Pengaruh Tax Effort, Pertumbuhan Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

(1)

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

PENGARUH TAX EFFORT, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh :

ALBEN NURADI PANJAITAN 087017085/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PENGARUH TAX EFFORT, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

ALBEN NURADI PANJAITAN 087017085/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2011


(3)

Judul Penelitian : PENGARUH TAX EFFORT, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : ALBEN NURADI PANJAITAN Nomor Pokok : 087017085

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Dr. Murni Daulay, M.Si ) ( Firman Syarif, SE,M.Si, Ak )

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,CPA) (Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang,M.SIE)


(4)

Telah Diuji pada

Tanggal : 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si Anggota : 1. Firman Syarif, SE, M.Si,Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Drs. Rasdianto, M.Si, Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa yang berjudul : “PENGARUH TAX EFFORT, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI

DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA

KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 8 Agustus 2011

ALBEN NURADI PANJAITAN


(6)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh Tax

Effort, Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD terhadap Pertumbuhan

ekonomi pada Kabupaten Kota di Sumatera Utara.

Sampel penelitian ini sebanyak 25 (dua puluh lima) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dari 33 (tiga puluh tiga) populasi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dan dipilih dengan metode penarikan sampel metode purposive sampling. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis statistik yaitu analisis regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Variabel dalam penelitian ini adalah Tax Effort, Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD sebagai variabel independen. Pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dengan pengamatan data dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Secara simultan usaha pajak (Tax

Effort), Pertumbuhan Belanja Modal dan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah

berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial variabel usaha pajak (Tax Effort) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, sedangkan Pertumbuhan Belanja Modal berpengaruh tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Kata Kunci: Tax Effort, Pertumbuhan belanja modal, Pertumbuhan PAD dan


(7)

ABSTRACT

This purpose of research is to aim know and to analyze the influence of Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara.

The Sample taken from 25 (twenty five) Regency and City of 33 (thirty three) Regency and City in province of Sumatera Utara with purposive sampling method. The model of analysis used in this research is statistic analysis model i.e. multiple linier regression analysis with OLS method (Ordinary Least Square). The variable of the research are Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue as independent variable. The Economic Growth as dependent variable with series data by the year 2004 up to year 2009.

The result of the research implies that simultaneously of Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue influance to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara. Partially, Tax Effort and Local Own Revenue variable influenced significantly to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara, but Capital Expenditure Growth variable influence not significantly to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara.

Keywords : Tax Effort, Capital Expenditure Growth, Local Own Revenue and The Economic Growth.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji yang tidak terhingga kepada Allah SWT atas kurnia-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan analisis

tentang PENGARUH TAX EFFORT, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL

DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA.

Pada kesempatan ini tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan, terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, SP.A (K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, M.SIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program

Doktor dan Magister Ilmu Ekonomi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, juga sebagai pembanding yang telah banyak memberi masukan kepada peneliti dalam rangka penyusunan tesis ini.

4. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak

memberi masukan dan bimbingan kepada peneliti dalam rangka penyusunan tesis ini.

5. Bapak Firman Syarif, SE, M.Si,Ak selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai selesainya penulisan tesis ini.


(9)

6. Bapak Drs. Rasdianto, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, juga sebagai dosen pembanding yang telah memberikan masukan dalam rangka penulisan tesis ini.

7. Ibunda SORIAJI BUTAR BUTAR dan Istriku HASNI NASUTION, Spd

tercinta serta anak-anakku tersayang yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis menyelesaikan studi ini

8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa pasca sarjana USU Peogram studi Akuntansi

stambuk 2008 yang telah membantu dan memberi masukan dalam rangka penulisan tesis ini

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan keilmuan serta bermanfaat bagi masyarakat.

Medan, 8 Agustus 2011

ALBEN NURADI PANJAITAN NIM. 087017085/Akt


(10)

RIWAYAT HIDUP 1. N a m a : Alben Nuradi Panjaitan 2. Tempat/tgl lahir : Binjai, 04 Desember 1967

3. Pekerjaan : Dosen Yayasan STIE Nusa Bangsa Medan

4. Agama : Islam 5. Orang tua

a. Ayah : Salam Panajaitan (Alm) b. Ibu : Sori Haji Butar-Butar

6. Istri : Hasni Nasution, Spd

7. Anak : 1. Fatimah Yani Panjaitan

2. Aldi Akbari Panjaitan

8. Alamat : JL.Sempurna No. 12 Medan Krio Kec.Sunggal Kab. Deli Serdang 9. Pendidikan

a. SD : SD Negeri Pekan Kamis, Tamat 1981

b. SMP : SMP Negeri Dolok Masihul, Tamat 1984

c. SLTA : SMEA Negeri Tebing Tinggi, Tamat 1987

d. Pendidikan Tinggi S1 : STIE Nusa Bangsa Medan , Tamat 1993

e. Pendidikan Tinggi S2 : Sekolah Pascasarjana Magister Akuntansi Ilmu Akuntansi USU, Tamat 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATAPENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang………... 1

1.2. Perumusan Masalah……….….. 5

1.3. Tujuan Penelitian………... 5

1.4. Manfaat Penelitian………. 6

1.5. Originalitas Penelitian………... 6

BAB II TINJAUAN TEORITIS ………. 8

2.1. Tinjauan Literatur……….... 8

2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah……… 8

2.1.2. Tax Effort……… 10

2.1.3. Belanja Modal ……… 12

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah ………. 14

2.1.5. Pengaruh Tax Effort terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 15

2.1.6. Pengaruh Pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi………..………. 17

2.1.7. Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi……..…………..………. 19

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu……….. 22

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS……….. 25

3.1. Kerangka Konsep………... 25

3.2. Hipotesis………... 26

BAB IV METODE PENELITIAN………... 27

4.1. Rancangan Penelitian………. 27

4.2. Populasi dan Sampel……….. 27

4.3. Variabel Penelitian……….……… 29

4.3.1. Klasifikasi Variabel……….……… 29

4.3.2. Defenisi Operasional………... 31


(12)

4.5. Model dan Teknis Analisa Data………... 34

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 37

5.1. Deskripsi Data penelitian ………... 37

5.2. Analisis Data ………..….…...…... 40

5.2.1. Uji Asumsi Klasik ………. 40

5.2.1.1. Uji Normalitas ……… 40

5.2.1.2. Uji Multikolinieritas ………... 45

5.2.1.3. Uji Heteroskedastisitas ………....…... 47

5.2.1.4. Uji Autokorelasi ………...…. 49

5.3. Hasil Analisis ………... 50

5.4. Model Uji Hipotesis………....……….. 51

5.4.1. Uji Signifikansi Simultan ……….. 51

5.4.2. Uji Signifikansi Parsial ………....………. 53

5.5. Pembahasan ………...……... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………... 58

6.1. Kesimpulan ... 58

6.2. Keterbatasan Penelitian... 58

6.3. Saran ………... 59


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu………... 24

4.1 Sampel Penelitian ………... 28

4.2 Operasionalisasi Variabel ………... 33

5.2 Statistik Deskriptif ………... 38

5.3 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test .. 43

5.4 Uji Multikolinieritas………... 45

5.5 Uji Glesjer ……..……..…..………... 47

5.6 Uji Autokorelasi ……….………..……... 49

5.7 Pengujian Kelayakan Model………... 51

5.8 Hasil Regresi Uji F………... 52


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

3.1 Model Penelitian... 24

5.1 Grafik Normalitas Sebelum Tranformasi... 41


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Tabulasi Data PDRB……….. 64

2 Tabulasi Data Pajak Daerah………... 65

3 Tabulasi Data Belanja Modal………..…... 66

4 Tabulasi Data Pendapatan Asli Daerah……….. 67

5 Uji Regresi Berganda sebelum transformasi………... 68

6 Tabulasi Data sesudah transformasi………... 73


(16)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh Tax

Effort, Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD terhadap Pertumbuhan

ekonomi pada Kabupaten Kota di Sumatera Utara.

Sampel penelitian ini sebanyak 25 (dua puluh lima) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dari 33 (tiga puluh tiga) populasi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dan dipilih dengan metode penarikan sampel metode purposive sampling. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis statistik yaitu analisis regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Variabel dalam penelitian ini adalah Tax Effort, Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD sebagai variabel independen. Pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dengan pengamatan data dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Secara simultan usaha pajak (Tax

Effort), Pertumbuhan Belanja Modal dan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah

berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial variabel usaha pajak (Tax Effort) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, sedangkan Pertumbuhan Belanja Modal berpengaruh tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Kata Kunci: Tax Effort, Pertumbuhan belanja modal, Pertumbuhan PAD dan


(17)

ABSTRACT

This purpose of research is to aim know and to analyze the influence of Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara.

The Sample taken from 25 (twenty five) Regency and City of 33 (thirty three) Regency and City in province of Sumatera Utara with purposive sampling method. The model of analysis used in this research is statistic analysis model i.e. multiple linier regression analysis with OLS method (Ordinary Least Square). The variable of the research are Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue as independent variable. The Economic Growth as dependent variable with series data by the year 2004 up to year 2009.

The result of the research implies that simultaneously of Tax Effort, Capital Expenditure Growth and Local Own Revenue influance to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara. Partially, Tax Effort and Local Own Revenue variable influenced significantly to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara, but Capital Expenditure Growth variable influence not significantly to The Economic Growth in Regency and City in province of Sumatera Utara.

Keywords : Tax Effort, Capital Expenditure Growth, Local Own Revenue and The Economic Growth.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Provinsi Sumatera Utara memiliki 33 Kabupaten/Kota, yang terdiri dari Medan, Pematang Siantar, Binjai, Tobasa, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Sibolga, Padang Sidempuan, Karo, Deli Serdang, Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Kota Gunung Sitoli, Simalungun, Langkat, Serdang Bedagai, Dairi, Asahan, Humbahas, Batubara, Angkola Sipirok, Tapanuli Tengah, Mandaling Natal, Pakphak Bharat, Nias, Nias Utara dan Nias Selatan. Masing-masing kabupaten/ kota ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan namun disamping itu tergambar pula keterbatasan kemampuan untuk mengelola baik dari Pemerintahan Daerah maupun dari masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan yang menghambat pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat, Pemerintah (daerah) sebagai penyelenggara pembangunan dan sekaligus abdi masyarakat, harus dapat merencanakan pembangunan, kini dan di masa yang akan datang. Sehingga untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan, mengoptimalkan partisipasi masyarakat, menjamin tercapainya sumber daya secara efisien dan berkeadilan serta menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergis diperlukan suatu dokumen perencenaan, yaitu melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang sesuai dengan amanah pasal (3) dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.


(19)

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan sesuai dengan semangat Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – Undang No. 33 Tahun 2004 tersebut maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan penerimaan berupa dana transfer pemerintah pusat yang merupakan bentuk perimbangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

Pengelolaan (manajemen) pemerintah daerah mengalami perubahan yang sangat berarti sejalan dengan diimplementasikannya otonomi daerah. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah memberikan arti penting bagi sistem pemerintahan pusat dan daerah, serta sistem hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Undang-undang tersebut kemudian disempurnakan kembali dalam Undang-Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004. Kedua ketentuan perundangan ini memberikan kesempatan yang sangat luas kepada pemerintah daerah, baik dalam penggalian maupun optimalisasi pemanfaatan berbagai potensi yang dimiliki.

Otonomi daerah disatu sisi memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah, namun disisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kamandirian untuk mengelola dan mengatur rumah tangga sendiri akan terwujud dengan baik apabila terdapat dukungan (partisipasi) publik (Adi,2007). Hal ini relatif akan dapat terwujud bila terjadi proses distribusi, baik


(20)

pada kebutuhan masyarakat maupun perolehan serta pembagian pendapatan untuk daerah dan masyarakat secara merata.

Meskipun memberikan manfaat positif bagi pengembangan daerah, kebijakan otonomi dinilai terlalu cepat dilakukan, terlebih ditengah-tengah upaya daerah melepaskan diri dari belenggu krisis moneter (Saragih, 2003). Secara eksplisit Brojonegoro (2003) menegaskan bahwa pelaksanaan otonomi dinilai sebagai penerapan pendekatan Big Bang dikarenakan pendeknya waktu persiapan untuk negara yang besar dengan kondisi geografis yang cukup menyulitkan. Otonomi daerah dilaksanakan pada saat daerah mempunyai tingkat kesiapan yang berbeda, baik dari segi sumber daya maupun kemampuan manajerial daerah. Dongori (2006) menunjukkan adanya disparitas (kapasitas) fiskal yang tinggi antar daerah memasuki era otonomi.

Beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena memiliki sumber-sumber penerimaan yang potensial, yang berasal dari pajak, retribusi daerah, maupun ketersediaan sumber daya alam yang memadai yang dapat dijadikan sumber penerimaan daerah. Namun, disisi lain bagi beberapa daerah, otonomi bisa jadi menimbulkan persoalan tersendiri mengingat adanya tuntutan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Daerah mengalami

peningkatan usaha pajak (Tax Effort) yang lebih tinggi dibanding era sebelum

otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas fiskalnya dalam rangka untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat.


(21)

Penelitian Haryadi (2002) menunjukkan Tax Effort secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan

yang positif sesudah krisis. Penelitian lain terkait dengan Tax Effort dilakukan

oleh Andayani (2004) Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan rata-rata pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota sebelum dan sesudah adanya krisis. Pada masa krisis ekonomi, rata-rata pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan. Penerimaan daerah

yang tidak stabil selama krisis ekonomi menyebabkan adanya kondisi Tax Effort

(usaha pajak), sehingga terjadi penurunan rata-rata pendapatan dan belanja daerah. Bati (2009) melakukan analisa pengaruh belanja modal dan PAD terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Sumatra Utara yang menggunakan belanja modal dan PAD sebagai variabel independen dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen. Hasil dari penelitian ini membuktiksn bahwa secara simultan belanja modal dan PAD berpengaruh signifikan terhadap besarnya pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara parsial hanya PAD yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Penelitian ini pada dasarnya identik dengan penelitian sebelumnya, yaitu untuk melihat bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan


(22)

daerah. Adanya kewenangan yang lebih luas yang diberikan oleh pemerintah pusat tidak hanya diindikasikan mempengaruhi pendapatan daerah, tetapi mempengaruhi pola/stuktur belanja daerah. Adi (2006) memberikan argumentasi bahwa perubahan pola belanja, terutama dengan peningkatan belanja pembangunan menjadi hal yang logis dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah. Terkait dengan hal itu, pemerintah daerah diharapkan semakin mendekatkan diri dalam berbagai kegiatan pelayanan publik guna meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Seiring dengan semakin tingginya tingkat kepercayaan, diharapkan tingkat partisipasi (dukungan) publik terhadap pemerintah daerah juga semakin tinggi (Adi, 2007).

1.2. Rumusan Masalah

Masalah penelitian yang dapat dirumuskan dari gambaran latar belakang

yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut : ”Apakah Tax Effort,

1.3. Tujuan Penelitian

Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD berpengaruh terhadap Pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara?”

Adapun tujuan penelitian ini adalah : Untuk menganalisis pengaruh Tax

Effort, Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD terhadap Pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.


(23)

1.4.Manfaat Penelitian

a. Sebagai masukan kepada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Utara dalam menyusun Anggaran dengan memperhatikan pengaruh faktor Tax

Effort,

b. Sebagai masukan kepada seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat baik

dipusat maupun didaerah terutama pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara agar benar-benar mengawasi pelaksanaan penyerapan Anggaran Belanja yang dikucurkan dari pusat untuk menutupi belanja daerahnya.

Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD terhadap Pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

c. Sebagai masukan bagi peneliti dan pengambil kebijakan terkait pengaruh

faktor Tax Effort,

1.5. Originalitas Penelitian.

Pertumbuhan belanja modal dan Pertumbuhan PAD terhadap Pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Penelitian ini mereplikasi penelitian Bati (2009) melakukan analisa pengaruh belanja modal dan PAD terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Sumatra Utara yang menggunakan belanja modal dan PAD sebagai variabel independen dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen. Hasil dari penelitian ini membuktiksn bahwa secara simultan belanja modal dan PAD berpengaruh signifikan terhadap besarnya pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara parsial hanya PAD yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.


(24)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dimana pada

penelitian ini menggunakan variabel Tax Effort yang diproksikan oleh Pajak

Daerah sebagai variabel independen yang tidak digunakan pada penelitian sebelumnya sehingga upaya daerah dalam meningkatkan kemandirian daerah dapat dilihat pada penelitian ini dan perlu dipertimbangkan pada riset dimasa mendatang mengingat upaya peninggkatan PAD dengan menggali potensi pajak daerah dan retribusi daerah terus ditingkatkan. Pada penelitian sebelumnya hanya mempertimbangkan aspek belanja daerah dan pendapatan asli daerah saja. Selain itu penelitian ini menggunakan periode penelitian tahun 2004-2009 sedangkan periode penelitian tahun sebelumnya pada tahun 2004-2006.


(25)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Literatur

2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan (alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh.

Namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya menambah kebutuhannya akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Adanya keterkaitan yang erat antara pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, ditunjukkan pula dalam sejarah munculnya teori-teori pembangunan ekonomi. Menurut Todaro (2002) dalam kepustakaan pembangunan ekonomi pasca Perang Dunia II terdapat lima pendekatan utama


(26)

dalam aliran pemikiran tentang teori-teori pembangunan, yaitu model pertumbuhan bertahap linier, model pembangunan struktural, model ketergantungan internasional, kontrarevolusi pasar bebas neoklasik dan model pertumbuhan endogen.

Model pertumbuhan bertahap linier menekankan pada pemahaman bahwa proses pembangunan merupakan serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang berurutan, dan juga menyoroti pembangunan sebagai perpaduan dari tabungan, penanaman modal dan bantuan asing. Salah satu tahapan yang harus dilalui adalah tahapan tinggal landas, yang ditandai dengan adanya pengerahan atau mobilisasi tabungan yang dijelaskan oleh model pertumbuhan Harrod-Domar (dalam Todaro, 2002). Model yang berkembang selanjutnya adalah perubahan struktural dan ketergantungan internasional yang perbedaan diantara keduanya lebih pada perbedaan secara ideologis.

Model pertumbuhan yang berkembang pada tahapan berikutnya adalah model pertumbuhan neoklasik, dimana model pertumbuhan Solow menjadi pilarnya. Solow berpendapat bahwa pertumbuhan output bersumber dari tiga faktor: kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui tabungan dan investasi) serta penyempurnaan teknologi. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi bersumber dari hal-hal yang bersifat eksogen atau proses-proses kemajuan teknologi yang bersifat independen (Todaro, 2002).

Kelemahan yang terdapat pada teori neoklasik adalah bahwa pengaruh teknologi tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh faktor-faktor ekonomi,


(27)

mengakibatkan munculnya model pertumbuhan yang baru yaitu pertumbuhan endogen. Model ini tetap berdasarkan pada model yang dikembangkan oleh kaum neoklasik, namun berkebalikan dengan pendapat kaum neoklasik, model pertumbuhan endogen mengakui dan menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan perekonomian.

Blakely dalam Abdullah (2004) juga mengemukakan akan pentingnya peran pemerintah, dengan mengemukakan sejumlah faktor yang mempengaruhi pembangunan daerah. Faktor-faktor tersebut adalah sumber daya alam, tenaga kerja, investasi modal, kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi sektor industri, teknologi, pasar ekspor, situasi perekonomian internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah dan dukungan pembangunan.

2.1.2. Tax Effort

Dongori (2006) menyatakan bahwa dampak diberlakukannya undang-undang otonomi daerah dan dikeluarkannya undang-undang-undang-undang No.34 tahun 2000 yang membatasi pungutan pajak daerah dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penerimaan daerah. Ketersediaan sumber-sumber daya potensial dan kesiapan daerah menjadi faktor penting keberhasilan daerah dalam era otonomi ini. Keuangan daerah, terutama pada sisi penerimaan bisa menjadi tidak stabil dalam memasuki era otonomi ini. Sobel dan Holcombe (1996) dalam Andayani (2004) mengemukakan bahwa terjadinya krisis keuangan disebabkan tidak cukupnya penerimaan atau pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pengeluaran. Daerah- daerah yang tidak memiliki kesiapan memasuki era otonomi


(28)

bisa mengalami hal yang sama. Upaya fiskal (Tax Effort) dilakukan karena adanya tuntutan peningkatan kemandirian yang ditunjukkan dengan meningkatnya penerimaan sendiri untuk membiayai berbagai pengeluaran yang ada.

Shamsub & Akoto (2004) mengelompokkan penyebab timbulnya Tax

Effort 1.

ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:

Menekankan bahwa peran siklus ekonomi dapat menyebabkan Tax Effort.

Penyebab utama terjadinya Tax Effort adalah kondisi ekonomi seperti

pertumbuhan yang menurun dan resesi. 2.

Menekankan bahwa ketiadaan perangsang bisnis dan kemunduran industri

sebagai penyebab utama timbulnya Tax Effort. Yu dan Korman (1987) dalam

(Shamsub & Akoto, 2004) menemukan bahwa kemunduran industri menjadikan berkurangnya hasil pajak tetapi pelayanan jasa meningkat, hal ini

dapat menyebabkan Tax Effort.

3.

Menerangkan Tax Effort sebagai fungsi politik dan faktor-faktor keuangan

yang tidak terkontrol. Ginsberg dalam (Shamsub & Akoto, 2004) menunjukkan bahwa sebagian dari peran ketidakefisienan birokrasi, korupsi, gaji yang tinggi untuk pegawai, dan tingginya belanja untuk kesejahteraan

sebagai penyebab Tax Effort.

Otonomi daerah menuntut daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Seiring dengan peningkatan kemandirian, daerah diharapkan mampu melepaskan atau paling tidak mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Dalam era ini, PAD idealnya menjadi komponen utama pembiayaan daerah. Namun upaya pemerintah daerah ini mengalami hambatan


(29)

karena diberlakukannya UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah. Keberadaan UU ini seringkali dinilai justru menjadi disinsentif bagi daerah, dikarenakan membatasi daerah untuk melakukan ekstensifikasi pajak-pajak daerah.

Pada saat Tax Effort tinggi, pemerintah cenderung menggali potensi

penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya (Shamsub dan Akoto, 2004). Oleh karena itu, tingginya angka upaya pajak dapat diidentikkan

dengan kondisi Tax Effort. Upaya Pajak (Tax Effort) adalah upaya peningkatan

pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi) sumber-sumber pajak daerah dengan potensi sumber-sumber pendapatan pajak

daerah. Tax Effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan

pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki. Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan pemerintah daerah dapat dicapai dalam tahun anggaran daerah tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah juga disebutkan bahwa Belanja Modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

2.1.3. Belanja Modal

Menurut Halim (2004: 73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum”.


(30)

pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.

Menurut Syaiful (2007 : 2-3), Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama:

1. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ pembelian/ pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan, pembangunan/ pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainya

Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pegadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainya yang tidak dapat


(31)

dikategorikan dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan termasuk dalam belanja ini adalah belanja kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah.

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah

Menurut Permendagri No.32 Tahun 2008, dalam upaya peningkatan PAD, agar tidak menetapkan kebijakan yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Upaya tersebut dapat ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, meningkatkan ketaatan wajib pajak dan pembayar retribusi daerah serta meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD yang diikuti dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan.

Secara teoritis pengukuran kemandirian daerah diukur dari PAD. Sesuai dengan UU No.33 Tahun 2004 disebutkan bahwa PAD terdiri dari: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Namun di dalam perkembangan selanjutnya, diantara semua komponen PAD, pajak dan retribusi daerah merupakan penyumbang terbesar, sehingga muncul anggapan bahwasanya PAD identik dengan pajak dan retribusi daerah.

Halim (2007:96) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Yani (2008:44) menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah diperoleh dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, Dan Lain-lain PAD yang sah


(32)

2.1.5. Pengaruh Tax Effort terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per Kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah (Brata, 2004).

PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu.

Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Bila harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah


(33)

dapat terpenuhi, berarti Tax Effort memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Halim (2001) menunjukkan bahwa Tax

Effort dapat mempengaruhi APBD suatu daerah. Hal tersebut dibuktikan dari adanya pergeseran (kenaikan/penurunan) dari komponen penerimaan dan

pengeluaran APBD. Terkait dengan hal itu, fakta empirik bahwa kondisi Tax

Effort yang terjadi di tahun 1997 ternyata secara umum tidak menurunkan peran PAD terhadap total anggaran penerimaan/pendapatan daerah. Komponen dari sektor penerimaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD)

yang terpengaruh secara signifikan dengan kondisi Tax Effort adalah proporsi

retribusi daerah, sedangkan proporsi pajak daerah relatif tidak

Penelitian lain yang dilakukan oleh Purnaninthesa (2006) membuktikan bahwa

terpengaruh, bahkan proporsinya sedikit naik dalam komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Tax Effort berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Kesimpulan riset menunjukkan

bahwa Tax Effort pada suatu daerah dapat menyebabkan motivasi bagi daerah

untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya guna mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat. Penelitian lain yang dilakukan Dongori (2006)

menunjukkan fakta empirik bahwa Tax Effort mempunyai pengaruh negatif

terhadap tingkat ketergantungan daerah. Semakin tinggi tingkat Tax Effort maka

ada terdapat upaya daerah untuk meningkatkan kemandiriannya, yaitu dengan cara mengoptimalkan potensi asli daerahnya, yang salah satunya tercermin pada pendapatan asli daerah.


(34)

Dalam menghadapi otonomi daerah, pemerintah daerah harus lebih meningkatkan pelayanan publiknya. Upaya ini akan terus mengalami perbaikan sepanjang didukung oleh tingkat pembiayaan daerah yang memadai. Alokasi belanja yang memadai untuk peningkatan pelayanan publik diharapkan memberikan timbal balik berupa peningkatan peneriamaan pendapatan asli daerah, baik yang berasal dari retribusi, pajak daerah maupun penerimaan lainnya.

Penelitian Haryadi (2002) menunjukkan Tax Effort secara signifikan berpengaruh

terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan yang positif

sesudah krisis. Penelitian Andayani (2004) yang menguji Tax Effort pada saat

krisis ekonomi dan sebelum krisis ekonomi menunjukkan bahwa disaat daerah

mengalami Tax Effort

Dalam model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave (dalam Mangkoesoebroto, 1999) bahwa pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi sangat besar. Hal ini disebabkan oleh karena pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana.

yang tinggi (yaitu pada saat krisis ekonomi) maka terdapat kecenderungan peningkatan belanja daerah.

2.1.6. Pengaruh Pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi


(35)

Investasi pemerintah daerah dalam hal ini dinyatakan dalam belanja modal yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan PAD. Dana tersebut digunakan untuk memberdayakan berbagai sumber ekonomi untuk mendorong pemerataan dan peningkatan pendapatan perkapita. Dana pembangunan juga merupakan salah satu input produksi yang dapat menghasilkan output.

Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah (Abimanyu, 2005).

Peningkatan Pemerintah Daerah dalam investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Wong (2004) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Dalam penelitian Adi (2006) menyatakan bahwa Belanja pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan


(36)

pendapatan daerah. Dalam penerapan desentralisasi, pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Bappenas (2003), serta Setiaji dan Adi (2007) tentang peta kemampuan daerah (propinsi, maupun kabupaten dan kota) dalam era otonomi menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pemerintah daerah berupaya mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah sebagai bagian utama dalam penyusunan APBD sebagai upaya meminimalkan ketergantungan

2.1.7 Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

penerimaan dari pemerintah pusat.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan daerah dan pelayaan kepada masyarakat. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian regional.

Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 157 sumber pendapatan daerah terdiri atas: a.pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah; b. dana perimbangan; dan c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.


(37)

Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan

dialokasikan dalam belanja.

Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah berupa pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis (Abdullah, 2004).

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi disuatu daerah terkait dengan adanya stimulus dari pemerintah yang tergambar dalam sebuah persamaan konsumsi. Upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka upaya peningkatan pendapatan asli daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dapat dilakukan dengan peningkatan pelayanan masyarakat. Peningkatan pelayanan masyarakat ini merupakan unsur yang penting mengingat paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah pembayaran pajak dan retribusi ini sudah merupakan hak dari pada kewajiban masyarakat terhadap negara karena adanya pelayanan dari negara.

Peningkatan pelayanan ini dilakukan dengan pengalokasian belanja modal untuk pembangunan aset pelayanan publik dan belanja pemeliharan untuk menjaga aset tetap berfungsi sampai masa ekonomisnya habis. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik


(38)

terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD. Pengalokasian belanja modal pada dasarnya ditujukan untuk pelayanan publik dengan harapan akan memberikan kemajuan bagi daerah tersebut. Kemajuan suatu daerah dilihat dengan berbagai indikator. Salah satu dari indikator yang sering dilihat adalah PAD daerah tersebut. Dengan kata lain, penentuan kebijakan belanja modal yang merupakan stimulus pertumbuhan ekonomi daerah sedikit banyaknya dipengaruhi hasil dari peningkatan PAD.

Purnaninthesa (2006) dan Dongori (2006) menunjukkan fakta empiris

yang hampir sama bahwa, Tax Effort mempunyai pengaruh positif terhadap

tingkat pembiayaan daerah. Secara komprehensif, hasil tersebut memberikan gambaran empirik bahwa dibandingkan dengan era sebelum otonomi daerah,

pengaruh Tax Effort terhadap tingkat pembiayaan sesudah otonomi lebih besar

dibandingkan sebelum otonomi. Perubahan pembiayaan ini lebih banyak disebabkan adanya tuntutan peningkatan pelayanan publik yang ditunjukkan dengan peningkatan alokasi ataupun terjadi pergeseran belanja untuk kepentingan-kepentingan pelayanan publik secara langsung, dalam hal ini belanja pembangunan.

Implementasi Undang-Undang otonomi daerah diharapkan dapat memberikan motivasi bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Pemerintah diharapkan menggali potensi yang ada di daerahnya, sehingga pendapatan asli daerahnya dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah, khususnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik ataupun peningkatan prasarana yang mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pada


(39)

gilirannya harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dapat terpenuhi.

Berarti Tax Effort benar-benar memberikan pengaruh terhadap pembelanjaan

daerah.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian Saggaf (1999) dengan judul Analisa pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pekanbaru. Adapun variabel yang digunakan berupa Anggaran dan Realisasi PAD PDRB dan APBD. Hasil menunjukkan Ada pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Haryadi (2002) menunjukkan Tax Effort

secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah

Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan yang positif sesudah krisis.

Penelitian lain terkait dengan Tax Effort dilakukan oleh Andayani (2004)

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan rata-rata pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota sebelum dan sesudah adanya krisis. Pada masa krisis ekonomi, rata-rata pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan. Penerimaan daerah yang

tidak stabil selama krisis ekonomi menyebabkan adanya kondisi Tax Effort (usaha


(40)

Riset yang dilakukan oleh Adi (2006) dengan judul Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali). Variabel yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Daerah dan Pendapatan Asli Daerah. Hasil menunjukkan bahwa Belanja Pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun Pertumbuhan Ekonomi.

Selain itu riset yang dilakukan oleh Setiaji (2005) dengan judul Peta Kemampuan Keuangan Daerah Sesudah Otonomi Daerah : Apakah Mengalami Pergeseran. Variabel yang digunakan adalah PAD dan Pertumbuhan Eknomi. Hasil menunjukkan Perbedaan pertumbuhan PAD tidak diikuti dengan kenaikan share (kontribusi) PAD terhadap belanja Daerah Peningkatan PAD tidak sebanding dengan peningkatan total Belanja Daerah.

Bati (2009) melakukan analisa pengaruh belanja modal dan PAD terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Sumatra Utara yang menggunakan belanja modal dan PAD sebagai variabel independen dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen. Hasil dari penelitian ini membuktiksn bahwa secara simultan belanja modal dan PAD berpengaruh signifikan terhadap besarnya pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara parsial hanya PAD yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya yang dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :


(41)

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Nama

/Tahun Judul Penelitian

Variabel yang

digunakan Hasil Penelitian

Saggaf (1999) Analisa pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pekanbaru Anggaran dan Realisasi PAD PDRB, APBD

Ada pengaruh PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Analisis Pengaruh Tax Effort Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Menghadapi Pelaksanaan Otonomi Daerah Haryadi (2002) Tingkat kemampuan pembiayaan daerah, kemampuan mobilisasi daerah, tingkat ketergantungan sesudah krisis.

Tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan yang positif sesudah krisis.

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Andayani (2004) Pendapatan dan Belanja Daerah

Terjadi perubahan rata-rata pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota sebelum dan sesudah adanya krisis. Pada masa krisis ekonomi, rata-rata

Setiaji (2005)

pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan.

Peta Kemampuan Keuangan Daerah Sesudah Otonomi Daerah : Apakah Mengalami

Pergeseran?

PAD

Pertumbuhan Eknomi

Perbedaan pertumbuhan PAD tidak diikuti dengan kenaikan share (kontribusi) PAD terhadap belanja Daerah Peningkatan PAD tidak sebanding dengan peningkatan total Belanja Daerah.

Adi (2006) Hubungan Antara Pertumbuhan

Ekonomi Daerah, BP dan PAD

Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Daerah, PAD

Belanja Pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun Pertumbuhan Ekonomi.

Bati (2009)

Pengaruh Belanja Modal dan PAD terhadap

Pertumbuhan

Ekonomi di Kabupaten/Kota

Sumatra Utara

Belanja Modal dan PAD sebagai Variabel Independen Dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Variabel Dependen

Hasil penelitian membuktikan bahwa secara simultan belanja modal dan PAD berpengaruh signifikan terhadap besarnya

pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara parsial hanya PAD yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.


(42)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Model yang dapat dikembangkan berdasar teori dan pengembangan hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 : Kerangka Konseptual

Berdasarkan gambar tersebut menunjukkan semakin besar upaya fiskal (Tax Effort) melalui peningkatan pajak daerah sebagai upaya peningkatan kapasitas pajak maka akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Kedudukan dan fungsi Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh sebagai stimulus dan faktor pemicu pertumbuhan ekonomi sebagai variabel yang mempengaruhi pertumbuhan

PERTUMBUHAN PAD (X3) PERTUMBUHAN BELANJA MODAL

(X2)

TAX EFFORT (X1)

PERTUMBUHAN EKONOMI (Y)


(43)

ekonomi. Selain itu kedudukan belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan. Semakin tinggi upaya pajak, alokasi belanja modal dan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dicapai berkat adanya yang akan dikeluarkan untuk membiayai kebutuhan pembangunan suatu daerah. Semakin tinggi upaya pajak yang dilakukan maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang timbul di suatu daerah karena akhirnya pajak akan digunakan untuk kepentingan publik yang mendukung perekonomian.

3.2. Hipotesis

Adapun hipotesis penelitian ini adalah : Tax Effort, Pertumbuhan Belanja

Modal dan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positip terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.


(44)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menguji teori-teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan análisis data dengan prosedur statistik. Tujuan penelitian ini untuk menguji hipotesis penelitian yang berkaitan dengan variabel yang diteliti. Hasil pengujian data digunakan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan penelitian, mendukung atau menolak hipotesis yang dikembangkan dari telaah teoritis. Penelitian ini akan mengindentifikasi bagaimana variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

4.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 kabupaten dan kota. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 (dua puluh lima) pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada tahun 2004-2009. Data sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling dengan kriteria yaitu :

1. Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang

mempublikasikan laporan keuangannya secara konsisten dari tahun 2004-2009 dan ketersediaan data perhitungan PAD dan Belanja Daerah yang dianggarkan.


(45)

2. Pemerintah daerah kabupaten dan kota yang tidak dimekarkan pada kurun waktu 2004 -2009.

Adapun deskripsi data Kabupaten/Kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi sampel penelitian adalah sebanyak 25 (dua puluh lima) sampel yang terdapat pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 : Sampel Penelitian

NO NAMA KABUPATEN/ KOTA KRITERIA SAMPEL

1 2

1. Kota Binjai √ √ Sampel 1

2. Kota Medan √ √ Sampel 2

3. Kota Sibolga √ √ Sampel 3

4. Kota Padang Sidempuan √ √ Sampel 4

5. Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 5

6. Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 6

7. Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 7

8. Kabupaten Asahan √ √ Sampel 8

9. Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 9

10. Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 10

11. Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 11

12. Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 12

13. Kabupaten Batubara x x -

14. Kabupaten Pakphak Barat √ √ Sampel 13

15. Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 14

16. Kabupaten Nias Selatan √ √ Sampel 15

17. Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 16

18. Kabupaten Karo √ √ Sampel 17

19. Kabupaten Serdang Bedagai x √ Sampel 18

20. Kabupaten Labuhan Batu √ √ Sampel 19

21. Kabupaten Nias √ √ Sampel 20

22. Kabupaten Langkat √ √ Sampel 21

23. Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 22

24. Kabupaten Samosir √ x Sampel 23

25. Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 24

26. Kabupaten Dairi √ √ Sampel 25

27. Kabupaten Angkola Sipirok x x -

28. Kabupaten Padang Lawas x x -

29. Kabupaten Padang Lawas Utara x x -

30. Kabupaten Nias Utara x x -

31. Kabupaten Labuhan Batu Utara x x -

32. Kabupaten Labuhan Batu Selatan x x -

33. Kota Gunung Sitoli x x -


(46)

4.3. Variabel Penelitian

4.3.1. Klasifikasi Variabel a. Pertumbuhan Ekonomi (Y)

Pertumbuhan Ekonomi merupakan indikator pertumbuhan barang dan jasa suatu daerah yang diukur dari total 9 sektor yang ada didalam Product Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan PDRB diukur berdasarkan PDRB periode APBD dibagi dengan PDRB periode APBD tahun sebelumnya berdasarkan harga berlaku. (Todaro, 2002)

PPDRB (t) = PDRBt- PDRBt-1/PDRBt-1 x 100 %

Keterangan:

PPDRB (t) = Pertumbuhan Ekonomi periode t

PDRBt = PDRB periode t

PDRBt-1 = PDRB periode t-1

b. Tax Effort (X1

Tax Effort

)

merupakan realisasi penerimaan dibandingkan dengan anggaran

nilai potensi pendapatan daerah yang dihasilkan dari pajak daerah. Tax Effort

diukur berdasarkan realisasi penerimaan dibandingkan dengan nilai potensi

pendapatan. Upaya pajak yang tinggi mencerminkan tingkat Tax Effort yang lebih

besar, hal ini berarti bahwa permintaan untuk jasa tertentu melebihi sumber atau

pendapatan yang ada. Menurut Sukanto (1999), upaya pajak (Tax Effort) dapat


(47)

Upaya Pajak (Tax Effort) = Realisasi penerimaan Pajak Daerah Anggaran/Potensi Pendapatan Pajak

Daerah

b. Pertumbuhan Belanja Modal (X2)

Pertumbuhan belanja modal merupakan pertumbuhan jumlah anggaran pengeluaran baik langsung maupun tidak langsung terkait dan berhubungan dengan program atau kegiatan. Pertumbuhan belanja modal diukur berdasarkan belanja modal periode APBD dibagi dengan belanja modal periode APBD sebelumnya. (Andayani, 2004)

PBM(t) = BMt-BMt-1/BMt-1 x 100 %

Keterangan:

PBM(t) = Pertumbuhan Belanja Modal periode t

BM(t) = Belanja Modal periode t

BM (t-1) = Belanja Modal periode t-1

c. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (X3)

Pertumbuhan pendapatan asli daerah merupakan pertumbuhan jumlah realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain penerimaan PAD yang sah. Pertumbuhan PAD diukur berdasarkan pendapatan asli daerah periode APBD dibagi dengan Pendapatan Asli Daerah periode APBD sebelumnya. (Andayani, 2004)


(48)

Keterangan:

PPAD (t) = Pertumbuhan Pendapatan Daerah periode t

PAD (t) = Pendapatan Asli Daerah periode t

PAD (t-1) = Pendapatan Asli Daerah periode t-1

4.3.2. Definisi Operasional

Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dengan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu negara. Sedangkan untuk tingkat wilayah, Propinsi maupun Kabupaten/Kota, digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan bagian dari PDB, sehingga dengan demikian perubahan yang terjadi di tingkat regional akan berpengaruh terhadap PDB atau sebaliknya.

PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu Daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing Propinsi sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi Daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar Daerah. Dalam perekonomian suatu negara, masing-masing sektor tergantung pada sektor yang lain, satu dengan yang lain saling memerlukan baik dalam tenaga, bahan mentah maupun hasil akhirnya. Sektor industri memerlukan bahan mentah dari sektor pertanian dan pertambangan, hasil sektor industri dibutuhkan oleh sektor pertanian dan jasa-jasa.


(49)

Untuk menghasilkan suatu barang atau jasa diperlukan barang lain yang disebut faktor produksi. Total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu (satu tahun) dihitung sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Tax Effort diukur berdasarkan realisasi penerimaan dibandingkan dengan

nilai potensi pendapatan. Upaya pajak yang tinggi mencerminkan tingkat Tax

Effort yang lebih besar, hal ini berarti bahwa permintaan untuk jasa tertentu melebihi sumber atau pendapatan yang ada.

Pertumbuhan belanja modal diukur berdasarkan belanja modal periode APBD dibagi dengan belanja modal periode APBD sebelumnya. Pertumbuhan jumlah anggaran pengeluaran baik langsung maupun tidak langsung terkait dan berhubungan dengan program atau kegiatan.

Pertumbuhan pendapatan asli daerah diukur berdasarkan pendapatan asli daerah periode APBD dibagi dengan Pendapatan Asli Daerah periode APBD sebelumnya. Pertumbuhan jumlah realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lail-lain penerimaan PAD yang sah.

Untuk menjelaskan variabel-variabel yang sudah diidentifikasi, maka operasioanal variabel terdapat pada Tabel 4.2 sebagai berikut :


(50)

Tabel 4.2 : Operasionalisasi Variabel

Nama

Variabel Definisi Indkator

Kriteria

Ukuran Skala Pertumbu

han Ekonomi

(Y)

Ppertumbuhan ekonomi suatu daerah yang diukur dari pertumbuhan total 9

sektor yang ada pada

PDRB.

PPDRB (t) = PDRBt-PDRBt-1 /PDRBt-1 X 100% Jumlah PDRB Harga Berlaku di Sumut tahun 2005-2009 (Milyar) Rasio Tax Effort (X1) Realisasi penerimaan dibandingkan dengan anggaran nilai TE= Realisasi penerimaan PD/

Potensi Pendapatan PD potensi

pendapatan daerah yang dihasilkan dari pajak daerah.

Realisasi PAD/Potens i PAD tahun

2004-2008 Rasio Pertumbu han Belanja Modal/Pe mbanguna n (X2) Pertumbuhan jumlah anggaran pengeluaran baik langsung maupun tidak langsung terkait dan berhubungan dengan program atau kegiatan.

PBM(t) = BMt–BMt-1/BMt-1 X 100%

Realisasi Belanja Modal/Pem bangunan tahun 2004-2008 Rasio Pertumbu han Pendapata n Asli Daerah (X3) Pertumbuhan jumlah realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lail-lain penerimaan PAD yang sah

PPAD (t) = PADt-1/PADt-1 X 100% Realisasi PAD tahun 2004-2008 Rasio

4.4. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten dan kota di


(51)

Sumatera Utara. Data diperoleh dari buku APBD Sumatera Utara dan dari situs Departemen Dalam Negeri serta bersumber dari BPS Sumatera Utara. Periode APBD yang menjadi pengamatan penelitian adalah periode 2004 sampai dengan 2009.

4.5. Model dan Teknis Analisis Data

Model regresi ini menggunakan model regresi berganda (multiple regression analysis). Model yang digunakan sebagai berikut :

Y = + ß1.X1 + ß2X2+ ß3_X3

Dari model tersebut dispesipikasi dalam bentuk ekonometrik menjadi :

PE = + ß1.TE + ß2PBM + ß3PPAD + µ

Dari model tersebut dispesipikasi dalam bentuk ln menjadi :

ln_PE = ln_+ ß1 ln_TE + ß2 ln_PBM + ß3 ln_PPAD + µ

dimana :

 = Konstanta

β1 – β3 = Koefisien persamaan regresi

PE = Pertumbuhan Ekonomi

TE = Tax Effort

PBM = Pertumbuhan Belanja Modal

PPAD = Pertumbuhan PAD


(52)

Sebelum data dianalisis, maka untuk keperluan analisis data tersebut, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik (Ghozali:2005), yaitu:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dimana apabila nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal. Selain itu, cara lain untuk menguji kenormalan data adalah dengan cara melihat grafik histogram dan grafik PP Plots dari data yang dimaksud.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk melakukan uji multikolinearitas dalam penelitian ini, peneliti melihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF=1/Tolerance). Apabila nilai tolerance <0.10 atau sama dengan nilai VIF >10, maka dikatakan terjadi multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan


(53)

Glesjer (Ghozali, 2005). Uji Glesjer dilakukan dengan cara meregresikan variabel independen terhadap residualnya. Cara untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas adalah: (a) Melakukan transformasi dalam bentuk membagikan model regresi asal dengan salah satu variabel independen yang digunakan dalam model ini. (b) Melakukan transformasi log (Ghozali, 2005).

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara Uji Durbin-Watson (DW test), dimana apabila nilai Durbin-Durbin-Watson (DW) terletak antara batas atas atau Upper Bound (DU) dan 4-DU, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. Kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan t-test.


(54)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Data Penelitian

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan deskripsi data Kabupaten/Kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi sampel penelitian adalah sebanyak 25 (dua puluh lima) sampel yang terdapat pada Tabel 4.1 pada bab sebelumnya.

Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada Lampiran 1 dimana hasil uji regresi berganda yang menunjukkan model regresi yang tidak linier dan tidak melewati uji asumsi klasik yaitu adanya gejala pelanggaran asumsi normalitas dan terjadinya gejala heteroskedastisitas. Selanjutnya untuk mendapatkan model yang layak (blues unbiased linier) setelah melalui uji asumsi klasik dilanjutkan dengan melakukan transformasi logaritma natural. Berdasarkan model yang sudah ditransformasi maka diperoleh model yang akan dibahas lebih lanjut yang terdapat pada Lampiran 6 merupakan model yang telah melewati uji asumsi klasik.

Deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.2. berikut :


(55)

Tabel 5.2 : Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PE 125 826.00 72667.00 6994.8880 11881.17701

TE 125 88930.00 226564894.00 14627589.39 39068607.70515

BM 125 -.88 65.42 4.8629 11.14211

PAD 125 -1.00 8.40 .3065 .92068

Valid N (listwise) 125

Sumber : Lampiran 6b (data diolah SPSS).

Berdasarkan Tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa dari jumlah N sampel sebanyak 125, dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara tahun 2005-2009 dengan proksi PDRB Harga Berlaku sebesar Rp. 6.994 Milyar Rupiah dengan jumlah pertumbuhan ekonomi terendah Rp.826,00 Milyar Rupiah dan tertinggi sebanyak Rp. 72.667 Milyar dengan standar deviasi Rp.11.881 Milyar dari rata - rata. Dengan melihat angka laju pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah maka dapat memberikan suatu gambaran bagaimana pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh daerah tersebut.

Variabel Tax Effort adalah realisasi penerimaan yang merupakan

komponen dari pendapatan daerah yang dihasilkan dari pajak daerah.

Pertumbuhan Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan Semakin

tinggi angka Tax Effort suatu daerah maka semakin tinggi upaya daerah

meningkatkan kemampuan dan kemandirian daerah untuk tidak bergantung

kepada pemerintah pusat. Berdasarkan data diatas rata-rata jumlah Tax Effort

Kabupaten/Kota di Sumut sebesar Rp.14.627 Milyar Rupiah dengan jumlah Tax

Effort terendah sebesar Rp.889.30 Juta dan Tax Effort tertinggi sebanyak Rp.226.564 Milyar dengan standar deviasi 39.068 Juta Rupiah dari rata – rata.


(56)

daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum. Belanja Modal merupakan belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Rata – rata pertumbuhan belanja modal sebesar 4.86 % dengan pertumbuhan (penurunan) jumlah belanja modal terendah sebesar -0.88 % dan pertumbuhan tertinggi sebesar 65.42 % dengan standar deviasi 11.14 % dari rata – rata belanja modal.

Rata-rata pertumbuhan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Sumut sebesar 0.31 % dengan jumlah pertumbuhan (penurunan) Pendapatan Asli Daerah (PAD) terendah sebesar -1 % dan tertinggi sebanyak 8.40 % dengan standar deviasi 0.92 % dari rata-rata. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menggambarkan kemampuan Pemda/Pemko menggali potensi yang ada untuk meningkatkan pendapatan daerahnya dalam merealisasikan PAD yang direncanakan guna untuk membiayai daerah pemerintahannya, berdasarkan potensi riil daerah. Secara keseluruhan PAD Propinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah ini merupakan akibat perkembangan pesat pajak daerah, retribusi daerah, kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.


(57)

5.2. Analisis Data

5.2.1. Uji Asumsi Klasik

Pengujian terhadap ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik yang merupakan dasar dalam model regresi linier berganda. Hal ini dilakukan sebelum pengujian hipotesis meliputi :

5.2.1.1 Pengujian Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi pada variabel terikat dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah data penelitian ini terdistribusi normal atau tidak dapat dideteksi melalui 2 cara yaitu analisis grafik dan analisis statistik (uji One sample Kolmogorov Smirnov).


(58)

a. Analisis Grafik

1. Sebelum Transformasi


(59)

2. Sesudah Transformasi

Gambar 5.2 : Grafik Normalitas Sesudah Transformasi

Berdasarkan pada Gambar 5.1 dan 5.2 tersebut Ghozali (2005) menyatakan jika distribusi data adalah normal, maka terdapat titik titik yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonalnya. Hasil grafik sebelum dan sesudah transformasi tersebut terlihat bahwa titik titik yang menyebar disekitar garis diagonalnya maka dapat dinyatakan bahwa residual terdistribusi normal.


(60)

b. Uji Statistik

1. Sebelum Transformasi

Adapun hasil uji Kolmogorov Smirnov sebelum transformasi terdapat

pada Tabel 5.3 berikut :

Tabel 5.3 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test (Sebelum Transformasi)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 125

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 3.31631914E3

Most Extreme Differences Absolute .226

Positive .226

Negative -.194

Kolmogorov-Smirnov Z 2.525

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber : Lampiran.

Dari hasil pengujian terlihat pada Tabel 5.3 tersebut terlihat besarnya nilai Kolmogorov- Smirnov adalah 2.525 dan signifikansinya pada 0.000 dan nilainya

dibawah α = 0.05 Dalam hal ini berarti H0 ditolak yang berarti data residual tidak berdistribusi normal. Atas hal tersebut dilanjutkan dengan proses transformasi.


(61)

2. Sesudah Transformasi

Adapun hasil pengujian sesudah tranformasi terdapat pada Tabel 5.3 berikut :

Tabel 5.3 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test (Sesudah Transformasi)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 56

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .55556426

Most Extreme Differences Absolute .085

Positive .064

Negative -.085

Kolmogorov-Smirnov Z .638

Asymp. Sig. (2-tailed) .810

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber : Lampiran. Hasil Output SPSS 17.

N populasi sebesar 56 menunjukkan N populasi yang sudah ditransformasi dan dalam perhitungannya menyisihkan nilai yang negative. Dari hasil pengujian terlihat pada Tabel 5.3 tersebut terlihat besarnya nilai Kolmogorov- Smirnov

adalah 0.638 dan signifikansinya pada 0.810 dan nilainya jauh diatas α = 0.05


(62)

5.2.1.2. Uji Multikolinearitas 1. Sebelum Transformasi

Adapun Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan ada tidaknya korelasi antar variabel bebas. Cara mendeteksi terjadinya multikolinieritas adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Menurut Ghozali (2005: 93), pada umumnya jika VIF > 10, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya. Nilai VIF dan nilai tolerance value untuk melihat adanya gejala multikolinieritas sebelum transformasi terdapat pada Tabel berikut :

Tabel 5.4

Uji Multikolinieritas (Sebelum Transformasi) Coefficientsa

Model

Correlations Collinearity Statistics

Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 TE .960 .960 .956 .995 1.005

BM -.037 -.020 -.005 .986 1.014

PAD -.081 -.050 -.014 .982 1.018

a. Dependent Variable: PE

Sumber : Lampiran.

Dari Tabel 5.4 diatas, terlihat bahwa variabel independen yaitu TE, BM dan PAD mempunyai angka VIF dibawah angka 10. Hal ini berarti bahwa regresi yang dipakai untuk ke 3 (tiga) variabel independen diatas tidak terdapat persoalan dan problem gejala multikolinieritas. Atas hal tersebut dilakukan pengujian lagi setelah dilakukan transformasi sebagai berikut :


(63)

2. Sesudah Transformasi

Nilai VIF dan nilai tolerance value untuk melihat adanya gejala multikolinieritas sesudah transformasi terdapat pada Tabel berikut :

Tabel 5.4 Uji Multikolinieritas (Sesudah Transformasi) Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF

1 ln_TE .627 1.596

ln_BM .958 1.044

ln_PAD .606 1.650

a. Dependent Variable: ln_PE

Sumber : Lampiran Hasil Output SPSS 17.

Dari Tabel 5.4 diatas, terlihat bahwa variabel independen yaitu ln_TE, ln_BM dan ln_PAD mempunyai angka Variance Inflation Factor (VIF) dibawah angka 10. Hal ini berarti bahwa regresi yang dipakai untuk ke 3 (tiga) variabel independen diatas tidak terdapat persoalan dan problem gejala multikolinieritas. Dengan demikian hasil diatas konsisten dengan hasil sebelum ditransformasi.


(64)

5.2.1.3. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2005 : 107) model regresi yang baik adalah model yang homoskesdatisitas atau tidak terjadi heteroskedastitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan dengan Uji Glesjer. Asumsi utama Uji Glesjer yaitu dengan melakukan regresi variable independen terhadap residual (Ghozali, 2005 : 111). Adapun hasil pengujian Uji Glesjer terdapat pada Tabel 5.5 berikut :

1. Sebelum Transformasi

Adapun hasil pengujian Uji Glesjer sebelum transformasi terdapat pada Tabel 5.5 berikut :

Tabel 5.5 : Uji Glesjer (Sebelum Transformasi) Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -.110 .098 -1.118 .269

TE 6.063E-9 .000 .372 2.958 .005

BM -.004 .005 -.115 -.924 .360

PAD .119 .057 .263 2.088 .042

a. Dependent Variable: Unstandardized Residual

Sumber : Hasil Olah Data SPSS (Lampiran.)

Hasil yang terlihat pada Tabel 5.5 menunjukkan koefesien parameter untuk variabel independent tidak ada yang signifikan (variabel TE dengan tingkat signifikansi 0.005, variabel BM dengan tingkat signifikansi 0.360 dan variabel PAD dengan tingkat signifikansi 0.042. Maka dapat disimpulkan model regresi pada variabel TE dan PAD terdapat gejala heteroskedastisitas. Untuk itu dilakukan proses transformasi.


(65)

2. Sesudah Transformasi

Adapun hasil pengujian Uji Glesjer sesudah transformasi terdapat pada Tabel 5.5 berikut :

Tabel 5.5 : Uji Glesjer (Sesudah Transformasi)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) -129.366 4348.214 .030 .177

ln_TE 54.563 301.158 .585 .181 .424

ln_BM -14.874 145.644 -.013 -.102 .919

ln_PAD 78.732 348.228 .525 .226 .181

a. Dependent Variable: Unstandardized Residual

Sumber : Hasil Olah Data SPSS. (Lampiran).

Jika koefesien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa dalam data model empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas dan sebaliknya jika parameter beta tidak signifikan secara statistik, maka asumsi homoskesdatisitas pada data model tersebut tidak dapat ditolak. Hasil yang terlihat pada Tabel 5.5 menunjukkan koefesien parameter untuk variabel independent tidak ada yang signifikan (ln_TE dengan tingkat signifikansi 0.424, ln_BM dengan tingkat signifikansi 0.919 dan ln_PAD dengan tingkat signifikansi 0.181. Maka dapat disimpulkan model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas.


(66)

5.2.1.4. Uji Autokorelasi

Gejala Autokorelasi diditeksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Menurut Santoso (2002 : 241), untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW). Nilai d tersebut selanjutnya

dibandingkan dengan nilai dtabel

•Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif.

dengan tingkat signifikansi 5% dengan df = n-k-1. Untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson, dengan kriteria menurut Santoso (2005 : 242) dengan cara melihat besaran Durbin-Watson sebagai berikut :

•Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.

•Angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.

1. Sebelum Transformasi

Tabel 5.6 Uji Autokorelasi (Sebelum Transformasi)

Model R R Square Durbin-Watson

1 .960a .922 1.225

a. Predictors: (Constant), PAD, TE, BM b. Dependent Variable: PE

Sumber : Lampiran.

Hasil uji autokorelasi Tabel diatas menunjukkan nilai statistik Durbin-Watson (D-W) sebesar 1.225, maka disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif (masih dalam kisaran angka D-W -2 dan +2). Sedangkan setelah dilakukan transformasi dari hasil pengujian terlihat bahwa nilai


(67)

DW sebesar 1.321, berarti data tidak terkena autokorelasi. Adapun nilai DW terdapat pada Tabel 5.6 berikut :

Tabel 5.6

Uji Autokorelasi (Sesudah Transformasi)

Model R R Square Durbin-Watson

1 .808a .653 1.321

a. Predictors: (Constant), ln_PAD, ln_BM, ln_TE b. Dependent Variable: ln_PE

Sumber : Hasil Olah Data SPSS. (Lampiran).

Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin-Watson (D-W) sebesar 1.321, maka disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif (masih dalam kisaran angka D-W -2 dan +2). Dengan demikian baik sebelum maupun sesudah transformasi menunjukkan tidak terdapat gejala autokorelasi.

5.3. Hasil Analisis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Tax Effort, Pertumbuhan Belanja

Modal dan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dapat diterima. Pengujian uji kesesuaian dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu model regresi, karena variabel penelitian lebih dari dua variabel maka kelayakan tersebut dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square. Nilai Adjusted R Square yang diperoleh dari hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 5.7 di bawah ini :


(1)

Lampiran 7 : Hasil Regresi Berganda Setelah Melakukan Transformasi

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

ln_PE 8.1170 .94355 56

ln_TE 15.2319 1.41191 56

ln_BM .6342 2.36113 56

ln_PAD -1.2444 1.24174 56

Variables Entered/Removed

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 ln_PAD, ln_BM,

ln_TEa

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .808a .653 .633 .57137

a. Predictors: (Constant), ln_PAD, ln_BM, ln_TE b. Dependent Variable: ln_PE

Model Summaryb

Model

Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change Durbin-Watson

1 .653 32.663 3 52 .000 1.321

b. Dependent Variable: ln_PE

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 31.989 3 10.663 32.663 .000a

Residual 16.976 52 .326

Total 48.965 55


(2)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) -1.078 .995 -1.083 .284

ln_TE .616 .069 .922 8.939 .000

ln_BM .021 .033 .052 .620 .538

ln_PAD .164 .080 .216 2.058 .045

a. Dependent Variable: ln_PE

Coefficientsa

Model

95.0% Confidence Interval for B Correlations

Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part

1 (Constant) -3.075 .920

ln_TE .478 .754 .786 .778 .730

ln_BM -.046 .088 .019 .086 .051

ln_PAD .004 .324 -.336 .274 .168

a. Dependent Variable: ln_PE

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 ln_TE .627 1.596

ln_BM .958 1.044

ln_PAD .606 1.650

a. Dependent Variable: ln_PE

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimensi on

Variance Proportions

Eigenvalue Condition Index (Constant) ln_TE ln_BM ln_PAD

1 1 2.709 1.000 .00 .00 .01 .03

2 .970 1.672 .00 .00 .84 .03

3 .318 2.917 .00 .00 .15 .61

4 .003 31.254 1.00 1.00 .00 .34

a. Dependent Variable: ln_PE


(3)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 6.0273 10.1387 8.1170 .76264 56

Std. Predicted Value -2.740 2.651 .000 1.000 56

Standard Error of Predicted Value

.083 .241 .147 .041 56

Adjusted Predicted Value 5.7473 10.0010 8.1029 .76755 56

Residual -1.52052 1.51171 .00000 .55556 56

Std. Residual -2.661 2.646 .000 .972 56

Stud. Residual -2.739 2.880 .012 1.027 56

Deleted Residual -1.62526 1.79171 .01407 .62082 56

Stud. Deleted Residual -2.932 3.112 .010 1.065 56

Mahal. Distance .180 8.822 2.946 2.214 56

Cook's Distance .000 .384 .031 .070 56

Centered Leverage Value .003 .160 .054 .040 56

a. Dependent Variable: ln_PE


(4)

(5)

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PE 125 826.00 72667.00 6994.8880 11881.17701

TE 125 88930.00 226564894.00 1.4628E7 39068607.70515

BM 125 -.88 65.42 4.8629 11.14211

PAD 125 -1.00 8.40 .3065 .92068


(6)

NPar Tests

Sebelum Transformasi

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 125

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 3.31631914E3

Most Extreme Differences Absolute .226

Positive .226

Negative -.194

Kolmogorov-Smirnov Z 2.525

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sesudah Transformasi

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 56

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .55556426

Most Extreme Differences Absolute .085

Positive .064

Negative -.085

Kolmogorov-Smirnov Z .638

Asymp. Sig. (2-tailed) .810

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.