Tinjauan Empiris Kerangka Pemikiran Teoretis 1. Analisis

masalah ini harus dipertimbangkan dengan cermat, apakah nanti aktivitas ekonomi di wilayah hasil pemekaran mempunyai potensi untuk memenuhi economies of scale yang optimal. Apabila pemekaran wilayah justru membuat aktivitas ekonomi menjadi terpecah ke dalam skala ekonomi yang relatif lebih kecil, maka kebijakan ini hanya akan menghambat perkembangan ekonomi wilayah karena skala ekonomi yang tidak bisa terpenuhi. Namun apabila perekonomian di suatu wilayah yang luas terjadi fenomena diseconomies of scale maka wilayah tersebut baru layak untuk dimekarkan ke dalam beberapa kesatuan manajemen wilayah yang berskala lebih sempit untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan wilayah dalam Lumbessy, 2005.

2.2. Tinjauan Empiris

Penelitian Mahardini 2006 menyimpulkan bahwa pertumbuhan PDRB total Provinsi Jawa Barat pada periode sebelum pemekaran sebesar 15 persen, sedangkan setelah terjadi pemekaran PDRB total Provinsi Jawa Barat menjadi 20 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat meningkat. Daerah yang secara konsisten tumbuh progresif diantaranya Kabupaten Bekasi dan Kota Bogor. Daerah yang konsisten tumbuh tidak progresif adalah Kabupaten Sumedang, Cianjur, Ciamis dan Purwakarta. Kota hasil pemekaran yang sudah dapat tumbuh progresif adalah Kota Depok dan Kota Bekasi. Kota Banjar, Tasikmalaya dan Cimahi belum mampu tumbuh progresif dibandingkan daerah lain di Jawa Barat. Penelitian Agusniar 2006 menyimpulkan bahwa pemekaran wilayah kabupaten Aceh Selatan Menjadi Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Singkil belum secara nyata meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian wilayah, namun dari tahun ke tahun setelah pemekaran terdapat kecenderungan adanya peningkatan. Penelitian Nazara 2006 menyimpulkan bahwa pada tahun 1994 sampai 1996 dan tahun 1997 sampai 1999, jumlah dan total kontribusi yang disumbangkan tiap kabupaten-kabupaten dan kota di Provinsi Banten yang dulu merupakan bagian dari Jawa Barat lebih kecil dari pada Provinsi Jawa Barat dan demikian juga pada masa otonomi daerah tahun 2000-2002. 2.3. Kerangka Pemikiran Teoretis 2.3.1. Analisis Shift Share Analisis Shift Share merupakan teknik analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja. Teknik ini melihat perkembangan produksi ataupun kesempatan kerja di suatu wilayah di suatu titik waktu. Berdasarkan analisis Shift Share dapat diketahui perkembangan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah, baik terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas maupun terhadap sektor ekonomi lainnya beserta penyimpangan yang terjadi pada satu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tujuan analisis Shift Share adalah untuk menentukan produktifitas kerja perekonomian daerah yang lebih besar regional atau nasional. Pertumbuhan sektor perekonomian di suatu wilayah di pengaruhi oleh beberapa komponen yaitu : 1. Komponen Pertumbuhan NasionalRegional PR Komponen PR adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu wilayah atau sektor. Bila diasumsikan tidak ada perubahan karakteristik antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataanya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat dari pada sektor dan wilayah lainnya. 2. Komponen Pertumbuhan Proporsional PP Komponen PP terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir. Perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah PPW Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan regional pada wilayah tersebut. Kelebihan-kelebihan analisis Shift Share adalah : 1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan kesempatan kerja suatu wilayah hanya pada dua titik waktu, dimana satu titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, dan titik waktu lainnya dijadikan akhir analisis. 2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dapat dilihat melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah yaitu Pertumbuhan Regional, Pertumbuhan Proporsional, Pertumbuhan Pangsa Wilayah. 3. Komponen Pertumbuhan Proporsional dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat dari pada rata-rata nasional untuk sektor-sektor tersebut. 4. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi di wilayah lainnya. 5. Jika persentase Pertumbuhan Proporsional dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya shift pergeseran hasil pembangunan perekonomian daerah. Kelemahan analisis Shift share adalah : 1. Analisis Shift Share tidak lebih dari pada suatu teknik pengukuran atau prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah yang menjadi komponen-komponen. Metode ini tidak menjelaskan mengapa suatu masalah dapat terjadi. Metode ini lebih kepada perhitungan semata dan tidak analitik. 2. Komponen Pertumbuhan Regional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa memperhatikan sebab laju pertumbuhan wilayah. 3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah Petumbuhan Proporsional dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah berkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan permintaan dan penawaran, perubahan teknologi, perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan baik. 4. Analisis Shift Share secara implisist mengambil asumsi bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian.

2.4. Kerangka Pemikiran Operasional