan minuman di Pajak USU Padang Bulan Medan memiliki pengetahuan sedang tentang bahan tambahan
makanan adalah 47,5% dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu sebesar 27,5%
atau sebanyak 22 orang
2. Sebagian besar pedagang jajanan makanan dan minuman di Pajak USU Padang Bulan Medan memiliki sikap sedang tentang bahan tambahan
makanan yaitu sebesar 46,3% dengan tingkat pendidikan tinggi sebesar 31,2%
atau sebanyak 25 orang
3. Sebagian besar pedagang jajanan makanan dan minuman di Pajak USU Padang Bulan Medan memiliki tindakan kurang tentang bahan tambahan
makanan (BTP) yaitu sebesar 7,5% dengan tingkat pendidikan tinggi sebesar
(4)
6.2. Saran
1. Diharapkan kepada pihak pengelola dan agar bermitra dengan puskesmas untuk memberikan informasi kepada para pedagang tentang bahan tambahan pangan terutama yang sering digunakan jajanan untuk makanan dan minuman.
2. Pendidikan kepada masyarakat oleh pemrintah ( Balai besar POM dan Dinas Kesehatan ) tentang keamanan pangan dalam rangka pemberdayaan masyarakat, sehingga akhirnya masyarakat mampu menentukan bahwa suatu produk pantas beredar atau tidak.
3. Memasang poster – poster, spanduk, dan membagikan brosur – brosur kepada para pedagang tentang bahaya menggunakan bahan tambahan pangan (BTP)
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Strategi Pertahanan Keamanan. Jakarta. Departemen Pertahanan Republik Indonesia.
Anonim. 2010. Bahan Aktif Makanan Dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia.
Arikunto, S. 2006. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta
Adam, M; Motarjemi, Y., 2004. Dasar-Dasar Keamanan Makanan Untuk Petugas Keseatan. EGC, Jakarta
Cahyadi, Wisnu, 2008, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan. Bumi Aksara, Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 1992. Undang – undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta
Dinas Kesehatan. 2009. Pengembangan PHBS Di Tempat Kerja. Lampung: Dinas Kesehatan Lampung.
Hardinsyah dan Sumali, 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Koswara, Jakarta
Iswarawanti, dkk, 2007, Jajanan Makanan Mengandung Pewarna Kuning untuk Tekstil, Bogor
Judarwanto, Widodo 2008. Perilaku Makan Anak Sekolah. http://kesulitanmakan.bravehost.com. Diakses tanggal 1 Mei 2012
Maskar, D.H. 2004. Assemsment of illegal food additives intake from street food among primary school children in selected area of Jakarta.
Thesis.SEAMEO-TROPMED RCCN University of Indonesia. Jakarta.
Menteri Kesehatan RI, 1988. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88. Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.
(6)
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan dan ilmu Perilaku, Rhineka Cipta, Jakarta
Purwanto, 1999, Pengantar Perilaku Manusia, cetakan 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Saparinto, C. dan Hidayanti, D. 2006. Bahan Tambahan Pangan Kanisus, Yogyakarta
Sarwono, S Wirawan. Psikologi Remaja. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2000 Soekidjo (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta
Sudiarto,F. 2010, Bahan Tambahan Pangan (Food Additive). diakses pada tanggal 21 Maret 2012 dari
Syah, Dahrul. dkk. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor
Sugiatmi, S, 2006 Analisis factor resiko pencemaran bahan toksik boraks dan pewarna pada makanan jajanan tradisional yang dijual di pasar pasar kota Semarang. Skripsi, FKM Undip, Semarang
Sarifudin, A, 2004 Kajian Paparan Bahan Tambahan Pangan Berdasarkan Data Konsumsi Pangan Individu di Kabupaten Bogor. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Andi, Yogyakarta Zuraidah, Y, 2007. Faktor - faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan