8. 3. Tanah 9. Pewilayahan Tanaman dan Evaluasi Lahan

7 Klaten dan Magelang seluas 500 hektar; Jawa Barat Sukabumi dan Cisarua, Bogor seluas 400 hektar, serta sisanya seluas 50 hektar tersebar di beberapa daerah seperti DIY, Lampung, Aceh, Medan dan Riau Prajnanta, 2004.

2. 8. Kesesuaian Agroklimat Tanaman Melon

2. 8. 1. Suhu Udara Melon dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah sub tropis dan tropis. Di daerah tropis secara umum berlaku bahwa suhu udara menurun 0.6 C tiap kenaikan 100 mdpl. Ketinggian tempat yang optimal untuk budidaya melon adalah 200 - 1000 mdpl. Pada ketinggian tempat tersebut semua tipe melon dapat ditanam. Namun, tanaman melon masih dapat berproduksi dengan baik pada ketinggian 0 - 200 mdpl untuk melon tipe musk melon dan pada ketinggian lebih dari 1000 mdpl untuk tipe cantaloupe dan casaba melon. Sedangkan pada ketinggian lebih dari 1500 mdpl tanaman melon tidak dapat berproduksi optimal. Persyaratan kebutuhan iklim tanaman melon adalah sebagai berikut: suhu rata-rata berkisar antara 18 - 35 C dan suhu yang optimum sekitar 22 - 30 C Djaenudin, et al, 2000 Tabel 6. Tipevarietas melon berdasarkan ketinggian tempat dan suhu. Ketinggian Tempat mdpl Suhu Udara C TipeVarietas Melon 0 – 200 200 – 600 650 – 1000 1000 – 2000 3000 ke atas 27.5 – 25.0 25.0 – 23.5 26.0 – 24.0 23.5 – 18.7 24.0 – 19.0 18.7 – 12.0 10 Musk Melon Musk Melon Oriental Sweet Melon Cantaloupe Melon Casaba Melon Winter Melon Cantaloupe, Casaba melon ----- Sumber : Setiadi 1987 Suhu udara yang sangat rendah menyebabkan : a pertumbuhan daun dan buah menurun; b pertambahan cabang tersier dan sekunder berkurang; c distribusi hasil fotosintesis dari tajuk akan terganggu; d respirasi menurun, dan e pembungaan dan terjadinya buah meningkat terutama oleh suhu udara pada malam hari yang rendah William dan Joseph, 1973. Sementara itu keadaan suhu udara yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tanaman layu, pada keadaan ekstrim dapat mati, karena laju kehilangan air transpirasi melebihi absorbsi air oleh akar. Juga akan mempengaruhi pembungaan dan pembuahan yaitu gagalnya penyerbukan bunga karena mengeringnya tepung sari Thompson dan Kelly, 1957. Tanaman melon memerlukan penyinaran matahari penuh selama pertumbuhannya. Lama penyinaran matahari yang diperlukan tanaman melon berkisar 10 - 12 jam sehari. Sinar matahari membantu proses pembentukan zat gula pati yang menyebabkan ukuran buah melon menjadi besar dan manis Prajnanta, 2004 2. 8. 2. Curah Hujan dan Kelembaban Udara Tanaman melon memerlukan curah hujan antara 2000 - 3000 mmtahun. Tanaman melon kurang bagus bila diusahakan di musim hujan. Hujan yang terus menerus akan menggugurkan calon buah yang sudah terbentuk. Curah hujan yang terlalu tinggi akan menyebabkan kelembaban tinggi di sekitar pertanaman dan akan merangsang perkembangbiakkan hama lalat buah dan berbagai penyakit terutama downy mildew dan kresek daun. Kelembaban udara ideal yang dibutuhkan tanaman melon sekitar 24 - 80, namun pada kelembaban 90 melon masih dapat tumbuh baik dan sehat asalkan sirkulasi udara lancar Tjahjadi, 1994.

2. 8. 3. Tanah

Pertumbuhan tanaman melon akan optimal apabila dibudidayakan pada tanah dengan kisaran pH 5.8 - 7.6, namun demikian tanaman melon masih dapat tumbuh dan berproduksi pada pH 5.0 - 8.2. Sistem perakaran tanaman melon agak dangkal. Untuk menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman melon, tanaman ini memerlukan tanah yang gembur, mempunyai lapisan olah yang tebal, geluh berpasir porussarang dan kaya bahan organik. Tanah yang gembur dan berpasir akan memudahkan akar tanaman melon berkembang dan sistem drainase menjadi lebih baik karena tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu basah. Berdasarkan fakta di lapangan, tanaman melon dapat ditanam pada berbagai jenis tanah terutama tanah andosol, latosol, 8 regosol dan grumosol, asalkan kekurangan dari sifat-sifat jenis tanah tersebut dapat dimanipulasi dengan pengapuran, penambahan bahan organik maupun pemupukan Setiadi, 1987.

2. 9. Pewilayahan Tanaman dan Evaluasi Lahan

Pewilayahan tanaman merupakan salah satu metode evaluasi lahan yang mengidentifikasi lahan yang dapat digunakan untuk tanaman tertentu, sehingga dapat ditentukan kelas-kelas kesesuaian lahan terhadap tanaman dan diperoleh lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman. Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah dan juga suatu proses dalam menduga potensi lahan tertentu baik untuk pertanian maupun non pertanian. Potensi suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, lereng, topografi dan persyaratan penggunaan lahan atau syarat tumbuh tanaman. Inti dari evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh lahan yang digunakan. Dengan cara ini maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian untuk jenis penggunaan lahan tersebut Khomarudin, 1998. Kesesuaian lahan adalah kecocokan adaptability suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan jenis tanaman dan tingkat pengelolaan tertentu. Penilaian kesesuian lahan dibedakan menurut tingkatannya yaitu, pada tingkat orde dan kelas. Pada tingkat orde kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai S dan yang tergolong tidak sesuai N, sedangkan pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai S dibedakan menjadi tiga kelas. Pertama adalah lahan sangat sesuai S1, merupakan kelas kesesuaian dimana lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti dan nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan dan tidak akan mereduksi produktivitas secara nyata. Kedua yaitu lahan sesuai S2, merupakan kelas kesesuaian dimana lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini berpengaruh terhadap produktivitasnya, tetapi biasanya faktor pembatas tersebut mampu diatasi oleh petani itu sendiri. Ketiga adalah lahan sesuai marjinal S3 merupakan kelas kesesuaian lahan dimana lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, memerlukan tambahan input yang lebih banyak daripada kelas S2. Untuk mengatasi faktor pembatasnya diperlukan modal yang tinggi. Ketiga kelas ini didasarkan pada faktor pembatas yang mempengaruhi kelanjutan penggunaan lahan Irawan, 2007.

2. 10. Sistem Informasi Geografis