ini menyangkut penentuan besar kecilnya jumlah aktiva lancar yang akan di pertahankan oleh perusahaan.
Untuk menentukan jumlah modal kerja yang diperlukan oleh suatu perusahaan terdapat sejumlah faktor yang perlu dianalisa. Djarwanto 2001:89
menyatakan besarnya modal kerja yang di butuhkan perusahaan tergantung pada beberapa hal yaitu :
a. Sifat umum atau tipe perusahaan.
b. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau mendapatkan barang dan
ongkos produksi per unit atau harga beli perunit barang tersebut. c.
Syarat pembelian dan penjualan d.
Tingkat perputaran persediaan e.
Tingkat perputaran piutang f.
Pengaruh konjungtur business cycle g.
Derajat resiko kemungkinan menurunnya harga jual aktiva jangka pendek h.
Pengaruh musim i.
Credit rating dari perusahaan.
2.1.2. Pembelanjaan Modal Kerja
Sawir 2005:138 menjelaskan ada 3 tiga pilihan kebijakan bagi manajemen perusahaan untuk membelanjai modal kerjanya, yaitu :
1. Kebijakan Modal Kerja Konservatif.
Encik Latifah Hanum : Pengaruh Kebijakan Modal Kerja Terhadap Return On Investment Pada Industri Rokok Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, 2008.
Kebijakan modal kerja konservatif adalah kebijakan dimana perusahaan memodali sebagian modal kerja variabelnya dengan modal permanen, sedangkan
modal kerja permanen dan aktiva tetap dibelanjai oleh modal permanen. 2.
Kebijakan Modal Kerja Moderat Perusahaan dapat pula mengambil kebijakan modal kerja moderat dalam
membelanjai modal kerjanya dimana dalam hal ini modal kerja variabel yang dimiliki oleh perusahaan dimodali dengan sumber dana jangka pendek dan modal
kerja permanen serta aktiva tetap dimodali dari sumber dana jangka panjang. 3.
Kebijakan Modal Kerja Agresif Kebijakan modal kerja agresif adalah bila semua modal kerja dibelanjai dengan
modal kerja jangka pendek, tetapi sebahagian dari modal kerja permanennya di belanjai dengan sumber modal kerja jangka pendek.
2.1.3. Manajemen Modal Kerja
Menurut Weston Copeland 1999:327 mengemukakan manajemen modal kerja mengacu pada semua aspek pengelolaan aktiva lancar dan kewajiban lancar.
manajemen modal kerja adalah kegiatan yang mencakup semua fungsi manajemen atas aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek yang terdapat dalam perusahaan agar
mampu membiayai pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari. Oleh karena itu seorang manajer diharapkan mampu mengelola agar pemenuhan modal kerja dapat
berjalan dengan baik.
Encik Latifah Hanum : Pengaruh Kebijakan Modal Kerja Terhadap Return On Investment Pada Industri Rokok Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, 2008.
Menurut Weston Copeland 1999 :324, Pengelolaan modal kerja menjadi penting karena menyangkut beberapa aspek yaitu sebagai berikut :
1. Beberapa penelitian telah memberikan indikasi bahwa sebagian besar waktu
manajer keuangan dihabiskan dalam kegiatan internal perusahaan dari hari ke hari dan ini merupakan bagian dari manajemen modal kerja.
2. Lebih separuh dari total aktiva perusahaan merupakan aktiva lancar sebagai
bagian investasi yang besar dan mudah diuangkan, maka aktiva lancar memerlukan perhatian yang seksama dari menajer keuangan.
3. Hubungan antara tingkat pertumbuhan penjualan dan kebutuhan akan permodalan
aktiva lancar adalah dekat dan langsung. Misalnya dalam piutang, jika jangka waktu penagihan piutang perusahaan 40 hari dan penjualan kreditnya
Rp.1.000.000,00 sehari, berarti investasi perusahaan dalam piutang akan sebesar Rp.40.000.000,00.
4. Manajemen modal kerja terutama sangat penting bagi perusahaan kecil.
Walaupun perusahaan kecil ini dapat mengurangi investasi aktiva tetapnya melalui sewa-beli atau leasing peralatan dan mesin. Mereka tidak dapat
menghindari kebutuhan akan kas, piutang dan persediaan. Karena perusahaan kecil memiliki akses jalan masuk ke pasar modal yang relatif sangat terbatas,
maka penekanan harus ditujukan kepada kredit dagang dan pinjaman bank jangka pendek, keduanya mempunyai pengaruh pada modal kerja perusahaan melalui
peningkatan kewajiban lancar.
Encik Latifah Hanum : Pengaruh Kebijakan Modal Kerja Terhadap Return On Investment Pada Industri Rokok Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, 2008.
Modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup agar memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami
kesulitan keuangan dengan menutupi kerugian-kerugian dan dapat mengatasi keadaan kritis atau darurat tanpa membahayakan keadaan keuangan perusahaan.
Perusahaan akan semakin kuat apabila telah dapat menafsirkan seberapa banyak kebutuhannya akan modal kerja. Djarwanto 2001:87 menyatakan manfaat
dari tersedianya modal kerja yang cukup adalah : 1.
Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancar, seperti adanya kerugian kerena debitur tidak membayar kewajibannya, turunnya
nilai persediaan karena harganya merosot. 2.
Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tepat pada waktu yang telah ditentukan.
3. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan tunai sehingga
dapat memetik keuntungan berupa potongan harga. 4.
Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya seperti adanya kebakaran, pencurian, dan
sebagainya. 5.
Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya.
6. Memungkinkan perusahaan untuk dapat memberikan syarat kredit yang
menguntungkan kepada para pelanggan.
Encik Latifah Hanum : Pengaruh Kebijakan Modal Kerja Terhadap Return On Investment Pada Industri Rokok Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, 2008.
7. Memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena
tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku, jasa dan supplyer yang dibutuhkan.
8. Memungkinkan perusahaan untuk mampu bertahan dalam periode resesi atau
depresi. Sasaran yang ingin dicapai dari manajemen modal kerja Sawir, 2005:133
adalah seperti yang diutarakan berikut ini : 1.
Memaksimalkan nilai perusahaan dengan mengelola aktiva lancar sehingga tingkat pengembalian investasi marginal adalah sama atau lebih besar dari biaya
modal yang digunakan untuk membiayai aktiva-aktiva lancar tersebut. 2.
Meminimalkan dalam jangka panjang biaya modal yang digunakan untuk membiayai aktiva lancar.
3. Pengawasan terhadap arus dana dalam aktiva lancar dan ketersediaan dana dari
sumber utang sehingga perusahaan selalu dapat memenuhi kewajiban keuangannya ketika jatuh tempo.
2.1.4. Profitabilitas Perusahaan