Menurut Kusnanto, Dasuki dan Asniati 2008 Bahwa partisipasi warga sangat penting dalam mensukseskan program-program pencegahan dan
pemberantasan DBD agar dapat berkesinambungan. Apabila partisipasi masyarakat luas sulit diwujudkan karena alasan-alasan geografis, pekerjaan atau demografis,
Keterlibatanmasyarakat dapat tetap diwujudkanmelalui organisasimasyarakat dan kelompok sukarela kader. Para anggota dari organisasimasyarakat
tersebutmelakukan interaksi setiap harinya sesuai dengan bidang tugasmasing- masing, seperti dalam kegiatan keagamaan, perkumpulan-perkumpulanumum,
organisasi wanita dan sekolah. Hidajat 1998 dalam Emilya 2009 menyebutkan ketidakberhasilan Program
Pencegahan dan Pemberantasan DBD dalam mencegah dan menurunkan tingginya angka kejadian penyakit DBD di daerah Kelurahan Mampang Prapatan, khususnya di
RW 04, RT 07, RT 013 dan RT 016 yang berhubungan erat dengan belum adanya peran serta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas
program. Terkait hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat sangat berperan dalam pengendalian penyakit DBD, namun dalam
pelaksanaan program pengendalian DBD masyarakat masih sering dijadikan objek yang akan diintervensi, bukan sebagai subjek yang mampu melakukan intervensi
untuk dirinya sendiri.
2.2.4. Determinan Partisipasi Masyarakat
Menurut Pangestu 1995 dalam Febriana 2008, menjelaskan bahwa ada dua faktor utama terhadap partisipasi masyarakat yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Internal Faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam
suatu program adalah segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, dan jumlah serta pengalaman berkelompok.
Silaen 1998 dalam Wicaksono 2010 menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena
orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru.
Tamarli 1994 dalamFebriana 2008 juga menyatakan bahwa umur merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi. Semakin tua seseorang, relatif
berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan tersebut mempengaruhi partisipasi sosialnya. Oleh karena itu, semakin muda umur seseorang, semakin tinggi tingkat
partisipasinya dalam suatu kegiatan atau program tertentu. Ajiswarman 1996 dalam Wicaksono 2010 menyatakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk menerima
hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Jumlah beban tanggungan juga dinyatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi. Seperti yang diungkapkan
Ajiswarman 1996 dalamFebriana 2008, semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan waktu untuk berpatisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena
Universitas Sumatera Utara
sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Nurlela 2004 dalamWicaksono 2010 mengungkapkan bahwa
tingkat pendapatan seseorang tidak mempengaruhi partisipasi seseorang dalam suatu kegiatan.
Menurut Slamet 2003, faktor-faktor internal berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok di dalamnya.
Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan, dan penghasilan. Secara teoritis,
terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya
pendapatan, dan keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi. Menurut Plumer 1995 dalamSuryawan 2004, beberapa faktor
yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah pengetahuan dan keahlian, pekerjaan masyarakat, tingkat pendidikan dan buta huruf,
jenis kelamin, dan kepercayaan terhadap budaya tertentu. 2. Faktor Eksternal
Pangestu 1995 dalamFebriana 2008 memaparkan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat meliputi hubungan yang terjalin
antara pihak pengelola proyek dengan sasaran. Hal tersebut terjadi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola
positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran
Universitas Sumatera Utara
tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi. Selain itu, Tjokroamidjojo 1996 mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi
masyarakat adalah: a. faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan
adanya pimpinan dan kualitas; dan b. faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan, dan rencana-rencana
baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat. Faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh stakeholder, yaitu semua
pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program dan
kebijakan pemerintah Sunarti 2003.
2.4. Landasan Teori
Keberhasilan program penanggulangan DBD tidak terlepas dari partisipasi masyarakat. Kesadaran dan kepedulian masyarakat merupakan kunci awal dari
menurunnya angka DBD di suatu wilayah. Sehingga DBD dapat terjadi di wilayah mana pun, termasuk di wilayah elit. Cara yang paling efektif adalah menghindari
gigitan nyamuk dengan cara menuurunkan populasi. Melalui kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan, secara otomatis akan menghambat perkembangan
jentik, dengan adanya kepedulian maka aplikasi dari upaya-upaya memberantas DBD akan terealisasi, dengan begitu tidak akan memberi kesempatan bagi nyamuk untuk
berkembang.
Universitas Sumatera Utara
Pencegahan penularan DBD pada prinsipnya adalah bagian integral dari pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit, dan merupakan bagian dari perilaku
kesehatan. Mengutip teori Lawrence Green 2005 bahwa perilajku kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain;
1. Factor Predisposing adalah faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi,
dan sebagainya. 2. Enabling factors faktor pemungkin yang merupakan faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya.
3. Reinforcing factor faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Meskipun seseorang tahu dan mampu untuk
berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya karena berbagai alasan. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor yang termasuk dalam
faktor penguat yaitu dorongan yang bersumber dari dalam diri individu untuk ikut serta dalam perilaku kesehatan, dalam hal ini perilaku pencegahan penularan DBD.
Menurut Natoatmodjo 2007, partisipasi masyarakat merupakan unsur penting dalam keberhasilan pelaksanaan program kesehatan, dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam partisipasi masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Menurut Slamet 2003 indikator partisipasi
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dilihat dari aspek yaitu 1 adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, 2 adanya kemampuan masyarakat untuk
berpartisipasi, 3 adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi. Notoatmodjo 2005 mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga
kondisi berikut terpenuhi 1 Merdeka atau kesempatan untuk berpartisipasi, berarti adanya kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk
berpartisipasi, 2 Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang
konstruktif untuk program, 3 Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam program.
2.5. Kerangka Konsep