33
Kristen mengikuti suaminya. Di samping warga jemaat yang sudah diketahui dan telah tercatat pindah agama, diperkirakan ada beberapa warga yang pindah ke gereja
denominasi lain, yang pindahnya tanpa memberitahu anggota majelis jemaat. Demikian juga ada yang pindah agama dan tidak terpantau, karena mereka
meninggalkan Ponorogo pergi ke daerah lain tanpa pemberitahuan, tetapi ada jemaat menerima kabar dari mulut ke mulut bahwa mereka telah pindah agama.
4. Empat kasus pindah agama warga GKJW Jemaat Ponorogo
Dari beberapa kasus pindah agama kasus pindah agama di GKJW Jemaat Ponorogo, penulis memfokuskan pada empat kasus, dengan rincian dua kasus warga
jemaat yang sebelumnya beragama Kristen karena menikah pindah agama Islam, tetapi setelah beberapa tahun berumahtangga memutuskan pindah agama kembali ke
agama Kristen, mereka adalah Ch dan Ar. Kasus ketiga, adalah seorang ibu Ea yang beragama Islam pindah agama ke agama Kristen, dan menjadi warga Jemaat
GKJW Ponorogo, Kasus ke empat adalah seorang bapak, status duda yaitu Pm warga Jemaat GKJW Ponorogo yang pindah menganut agama Islam. Adapun
deskripsi kasusnya seperti berikut ini:
Kasus Pertama, Ch, seorang ibu beragama Kristen berumur 50 tahun,
pekerjaan : Guru Taman Kanak-kanak, bersuami Dd beragama Islam, mempunyai dua orang anak, anak pertama sudah berumahtangga, yang ke dua, masih kuliah di
Malang. Bertempat tinggal di Ponorogo, Ch menikah dengan Dd secara Islam pada tahun 1988, dan menyatakan pindah agama Islam.Pada tahun 1995 Ch menyatakan
pindah kembali ke agama Kristen. Adapun kisahnya seperti berikut ini Ch adalah seorang gadis beragama Kristen, berpacaran dengan Dd seorang
pemuda Islam, jalinan kasih mereka dilanjutkan dengan pernikahan. Karena menikah Ch rela berhenti kuliah, dan ia pun rela meninggalkan agama Kristen pindah agama
Islam mengikuti suaminya. Sebelum proses perkawinan orangtua Ch tidak keberatan kalau Ch menikah dengan Dd secara Islam. Untuk mempersiapkan perkawinan secara
agama Islam Ch menghafalkan dua kalimat Sahadat, selanjutnya mereka menikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Ponorogo pada tahun 1988.
Dalam kehidupan berumahtangga Ch berusaha mengikuti agama suami sebaik-baiknya, tetapi suaminyaDd dalam kesehariannya tidak pernah sembahyang
secara Islam. Pada awalnya Ch tidak berani menanyakan akan hal tersebut, ia berpikir suaminya Dd tidak sembahyang karena ada perasaan sungkan dengan
34
mertuanya yang Kristen, karena mereka masih tinggal bersama di rumah mertuanya. Keadaan tersebut dibiarkan saja oleh Ch, ia pun tidak sembahyang secara Islam. Pada
saat mereka pindah menempati rumah sendiri, dan saat itu mereka sudah dikaruniai satu anak, Dd tidak pernah sembahyang atau mengikuti kegiatan keagamaanya, dan
Ch pun tidak pernah diajak atau diperintah untuk sembahyang secara Islam, karena itu Ch mulai memberanikan diri bertanya kepada suaminya, tentang keberadaan Dd
yang tidak pernah sembahyang. Dd memberikan jawaban, bagi dia yang penting bukan sembahyangnya, tetapi praktek kehidupan sehari-hari dengan berbuat baik, dan
tidak menyakiti atau merugikan orang lain. Atas jawaban tersebut membuat hati Ch terusik, ia mulai merenungkan dirinya
sendiri, mengapa ia meninggalkan agama Kristen, pindah ke agama Islam mengikuti suami tetapi tidak pernah sembahyang. Ch mengalami keresahan, namun ia simpan
perasaan itu. dan bersikap diam terhadap apa saja yang telah dikatakan suaminya. Di sisi lain Ch sebagai istri Dd, menjadi menantu kesayangan mertua, kebutuhan hidup
mereka setiap bulan dibantu dengan tambahan uang belanja serta bahan-bahan pokok kebutuhan sehari-hari, seperti beras, lauk, sabun dan sebagainya. Ch merasa
diperlakukan istimewa oleh mertuanya, karena itu ia membalas kebaikannya dengan sering bertandang ke rumah mertua untuk membantu pekerjaan yang ada di rumah
mertuanya, bahkan Ch memberi perhatian lebih saat mertua sedang membutuhkan pertolongan, misalnya saat ada gangguan kesehatan, saat syukuran dan lain
sebagainya. Seiring berjalannya waktu bahtera kehidupan rumahtangga Ch dan Dd, terus
berjalan, sementara praktek sembahyang secara Islam tidak mereka jalani, keadaan tersebut membuat Ch merasa bersalah meninggalkan agama Kristen, Ch merasa
suaminya tidak memberikan bimbingan kerohanian Islam, karena itu Ch diliputi rasa gelisah, tetapi perasaan tersebut ia abaikan bertahun-tahun. Sampai pada suatu ketika
di tahun 1995 ia menderita penyakit gatal-gatal, berkali-kali berobat ke dokter, serta pengobatan alternatif tetapi penyakitnya sampai berbulan-bulan tidak kunjung
sembuh. Dalam pergumulan dengan penyakitnya yang tak kunjung sembuh ia berdoa
memohon kesembuhan, dan ia berjanji pada Tuhan jikalau sembuh ia bertekat akan kembali ke gereja, dalam arti akan kembali memeluk agama Kristen. Sehubungan
dengan sakit yang diderita, Ch merasa bahwa penyakit itu sebagai hukuman dari Tuhan, ia merasa bersalah meninggalkan agama Kristen. Pada suatu malam ia berdoa
35
memohon pengampunan atas dosa-dosanya dan memohon kesembuhan.Di pagi hari, setelah Ch berdoa,secara tak terduga kakaknya yang ada di Brebes datang ke
rumahnya,pada kesempatan itu ia menceritakan tentang penyakitnya, dan kakaknya menyarankan agar Ch membeli obat, dan kemudian Ch membeli obat yang disarankan
kakaknya tersebut dan selanjutnya meminumnya, beberapa hari setelah minum obat itu ia sembuh, padahal obat yang diminum adalah obat murah. Peristiwa tersebut
membuat Ch yakin bahwa yang menyembuhkan penyakitnya adalah kuasa Tuhan. Keyakinan Ch atas pertolongan Tuhan makin kuat, ketika temannya, yaitu S
menderita penyakit yang sama dengan Ch, meminum obat yang sama, dari sisa obat yang pernah diminimnya, ternyata tidak menjadikan temannya sembuh, hal tersebut
mendorong Chsemakin percaya bahwa ia disembuhkan oleh kuasa Tuhan, keyakinan itu mandorong Ch untuk kembali ke agama Kristen.
Pada suatu hari Minggu Ch pergi ke gereja tanpa sepengetahuan suami,sesampainya di gereja ia melihat anak pertamanya ada di gereja bersama
neneknya, hati Ch tersentuh, dan segera mendampingi anaknya. Atas peristiwa tersebut mendorongnya untuk datang ke gereja. Setelah beberapa kali ke gereja ia
merasa nyaman dan batinya menjadi tenang, ia merasa disegarkan menjadi orang Kristen baru, ia pun bertekat untuk terus aktif beribadah di gereja.Beberapa minggu
kemudian Ch mendekati suaminya dan memberanikan diri berbicara bahwa ia memutuskan kembali ke agama Kristen. Chjuga menyampaikan bahwa ia meyakini
sakitnya telah disembuhkan Tuhan, baginya ia merasa diingatkan Tuhan untuk kembali ke agama Kristen. Mendengar pernyataan istrinya, Dd suaminya marah, ia
kecewa atas keadaan tersebut, tetapi Ch tidak peduli dengan kemarahan suaminya, ia bersikukuh untuk kembali menganut agama Kristen, dan memohon kepada suaminya
agar diijinkan untuk ke gereja, atas permintaan tersebutDd merasa keberatan, walupun demikianCh tetap bersikeras untuk ke gereja setiap hari minggu. Keadaan
yang demikian membuat hubungan dengan suami menjadi terganggu, bahkan kemarahan suaminya dilampiaskan dengan seringnya ke luar meninggalkan rumah
tanpa mempedulikan perasaan istrinya yang saat itu sedang mengandung anak yang kedua.
Hubungan yang kurang baik di antara Ch dan suaminya, mempengaruhi juga hubungan dengan mertua, bahkan dengan sudara-saudaranya Dd, keadaan yang
kurang baik tersebut membuat perasaan Ch menjadi tidak nyaman, ia merasa tidak diterima oleh suami dan kerabatnya karena pindah agama. Pada suatu hari Ch,
36
memberanikan diri mengajak bicara suaminya tentang hubungan mereka, ia mengatakan dari pada hubungannya tidak baik, karena ia aktif kegereja dan kembali
ke Kristen, Ch meminta diceraikan saja, padahal saat itu ia sedang hamil. Permohonan yang bernada tantangan tersebut membuat Dd, suami Ch memilih untuk
tidak bercerai dan mengijinkan istrinya untuk kembali aktif ke gereja. Pada saat aktif kembali ke gereja itulah, Ch didekati oleh seorang ibu majelis
yaitu Bg, yang memberi dorongan dan semangat kepadanya untuk selalu kuat menghadapi masalah kehidupan, bahkan Bg sering berkunjung ke rumah Ch, dan
menyarankan agar natinya Ch menghadap pendeta Jemaat untuk meminta pelayanan pertobatan, dan kembali ke agama Kristen, hal itu membuat Ch merasa dikuatkan.
Atas dorongan dan pendekatan Bg yang menghimbau Ch agar menghadap pendeta jemaat untuk meminta pelayanan pertobatan, Ch kemudian menghadap
pendeta Spj untuk meminta pelayanan katekisasi pertobatan, karena ia ingin kembali menganut agama Kristen. Permohonannya disambut baik oleh pendeta, yang
kemudian dilanjutkan dengan pemberian katekisasi pertobatan, sebagai bagian dari proses penggembalaan khusus. Pada proses penggembalaan khusus diadakan
katekisasi pertobatan selama tiga kali pertemuan, dengan materi pembinaan iman Kristen, yang selanjutnya Ch mendapatkan pelayanan ibadah pertobatan, dan
dinyatakan kembali menganut agama Kristen. Sebagai dampak pindah agama kembali ke Kristen hubungan dengan mertua
juga sempat menjadi kurang baik, yang biasanya tiap bulan diberi jatah beras, dan tambahan uang belanja tidak diberi lagi, kalau bertandang ke rumah mertua selalu
dipengaruhi agar mempertahankan keislamannya, dan tidak perlu pindah agama lagi, demikian juga dengan teman-teman agama lain, yang juga mempengaruhi agar tidak
kembali ke Kristen, tetapi Ch, bersikukuh untuk tetap kembali ke Kristen. Keputusan Ch kembali ke agama Kristen, awalnya mengganggu hubungan
dengan suami, mertua dan teman-temannya,tetapi tidak menjadi halangan bagi Ch, untuk aktif bergereja, bahkan sikap yang kurang baik tersebut dibalas dengan sikap
yang mau bersahabat, mengalah, sabar terhadap mereka, sampai akhirnya hubungan dengan mereka baik kembali, di sisi kehidupan yang lain perilaku Ch makin religius,
apalagi setelah mendapatkan pelayanan penggembalaan dari gereja, Ch menjadi aktif bergereja, rajin berdoa, membaca Alkitab, melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan
gereja, bagi Ch ibadah minggu menjadi diutamakan, bila ada kegiatan suami yang mengajak istri, ia lakukan sesudah mengikuti ibadah minggu pagi, ia merasa tidak
37
nyaman bila tidak mengikuti ibadah minggu.Ia merasa lega, dan merasa tentram dengan keputusannya kembali menganut agama Kristen, dan merasa yakin bahwa
Tuhan menyayanginya. Kembalinya Ch ke agama Kristen mendapatkan respon dari majelis jemaat, serta warga jemaat yang sering mendorong Ch untuk turut aktif dalam
kegiatan-kegiatan gereja. Atas dorongan para majelis dan warga Ch merasa makin dikuatkan imannya.
Sampai anak kedua lahir Ch dan suaminya sepakat untuk menjaga kerukunan, walaupun mereka berbeda agama, pembicaraan dalam keseharian tidak lagi dalam
membicarakan tentang agama mereka dan tidak disinggung lagi tentang pindah agama, mereka berusaha untuk saling menghargai dan saling menghormati, tetapi
kemudian mereka berpikir tentang pendidikan agama kedua anaknya, untuk itu Ch dan suaminya membuat kesepakatan tentang agama ke dua anak mereka.Kedua
anaknya diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri ikut agama ibunya atau bapaknya, tetapipada saat anak-anaknya memasuki masa remaja, mereka
mengikuti agama ibunya, dengan keadaan tersebut Dd ayahnya menyadari bahwa ia tidak bisa membimbing menurut agama yang ia anut, sehingga ia merelakan kedua
anaknya mengikuti agama Kristen. Seiring dengan berjalannya waktu, pasangan suami istri yang berbeda agama
tersebut selalu berusaha hidup rukun, saling menghormati, dan saling menerima satu sama lain. Hal ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, bila ada Ch mengikuti
kegiatan gereja sang suami mengantarnya, bahkan kalau Ch lupa sering suami mengingatkannya, demikian juga sebaliknya Ch bersedia mendampingi suami bila ada
kegiatan-kegiatan kantor suaminya. Perbedaan agama bagi mereka pada akhirnya bukan menjadi penghalang untuk hidup bersama sebagai suami istri, mereka berupaya
untuk memelihara kerukunan dengan saling menghormati satu sama lain.Merekapun berterima kasih pada gereja yang menerima mereka apa adanya, bahkan mereka
merindukan adanya kegiatan gereja untuk pasangan yang berbeda agama.
Kasus kedua, Ar, seorang ibu rumahtangga berumur 54 tahun, beragama
Kristen, bersuamikan Pr, 56 tahun, ia beragama Islam dan taat beribadah, memiliki dua anak laki-laki, yang sulung sudah menikah dan tinggal di Malang, anak kedua,
pengawai Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Tempat tinggal : Ponorogo, berada di tengah-tengah masyarakat muslim. Ar menikah dengan Pr secara Islam pada tahun
1982, dan berpindah agama kembali ke Kristen pada tahun 1988. Deskripsi kisahnya seperti berikut:
38
Ar. Berasal dari keluarga Kristen di sebuah desa Kristen di Kabupaten Malang, sejak lulus SLTA merantau ke Ponorogo, dan bekerja di sebuah rumah
bersalin swasta. Di Ponorogo ia menjalin dengan seorang pemuda bernama Pr, ia beragama Islam yang taat. Mereka saling mencintai, karena itu jalinan kasihnya
dilanjutkan dengan pernikahan.tetapi sebelum menikah Ar menyampaikan kepada Pr kekasihnya, bahwa ia bersedia menikah secara Islam, tetapi sesudah proses
pernikahan Ar akan kembali masuk Kristen. Pernikahan mereka berlangsung secara agama Islam di KUA Kecamatan Ponorogo Kota pada tahun 1982. Dalam proses
pernikahannya Ar, mengucapkan dua kalimat Sahadat Islam. Setelah selesai mengucapkan sahadat, Ar diliputi perasaan bersalah, walaupun ada janji dalam diri
setelah menikah akan kembali ke gereja, tetapi ada perasaan tidak nyaman dalam hatinya. Perasaan - perasaantersebut selalu menghantui Ar, ia seakan-akan menjadi
manusia kotor, najis di hadapan Tuhan, Ar diliputi perasaan gelisah dan tertekan apalagi ketika bertemu dengan warga gereja yang sering menyinggung pernikahannya
yang tidak dilakukan di gereja tetapi di KUA, hal ini makin membuatnya merasa tertekan.Dari hari ke bulan, dari bulan ke tahun perasaan tersebut selalu muncul, ia
sebenarnya ingin pergi ke gereja, tetapi takut pada suaminya yang taat beragama, ia khawatir suaminya marah atau tersinggung, ia juga malu bilapergi ke gereja akan
dicibirkan oleh warga gereja. Perasaan-perasaan tersebut membuat hidupnya tidak tenang, dalam praktek keseharian iapun tidak pernah sembahyang secara Islam, pada
hal Ar adalah istri Pr, seorang muslim yang taat beragama. Ar tidak berani bercerita tentang perasaan-perasaan yang menjadi batinnya tersebut kepada suami atau teman-
temannya, ia lebih memilih diam, menyimpan perasaan yang menekan dirinya tersebut selama kurang lebih enam tahun.
Pada tahun 1986, beberapa bulan setelah anak ke dua lahir Ar memberanikan diri ke gereja secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan suami,dan kegiatan ke
gereja itu dilakukan berulang-ulang, sampai di suatu ketika ia didekati oleh seorang ibu majelis yang berprofesi sebagai bidan bernama Bg, dan Ar mengenal betul Bg
karena ia adalah karyawati di sebuah rumah bersalin swasta di mana Ar saat itu juga bekerja di rumah bersalin tersebut. Pada saat itu Bg memotivasi agar Ar terus aktif ke
gereja walaupun ada banyak tantangan, dorongan itulah yang membuat Ar selalu ingin ke gereja pada hari minggu untuk beribadah tanpa sepengetahuan suami.
Pada suatu hari Bg berbicara kepada Ar agar menghadap pendeta untuk meminta pelayanan pertobatan, tetapi Ar belum bersedia, ia masih butuh waktu untuk
39
menata diri, tapi ia berjanji di suatu saat ia akan menghadap pendeta untuk menyatakan kembali ke agama Kristen. Dua tahun berikutnya, pada tahun 1988, Ar
memberanikan menghadap pendeta jemaat dan menyatakan bersedia menerima katekisasi pertobatan, yang pada saat itu dilayani oleh Pdt.S. Ar menerima pelayanan
katekisasi pertobatan sebanyak tiga kali pertemuan, yang selanjutnya Ar mendapatkan pelayanan ibadah pertobatan dan secara resmi iadinyatakan kembali menganut agama
Kristen. Pr, suami Ar pada awalnya tidak mengetahui bahwa Ar istrinya kembali
menjadi Kristen, tetapi setelah mengetahui bahwa istrinya telah kembali menjadi Kristen, ia menyatakan kekecewaannya pada Ar. Bentuk kekecewaannyadilampiaskan
dengan selingkuh dengan wanita lain. Perselingkuhannya dengan wanita lain, diketahui Ar, tetapi ia diam tidak mau berkonflik dengan suaminya, ia tetap setia
mendampingi walau hati disakiti oleh suami. Ia pun bersedia menerima keputusan apapun dari suami, kalau memang perselingkuhan itu dilakukan karena Ar kembali ke
agama Kristen, Ar bersedia diceraikan, tetapi hal itu tidak terjadi, dan suaminya minta maaf atas kasus perselingkuhannya tersebut. Hari demi hari kehidupan Ar
dengan suaminya tetap berjalan walau terasa hambar, tetapi Ar berusaha untuk mendampingi suami secara sebaik-baiknya, ia selalu berusaha untuk mengalah dan
menghindari konflik dengan suaminya. Berpindahnya Ar menjadi Kristen lagi juga menjadi pembicaraan tetangga dan
teman kantor suaminya, keadaan ini ia dengar sendiri ketika ada kegiatan dengan lingkungan, suami juga bercerita pada istrinya bahwa Ar menjadi pergunjingan
teman-teman kantornya, mereka seakan tidak terima Ar kembali menganut agama Kristen. Pergunjingan-pergunjingan itu ia tanggapi dengan sabar, walau hatinya
merasa sedih, tertekan, tapi ia berusaha tegar dan tetap menyapa tetangga dan teman- teman suaminya dengan ramah, keputusan untuk kembali menganut agama Kristen
adalah pilihan pribadinya, ia pun bersedia menanggung akibatnya.Keadaan itu mendorong Ar untuk lebih giat mengikuti kegiatan gereja, ia juga mulai berani
menceritakan perasaannya kepada beberapa warga gereja, dan ia mendapatkan motivasi untuk kuat menghadapi pergunjingan tersebut dengan sabar. Dengan
kesabaran, dan penyerahan diri kepada Tuhan Ar merasa ada kekuatanyang selalu menolong dirinya dalammenghadapi s persoalanyang menimpa dirinya.
Seiring dengan perjalanan waktu kehidupan pasangan suami istri Ar dan Pr, yang berbeda agama tersebut lambat laun berusaha untuk bisa saling menerima,
40
mereka membuat kesepakatan untuk bisa menerima keadaan yang berbeda itu apa adanya, mereka berusaha untuk saling menghargai satu dengan yang lain, bilamana
saat bulan puasa datang, Ar dan anak-anaknya menghormati ayahnya dengan ikut berpuasa, Ar sebagai istri selalu menyediakan keperluan untuk makan sahur dan buka
bersama, bila datang hari raya Idul fitri mereka rayakan bersama, demikian juga saat hari natal, suami selalu ikut mendampingi bila Ar istrinya mengikuti perayaan Natal.
Ar dan suaminya dikaruniai dua orang anak laki-laki, berkaitan dengan agama Ar dan Pr memberi kebebasan kepada kedua anaknya untuk memilih mengikuti
agama yang dianut ibu atau ayahnya, tetapi kedua anaknya pada akhirnya memeluk agama Kristen mengikuti agama yang dianut ibunya.Pada saat ini anak sulung sudah
berkeluarga dan tinggal di Malang, tetapi saat hari raya Idul Fitri, mereka selalu menyediakan waktu untuk pulang menghormati bapaknya yang menganut agama
Islam, dan anak kedua bekerja sebagai Pegawai Negri di Ponorogo, tinggal bersama kedua orangtuanya.
Sejak menganut kembali agama Kristen Ar merasa mantab dengan keputusannya, ia pun aktif mengikuti kegiatan gereja, khususnya kegiatan ibu-ibu
gereja, dan ia merasa kehidupan keagamaannya makin bertumbuh di samping suami yang muslim, walaupun kadang ada pernik-pernik kecil dalam rumah tangga tapi
tidak pernah menimbulkan masalah yang besar, kehidupan yang rukun diwujudkan dengan sikap saling mendukung kegiatan kerohanian mereka, bila Ar ke gereja untuk
beribadah atau mengikuti kegiatan gereja, suami bersedia antar jemput, demikian juga bila ada acara keagamaan suami, istri menyediakan diri terlibat di lingkungannya,
atau kegiatan di Kelurahan Bayudono, di mana suaminya bekerja. Ar bersedia mendampingi suaminya yang menjabat sebagai sekretaris Kelurahan. Menurut
pengakuan Ar, dalam kehidupan rumahtangga ia bersikap mengalah pada suaminya, dan berusaha menjaga kerukunan.
Pada suatu hari suami Ar pernah mengungkapkan perasaannya, ia merasa sendiri dalam keluarga, karena tak ada anak yang agamanya ikut dia, tetapi istri dan
anak-anaknya menyatakan bahwa mereka selalu siap dalam kebersamaan, saling menolong dan saling menghargai walau berbeda keyakinan, hal itu diwujudkan
dalam keseharian, ketika bulan puasa datang pak Pr menjalankan ibadah puasa, istri dan anak-anaknya menemani ikut juga berpuasa, ketika Idul fitri mereka bersama
merayakan bersama. Mereka berusaha menjaga kerukunan, dan hidup saling
41
menghargai satu sama lain, bila ada masalah mereka bicarakan bersama untuk mencari solusi yang terbaik bagi keluarga.
Ar berharap gereja bisa memberikan pelayanannya kepada keluarga-keluarga yang keadaannya seperti mereka, yaitu keluarga majemuk, yang anggotanya berbeda
keyakinan. Ar dan suaminya menyampaikan rasa terimakasih kepada gereja yang selama ini memperhatikan keberadaan mereka, dengan pelayanan perkunjungannya,
mereka juga berharap pelayanan yang sudah diberikan kepada mereka dalam bentuk kunjungan pastoral yang dilakukan oleh majelis jemaat bisa di tingkatkan
kwalitasnya, Ar dan suaminya merasa senang, dan terbuka terhadap pelayanan gereja selama ini.
Kasus ketiga, Ea, usia 64 tahun, seorang janda, pensiunan Guru SMP bidang
studi bahasa Jawa, beragama Kristen, masuk agama Kristen pada tahun 2008 bertempat tinggal di lingkungan perumahan bersama dengan ketiga cucunya, aktif di
kegiatan ibu-ibu gereja, kelompok Lanjut Usia, demikian juga aktif dalam kegiatan masyarakat lingkungan perumahan. Ea masuk agama Kristen pada tahun 2008,
deskripsi kisahnya seperti berikut : Menjelang masa pensiun, pada tahun 2008 Ea memutuskan untuk
memperdalam agama Islam, ia minta bantuan rekannya yang dianggap banyak memahami soal agama Islam untuk menjadi pembimbing rohaninya, ia kemudian juga
aktif dalam kelompok yasinan, dan mengikuti pengajian-pengajian di lingkungan perumahan, bahkan Ea ditunjuk sebagai ketua kelompok yasinan di lingkungannya.
Bimbingan rohani yang diberikan rekannya dilakukan seminggu sekali di Masjid Perumahan, dan sekali saat sesudah yasinan, Berkali-kali menerima bimbingan rohani
tidak membuat Ea bertumbuh pengetahuan dan imannya, ia merasa kesulitan untuk menerima materi dan arahan yang diberikan temannya, ia malah mengalami
kebingungan tidak dimengerti sebabnya, alasan utama yang dikatakan adalah sulit mengerti bahasa Arab, Ea merasa ada beban berat, sehingga menimbulkan perasaan
gelisah tidak tenang, perasaan itu selalu muncul, walaupun demikian ia tetap aktif melaksanakan
kegiatan yasinan,
dan mengikuti
pengajian-pengajian di
lingkungannya. Di suatu hari, Ea ditugasi Kepala Sekolahnya untuk mendampingi kegiatan
pramuka padahari minggu pagi di sekolah.Pagi-pagi ia berangkat diantar tetangga
42
yang juga seorang guru ke sekolahan, tetapi karena hari masih pagi ia minta diturun kan di jalan yang melewati gereja GKJW. Saat berjalan melintas di depan gereja
terdengar sayup-sayup lagu rohani, dan lagu itu menyentuh hati Ea, kemudian ia tanpa rencana, spontan langsung masuk gereja dan mengikuti ibadah, pada saat mengikuti
ibadah ia diberi Alkitab oleh seorang warga jemaat yang duduk di sebelahnya dan Alkitab itu diterimanya, selesai mengikuti ibadah ia bertemu dengan Hr rekan guru
yang anggota GKJW Jemaat Ponorogo. Rekan guru itu kaget melihat Ea mengikuti ibadah, ia kemudian mendekati dan menyalami Ea. Setelah berbincang sejenak, Ea
pamit untuk ke sekolahan di mana ia ditugasi kepala sekolahnya untuk mendampingi kegiatan pramuka.
Pada suatu malam Ea membuka Alkitab yang diperoleh dari pemberian warga gereja, ia kemudianmembacanya, ketika membaca ada perasaan lain, terlebih ketika
membaca Masmur 23, ia merasa menemukan tentang yang ia cari selama ini yaitu ketentraman. Di hari-hari berikutnya ia menyisihkan waktu untuk membaca Alkitab,
Ea suka membaca kitab Masmur, perasaannya haru ketika membacanya, ia mulai merenungkan tentang dirinya, dan merasa isi kitab Masmur banyak menyentuh kisah
hidupnya, tidak terasa air matanya kadang meleleh membasahi pipinya. Sejak saat itu ia merasa gelisah dan berupaya untuk mencari tahu bagaimana mempelajari agama
Kristen, saat berpikir itulah ia teringat teman baiknya yang beragama Kristen yaitu Hr, yang pernah ia jumpai saat mengikuti ibadah di GKJW.
Beberapa hari kemudian Ea mendekati Hr, seorang teman guru yang pernah bertemu saat ibadah di gereja, dan memohon penjelasan tentang bagaimana belajar
agama Kristen, atas permohonan Ea tersebut kemudian Hr, mengantar dan mendampingi Ea menjumpai majelis GKJW Jemaat Ponorogo. Pada perjumpaan
tersebut Ea mengungkapkan maksudnya untuk belajar agama Kristen, dan majelis tersebut Shr memberikan penjelasan tentang syarat-syarat yang perlu diikuti untuk
belajar agama Kristen di GKJW Ponorogo dan saat itu juga Ea menyatakan siap belajar dan menerima syarat-syarat tang disampaikan oleh majelis tersebut.
Selanjutnya Ea mengikuti katekisasi calon warga setiap hari selasa sore, selama tiga bulan ia ikuti dengan rajin, sampai pada akhirnya ia merasa mantab memutuskan
bersama cucunya Fb masuk agama Kristen, dan bersedia menerima sakramen babtisan.
43
Dalam proses katekisasi, Ea menceritakan bahwa ia pernah bersekolah di SMP Katolik di Madiun, tetapi tidak berkeinginan masuk agama Katolik, yang ia ingat
setiap Natal dan Paskah, semua siswa selalu mengikuti dan dilibatkan dalam pelaksanaan perayaan tersebut, ia terkesan dengan pohon natal dan lagu-lagu natal
yang didengarkan saat itu, bila bulan Desember tiba terkadang ia teringat saat dilibatkan dalam acara perayaan Natal di sekolah SMP Katolik Madiun, saat itulah
yang muncul dalam ingatan Ea ketika secara tidak sengaja mengikuti ibadah pertama di GKJW Ponorogo.
Pada minggu ketiga bulan Mei tahun 2008, setelah proses katekisasi selesai dalam tiga bulan, Ea bersama dengan cucunya Fb, menerima sakramen babtisan, saat
dilayani sakramen babtisan kudus, ia merasa dilingkupi kuasa yang mententramkan hidupnya, Ea meyakiniyang melingkupi itu Tuhan. Setelah proses babtisania dan
cucunya disambut hangat oleh warga gereja GKJW Jemaat Ponorogo, sambutan dari warga itu membuatnya merasa terharu. Sejak menerima babtisan Ea aktif dalam
kebaktian-kebaktian keluarga, dan juga ibadah Minggu, ia pun sering menceritakan pengalaman hidupnya kepada warga jemaat, bahwa ia merasa beruntung menjadi
Kristen, ia meyakini bahwa yang menjadikan Kristen adalah karena pimpinan dan anugrah Tuhan.Ia bersyukur telah dihantar Tuhan untuk menjadi seorang Kristen.
Sejak menyatakan berpindah agama dari Islam ke Kristen, Ea menjadi perbincangan masyarakat, terlebih teman-teman guru di sekolahnya tempat ia
mengajar, dan berhembus rumor bahwa Ea masuk Kristen karena mengalami kesulitan ekonomi, dan GKJW Jemaat Ponorogo dianggap telah memberikan fasilitas
kebutuhan ekonomi bagi Ea. Atas rumor tersebut sampai ada teman Ea yang menyarankan agar menyekolahkan cucu-cucunya ke panti asuhan keagamaan Islam
yang memberi beasiswa bagi cucu-cucu-nya, tetapi semuanya tolak, dan memberikan penjelasan bahwa Ea masuk Kristen bukan karena kesulitan ekonomi seperti yang
disangkakan beberapa orang, ia masuk Kristen karena kemauannya sendiri, dan ia merasa telah menemukan jalan hidup baru, soal pindah agama adalah soal pribadi
begitu jawabannya. Perubahan sikap keagamaan yang Ea lakukan setelah menjadi Kristen adalah
keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan gereja, bahkania terlibat aktif dalam pelayanan anak-anak, ibu-ibu gereja dan kelompok lansia. Ia menyatakan bahwa
44
menjadi Kristen adalah anugrah, dan merasakan pada setiap ada persoalan yang ia hadapi Tuhan selalu menolongnya, keadaan itulah yang membuatnya makin religius.
Dalam keadaan ada pertentangan iaberusaha tetap menjaga hubungan baik dengan tetangga, dan kelompok yasinan di lingkungannya, ia pun terbuka untuk menerima
tetangga yang beragama lain. Sejak pindah agama Kristen, ia selalu menyempatkan diri mengikuti kegiatan-kegiatan kerohanian di gereja, hal itu membuatnya merasa
bahagia, ia merasa telah menemukan yang selama ini ia rindukan. Di suatu hari, Ea pernah mengunjungi kakaknya di Caruban, saat itu ia
disuruh kembali ke agama Islam, tetapi ia mengatakan bahwa ia merasa mantab menganut agama Kristen, ia telah menemukan jalan hidup yang diyakini
kebenarannya,walaupun kini agama Ea berbeda agama dengan saudara-saudaranya ia tetap menjalin hubungan baik dengan mereka, sebagai contoh kalau saudaranya
membutuhkan bantuan Ea, ia bersedia membantunya, bila hari raya Idulfitri, ia selalu menyempatkan diri untuk datang ke saudaranya. Keadaan yang demikian ia jalani
dengan sadar dan penuh keyakinan bahwa Tuhan menyertai dia dalam segala keadaan. Sebagai orang Kristen baru, Ea merasa perlu untuk mendapatkan pembinaan-
pembinaan masalah kekristenan, khususnya pembinaan iman, walaupun ia terlibat aktif dalam pelayanan di gereja ia masih membutuhkan bimbingan dari majelis
jemaat. Gereja perlu meningkatkan program pembinaan iman yang berkelanjutan, khususnya bagi warga yang masih relaif baru, ia juga berharap gereja menyediakan
buku-buku rohani untuk bahan bacaan bagi warga gereja, khususnya bagi warga baru hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang
kekristenan.
Kasus keempat, Pm, seorang duda berusia 70 tahun, pensiunan pegawai negri,
bertempat tinggal di Desa Sidoharjo-Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo, ia tinggal bersama anak dan cucu-cucunya yang beragama Islam yang taat. Ia
menyatakan masuk Islam pada bulan Oktober 2014. Deskripsi kisahnya sebagai berikut :
Pm adalah seorang yang statusnya duda, sudah kurang lebih empat tahun ia ditinggal mati istrinya pada tahun 2011, keadaan tersebut membuat Pm merasa
sendiri, dan merasa terasing, ia sebenarnya tinggal serumah dengan anak dan menantunya yang muslim. Untuk kebutuhan makan dan minum sehari-hari dilayani
45
oleh anaknya, keberadaan cucu-cunya juga bisa menjadi teman bagi Pm, namun demikian kadang timbul perasaan sedih, merasa sepi ditinggal mati istrinya, biasanya
kalau hari minggu pergi beribadah bersama istri, tetapi kematian istri berpengaruh terhadap kehadiran di gereja. Dalam situasi perasaan gundah, Pm jarang pergi ke
gereja, apalagi jarak tempuh ke gereja GKJW cukup jauh yaitu 16 kilometer dari rumahnya, sedangkan tranportasi tidak begitu lancar, sementara anak dan cucunya
yang muslim keberatan kalau setiap minggu mengantar ke gereja, ia mengalami hambatan bila pergi ke gereja, apalagi usia sudah lanjut, kekuatan tubuh berangsur
melemah mempengaruhi aktifitas ke luar rumah, keadaan itu menjadi beban pikirannya.
Suatu ketika pengurus gereja Pentakosta yang jaraknya relatif dekat dengan rumah Pm mengajaknyauntuk beribadah dan bergabungmenjadi warganya, dari pada
beribadah ke GKJW jaraknya relatif jauh dari rumah Pm, ajakan itu membuatnya bingung.Pm sebenarnya pernah mengikuti ibadah di gereja Pentakosta, tetapi ia
merasa tidak cocok, dan tidak bisa mengikuti karena suara musiknya keras dan mengganggu ketenangan ibadah, hal itulah yang menjadikan ia tidak ingin ke gereja
Pentakosta, ia pun dilandakebingungan dengan keadaannya tersebut. Dalam keadaan bingung itu, Pm diajak anaknya yang muslim untuk pindah agama
ke Islam, walaupun tidak sembahyang di masjid tidak apa-apa kata anaknya, yang penting mengucapkan dua kalimat sahadat sudah cukup, karena terus menerus
dipengaruhi, diajak terus menerus akhirnya Pm menyerah pada ajakan anaknya, apalagi ia dalam rumah itu ia Kristen sendiri, ia takut kalau meninggal diabaikan
anak-anaknya, selanjutnya di hadapan tokoh agama Islam di desanya ia mengucapkan dua kalimat sahadat dan menyatakan masuk Islam. Pada saat masuk Islam ia disambut
dan diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar yang beragama Islam, bahkan Pm mendapatkan perhatian lebih dari kelompok yasinan di lingkungannya.
Pm sebenarnya masih merasakan diperhatikan oleh gereja, dengan pelayanan perkunjungan bagi warga usia lanjut, yang dilakukan setiap bulan sekali, tetapi
baginya tidak cukup, keinginananya lebih dari sekali dalam sebulan, apa lagi ia sudah duda, dan lanjut usia, belum lagi ia seorang diri yang beragama Kristen di rumah itu.
Pm terguncang imannya ketika anak-anaknya mengajak dia masuk agama Islam. Dalam pengakuannya, ia terpaksa pindah agama karena merasa tidak berdaya
46
mendapatkan tekanan dari anak-anaknya yang muslim, bila tetap menganut Kristen mereka tidak bersedia mengantar Pm untuk mengikuti ibadah minggu, ia menyerah
dengan desakan dan kemauan anak-anaknya sampai pada akhirnya ia pindah agama. Ia sebenarnya merasa berat meninggalkan iman Kristen, tetapi di sisi lain bila tetap
menganut Kristen ia khawatir, ia merasa tidak aman dan takut tidak diperhatikan oleh anak-anaknya.
Sesudah menyatakan pindah agama secara resmi, Pm menghubungi salah satu warga jemaat, dan disuruh menyampaikan pemberitahuan kepada majelis jemaat
bahwa ia telah pindah agama Islam mengikuti anaknya, ia berpesan agar majelis gereja tidak perlu lagi memberikan jadwal ibadah perkunjungan di rumahnya. Setelah
mendapatkan informasi itu majelis mendatangi Pm di rumahnya, yang ditemui juga oleh anaknya, dan memberitahukan bahwa Pm telah berpindah agama, mereka
menyampaikan permohonan maaf pada majelis Jemaat, bahwa Pm pindah agama mengikuti anaknya yang muslim, agar ia merasa tentram, dan aman tinggal bersama
anak dan masyarakat sekitarnya. Dari paparan keempat kasus pindah agama di atas maka kasus tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis kasus pindah agama yaitu:
Pertama
,Kasus pindah agama dari agama Kristen masuk agama Islam beberapa tahun kemudian kembali masuk agama Kristen. responden kasus Ch dan Ar
Kedua
, Kasus Pindah agama dari Islam masuk agama Kristen Kasus Ea, dan
Ketiga,
Kasus Pindah agama dari Kristen pindah agama ke Islam.Kasus Pm.
5. Penanganan GKJW Jemaat Ponorogo terhadap kasus pindah agama.