PENGETAHUAN, SIKAP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEDAGANG JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TERHADAP PENGGUNAAN PEWARNA METANIL YELLOW DI KECAMATAN SUKARAME BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015

(1)

ABSTRAK

PENGETAHUAN, SIKAP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEDAGANG JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TERHADAP PENGGUNAAN PEWARNA METANIL YELLOW

DI KECAMATAN SUKARAME BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015 Oleh

AYU APRILIA

Latar Belakang. Saat ini pewarna Metanil Yellow banyak disalahgunakan dalam pembuatan makanan dan minuman. Metanil Yellow banyak ditemukan pada jajanan seperti kerupuk, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol, manisan, gipang dan ikan asap. Metanil Yellow akan menyebabkan iritasi saluran cerna, perubahan histopatologi lambung, usus, hati, dan ginjal serta neurotoksisitas. Kurangnya pengetahuan dan sikap pedagang jajanan sekolah dasar menyebabkan masih tingginya penggunaan Metanil Yellow. Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian campuran dengan menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data dilakukan dengan metode total sampling. Pengujian Metanil Yellow dilakukan di Laboratorium. Pedagang yang memakai Metanil Yellow akan dilakukan wawancara mendalam. Kuesioner akan dianalisis untuk melihat hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku penggunaan Metanil Yellow pada pedagang jajanan sekolah dasar negeri di Kecamatan Sukarame.

Hasil. Hasil penelitian didapatkan mayoritas pedagang memiliki tingkat pengetahuan (69,2%) dan sikap (61,5%) yang baik. Didapatkan 3 jajanan (23,1%) memakai pewarna Metanil Yellow. Didapatkan hubungan yang bermakna antara pengetahuan (p-value= 0,014) dan sikap (p-value= 0,035) dengan penggunaan Metanil Yellow. Berdasarkan data kualitatif didapatkan alasan ekonomi, pengalaman dari pedagang sebelumnya, akses mendapatkan perwarna yang mudah dan kurangnya pengawasan Dinas Perdagangan, Dinas Kesehatan dan BPOM merupakan faktor yang mempengaruhi pedagang dalam penggunaan Metanil Yellow. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku penggunaan Metanil Yellow pada pedagang jajanan anak sekolah dasar di Kecamatan Sukarame Bandar Lampung. Kata kunci : Metanil Yellow, Pedagang Jajanan, Pengetahuan, Sikap.


(2)

ABSTRACT

KNOWLEDGE, ATTITUDE AND FACTORS THAT AFFECT ELEMENTARY SCHOOL SNACKS TRADERS IN USING METANIL YELLOW ON DISTRICT OF SUKARAME BANDAR LAMPUNG 2015

By AYU APRILIA

Background. Now a days, Metanil Yellow is misused in food and beverages manufacture. Metanil Yellow are found in snacks such as crackers, shrimp paste, candy, syrups, biscuits, sausage, fried macaroni, soft drink, cendol, sweets, gipang and smoked fish. Metanil Yellow will caused irritation of gastrointestinal tract, histopathology changes in the stomach, intestines, liver, kidneys, and neurotoxicity. Lack of knowledge and attitudes of elementary snacks traders led to the high use of Metanil Yellow.

Research Method. This study is mixed method design that combine quantitative and qualitative methods with cross sectional approachment. Data collection was performed by total sampling method. Test of Metanil Yellow were held in laboratory. Traders who used Metanil Yellow undergo deep interviews. Questionnaires will be analyzed to see the relationship of knowledge and attitudes with used of Metanil Yellow on public elementary schools snacks trader in District of Sukarame.

Results. The result showed majority of traders have good level of knowledge (69.2%) and good attitude (61.5%). There are three snacks (23.1%) were used Metanil Yellow. There are significant relationship between knowledge (p-value = 0.014) and attitude (p-value = 0.035) with used of Metanil Yellow. Based on qualitative data found economy, experience from previous trader, easy access to get Metanil Yellow and lack of supervision from trade, health department and BPOM are factors that affecting traders in use of Metanil Yellow. The conclusion of this study was there are relationship between knowledge and attitude with used of Metanil Yellow on elementary schools snacks traders in District of Sukarame Bandar Lampung.


(3)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEDAGANG JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TERHADAP PENGGUNAAN PEWARNA METANIL YELLOW DI KECAMATAN SUKARAME BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015

Oleh

Ayu Aprilia

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sripendowo, Lampung Tengah pada tanggal 10 April 1993, sebagai anak ke empat dari empat bersaudara, dari Bapak H. Masngud dan Ibu Hj. Sulistyowati.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Ma’arif Sripendowo pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 1 Sripendowo pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 1 Bangunrejo pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 1 Kalirejo pada tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswi, penulis pernah aktif pada Forum Studi Islam (FSI) sebagai anggota.


(8)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecilku ini kepada Mamak

dan Bapak tersayang yang tidak pernah berhenti

mendoakan, memberikan dukungan, semangat,

keringat juga air mata serta kakak-kakak ku

tercinta, Mba Ul, Mba Atik dan Mba Ani yang

selalu memberikan semangat, dukungan dan doa

sampai saat ini...


(9)

MOTO

“Kepunyaan Allahlah segala yang ada di langit dan di bumi, dan kepada Allah lah dikembalikan segala urusan”

(QS. Ali „Imran, 3:109)

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rejeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ketempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang” (QS. An Nisaa‟, 4:100)

“Berdo‟alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”

(QS. Al A‟raaf, 7:55)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”


(10)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judul “Pengetahuan, Sikap dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pedagang jajanan Anak Sekolah Dasar Negeri Terhadap Penggunaan Pewarna Metanil Yellow Di Kecamatan Sukarame Di Bandar Lampung Tahun 2015” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak (H. Masngud) dan mamak (Hj. Sulistyowati) atas dukungan dan kiriman doanya setiap saat dan setiap solat, kesabaran, keikhlasan, kasih sayang, perhatian dan segala hal yang telah dan selalu diberikan kepada penulis;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.Sc selaku Rektor Universitas Lampung;

3. Bapak dr. Muhartono, M.kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;


(11)

untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak dr. Oktadoni Saputra, M.Med Ed., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Bapak dr. A. Zamahsjari Sahli, M.KM selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan; 7. Ibu dr. Khairun Nisa, M.Kes., AIFO selaku Pembimbing Akademik atas

segala do`a, motivasi, perhatian dan bantuan selama ini;

8. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita; 9. Seluruh Staf Tata Usaha dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang turut

membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;

10. Bapak Dr. Ir. Subeki, M.Si.,M.Sc sebagai kepala Laboratorium Analisis Hasil Pertanian atas bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian;

11. Kakak saya (Nurul Hidayati, Atik Sumiani, Ani Muslisiati) yang selalu memberi doa, nasehat, saran, semangat dan solusi disaat ada masalah seputar kampus;

12. Kakak ipar saya (Darma Budiono, Rudi Hartono, Henrycus Bambang Margono) yang selalu memberi doa, nasehat, saran, semangat dan solusi disaat ada masalah seputar kampus;


(12)

13. Teman-teman yang sudah membantu selama proses penelitian Siti Nur Indah dan Fitriana Lestari yang telah membantu dalam proses penelitian dari mulai pengambilan sampel sampai uji makanan;

14. Sahabat-sahabat saya tercinta Melly, Mirna, Aulia, Restyana, Bianti, Pufit, Ani, Agnesia, Itta dan mb Tiyas atas doa dan bantuannya dalam seminar skripsi, keceriaan, kekompakan, serta semangatnya;

15. Teman-teman angkatan 2011 yang tak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan memberi motivasi belajar;

16. Kakak-kakak dan adik-adik tingkatku (angkatan 2002-2015) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran;

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Oktober 2015

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat bagi peneliti ... 9

2. Manfaat bagi masyarakat ... 9

3. Manfaat bagi pedagang ... 9

4. Manfaat bagi sekolah ... 10

5. Manfaat bagi siswa ... 10

6. Manfaat bagi peneliti lain ... 10

1.5 Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12


(14)

ii

2.1.1 Pengertian pengetahuan ... 12

2.1.2 Tingkat pengetahuan ... 12

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 14

2.2 Sikap... ... 15

2.2.1 Pengertian sikap ... 15

2.2.2 Komponen pokok sikap ... 16

2.2.3 Tingkatan sikap ... 17

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 17

2.3 Perilaku ... 19

2.3.1 Pengertian perilaku ... 19

2.3.2 Konsep perilaku ... 20

2.3.3 Proses pembentukan perilaku ... 21

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ... 22

2.3.5 Determinan perilaku ... 23

2.3.6 Teori perubahan perilaku ... 24

2.3.7 Bentuk perubahan perilaku ... 30

2.3.8 Strategi perubahan perilaku ... 31

2.3.9 Indikator pengetahuan, sikap dan perilaku ... 32

2.4 Keamanan Pangan ... 32

2.5 Bahan Tambahan Makanan ... 33

2.6 Pewarna Makanan ... 35

2.7 Metanil Yellow ... 37

2.8 Prosedur Pengujian Metanil Yellow ... 39

2.9 Kerangka Pemikiran ... 40

2.9.1 Kerangka teori ... 40

2.9.2 Kerangka konsep ... 41

III. METODE PENILITIAN ... 42

3.1 Desain Penelitian ... 42


(15)

3.2.1 Waktu Penelitian ... 43

3.2.2 Tempat Penelitian ... 43

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 43

3.3.1 Populasi Penelitian ... 43

3.3.2 Sampel Penelitian ... 43

3.4 Variabel Penelitian ... 45

3.4.1 Variabel Penelitian Kuantitatif ... 45

3.4.2 Variabel Penelitian Kualitatif ... 45

3.5 Definisi Operasional ... 46

3.6 Pengumpulan Data ... 47

3.6.1 Jenis data ... 47

3.6.2 Alat dan instrumen penelitian ... 47

3.7 Cara Pengambilan Data ... 48

3.7.1 Kuantitatif ... 48

3.7.2 Kualitatif ... 49

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 49

3.8.1 Pengolahan data ... 49

3.8.2 Analisis data ... 50

3.9 Alur Penelitian ... 51

3.9.1 Penelitian Kuantitatif ... 51

3.9.2 Penelitian Kualitatif ... 52

3.10 Persetujuan Etik ... 52

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Hasil ... 53

4.1.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 53

4.1.2 Karakteristik Responden ... 54

4.1.3 Analisis Univariat ... 56

4.1.4 Analisis Bivariat ... 65


(16)

iv

4.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Metanil Yellow .. 66

4.2.2 Hubungan Sikap dengan Penggunaan Metanil Yellow ... 72

4.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pedagang dalam Penggunaan Metanil Yellow ... 75

4.3 Kendala dan Keterbatasan Penelitian ... 79

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

5.1.Kesimpulan ... 80

5.2.Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Pewarna Sintetik Yang Tidak Diizinkan di Indonesia ... 36

2. Daftar Nama Sekolah ... 44

3. Definisi Operasional ... 46

4. Sebaran Pedagang Jajanan Berdasarkan Lokasi Sekolah ... 53

5. Kode Pedagang dan Identitas Pedagang ... 54

6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

7. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 55

8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

9. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Berdagang ... 56

10.Tingkat Pengetahuan Subyek Penelitian ... 57

11.Sikap Subyek Penelitian ... 57

12.Perilaku Penggunaan Metanil Yellow Subyek Penelitian ... 58

13.Distribusi dan hubungan antara Pengetahuan dan Penggunaan Metanil Yellow ... 65


(18)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Persetujuan Etik ... 88

2. Surat Izin Penelitian ... 89

3. Surat Keterangan Hasil Laboratorium ... 90

4. Persetujuan Setelah Penjelasan ... 91

5. Informed Consent ... 94

6. Kuesioner Penelitian ... 95

7. Panduan Wawancara Mendalam ... 103

8. Rekapitulasi Kuesioner ... 106

9. Hasil Wawancara Mendalam ... 107

10. Output SPSS ... 113


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pewarna Metanil Yellow ... 37

2. Reaksi Kimia Pada Chem KitMetanil Yellow ... 40

3. Kerangka Teori ... 40

4. Kerangka Konsep ... 41

5. Chem kitMetanil Yellow ... 48

6. Diagram Alur Penelitian Kuantitatif ... 51


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan menentukan kemajuan suatu bangsa di masa depan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Salah satunya adalah dengan memperhatikan tumbuh kembang anak. Proses ini sangat dipengaruhi oleh pemberian asupan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar (Judarwanto, 2012).

Saat ini banyak sekali makanan dan minuman yang dalam proses pengolahannya menggunakan bahan tambahan pangan (Food Additive) dan zat kimia yang disalahgunakan pemakaiannya. Bahan tambahan makanan tersebut dapat berupa pemanis, penyedap, pengawet, antioksidan, flavor/aroma, pengemulsi/pengental, zat gizi, pewarna dan lain-lain (Baliwati dkk., 2004). Saat ini penggunaan zat pewarna semakin banyak digunakan baik pada industri pengolahan pangan maupun dalam pembuatan berbagai pangan jajanan (Cahyadi, 2009; Saparinto dkk., 2006). Hal ini disebabkan


(21)

karena warna yang menarik akan mempengaruhi konsumen dalam pemilihan suatu produk makanan dan minuman (Azizahwati dkk., 2007).

Di Indonesia, penggunaan pewarna pada pangan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP). Bahan tambahan makanan tersebut mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Mukono, 2006).

Kendati pemerintah telah menetapkan peraturan tentang penggunaan BTP termasuk pewarna, namun hingga kini konsumen masih dihadapkan pada masalah terkait penyalahgunaan pewarna pada pangan. Salah satu bahan kimia terlarang yang masih sering dijumpai pada pangan adalah pewarna Metanil Yellow (BPOM, 2004). Metanil Yellow adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil, kertas dan cat. Pewarna ini berbentuk serbuk atau padat yang berwarna kuning kecoklatan. Pewarna kuning Metanil Yellow sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Penyalahgunaan pewarna Metanil Yellow antara lain pada mie, kerupuk dan jajanan lain yang berwarna kuning mencolok berpendar (Kristanti, 2010).


(22)

3

Metanil Yellow sendiri lebih umum ditemukan dijajanan anak sekolah dibandingkan dengan pewarna pangan yang dilarang lainnya (Akbari, 2012). Metanil Yellow sering dipakai untuk mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol, manisan, gipang dan ikan asap (Mudjajanto, 2007). Pada penelitian yang dilakukan oleh Trestiati (2003) menunjukkan kadar Metanil Yellow yang ditemukan pada makanan dan minuman jajanan anak SD di Sekolah Dasar Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung dalam kadar yang cukup besar antara 7,841-3226,55 ppm.

Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 1990 terhadap pangan jajanan di daerah Jakarta dan Semarang, menunjukkan bahwa pisang molen dan manisan kedondong yang dijual di wilayah Jakarta setelah diuji ternyata positif mengandung Metanil Yellow dan di dalam limun merah yang diuji terdapat Amaranth atau pewarna merah kecoklatan. Terdapat 44 contoh pangan yang diuji juga positif menggunakan pewarna terlarang seperti rhodamin B atau pewarna merah, Metanil Yellow, atau orange RN.1 (Cahyadi, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Walangadi (2012) menyatakan bahwa dari 10 sampel yang diperiksa pada hari pertama sampai hari ketiga ditemukan 10 sampel yang teridentifikasi Metanil Yellow yaitu pada nasi kuning. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pusat, pada 195 Sekolah Dasar di 18 Propinsi, di


(23)

antaranya Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, dan Denpasar sebanyak 861 sampel yaitu minuman ringan, es sirup, saos, kerupuk dan makanan gorengan. Hasil uji analisis menunjukkan bahwa 46 sampel minuman sirup mengandung Amaranth, dan 8 sampel minuman sirup mengandung Metanil Yellow (Akbari, 2012).

Metanil Yellow merupakan salah satu pewarna azo yang telah dilarang digunakan dalam pangan. Hal ini dikarenakan, jika tertelan dapat menyebabkan iritasi saluran cerna. Selain itu, senyawa ini dapat pula menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, dan hipotensi Dampak yang terjadi akibat penggunaan zat pewarna Metanil Yellow dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya lebih lanjut yakni menyebabkan kanker pada kandung dan saluran kemih (Kristanti, 2010) (BPOM, 2004).

Pada penelitian mengenai paparan kronik Metanil Yellow terhadap tikus putih (Rattus Norvegicus) yang diberikan melalui pakannya selama 30 hari, diperoleh hasil bahwa terdapat perubahan hispatologi dan ultrastruktural pada lambung, usus, hati, dan ginjal. Hal tersebut menunjukkan efek toksik Metanil Yellow terhadap tikus (Sarkar & Gosh, 2012). Penelitian lain yang menggunakan tikus galur Wistar sebagai hewan ujinya menunjukkan hasil bahwa konsumsi Metanil Yellow dalam jangka panjang dapat mempengaruhi


(24)

5

sistem saraf pusat yang mengarah pada neurotoksisitas (Nagaraja & Desiraju, 2013).

Dengan masih banyaknya penggunaan pewarna tambahan yang berbahaya dikalangan siswa sekolah dasar merupakan hal yang memprihatinkan. Data menunjukkan bahwa anak sekolah rata-rata menghabiskan 4-5 jam waktunya di sekolah. Sebuah penelitian di Jakarta menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata berkisar antara Rp.2000- Rp.4000 per hari, bahkan ada yang mencapai lebih Rp.7000 per hari dan hanya sekitar 5% anak sekolah tersebut yang membawa bekal dari rumah. Tingginya uang jajan pada anak sekolah akan mengakibatkan lebih terpaparnya mereka pada makanan jajanan kaki lima, karena mereka mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut yang belum dapat dipastikan keamanannya (Maskar, 2004).

Pengetahuan dan sikap merupakan faktor yang mendasari terjadinya perubahan perilaku seseorang. Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari oleh tingkat pengetahuan yang baik. Pengetahuan juga akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap. Sikap merupakan predisposisi dari tindakan suatu perilaku Menurut Sunaryo (2004) dalam berperilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetik dan faktor-faktor luar individu. Faktor genetik meliputi jenis ras, jenis kelamin, sifat fisik, sifat kepribadian, bakat pembawaan dan pengetahuan. Sedangkan faktor dari luar individu terdapat faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial ekonomi dan


(25)

kebudayaan. Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa pengetahuan dan sikap dapat mempengaruhi perilaku seseorang.

Selain pengetahuan dan sikap terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku terhadap penggunaan pewarna diantaranya adalah tingkat pendidikan, pengalaman penjual, tingkat ekonomi, pendapat panutan dari tokoh masyarakat. Selain itu dari segi pemerintah baik mulai dari peraturan, pembinaan dan pengawasan terhadap para pedagang juga berperan penting dalam perilaku penggunaan pewarna dalam bahan pangan (Pujiastuti, 2002).

Hal ini menjadi dasar untuk penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang makanan-makanan yang mengandung pewarna tambahan berbahaya khususnya pewarna tambahan Metanil Yellow. Peneliti juga ingin melihat hubungan pengetahuan dan sikap pedagang jajanan terhadap penggunaan pewarna Metanil Yellow serta mengeksplorasi faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pedagang menggunakan pewarna Metanil Yellow tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Penggunaan pewarna pada pangan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP). Kendati pemerintah telah menetapkan peraturan tentang penggunaan BTP termasuk pewarna, namun hingga kini konsumen masih dihadapkan pada masalah terkait penyalahgunaan pewarna pada pangan. Salah satu bahan kimia terlarang yang masih sering dijumpai pada pangan adalah pewarna Metanil


(26)

7

Yellow (BPOM, 2014). Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan tingginya penggunaan Metanil Yellow pada bahan pangan dan ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Metanil Yellow sering dipakai untuk mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol, manisan, gipang dan ikan asap (Mudjajanto, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa penggunaan Metanil Yellow berbahaya untuk kesehatan. Hal ini dikarenakan Metanil Yellow akan mengiritasi saluran cerna yang dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, dan hipotensi. Penelitian pada hewan coba juga menyebutkan konsumsi secara terus menerus Metanil Yellow akan menyebabkan perubahan hispatologi dan ultrastruktural pada lambung, usus, hati, dan ginjal. dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang mengarah pada neurotoksisitas (Sarkar & Gosh, 2012; Nagaraja & Desiraju, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap pedagang jajanan anak sekolah dasar terhadap penggunaan pewarna Metanil Yellow, serta faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pedagang dalam menggunakan pewarna Metanil Yellow di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.


(27)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri terhadap perilaku penggunaan pewarna Metanil Yellow di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi penggunaan pewarna Metanil Yellow pada jajanan anak sekolah dasar negeri di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui gambaran pengetahuan pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri dalam penggunaan pewarna Metanil Yellow di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.

2. Mengetahui gambaran sikap pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri dalam penggunaan pewarna Metanil Yellow di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.

3. Mengetahui gambaran penggunaan pewarna Metanil Yellow pada pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.

4. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi penggunaan pewarna Metanil Yellow pada jajanan anak sekolah dasar negeri di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.


(28)

9

5. Menganalisis hubungan antara pengetahuan pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri tentang pewarna Metanil Yellow dengan perilaku penggunaan pewarna Metanil Yellow pada pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.

6. Menganalisis hubungan antara sikap pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri tentang pewarna Metanil Yellow dengan perilaku penggunaan pewarna Metanil Yellow pada pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti mengenai hubungan pengetahuan dan sikap serta faktor-faktor yang mempengaruhi pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri terhadap penggunaan pewarna Metanil Yellow di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang penggunaan pewarna Metanil Yellow pada makanan atau minuman jajanan yang dijual oleh pedagang jajanan di sekolah dasar negeri di Kecamatan Sukarame di Bandar Lampung.

3. Bagi Pedagang

Memberi informasi bahwa pewarna Metanil Yellow merupakan pewarna sintetik yang penggunaannya dilarang serta memberi informasi tentang


(29)

bahan tambahan pangan yang diizinkan dan dilarang penggunaannya dalam pangan.

4. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para guru dan semua warga sekolah dalam menghimbau dan menetapkan peraturan mengenai makanan jajanan yang sehat bagi para anak didiknya, karena pada dasarnya penindaklanjutan masalah keamanan jajanan anak sekolah tidak lepas dari partisipasi pihak sekolah.

5. Bagi siswa

Memberikan pengertian pada siswa untuk mengetahui betapa pentingnya memilih makanan jajanan yang aman dikonsumsi.

6. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penggunaan pewarna Metanil Yellow pada pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri di Kecamatan Sukarame Bandar Lampung.

2. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku penggunaan pewarna Metanil Yellow pada pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri di Kecamatan Sukarame Bandar Lampung


(30)

11

Pertanyaan penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pengetahuan pedagang tentang pewarna Metanil Yellow?

2. Bagaimanakah sikap pedagang terhadap penggunaan pewarna Metanil Yellow?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pedagang terhadap penggunaan pewarna Metanil Yellow?


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.

2.1.2.1Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur


(32)

13

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2.1.2.2Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

2.1.2.3Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

2.1.2.4Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat


(33)

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

2.1.2.5Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

2.1.2.6Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3 Faktor–faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:


(34)

15

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

c. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.

d. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya, radio, televisi, majalah, koran dan buku.

2.2 Sikap

2.2.1 Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi


(35)

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapaan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007)

2.2.2 Komponen Pokok Sikap

Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Asmarani TA, 2013).


(36)

17

2.2.3 Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) tingkatan sikap terdiri dari : a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung Jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap yaitu: a. Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan


(37)

lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

b. Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting

Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

d. Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

e. Lembaga Pendidikan Dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan apabila pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.


(38)

19

f. Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.3 Perilaku

2.3.1 Pengertian Perilaku

Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoadmodjo, 2003)

Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoadmodjo, 2003). Perilaku manusia ke dalam tiga bentuk yaitu:

a. Kognitif, dimana unsur yang dapat diamati recall of facts, interpretation of data, dan problem solving. Unsur ini berisi kepercayaan individu yang berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu mempersepsi terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan, pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional dan informasi dari orang lain).


(39)

b. Afektif, dimana unsur yang dapat diamati adalah receiving, responding, dan internalization. Unsur ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang), maupun negatif (rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut.

c. Psikomotor, dimana unsur yang dapat diamati adalah immitation, control, dan automatism. Unsur ini disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2007).

2.3.2 Konsep Perilaku

Didalam hubungannya dengan upaya pengamatan terhadap perubahan perilaku sebagai hasil dari suatu proses, maka Rogers (1974) di dalam konsep innovation decision process mengemukakan bahwa tingkah laku individu atau kelompok akan selalu dimulai dari suatu proses. Proses-proses tersebut melalui lima tahapan sebagai berikut :

a. Awarness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dan mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik), dalam hal ini sikap subjek terhadap stimulus atau objek tertentu sudah mulai muncul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang), dalam hal ini subjek menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.


(40)

21

d. Trial, dimana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus. Dalam tahap ini sebelumnya subjek mencari dukungan dari orang lain disekitarnya terhadap keputusan yang telah dibuatnya atas penerimaan atau penolakan terhadap ide atau objek baru yang bersangkutan.

e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku, baru sesuai dengan pengetahuan kesadarannya dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

2.3.3 Proses Pembentukan Perilaku

Sebagian besar perilaku manusia adalah operant respons instrumental respons, yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsangan tertentu. Karena itu untuk membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu, yang disebut operant conditioning ini menurut Skinner (1938) adalah sebagai berikut:

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki, yang kemudian disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada pembentukan perilaku yang dimaksud.


(41)

c. Dalam menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu (Notoatmodjo, 2003).

2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Sunaryo (2004) dalam berperilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Faktor genetik atau endogen, merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku. Faktor genetik berasal dari dalam diri individu, antara lain:

1) Jenis ras, setiap ras mempunyai pengaruh terhadap perilaku yang spesifik, saling berbeda satu sama yang lainnya.

2) Jenis kelamin, perilaku pria atas dasar pertimbangan rasional atau akal sedangkan pada wanita atas dasar emosional.

3) Sifat fisik, perilaku individu akan berbeda-beda sesuai dengan sifat fisiknya.

4) Sifat kepribadian, merupakan manifestasi dari kepribadian yang dimiliki sebagai perpaduan dari faktor genetik dengan lingkungan.

5) Bakat pembawaan, merupakan interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan serta tergantung adanya kesempatan untuk pengembangan.


(42)

23

6) Intelegensi, merupakan kemampuan untuk berpikir dalam mempengaruhi perilaku.

b. Faktor dari luar individu atau faktor eksogen, faktor ini juga berpengaruh dalam terbentuknya perilaku individu antara lain: 1) Faktor lingkungan, merupakan lahan untuk perkembangan

perilaku.

2) Pendidikan, proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan perilaku individu maupun kelompok.

3) Agama, merupakan keyakinan hidup yang masuk ke dalam konstruksi kepribadian seseorang yang berpengaruh dalam perilaku individu.

4) Sosial ekonomi, salah satu yang berpengaruh terhadap perilaku adalah lingkungan sosial ekonomi yang merupakan sarana untuk terpenuhinya fasilitas.

5) Kebudayaan, hasil dari kebudayaan yaitu kesenian, adat istiadat atau peradaban manusia, mempunyai peranan pada terbentuknya perilaku.

2.3.5 Determinan Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku merupakan respons atau


(43)

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku (Sitorus, 2007).

Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

2.3.6 Teori Perubahan Perilaku

Banyak teori tentang perubahan perilaku, antara lain akan diuraikan dibawah ini (Notoatmodjo, 2007) :

a. Teori Stimulus Organisme (SOR)

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (srimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi atau sources misalnya kredibiltas kepemimpinan dan gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilkau


(44)

25

seseorang, kelompok atau masyarakat. Perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

1. Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

2. Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan pada proses berikutnya.

3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut. Sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat


(45)

meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme faktor reinforcement memegang peran penting (Notoatmodjo, 2007).

b. Teori Festinger (Teori Disonansi Kognitif)

Teori disonansi kognitif diajukan oleh Festinger pada tahun 1957 dan telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance atau tidak seimbang. Hal ini berarti bahwa keadaan kognitif disonance merupakan ketidakseimbangan psikologi yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbanagn dalam diri individu, maka berarti sudah terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut konsonen (keseimbangan). Disonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisis adalah pengetahuan, pendapatan atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda atau bertentangan di dalam diri individu itu sendiri, maka terjadilah disonance (Notoatmodjo, 2007). c. Teori Fungsi

Teori fungsi ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilku seseorang adalah stimulus yang dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan


(46)

27

orang tersebut. Menurut Katz perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa: 1. Perilaku memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi

dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhan. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif.

2. Perilaku berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya, dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar.

3. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti. Dalam perannya dengan tindakan itu sesorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi. Pengambilan keputusan mengakibatkan tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat. 4. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang

dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu, perilaku dapat merupakan layar dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat.


(47)

Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu di dalam kehidupan manusia perilaku itu tampak terus menerus dan berubah secara relatif (Notoatmodjo, 2007).

d. Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (draiving force) dan kekuatan-kekuatan penahan (restaining factor). Perilaku dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang yaitu sebagai berikut :

1. Kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan atau informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan.

2. Kekuatan perubahan menurun. Hal ini terjadi karena adanya stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.

3. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas akan terjadi perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2007).


(48)

29

e. Teori Lawrence Green

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

1. Faktro-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktro-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3. Faktro-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan : B = Behavior

PF = Predisposing Factors EF = Enabling Factors RF = Reinforcing Factors f = Fungsi


(49)

Disimpulkan bahwa perilaku sesorang atau masyrakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposing factors). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lainnya disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya (reinforcing factors) (Notoatmodjo, 2007).

2.3.7 Bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, berikut diuraikan bentuk perubahan perilaku menurut WHO (Notoatmodjo, 2007). Perubahan perilaku tersebut dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

a. Perubahan Alamiah ( Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi,


(50)

31

maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan Rencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

c. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness To Change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya) dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readdines to change) yang berbeda-beda. Setiap orang di dalam suatu masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda, meskipun kondisinya sama.

2.3.8 Strategi Perubahan Perilaku

Dalam Notoatmodjo 2007, dikemukakan beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku menurut WHO, dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

a. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan

Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan seperti yang diharapkan. b. Diskusi dan partisipasi.


(51)

c. Pemberian informasi

Informasi yang diberikan akan menimbulkan kesadaran dan akhirnya menyebabkan seseorang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hasil atau perubahan perilaku yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri ( bukan karena paksaan).

2.3.9 Indikator Pengetahuan, Sikap dan Perilaku.

Cara mengukur atau memperoleh data atau informasi tentang indikator untuk pengetahuan sikap dan perilaku agak berbeda. Untuk memperoleh data untuk pengetahuan dan sikap cukup dilakukan dengan melalui wawancara, baik wawancara terstruktur maupun wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD) khusus untuk penelitian kualitatif. Sedangkan untuk memperoleh data perilaku yang paling akurat adalah melalui pengamatan (observasi). Namun dapat juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan recall atau mengingat kembali perubahan perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2007).

2.4 Keamanan Pangan

Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2004 tentang pangan adalah pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan


(52)

33

tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain yang harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (FAO, 2005).

2.5 Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan Makanan digolongkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan di dalam pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:

1. Pewarna, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan.

2. Pemanis buatan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. 3. Pengawet, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau

menghambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.


(53)

4. Antioksidan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga tidak menyebabkan terjadinya kondisi tengik.

5. Anti gumpal, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah menggumpalnya pangan dan bahan tersebut dapat berupa serbuk, tepung atau bubuk.

6. Penyedap rasa, aroma atau penguat rasa yaitu bahan tambahan pangan yang memberi tambahan atau mempertegas rasa dan aroma.

7. Pengaturan keasaman, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan.

8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

9. Pengemulsi, pemantapan dan pengental, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada pangan.

10. Menjadikan pangan berkonsistensi keras, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.

11. Sekuestran, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam pangan dan dapat menetapkan warna, aroma serta tekstur pangan (Depkes, 1988).


(54)

35

2.6 Pewarna Makanan

Pewarna makanan adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar terlihat lebih menarik (Winarno, 2002).

Menurut Cahyadi (2009), berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Tanaman dan hewan memiliki warna menarik yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pada makanan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari kunyit, paprika dan bit digunakan sebagai pewarna pada bahan pangan yang aman dikonsumsi. Pewarna dari hewan diperoleh dari warna merah yang ada pada daging.

Menurut Cahyadi (2009), pewarna sintetis merupakan zat warna yang dibuat melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Sebelum mencapai produk akhir, pembuatan zat pewarna organik harus melalui senyawa antara yang cukup berbahaya dan senyawa tersebut sering tertinggal dalam produk akhir atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Menurut Winarno (2002), penggunaan zat pewarna untuk bahan pangan sering disalahgunakan dengan pemakaian pewarna untuk tekstil dan kulit. Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain.


(55)

Adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan karena dengan terakumulasinya zat warna tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kanker hati. Zat warna tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan kemudian menuju ke hati untuk diekskresikan tetapi hati memiliki keterbatasan untuk mengekskresi secara terus menerus. Timbulnya penyalahgunaan dikarenakan ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan dan harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan zat pewarna untuk pangan (Cahyadi, 2009).

Tabel 1. Daftar Pewarna Sintetik Yang Tidak Diizinkan Di Indonesia (Kemenkes, 2012).

No Nama Nomor Indeks Nama

1. Auramine (C.I Basic Yellow) 41000

2. Alkanet 75520

3. Butter Yellow (C.I Solvent Yellow 2) 11020

4. Black 7984 (Food Vlack 2) 27755

5. Burn Unber (Pigment Brown 7) 77491

6. Chrysoidine (C.I Basic Orange 2) 11270 7. Crhysoine S (C.I Food Yellow 8) 14270

8. Citrus Red No.2 12151

9. Chocolate Brown FB (food Brown 2) - 10. Fast Red E. (C.I Food Red 4) 16045 11. Fast Yellow AB (C.I Food Yellow 2) 13015 12. Guinea Green B (C.I Acid Green no 2) 52085 13. Indanthrene Blue (C.I Food Blue 4) 69800 14. Magenta (C.I Basic Violet 14) 42510

15. Metanil Yellow (Ext. D&C Yellow no 1 13065

16. Oil Orange SS (C.I Solvent Orange 2) 12100 17. Oil Orange XO (C.I Solvent Orange 7) 12140 18. Oil Orange AB (C.I Solvent Yellow 5) 11380 19. Oil Yellow AB (C.I Solvent Yellow 5) 11390 20. Orange G (C.I Food Orange 4) 16230 21. Orange GGN (C.I Food Orange 2) 15980 22. Orange RN (C.I Food Orange 1) 15970

23. Orchid dan Orcein -

24. Ponceau 3R 16155

25. Ponceau SX 14700

26. Ponceau 6R 16290


(56)

37

28. Sudan I (C.I Solvent Yellow 14) 12055

29. Scartet GN (Food Red 2) 14825

30. Violet 6B 42640

2.7 Metanil Yellow

Metanil Yellow adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil dan cat berbentuk serbuk atau padat yang berwarna kuning kecoklatan. Pewarna kuning Metanil Yellow sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Penyalahgunaan pewarna Metanil Yellow antara lain pada mie, kerupuk dan jajanan lain yang berwarna kuning mencolok berpendar.

Gambar 1. Pewarna Metanil Yellow (BPOM, 2004).

Pewarna ini digunakan untuk pewarna tekstil, kertas dan cat. MetanilYellow merupakan zat pewarna sintetis yang dilarang untuk produk makanan karena dalam bahan tersebut mengandung residu logam berat yang sangat membahayakan bagi kesehatan (Kristanti, 2010).

Sifat Kimia Metanil Yellow:

a. Golongan (azo, amin, aromatik, sulfonat). b. Larut dalam : air, alkohol.


(57)

d. Sedikit larut dalam: aseton. e. memiliki titik leleh: >3000C. f. Titik lebur : 390°C(dec.).

g. Kelarutan air : 5-10 g/100 mL at 24°C.

h. Panjang gelombang maksimum pada 485 nm. i. Senyawa ini memiliki berat molekul 452.37. j. Bentuk fisik : serbuk/padat.

k. Warna : Kuning kecokelatan.

l. Nama lain Sunset Yellow : C.I. 15985; C.I. Food Yellow 3; C.I. Food Yellow 3, disodium salt; Food Yellow No.5; Gelborange S; Food Yellow No.5.

m.Strukturnya terdapat ikatan N=N. Metanil Yellow dengan warna kuning dibuat dari asam metanilat dan difenilamin.

Bahaya zat pewarna Metanil Yellow terhadap kesehatan dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata dan bahaya kanker pada kandung kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya lebih lanjut yakni menyebabkan kanker pada kandung dan saluran kemih (Kristanti, 2010).

Metanil Yellow juga bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Efek zat warna Metanil Yellow ialah selain bersifat karsinogenik, zat warna ini dapat merusak hati pada binatang percobaan, berbahaya pada anak kecil yang hypersensitive dan dapat


(58)

39

mengakibatkan gejala-gejala akut seperti kulit menjadi merah, meradang, bengkak, timbul noda-noda ungu pada kulit, pandangan menjadi kabur pada penderita asma dan alergi lainnya (BPOM, 2014)

2.8 Prosedur Pengujian Untuk Metanil Yellow

Pengujian Metanil Yellow menggunakan test kit Metanil Yellow dengan menggunakan sensitivitas 50mg/kg (50 ppm). Adapun prosedur pengujian untuk pewarna Metanil Yellow adalah sebagai berikut :

1. Ambil 1 sendok makan (sekitar 20 gram) bahan makanan yang akan diuji. Cacah kecil-kecil dan campurkan 2 sendok makan air mendidih (± 10ml. Lebih baik kalau diblender)dan aduk sampai tercampur rata.

2. Tambahkan alkohol teknis sebanyak 2 sendok makan (10ml) 3. Tambahkan reagen A sebanyak 4 tetes.

4. Aduk agar pewarna makanan yang ada dalam bahan yang diuji terlarut ke air. Biarkan dingin.

5. Ambil 1 sendok teh (3ml) air dari campuran tadi. Masukkan ke botol uji. 6. Tambahkan 4 tetes reagen B. Kemudian amati perubahan warnanya. Tingkat kepekatan warna yang terbentuk menunjukkan tingkat kandungan pewarna sintesis Metanil Yellow pada makanan atau minuman (Wirasto, 2008).

Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian Metanil Yellow dengan menggunakan alat uji chem kit untuk Metanil Yellow dimana dikatakan suatu bahan mengandung Metanil Yellow apabila terbentuk warna ungu hasil reaksi dengan peraksi pada chem kit atau terjadi perubahan warna dari warna


(59)

sebelumnya juga dapat mengindikasikan adanya pewarna Metanil Yellow dalam makanan. Pembentukan warna ungu didasarkan pada reaksi Metanil Yellow dengan asam yang terdapat dalam pereaksi chem kit (Azizahwati dkk., 2007). Berikut adalah reaksi kimia pembentukan warna ungu pada chem kit.

+ HCl Larutan ungu

Gambar 2. Reaksi Kimia pada Chem kit Metanil Yellow (Azizahwati dkk., 2007).

2.9 Kerangka Pemikiran 2.9.1 Kerangka Teori

Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan 2. Sikap

3. Kepercayaan 4. keyakinan 5. Nilai-nilai

Faktor Pendukung 1. Lingkungan Fisik 2. Sarana-sarana

Faktor Pendorong

1. Sikap dan Perilaku Petugas Kesehatan atau Petugas Lain 2. Kelompok

Referensi Masyarakat

Penggunaan Pewarna Metanil Yellow


(60)

41

Keterangan : Hubungan langsung

Gambar 3. Kerangka Teori (Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2007).

2.9.2 Kerangka Konsep

Gambar 4. Kerangka Konsep 1. Pengetahuan

Pedagang 2. Sikap Pedagang

1. Alasan ekonomi 2. Akses yang mudah 3. Pengalaman dan

kepercayaan dari pedagang

sebelumnya 4. Peraturan dan

pengawasan dari pemerintah yang kurang ketat

Penggunaan Metanil Yellow Variabel Bebas Variabel Terikat


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian campuran (mixed methods) dengan menggunakan metode kombinasi model atau desain sequential explanatory. Metode ini merupakan metode penelitian kombinasi yang menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif secara berurutan. Tahap penelitian pertama dilakukan penelitian kuantitatif dan pada tahap ke dua dilakukan dengan metode kualitatif. Metode kuantitatif berperan untuk memperoleh data kuantitatif yang terukur yang bersifat deskriptif, komparatif dan asosiatif dan metode kualitatif berperan untuk membuktikan, memperdalam dan memperluas data kuantitatif yang telah diperoleh pada tahap awal (Sugiyono, 2014). Penelitian kuantitatif bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap pedagang jananan anak Sekolah Dasar Negeri terhadap perilaku penggunaan pewarna Metanil Yellow di Kecamatan Sukarame Bandar Lampung sedangkan studi kualitatif dilakukan dengan mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pewarna Metanil Yellow serta jika sampel terkonfirmasi mengandung Metanil Yellow dengan pengujian menggunakan chem kit.


(62)

43

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-September 2015.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pedagang jajanan yang ada di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukarame.

3.3.2 Sampel Penelitian

3.3.2.1Sampel penelitian kuantitatif

Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling (Notoatmodjo, 2010).

3.3.2.2Sampel penelitian kualitatif

Sampel untuk penelitian kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014). Sampel yang diambil adalah sampel yang terkonfirmasi menggunakan Metanil Yellow dengan pemeriksaan chem kit.


(63)

Dari hasil penelitian sebelumnya didapatkan terdapat 6 sekolah dasar negeri yang ada di Kecamatan Sukarame yaitu :

Tabel 2. Daftar nama sekolah dasar negeri di Kecamatan Sukarame.

No. Nama Sekolah Alamat

1. SD N 1 Sukarame Jl. Letkol Hi. Endro Suratmin. Bandar Lampung.

2. SD N 2 Sukarame Jl. P. Sebesi Perum Permata Biru Sukarame, Bandar Lampung.

3. SD N 1 Way Dadi Jl. Pulau Pandan No. 2 Sukarame

4. SD N 2 Way Dadi Jl. P. Damar gang Nusa Indah IV Bandar Lampung.

5. SD N 1 Harapan Jaya Jl. P. Senopati No. 37 Harapan Jaya Bandar Lampung

6. SD N 2 Harapan Jaya Perum Kopri Blok D.8 Harapan Jaya, Sukarame. Bandar Lampung.

Dari 6 sekolah dasar negeri tersebut didapatkan 37 pedagang jajanan. Dengan demikian, peneliti mengambil seluruh pedagang dari 6 sekolah dasar negeri yang memenuhi kriteria penelitian, adapun kriteria tersebut sebagai berikut: Penelitian kuantitatif

a. Kriteria inklusi

1. Pedagang jajanan yang menetap dan mengolah makanan dagangannya sendiri dan mempunyai ciri-ciri kuning mencolok.

2. Pedagang yang menjual jajanan dengan ciri-ciri jajanan berwarna kuning mencolok dan berpendar dan terdapat titik-titik warna akibat pewarna tidak tercampur secara homogen.


(64)

45

b. Kriteria eksklusi

Pedagang yang tidak bersedia mengikuti penelitian Penelitian kualitatif

a. Kriteria inklusi

Pedagang jajanan yang positif menggunakan Metanil Yellow dengan pengujian menggunakan chem kit.

b. Kriteria eksklusi:

Pedagang jajanan yang tidak bersedia melakukan wawancara mendalam mengenai barang dagangannya.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Penelitian Kuantitatif Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap tentang penggunaan pewarna Metanil Yellow serta faktor-faktor yang membuat pedagang menggunakan pewarna metanil yellow yang didapatkan dari hasil wawancara mendalam.

Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penggunaan pewarna Metanil Yellow.

3.4.2 Variabel Penelitian Kualitatif

Dalam penelitian kualitatif ini dengan variabel tunggal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pedagang dalam menggunakan pewarna Metanil Yellow.


(65)

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat

ukur

Cara

ukur Hasil ukur Skala

Pengetahuan pedagang jajanan anak sekolah dasar

Pengetahuan pedagang tentang pewarna makanan tambahan akan mempengaruhi dalam penggunan pewarna tambahan

Kuesioner Wawancara terstruktur

Baik, jika ≥70% jawaban benar

Kurang, jika <70% jawaban benar (Alimul, 2007) Ordinal Sikap pedagang jajanan anak sekolah dasar

Sikap pedagang dalam penggunaan

Metanil Yellow.

Kuesioner Wawancara terstruktur

Baik, jika ≥70% jawaban benar

Kurang, jika <70% jawaban benar (Alimul, 2007) Ordinal Penggunaan pewarna Metanil Yellow

Perilaku pedagang yang masih banyak menggunakan pewarna tambahan

Metanil Yellow

yang di uji dengan

chem kit Metanil Yellow.

Chem kit Ya, jika dari hasil uji terbukti menggunakan

Metanil Yellow

Tidak, jika dari hasil uji terbukti tidak menggunakan Metanil Yellow Nominal Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan Metanil Yellow

Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan

Metanil Yellow

yang didapatkan

dari hasil

wawancara yaitu akses yang mudah, pengalaman pedagang sebelumnya, tingkat

pengetahuan yang masih rendah dan kurang ketatnya pengawasan dari pemerintah dan dinas kesehatan. Panduan wawancara mendalam Wawancara mendalam


(66)

47

3.1 Pengumpulan Data 3.1.1 Jenis Data

Dalam penelitian ini data yang diperoleh adalah data primer, yaitu yang bersumber dari :

a. Data dari hasil wawancara terstruktur dengan instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner.

b. Data pengujian positif atau tidak makanan yang mengandung Metanil Yellow dengan menggunakan test kit standar dari BPOM. c. Data kualitatif dari hasil wawancara mendalam dengan instrumen

penelitian yang digunakan berupa panduan wawancara mendalam.

3.1.2 Alat dan Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuesioner untuk panduan wawancara terstruktur dengan pedagang jajanan anak sekolah dasar negeri.

2. Test kit standar dari BPOM berlabel Chem-kit Metanil Yellow untuk menguji sampel makanan atau minuman jajanan anak sekolah dasar negeri positif atau tidak mengandung Metanil Yellow.

3. Panduan wawancara mendalam untuk wawancara lebih lanjut dengan pedagang jajanan anak sekolah dasar yang positif menggunakan pewarna Metanil Yellow.


(67)

Gambar 5. Chem-kit Metanil Yellow (Akbari, 2012)

3.2 Cara Pengambilan Data 3.2.1 Kuantitatif

1. Datang ke Sekolah Dasar Negeri yang merupakan sampel penelitian.

2. Menentukan pedagang jajanan di Sekolah Dasar Negeri tersebut yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan.

3. Melakukan wawancara terstruktur dengan pedagang jajanan dengan alat bantu berupa kuesioner.

4. Pengambilan makanan atau minuman jajanan.

5. Melakukan pengujian terhadap sampel makanan atau minuman jajanan apakah positif atau tidak mengandung Metanil Yellow dengan test kit standar BPOM.

6. Setelah kegiatan di atas selesai akan didapatkan data hasil wawancara dengan kuesioner dan data hasil pengujian positif atau tidak mengandung Metanil Yellow.


(1)

5.2.Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan, melakukan penelitian untuk menilai faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap penggunaan pewarna Metanil Yellow pada pedagang jajanan baik di SD maupun pada tingkat sekolah lain.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang berkenaan dengan hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh dengan penggunaan pewarna Metanil Yellow dengan desain rancangan yang lain seperti case-control, cohort untuk menjelaskan kuatnya hubungan.

3. Untuk dinas kesehatan agar lebih ketat dalam pemeriksaan dan pengawasan terhadap makanan-makanan yang beredar pada masyarakat khususnya makanan yang mengandung pewarna tambahan yang berbahaya.

4. Untuk dinas perdagangan agar lebih teliti dalam pemasaran terhadap produk-produk yang akan diperjualbelikan jangan sampai produk yang dijual di salah gunakan fungsinya.

5. Untuk para pedagang yang menjual makanan agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang bahan tambahan makanan yang tidak boleh digunakan, sehingga tahu bahan makanan apa yang boleh digunakan serta tidak mudah terpengaruh terhadap pedagang-pedagang yang tidak bertanggungjawab.


(2)

6. Untuk para orang tua agar lebih berhati-hati dan waspada terhadap makanan yang di makan oleh anaknya, jangan sampai anak-anak memakan makanan yang mengandung bahan tambahan makanan yang berbahaya karena akan berakibat buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak. untuk mengantisipasi sebaiknya anak dibawakan bekal dari rumah sebelum berangkat ke sekolah.

7. Untuk sekolah dan guru-guru harus lebih waspada terhadap jajanan yang beredar di lingkungan sekolah mereka dengan cara mengawasi dan mengontrol pedagang dalam menjajakan dagangannya atau dengan cara memberikan peraturan kepada setiap anak sekolah agar membawa bekal dari rumah.

8. Untuk anak-anak sekolah jangan sampai jajan sembarangan dan hanya tertarik pada warna atau bentuk makanan yang menarik saja, tetapi juga harus tahu apakah makanan tersebut baik atau tidak untuk dikonsumsi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Akbari I. 2012. Identifikasi Jajanan Anak Sekolah Dasar Kencana Jakarta Pusat yang Mengandung Rhodamin B dan Methanil Yellow Tahun 2012. [Skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Asmarani TA. 2013. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pedagang Jajanan dengan Penggunaan Bahan Pewarna Sintetis pada Jajanan Anak Sekolah di Beberapa Sekolah Dasar di Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.

Ayu LP. 2011. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pedagang Jajanan Anak Sekolah Dasar Terhadap Perilaku Penggunaan Pewarna Rhodamin B di 2 Kecamatan Bandar Lampung Tahun 2011. [Skripsi]. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Azizahwati, Kurniadi M, Hidayati H. 2007. Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang Untuk Makanan yang Beredar di Pasaran. Majalah Ilmu Kefarmasian. 4(1): 7-25.

Azwar S. 2006. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

. 2010. Sikap Manusia teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Bahaya Keracunan Metanil Yellow Pada Pangan. Jakarta: BPOM.

Baliwati dkk, 2004. Pengatar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.

Cahyadi W. 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Creswell, J, W. 2009. Research Design Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. Sage. Los Angeles


(4)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Depkes RI.

FAO Special Programme For Food Security Asia Indonesia. 2005. Keamanan Pangan untuk Meningkatkan Kesehatan Petani SPFS. Food And Agriculture Organization of The United Nations.

Gardjito M, Murdiati A, Aini N. 2006. Mikroenkapsulasi β-karoten BuahLabu Kuning dengan Enkapsulan Whey dan Karbohidrat.[Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada.

Handayani S, Oktavianingsih Y. 2009. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pedagang Makanan Jajanan Dalam Pemakaian Pewarna Sintetis Berbahaya di Lingkungan Sekolah Dasar Kecamatan Klaten Tengah.Jurnal Prospect. 5(8):1-8.

Judarwanto W. 2012. Perilaku makan anak sekolah. [internet] http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/perilaku-makan-anak-sekolah.pdf. Diakses tanggal 8 oktober 2014.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Kemenkes RI.

Kristanti H. 2010. Penyakit Akibat kelebihan & Kekurangan Vitamin, mineral & Elektrolit. Yogyakarta: Citra Pustaka.

Maskar DH. 2004. Assesment Of Illegal Food Additives Intake From Street Food Among Primary school Children In Selected Area Of Jakarta. [Tesis]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mudjajanto. 2007. Analisis Rhodamin B dan Metanil Yellow dalam minuman jajanan anak SD di Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta dengan metode kromatografi lapis tipis. [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mukono HJ. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.

Nagaraja TN, Desiraju T. 2003. Effects of chronic consumption of metanil yellow by developing and adult rats on brain regional levels of noradrenaline, dopamine and serotonin, on acetylcholine esterase activity and on operant conditioning. Food Chem Toxicol. 31(1):41-4.

Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


(5)

. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Novita S, Adriyani R. 2013. Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Pedagang Jajanan

Tentang Pemakaian Natrium Siklamat Dan Rhodamin B. [Skripsi]. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Pujiastuti ZR. 2002. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemakaian Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada Produk Kerupuk di Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal. [Tesis]. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Dipenogoro.

Purwanto, M. N. 2002. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Edisi Kedua. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Saparinto C, Hidayati D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Sarkar R, Ghosh AR. 2012. Metanil yellow – An azo dye induced hispathololgical and ultrastructural changes in albino rat (Rattus Norvegicus). The Bioscan. 7(1):427-32.

Sinaga H. 2009. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009. [Skripsi]. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Sitorus L. 2007. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Siswa Sekolah Dasar Tentang Makanan Dan Minuman Jajanan Yang Mengandung Bahan Tambahan. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Manajemen. Bandung : Alfabeta. Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit EGC. Suprapti ML. 2005.Kerupuk UdangSidoarjo. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Trestiati, Mela. 2003. Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minuman Jajanan

Anak SD (Studi Kasus : Sekolah Dasar di Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung). [Tesis]. Bandung: Pascasarjana Fakultas Kesehatan Lingkungan. Wahyuningtyas DK. 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Penjual Dengan Kadar

Zat Pewarna Rhodamin B Pada Mie Di Kelurahan Tlogosari Kulon Kecamatan Pedurungan Semarang 2008. [SkripsiI]. Semarang: Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.


(6)

Walangadi IS. 2012. Identifikasi Penggunaan Pewarna Alami dan Pewarna Buatan pada Makanan Jajanan Nasi Kuning di Lingkungan Sekolah Dasar se Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo Tahun 2012. [SkripsiI]. Gorontalo: Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo.

Widyawati, Nanik. 2009. Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Dengan Tingkat Pengetahuan Wanita Tentang Kanker Payudara Di Dukuh Ngambak Lipuro Bekonang Sukohardjo. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Widyasari DF, Candrasari A. 2010. Pengaruh Pendidikan Tentang Hipertensi

Terhadap Perubahan Pengetahuan Dan Sikap Lansia Di Desa Makamhaji Kartasura Sukoharjo. Jurnal Biomedika. 2(2): 2-6.

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wirasto. 2008. Analisis Rhodamin B Dan Metanil Yellow Dalam Minuman

Jajanan Anak Sd Di Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta.


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Pemanis Sintetis Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Negeri Wilayah Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015

2 17 183

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Eritrosin dan Rhodamin B Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah Yang Dijual Oleh Pedagang Di SDN Sekelurahan Pondok Benda Tahun 2015

0 21 168

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEDAGANG JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TERHADAP PERILAKU PENGGUNAAN PEWARNA RHODAMIN B DI KECAMATAN SUKARAME BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015

9 45 68

ANALISIS RHODAMIN B DAN METANIL YELLOW DALAM MINUMAN JAJANAN ANAK SD DI KECAMATAN Analisis Rhodamin B dan Metanil Yellow dalam Minuman Jajanan Anak SD di Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis.

1 6 18

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Jajanan Malam di Kota Barat, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta Awal 1

0 0 14

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN ANAK NELAYAN

0 1 2

TAP.COM - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEDAGANG JAJANAN ... - (JUKE) UNILA 1541 2254 1 PB

0 0 6

UNIVERSITAS NEGERI MANADO FAKULTAS TEKNIK P T I K 2010 KATA PENGANTAR - MAKALAH Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan anak

0 1 10

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PEDAGANG TERHADAP PENGGUNAAN ZAT PEWARNA SINTETIS PADA MAKANAN JAJANAN ANAK SD DI KECAMATAN BUKIT KECIL PALEMBANG TAHUN 2017

1 3 19

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN VASEKTOMI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

0 0 5