4.1.2 Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Ikan
Nilai kepadatan K, kepadatan relatif KR, dan frekuensi kehadiran FK ikan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Data kepadatan indm
2
, kepadatan relatif , dan frekuensi kehadiran ikan pada setiap stasiun di hilir Sungai Asahan
N o
Spesies Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3
Stasiun 4 K
KR FK
K KR
FK K
KR FK
K KR
FK
1 Thryssa hamiltoni
- -
- 0,004
4,34 3,33
- -
- 0,009
4,34 6,66
2 Osteochilus
kappenii
0,004 4,76
3,33 -
- -
- -
- -
- -
3 Oxygaster
anomalura
0,009 10,71
3,33 -
- -
0,018 13,43
10,00 0,024
11,59 13,33
4 Hemirhamphodon
sp.
0,014 16,66
6,66 0,014
15,21 6,66
- -
- -
- -
5 Megalops
cyprinoides
0,009 10,71
3,33 -
- -
- -
- -
- -
6 Butis butis
0,004 4,76
3,33 0,014
15,21 10
0,014 10,44
10,00 0,019
9,17 13,33
7 Glossogobius
aureus
- -
- 0,018
19,56 10
0,028 20,89
16,66 0,052
25,12 26,66
8 Brachyamblyopus
urolepis
0,018 21,42
6,66 -
- -
- -
- -
- -
9 Leiognathus
decorus
- -
- -
- -
0,014 10,44
10,00 0,033
15,94 16,66
10 Macrognathus
maculatus
0,004 4,76
3,33 -
- -
- -
- -
- -
11 Scatophagus
argus
0,009 10,71
3,33 -
- -
- -
- -
- -
12 Mystus gulio
0,009 10,71
3,33 -
- -
- -
- -
- -
13 Mystus nemurus
- -
- 0,042
45,65 16,66
0,037 27,61
16,66 0,061
29,46 33,33
14 Doryichtys boaja
0,004 4,76
3,33 -
- -
- -
- -
- -
15 Tetradon
nigrodirvis
- -
- -
- -
0,023 17,16
10,00 0,009
4,34 6,66
Total
0,084 99,96
- 0,092
99,97 -
0,134 99,97
- 0,207
99,96 -
Keterangan: Stasiun 1 : Daerah Kontrol
Stasiun 2 : Daerah Pemukiman Stasiun 3 : Daerah Industri
Stasiun 4 : Daerah Pelelangan Ikan
Berdasarkan Tabel 3 pada stasiun 1 spesies Brachyamblyopus urolepis memiliki nilai K, KR, dan FK yang paling tinggi. Ikan ini merupakan jenis ikan yang
senang membenamkan dirinya ke dalam lumpur atau pasir. Tingginya nilai kepadatan Brachyamblyopus urolepis dapat disebabkan karena substrat di stasiun
1 berupa lumpur. Nilai K, KR, dan FK yang paling rendah yaitu spesies Osteochilus kappenii, Butis butis, Macrognathus maculatus, dan Doryichtys
boaja. Rendahnya kepadatan Osteochilus kappenii dapat disebabkan karena kondisi air yang keruh dan arus yang lambat. Menurut Evy 2001, ikan dari
genus Osteochilus menyukai keadaan air yang jernih, terlindung dari sinar matahari, dan air harus bergerak. Butis butis dan Macrognathus maculatus
merupakan ikan yang sering berada di dasar perairan. Menurut Kottelat et al. 1993, ikan ini sering ditemukan pada tempat dengan vegetasi yang lebat dan
Universitas Sumatera Utara
pada lumpur lunak dimana mereka menunggu mangsanya. Doryichtys boaja merupakan ikan yang memiliki sirip yang kecil dan badan bersegmen. Ikan ini
bergerak lambat dan makanan hanya terbatas pada plankton. Pada stasiun 2, 3, dan 4 spesies Mystus nemurus memiliki nilai K, KR, dan
FK yang paling tinggi. Tingginya nilai kepadatan Mystus nemurus dapat disebabkan oleh sifatnya yang dapat memakan segala macam makanan dan dapat
hidup pada kondisi perairan yang keruh. Ikan ini merupakan ikan demersal penghuni dasar perairan. Menurut Rukmini 2012, ikan Mystus nemurus banyak
hidup di perairan tawar dan daerah yang paling disukai adalah perairan yang tenang, bukan air yang deras. Ikan ini juga banyak ditemukan di rawa-rawa,
danau-danau, waduk dan perairan yang tenang lainya. Ikan Mystus nemurus merupakan salah satu ikan dari famili Bagridae. Menurut Kottelat et al. 1993,
famili Bagridae adalah ikan berkumis air tawar yang dapat hidup di air keruh aktif sepanjang hari. Ikan dari famili Bagridae ini sangat sering dijumpai di sungai.
Hasil penelitian Fithra dan Siregar 2010 di Sungai Kampar, ikan yang paling banyak ditemui setelah famili Cyprinidae adalah dari famili Bagridae terutama
genus Mystus. Pada stasiun 2 nilai K, KR, dan FK yang paling rendah pada spesies
Thryssa hamiltoni. Rendahnya nilai kepadatan ikan Thryssa hamiltonii dapat disebabkan karena kondisi perairan
yang kurang mendukung untuk pertumbuhannya terutama makanan. Menurut Genisa 1999, ikan Thryssa
hamiltonii ini termasuk ikan pelagis dasar dan makanan utamanya adalah plankton. Kandungan nitrat yang sedikit di stasiun 2 yaitu 0,5 akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan plankton yang merupakan makanan utama ikan ini. Menurut Barus 2004, nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh
tumbuhan termasuk alga dan fitoplankton untuk dapat tumbuh dan berkembang. Pada stasiun 3 spesies nilai K, KR, dan FK yang paling rendah pada
spesies Butis butis. Rendahnya kepadatan Butis butis di stasiun 3 dapat disebabkan Butis butis sifatnya lebih sering berada di dasar perairan dengan
substrat lumpur. Hasil penelitian Yokoo et al. 2006, hampir semua jenis Butis yang diperoleh berasal dari titik lokasi dengan substrat berlumpur dan lumpur
berpasir.
Universitas Sumatera Utara
Pada stasiun 4 nilai K, KR, dan FK yang terendah yaitu pada spesies Thryssa hamiltoni dan Tetradon nigrodirvis. Rendahnya nilai kepadatan Thryssa
hamiltoni dan Tetradon nigrodirvis karena lingkungan yang kurang mendukung kehidupan ikan terutama dari makanannya yang berupa plankton. Arus yang lebih
cepat di stasiun 4 kurang mendukung kehidupan ikan ini karena plankton akan terbawa arus. Jumlah makanan yang sedikit mengakibatkan ikan akan bergerak
mencari tempat lain yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Frekuensi kehadiran spesies ikan yang diperoleh secara keseluruhan
memiliki nilai 3,33-33,33. Menurut Michael 1994, frekuensi kehadiran suatu jenis 0-25 tergolong sangat jarang, 25-50 artinya jarang, dan 50-75 artinya
sering. Frekuensi kehadiran ikan di lokasi penelitian ini secara umum termasuk dalam kategori sangat jarang.
Nilai frekuensi kehadiran yang paling tinggi yaitu pada spesies Mystus nemurus dan Glossogobius aureus yaitu 33,33 dan 26,66 dan nilai ini masih
dalam kategori jarang. Hal ini dapat disebabkan karena ikan mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan sehingga akan bergerak mencari
lokasi yang sesuai untuk kehidupannya. Menurut Suin 2002, faktor lingkungan sangat menentukan penyebaran dan kepadatan populasi suatu organisme, apabila
kepadatan suatu genus di suatu daerah sangat berlimpah, maka menunjukkan abiotik di stasiun itu sangat mendukung kehidupan genus tersebut.
4.1.3 Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner dan Indeks Keseragaman