Dampak Kemacetan Menurut LIPI Rasio Kendaraan

1. Memperbaiki jalan-jalan yang rusak 2. Mempelebar ruang jalan di ruas-ruas jalan yang masih memungkinkan untuk dilebarkan. 3. Menertibkan pedagang asongan yang beroperasi dipersimpangan jalan 4. Membuat jalur khusus sepeda motor di ruas-ruas jalan tertentu 5. Membatasi jumlah mobil pribadi yang harus dimiliki 6. Regulasi operasi kendaraan dengan nomor ganjil awal plat nomor kendaraan, Misalkan nomor awal ganjil pada hari senin tidak boleh beroperasi, bolehnya selasa, kamis, Jumat dan sabtu, dst 7. Pada keadaan jalan tertentu yang memadai Kendaraan Roda dua dan 4 dipisahkan, agar tidak terjadi deadlblock 8. Perusahaan yang memiliki karyawan menggunakan kendaraan pribadi dalam jumlah tertentu harus memiliki jemputan sendiri 9. Menaikkan biaya parkir di gedung-gedung komersial, seperti mall, dan jalan-jalan utama. 10. Pembatasan lalu lintas tertentu memasuki kawasan atau jalan tertentu, seperti diterapkan di Jakarta yang dikenal sebagai kawasan 3 in 1 atau contoh lain pembatasan sepeda motor masuk jalan tol, pembatasan mobil pribadi masuk jalur busway. 11. Memindahkan Ibukota Indonesia dari Jakarta ke kota lain di luar pulau Jawa. Itulah beberapa upaya-upaya untuk mengatasi kemacetan di ibukota. Memang upaya-upaya tersebut bukanlah hal gampang yang bisa dilaksanakan tapi jika ingin Jakarta terbebas dari kemacetan sebisa mungkin harus ada upaya yang tegas untuk mengurangi kemacetan yang terjadi.

2.3 Dampak Kemacetan Menurut LIPI

Dampak dari kemacetan, menurut penelitian LIPI tahun 2007, adalah kerugian sosial yang diderita masyarakat lebih dari Rp 17,2 triliun per tahun akibat pemborosan nilai waktu dan biaya operasi kendaraan, terutama bahan viii bakar. Kecepatan kendaraan yang rendah menyebabkan konsumsi bahan bakar menjadi tinggi. Kehausan kendaraan bermotor menjadi tinggi, karena kerja radiator tidak berfungsi dengan baik dan penggunaan rem yang lebih tinggi. Belum lagi emisi gas buang yang dapat menyebabkan pemasanan global diperkirakan sekitar 25 ribu ton per tahun. Hal ini menyebabkan Jakarta sebagai kota dengan tingkat polusi tertinggi kelima di dunia setelah Beijing, New Delhi, Meksico City dan Bangkok. Bahkan, ada suatu perhitungan yang memperkirakan kerugian dari kemacetan lalu-lintas ini mencapai Rp 43 triliun per tahun. Dampak pada tahap selanjutnya adalah menurunnya produktivitas ekonomi kota, bahkan negara dan merosotnya kualitas hidup warga kota akibat polusi udara dan stress. Contohnya, angkutan umum yang seharusnya dapat mengangkut enam rit per hari menjadi tiga rit, karena macet.

2.4 Rasio Kendaraan

Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, jumlah kendaraan di Jakarta pada 2007 sebanyak 5,8 juta kendaraan dengan rincian 2,2 juta mobil dan 3,6 juta motor. Pada 2008, jumlah kendaraan kembali meningkat menjadi 6,3 juta kendaraan dengan rincian 2,3 juta mobil dan 4 juta motor. Pada tahun 2009, jumlah kendaraan kembali naik menjadi 6,7 juta dengan rincian 2,4 juta mobil dan 4,3 juta motor. Pada 2010, peningkatan jumlah kendaraan menembus angka 7,29 juta dengan rincian 2,56 juta mobil dan 4,73 juta motor. Pada tahun 2011, meningkat lagi jadi 7,34 juta kendaraan, kendaraan roda empat sebesar 2,5 juta dan kendaraan roda dua hampir 5 juta Rasio kendaraan yang begitu meningkat dari tahun ke tahun memang merupakan hal yang sangat sulit untuk dihindari. Dengan rasio kendaraan yang tiap tahunnya meningkat tentunya tidak mengurangi kemacetan ataupun memperbaiki lalu-lintas di Jakarta tapi malah justru semakin memperburuk lalu- lintas ibukota ini. ix BAB III KESIMPULAN

3.1 Inti Gagasan