Tujuan Pendidikan Akhlak Konsep Pendidikan Akhlak
hidup bersama tokoh cerita. 4 Kisah Qur‟ani memiliki keistimewaan karena, melalui topik cerita, kisah dapat memuaskan pemikiran seperti
pemberian sugesti, keinginan, dan keantusiasan, perenungan dan pemikiran.
34
c. Metode Pembiasaan
Menurut M.D. Dahlan, seperti dikutip oleh Hery Noer Aly, pembiasaan merupakan poses penanaman kebiasaan. Sedang kebiasaan habit ialah
cara-cara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis hampir tidak disadari oleh pelakunya”.
35
Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk
memudahkan peserta didik dalam melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan
mudah dan senang hati. Bahkan sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk diubah dan akan tetap
berlangsung sampai tua. d.
Metode Memberi Nasihat Metode memberi nasehat bertujuan untuk memberikan kesempatan
bagi pendidik untuk bisa mengarahkan peserta didik melalui nasehat- nasehat yang bisa diambil dari berbagai kisah kebaikan yang mengandung
banyak pelajaran yang bisa dipetik. Seperti menggunakan kisah-kisah yang ada dalam Al-
Qur‟an, kisah-kisah nabawi, maupun kisah-kisah umat terdahulu.
„Abdurrahmân an-Nahlâwî, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah
“penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang
dinasihati dari bahaya serta menunjukannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat”.
36
34
Abdurrahmân an-Nahlâwî, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, Bandung: Diponegoro, 1992, Cet. II, h. 242.
35
Hery Noer Aly,
op.cit.
, h. 134.
36
Ibid., h. 190.
e. Metode „Ibrah
Secara sederhana, „ibrah berarti merenungkan dan memikirkan. Dalam
arti umum dapat diartikan dengan “mengambil pelajaran dari setiap
peristiwa ”. „Abdurrahmân an-Nahlâwî mendefinisikan „ibrah sebagai “suatu
kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari dari suatu peristiwa yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimang-
timang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada
perilaku berpikir sosial yang sesuai”.
37