Perbedaan Prokrastinasi Akademik Antara Mahasiswa Yang Aktif Dengan Yang Tidak Aktif Dalam Organisasi Kemahasiswaan Pema USU

(1)

PERBEDAAN PROKRASTINASI AKADEMIK ANTARA

MAHASISWA YANG AKTIF DENGAN YANG TIDAK AKTIF

DALAM ORGANISASI KEMAHASISWAAN PEMA USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi prasyaratan Ujian sarjana Psikologi

Oleh

DINI AHMAINI

051301074

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2009/2010


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Perbedaan prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif pada PEMA USU dengan yang tidak

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Desember 2009

DINI AHMAINI NIM 051301074


(3)

Perbedaan prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif pada PEMA USU dengan yang tidak

Dini Ahmaini dan Sri Supriyantini

ABSTRAK

Orang tua memiliki tugas penting dalam pendidikan anak, salah satunya adalah menentukan sekolah sebagai tempat anak menuntut ilmu. Di samping sekolah umum, saat ini sekolah alam dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan sekolah untuk anak selain sekolah umum. Sekolah alam merupakan sekolah alternatif yang berbasis lingkungan yang sedang berkembang di Indonesia. Sekolah alam bertujuan untuk mendidik siswa agar siswa tumbuh menjadi manusia yang tidak saja mampu memanfaatkan, namun juga dapat mencintai dan memelihara alam. Sikap orang tua terhadap sekolah alam akan menggambarkan bagaimana pemikiran, perasaan, dan kecenderungan berperilaku orang tua terhadap sekolah alam.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sikap orang tua terhadap sekolah alam. Alat ukur yang digunakan adalah skala sikap terhadap sekolah alam dengan reliabilitas (r) = 0.94 yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori tiga komponen sikap (Azwar, 2003) terhadap empat komponen sekolah alam (Mogensen & Mayer, 2005), yaitu pendidikan dan paedagogi, hubungan internal, hubungan eksternal, dan lingkungan fisik sekolah alam. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah

incidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang tua yang bekerja di Universitas

Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap orang tua terhadap sekolah alam mayoritas berada pada kategori positif yaitu 66 orang (66%), kategori netral 34 orang (34%) dan tidak ada yang bersikap negatif. Pada komponen pendidikan dan paedagogi sekolah alam, 67 orang (67%) berada pada kategori positif, 33 orang (33%) netral, dan tidak subjek yang bersikap negatif. Pada komponen hubungan internal, 62 orang (62%) berada pada kategori positif, 38 orang (38%) netral, dan tidak ada subjek bersikap negatif. Pada komponen hubungan eksternal, 66 orang (66%) berada pada kategori positif, 34 orang (34%) netral, dan tidak ada yang bersikap negatif. Pada komponen lingkungan fisik, sebanyak 70 orang (70%) berada pada kategori positif, 30 orang (30%) netral, dan tidak ada subjek yang bersikap negatif. Sedangkan pada komponen kognitif, 67 orang (67%) berada pada kategori positif, 33 orang (33%) netral, dan tidak ada yang negatif. Pada komponen afektif, 77 orang (77%) berada pada kategori positif, 23 orang (23%) netral, dan tidak ada yang negatif. Pada komponen konatif, 50 orang (50%) berada pada kategori positif, 50 orang (50%) netral, dan tidak ada yang negatif.


(4)

The difference of procrastination academic between active student of PEMA USU and not

Dini Ahmaini and Sri Supriyantini

ABSTRACT

Parents have task in education of children, one of them is to determine the school as place for children to get knowledge. Beside public school, now eco-school can be made as one of eco-school options for children. Eco-eco-school is an alternative school based on environment developing in Indonesia. Eco-school aims to educate the students to grow to be human not only can utilize, but also can love and maintain the nature. The attitude of parents on eco-school will describe the mode of thinking, feelings, and tendency of behavior as parents on eco-school.

This research aims to know the description of parent attitude towards eco-school. Measurement tools that was used is attitude scale on eco-school with reliability (r) = 0.94 arranged by researcher based on three components theory of attitude (Azwar, 2003) on four components of eco-school (Morgan & Mogensen, 2005), namely education and pedagogy, internal structural relation, external structural relation, and physical environment. The method used was descriptive quantitative method. Sampling technique used was incidental sampling. The total sample was 100 parents working in North Sumatera University.

The results of research indicated that attitude of parents against eco-school is majority in positive category, namely 66 peoples (66%), neutral category 34 peoples (34%), and none of negative attitude. In component of education and pedagogy of eco-school, 67 peoples (67%) are in positive category, 33 peoples (33%) neutral, and none of negative attitude. In component of internal structural relation, 62 peoples (62%) are in positive category, 38 peoples (38%) neutral, and none of negative attitude. In component of external structural relation, 66 peoples (66%) are in positive category, 34 peoples (34%) neutral, and none of negative attitude. In component of physical environment, 70 peoples (70%) are in positive category, 30 peoples (30%) neutral, and none of negative attitude. While in cognitive component, 67 peoples (67%) are in positive category, 33 peoples (33%) neutral, and none of negative category. In affective component, 77 peoples (77%) are in positive category, 23 peoples (23%) neutral, and none of negative attitude. In behavioral component, 50 peoples (50%) are in positive category, 50 peoples (50%) neutral, and none of negative category.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal seminar ini. Adapun

judul proposal seminar ini adalah ” PERBEDAAN PROKRASTINASI

AKADEMIK ANTARA MAHASISWA YANG AKTIF DENGAN YANG TIDAK AKTIF DALAM ORGANISASI KEMAHASISWAAN PEMA USU”.

Proposal penelitian ini diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Seminar di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Tidak dapat disangkal butuh usaha yang keras, kegigihan dan kesabaran untuk menyelesaikannya. Namun disadari, karya ini tidak akan selesai tanpa orang-orang tercinta di sekeliling penulis yang telah mendukung dan membantu.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

• Ibu Sri Supriyantini, M.Si, Psi, selaku dosen yang menjadi pembimbing dalam menyelesaikan proposal seminar ini. Terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas kesabaran dan bimbingan, serta dukungannya.

• Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Si., psikolog, Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd., Ibu Lita Hadiati, S.Psi.,psikolog, Fasti Rola, M.Psi, Bang Tarmidi, M.Psi, dan Kak Dian Mpsi., psikolog selaku dosen pengampu pada Mata kuliah Seminar bagian Pendidikan.

• Untuk dosen-dosen Psikologi USU atas semua ilmu yang telah diberikan, mudah-mudahan ilmu ini dapat berguna dan dapat diterapkan dengan baik.


(6)

• Untuk keluarga penulis, kedua orangtua ku dan adik-adik ku (Sari dan Dila) yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

• Untuk abang ku, terima kasih atas semua bantuannya baik moril maupun materil serta kasih sayangnya.

• Untuk Ira, Dinda, Stevie, Tika, Lily, Yenni, dan semua teman-temanku Angkatan 2005 yang selalu menemani, memberikan support, masukan, dan memberikan semangat.

Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapatkan berkah dari Allah SWT. Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal seminar ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan penelitian ini.

Harapan penulis semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, lingkungan akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan, serta para pembaca pada umumnya.

Medan, 1 Desember 2009

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ...1

B. Identifikasi masalah ...10

C. Tujuan Penelitian ...11

D. Manfaat Penelitian ...11

E. Sistematika Penelitian ...12

BAB II LANDASAN TEORI A. Prokrastinasi Akademik ...13

1. Pengertian ptokrastinasi akdemik ...13

2. Jenis-jenis tugas pada prokrastinasi akademik ...17

3. Ciri-ciri prokrastinasi akademik ...19

4. Faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik ...21

5. Karakteristik prokrastinasi akademik...22

6. Akibat prokrastinasi akademik...23

B. Organisasi Kemahasiswaan ...24

1. Pengertian mahasiswa ...24


(8)

3. Bentuk organisasi kemahasiswaan...25

4. Organisasi kemahasiswaan di USU ...26

a. Bentuk organisasi kemahasiswaan di USU...26

b. Tujuan organisasi kemahasiswaan di USU...28

c. Sifat organisasi kemahasiswaan USU...28

d. Pemerintahan mahasiswa (PEMA) fakultas...28

C. Keaktifan Dalam Organisasi Kemahasiswaan ...29

D. Hubungan Prokrastinasi Akademik Dengan Keaktifan Dalam Organisasi Kemahasiswaan ...30

E. Hipotesa...32

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi variabel ...34

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...35

C. Populasi dan Sampel ...36

D. Metode pengambilan data ...38

E. Analisa Instrumen ...39

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ...43

F.1. Tahap Persiapan ...43

F.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ...44

H. Metoda Analisis Data ...44

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...46

A.1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ...46

A.2. Usia Subjek Penelitian ...47

A.3. Gambaran Prokrastinasi Akademik Subjek Penelitian...48

B. Hasil Penelitian ...49

B.1. Uji Asumsi ...49

B.2. Hasil Analisa Data ...51

C. Hasil Tambahan ...54

C.1. Gambaran Skor Prokrastinasi Akademik Berdasarkan Jenis Kelamin ...55

C.2. Gambaran Skor Prokrastinasi Akademik Berdasarkan Usia ..55

C.3. Gambaran Skor Prokrastinasi Akademik Berdasarkan Stambuk...56


(9)

D. Pembahasan ...57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...59 B. Saran ...60


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Blueprint Skala Prokrastinasi Akademik 39

Tabel 2 Distribusi Aitem-aitem Prokrastinasi Akademik

pada saat Penelitian 41

Tabel 3 Reliabilitas Skala Prokrastinasi Akademik 43

Tabel 4 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin 46

Tabel 5 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia 47

Tabel 6 Gambaran Subjek Berdasarkan Stambuk 48

Tabel 7 Gambaran Skor Prokrastinasi Akademik 48

Tabel 8 Hasil Uji Coba Normalitas 49

Tabel 9 Uji Homogenitas 50

Tabel 10 Gambaran Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa

yang Aktif dan Tidak Aktif PEMA 51

Tabel 11 Hasil Perhitungan Uji t 51

Tabel 12 Kategorisasi Prokrastinasi Akademik pada

Mahasiswa Aktif PEMA 53

Tabel 13 Kategorisasi Prokrastinasi Akademik pada

Mahasiswa Tidak Aktif PEMA 54

Tabel 14 Gambaran Skor Prokrastinasi Akademik


(11)

Tabel 15 Gambaran Skor Prokrastinasi Akademik

Berdasarkan Usia 55

Tabel 16 Gambaran Skor Prokrastinasi Akademik


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Uji Reliabilitas dan Validitas Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Aktif PEMA

LAMPIRAN B Uji Reliabilitas dan Validitas Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Tidak Aktif PEMA

LAMPIRAN C Alat Ukur yang Digunakan

LAMPIRAN D Data Mentah Prokrastinasi Akademik saat Penelitian Pada Mahasiswa Aktif PEMA

LAMPIRAN E Data Mentah Prokrastinasi Akademik saat Penelitian Pada Mahasiswa Tidak Aktif PEMA

LAMPIRAN F Hasil Pengolahan Data LAMPIRAN G Hasil-hasil Tambahan


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas manusia yang ada di negara tersebut khususnya generasi muda. Salah satu jalur strategis yang dapat digunakan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas itu tentunya adalah jalur pendidikan (Ibrahim dalam Sulistianingsih, 2005).

Mahasiswa dapat dikatakan sebagai kelompok dari generasi muda yang sedang belajar atau menuntut ilmu di Perguruan Tinggi, dengan jurusan atau program tertentu. Aktivitas mereka adalah belajar. Belajar ilmu pengetahuan, belajar berorganisasi, belajar bermasyarakat dan belajar menjadi pemimpin. Kelompok ini menyandang sejumlah atribut diantaranya sebagai kelompok inti pemuda, kelompok cendekia atau golongan intelekual, calon pemimpin masa depan, manusia idealis dan kritis karena di pundak mahasiswa sebagian besar nasib masa depan suatu bangsa dipertaruhkan (As’ari, 2007).

Keberhasilan mahasiswa dalam menempuh studi dapat dilihat dari prestasi akademik. Menurut Azwar (1999), pencapaian prestasi akademik tidak terlepas dari beberapa faktor, salah satunya faktor sosial, dimana mahasiswa memiliki banyak peran yang harus dijalankan. Suparno (2001) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak tercapainya prestasi belajar, salah satunya ketidakmampuan mengatur


(14)

tugas nonakademik sehingga menyita waktu belajar yang pada akhirnya, mengganggu kedisplinan dalam memenuhi dan menyelesaikan tugas-tugas akademik.

Djamarah (2002) mengatakan bahwa selama menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal baik pelajar atau mahasiswa, tidak akan terlepas dari keharusan mengerjakan tugas-tugas studi. Guru atau dosen pasti memberikan tugas dengan batas waktu tertentu untuk pengumpulan tugas. Oleh karena itu, seorang mahasiswa harus memakai rentang waktu dalam satu hari yaitu 24 jam dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas-tugas studinya sampai pada waktu pengumpulan tugas tersebut.

Masalah pengaturan waktu inilah yang menjadi persoalan bagi mahasiswa. Djamarah (2002) menemukan banyak pelajar dan mahasiswa mengeluh karena tidak dapat membagi waktu dengan baik, kapan harus memulai dan mengerjakan sesuatu. Adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai ketika menghadapi suatu tugas merupakan indikasi dari perilaku menunda dan kelalaian dalam mengatur waktu dan merupakan faktor penting yang menyebabkan individu menunda dalam melakukan dan menyelesaikan tugas (Knaus, 1986).

Perilaku menunda mengerjakan dan menyelesaikan sesuatu disebut dengan prokrastinasi. Orang yang melakukan perilaku menunda disebut penunda (prokrastinator). Gejala perilaku menunda (prokrarastinasi) lebih banyak dimanifestasikan dalam dunia pendidikan yang sering disebut dengan prokrastinasi akademik.

Prokrastinasi akademik itu sendiri terjadi karena adanya keyakinan irrasional yang dimiliki oleh seseorang. Keyakinan irrasional tersebut dapat disebabkan oleh suatu kesalahan dalam mempersepsikan tugas akademik, seseorang memandang tugas sebagai sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan (Burka dan Yuen, 1983; Solomon dan


(15)

Rothblum, 1984). Oleh karena itu, seseorang merasa tidak mampu untuk menyelesaikan tugasnya secara memadai, sehingga menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas.

Menurut Knaus (1992), prokrastinasi dapat mempengaruhi keberhasilan akademik dan pribadi mahasiswa. Apabila kebiasaan menunda ini muncul terus-menerus pada mahasiswa, tentu akan memberikan dampak negatif dalam akademik (Rothblum, Solomon, & Mukarami, 1986).

Menurunnya prestasi merupakan prokrastinasi yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dan menyebabkan Indeks Prestasi (IP) yang rendah, namun hal ini tidak menunjukkan bahwa mahasiswa yang baik prestasinya tidak akan pernah melakukan perilaku menunda (Orpen dalam Tuckman, 1999).

Penelitian di Amerika Utara menggambarkan keadaan pendidikan yaitu, kira-kira 70% pelajar memunculkan prokrastinasi. Konsekuensi negatif dari prokrastinasi ini seperti performa yang kurang, mutu kehidupan individu berkurang, pengaruh negatif dan menurunnya prestasi (Ferrari dalam Schouwenburg, dkk, 2004).

Knaus (1986), memperkirakan bahwa 90% mahasiswa melakukan prokrastinasi, ada 25% yang menunda secara parah atau kronis dan diantara mereka biasanya putus kuliah atau drop-out dari masa studinya. Prokrastinasi juga sudah menyebar di kalangan umum, yang secara kronis terjadi pada 15-20% orang dewasa (Harriot & Ferrari dalam Schouwenbwrg, dkk, 2004).

Prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh mahasiswa banyak terjadi di perguruan tinggi (Solomon & Rothblum dalam Holmes, 2000). Beberapa penelitian yang mendukung hal tersebut adalah penelitian Ellis dan Knaus (dalam Holmes, 2000) yang melaporkan 70% mahasiswa Amerika melakukan prokrastinasi. Solomon dan Rothblum


(16)

juga meneliti hal yang sama terhadap 291 mahasiswa Amerika dengan mendapatkan hasil yang lebih spesifik yaitu lebih dari 40% partisipan selalu melakukan prokrastinasi dalam tugas menulis (dalam Young & Fritzsche, 2002).

Beberapa ahli juga menemukan bahwa di tingkat perguruan tinggi terjadi prokrastinasi dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan dan prokrastinasi itu menjadi gaya hidup hampir pada mayoritas mahasiswa (Rothblum, Solomon & Mukarani, dalam Civington, 1992). Persentase mahasiswa yang menunda-nunda dan tertahan di perkuliahan dengan alasan-alasan akademis cukup tinggi. Jumlah tersebut semakin meningkat seiring dengan semakin lama seorang mahasiswa berada di perguruan tinggi. Setiap tahun jumlah mahasiswa yang melakukan prokrastinasi dalam satu angkatan terus meningkat seiring dengan bertambah lamanya masa studi. Secara teoritis, bertambah lamanya masa studi merupakan salah satu indikasi dari prokrastinasi dalam dunia akademik (Solomon dan Rothblum, 1984). Hasil penelitian yang dilakukan Lidya Catrunada (2008) juga membuktikan secara empirik bahwa subjek dengan jenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan prokrastinasi yang lebih tinggi dibandingkan subjek dengan jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan angkatan diperoleh hasil bahwa subjek angkatan 2001 cenderung lebih tinggi melakukan prokrastinasi akademik.

Hal ini juga terjadi pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Berdasarkan penelitian prokrastinasi akademis yang dilakukan oleh Sari, dkk (2008) kepada 66 mahasiswa Fakultas Psikologi USU menunjukkan sebesar 48.5% atau sebanyak 32 mahasiswa melakukan prokrastinasi dalam tugas mengarang, 78.8% atau sebanyak 52 mahasiswa melakukan prokrastinasi dalam belajar untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian, 65.2% atau sebanyak 43 mahasiswa melakukan


(17)

prokrastinasi dalam tugas membaca, 51.5% atau 34 mahasiswa melakukan prokrastinasi dalam menghadiri pertemuan/diskusi, 40.9% atau sebanyak 27 mahasiswa melakukan prokrastinasi dalam tugas administratif dan sebanyak 63.6% atau 42 mahasiswa melakukan prokrastinasi secara keseluruhan.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut ini:

“aku memang suka juga nunda ngerjain tugas. kalo udah mau dikumpul aja baru dikerjain” (Komunikasi Personal, 2 Mei 2009).

“batas pengumpulan tugas kadang kan lama, jadi aku main dulu, setelah itu baru ngerjain tugas. itupun kalo udah mau dikumpul aja” (Komunikasi Personal, 2 Mei 2009).

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya prokrastinasi akademik pada mahasiswa yaitu keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan organisasi (Biordy, dalam Larson 1991). Ditengah-tengah kewajiban utama yang ada, terdapat mahasiswa yang melakukan hal di luar legitimasi tersebut yaitu, dengan ikut serta dalam aktivitas organisasi. Orientasi organisasi kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam aktivitas perkuliahan karena mahasiswa tidak hanya fokus pada kewajiban kuliah tapi juga aktivitas organisasi yang menjadi fokus perhatian yang tidak kalah pentingnya (Sentosa, 2008).

Organisasi kemahasiswaan termasuk salah satu faktor yang menyebabkan mahasiswa melakukan prokrastinasi akademik. Menurut As’ari (2007), ada dua bentuk organisasi kemahasiswaan yaitu organisasi intra kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi intra kampus yaitu organisasi yang berada di dalam kampus, yang ruang lingkup kegiatan dan anggotanya hanya terbatas pada mahasiswa yang ada di kampus tersebut atau sewaktu-waktu melibatkan peserta dari luar. Organisasi intra ini terbagi dalam dua bagian, yaitu pertama, berdasarkan ruang lingkupnya yang terdiri dari


(18)

organisasi tingkat jurusan (ruang lingkupnya satu jurusan), organisasi tingkat fakultas (ruang lingkupnya satu fakultas) dan organisasi tingkat universitas (ruang lingkupnya tingkat universitas). Kedua, organisasi berdasarkan minat dan bakat atau lebih dikenal dengan nama Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dengan ruang lingkupnya ada yang setingkat fakultas dan yang lebih banyak setingkat universitas. Organisasi ekstra kampus merupakan organisasi yang berada di luar kampus, di mana ruang lingkup dan anggotanya adalah mahasiswa seperguruan tinggi atau lintas perguruan tinggi.

Universitas Sumatera Utara juga memiliki dua bentuk organisasi kemahasiswaan, yaitu organisasi intra kampus dan organisasi ekstra kampus. Pada penelitian ini, peneliti fokus pada organisasi intra kampus berdasarkan ruang lingkup satu fakultas atau disebut juga organisasi tingkat fakultas. Organisasi tingkat fakultas di Universitas Sumatera Utara disebut dengan PEMA Fakultas. PEMA Fakultas salah satu organisasi kemahasiswaan yang memiliki banyak program kerja, sehingga anggotanya yang terdiri dari beberapa divisi memiliki kegiatan organisasi yang padat sesuai dengan program kerjanya. Fenomena yang terjadi pada anggota PEMA, khususnya PEMA Fakultas, akibat banyaknya kegiatan organisasi kemahasiswaan menyebabkan mereka menunda dalam mengerjakan tugas-tugas akademik, bahkan sampai menunda dalam menyelesaikan studinya.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut ini:

“masuk organisasi merupakan pilihan dengan segala konsekuensi juga gak terlepas dari konsekuensi kuliah. Memang masuk organisasi sangat menyita waktu dan pikiran. Kuliah jadi asal-asalan. Aku aja jadi nunda skripsi ku karena sibuk kegiatan organisasi” (Komunikasi Personal, tanggal 11 Mei 2009).

“terkadang jadwal kuliah yang padat sering berbenturan dengan kegiatan organisasi yang tinggi. Ini yang buat fokus akademik jadi terganggu” (Komunikasi Personal, tanggal 11 Mei 2009).


(19)

Bagi seorang mahasiswa yang berkeinginan untuk berorganisasi sekaligus studinya tidak terganggu, ada anggapan masyarakat bahwa studi akan terganggu karena mementingkan organisasi dan berakhir dengan drop out atau lulus tidak pada waktunya (Forum Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Heru Basuki M.PSI (2007) menunjukan bahwa pada mahasiswa yang aktif di organisasi kampus cenderung mengalami konflik antar peran (inter-role conflict). Pada mahasiswa yang tidak bisa mengatasi konflik peran yang dialaminya, ada kecenderungan untuk kurang bisa menjalankan perannya diperkuliahan sehingga akan mempengaruhi nilai akademik dan konsentrasi kuliahnya, sedangkan pada mahasiswa yang mampu untuk mengatasi konflik peran yang dialaminya, cenderung bisa menjalankan kedua perannya dengan baik. Meskipun terkadang konsentersi kuliahnya juga terganggu , namun tidak terjadi dalam jangka waktu yang lama. Selain itu pada sebagian mahasiswa yang aktif di organisasi kampus cenderung lebih mengutamakan organisasi dari pada kuliah, karena mereka lebih menyukai peran mereka di organisasi.

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa mereka yang kuliah, dan aktif di organisasi, malah bisa mengatur waktunya dengan baik. Setiap waktunya bermanfaat dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Bila dibandingkan dengan orang yang tidak terjun dalam sebuah organisasi waktunya hanya untuk kuliah. Masalah studi yang sering ditakutkan oleh mahasiswa yang ingin terjun kedalam organisasi lebih disebabkan karena ketidakmampuan dalam mengatur waktu (Forum Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia, 2007).


(20)

Ada juga pandangan masyarakat bahwa masuk dalam organisasi bukanlah jadi faktor penghambat utama dalam studi seseorang karena seorang mahasiswa atau mahasiswi yang kuliah saja, tidak bisa dijamin segera bisa merampungkan studinya. Bukan karena tidak pandai, malas dan suka keluyuran, tapi banyak juga mahasiswa yang akhirnya lambat menyelesaikan masa studinya. Namun tidak sedikit mahasiswa yang berkecimpung dalam organisasi malah bisa cepat lulus karena mahasiswa bisa membagi waktu dan tidak membiarkan waktu yang dilalui terbuang percuma tanpa diisi dengan kegiatan yang berarti dan banyak pula diantara mereka justru semakin bersemangat dan tekun dalam belajar (Forum Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Universitas Pendidikan Indonesia, 2007).

Ada juga penelitian yang mengatakan bahwa mahasiswa yang menjadi ikut dalam sebuah organisasi kemahasiswaan menunjukkan prestasi yang imbang, artinya aktivitas mereka di organisasi tidak menjadikannya halangan untuk tetap fokus pada kewajiban kuliah mereka. Ini memberikan dampak pada mereka untuk membuat menajemen waktu yang baik dalam mengatur aktivitas perkuliahan di satu sisi dan organisasi di sisi lainnya. Oleh karena itu, mereka tidak menunda-nunda waktu yang ada dan berusaha untuk menyelesaikan tugas tepat waktu sehingga semua aktivitas yang ia lakukan tidak terbelengkalai (Sentosa, 2008).

Seorang mahasiswa akan memperoleh nilai tambah, jika ia tidak hanya sibuk dengan nilai akademis tetapi juga aktif berorganisasi karena dengan berorganisasi seseorang akan terbiasa bekerjasama dengan orang lain (work as a team), memiliki jiwa kepemimpinan (work as a leader), terbiasa bekerja dengan manajemen (work with


(21)

sebenarnya. Terkadang seorang mahasiswa aktivis organisasi menemui kendala dalam membagi waktu antara kuliah dan organisasi (Firdaus, 2008).

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti, ditemukan bahwa ada sebagian mahasiswa yang tidak ingin ikut dalam kegiatan organisasi. Berbagai alasan yang mendasari seorang mahasiswa tidak ingin ikut dalam organisasi termasuk organisasi kemahasiswaan di tingkat fakultas, salah satu alasan yaitu karena takut nilai atau prestasi akademik mereka akan turun dan mereka juga berpendapat bahwa kegiatan organisasi yang banyak akan membuat mahasiswa menunda dalam mengerjakan tugas akademik dan lebih mendahulukan kegiatan organisasi.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut ini:

“Saya malas ikut organisasi karena organisasi menghabiskan waktu dan takut kuliah jadi terganggu” (Komunikasi Personal, tanggal 26 Mei 2009).

“Kalau saya sih karena sibuk kuliah dan takut kuliah terganggu jadi gak pengen masuk organisasi. Jadi sekarang cuma fokus kuliah aja” (Komunikasi Personal, tanggal 26 Mei 2009).

Sesuai dengan komunikasi personal diatas, beberapa mahasiswa berpendapat bahwa mahasiswa yang tidak berorganisasi akan lebih mampu untuk menyelesaikan kuliah dan mengerjakannya dengan lebih baik dan lebih tepat waktu karena mereka bisa lebih fokus pada akademik.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti perbedaan prokrastinasi akademis antara mahasiswa yang aktif dan tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan PEMA Fakultas di Universitas Sumatera Utara (USU).


(22)

B. Identifikasi Permasalahan

Penelitian ini untuk melihat perbedaan prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif organisasi dengan yang tidak aktif dalam organisasi PEMA Fakultas dan untuk melihat apakah mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan PEMA Fakultas lebih prokrastinator daripada mahasiswa yang tidak ikut organisasi.

C. Tujuan Penelitian

Penelitan ini secara khusus bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif dan tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan PEMA Fakultas di Universitas Sumatera Utara. Bagi mahasiswa dapat memberi informasi tentang prokrastinasi yang diakibatkan keikutsertaan dalam organisasi.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan khususnya tentang prokrastinasi akademik yang berkaitan dengan keaktifan dalam organisasi.

2. Manfaat praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak universitas ataupun fakultas, sehingga pihak universitas dan fakultas dapat memberikan pembinaan pada mahasiswa, khususnya dalam mengatasi perilaku


(23)

prokrastinasi. Bagi mahasiswa dapat memberikan umpan balik tentang prokrastinasi akademik yang terjadi pada masing-masing mahasiswa USU.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan teori

Terdiri dari pengertian prokrastinasi akademik, jenis-jenis tugas pada prokrastinasi akademik, ciri-ciri prokrastinasi akademik, faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik, pengertian mahasiswa, pengertian organisasi kemahasiswaan, bentuk organisasi kemahasiswaan, organisasi kemahasiswaan di USU, yang terdiri dari bentuk organisasi kemahasiswaan di USU, tujuan organisasi kemahasiswaan di USU, sifat organisasi kemahasiswaan di USU, pemerintahan mahasiswa, keaktifan dalam organisasi kemahasiswaan serta hubungan antara prokrastinasi akademik dengan keaktifan dalam organisasi kemahasiswaan.

BAB III : Metode penelitian

Terdiri dari identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilias dan metode analisa data


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian

1.Pengertian prokrastinasi akademik

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran —crastinus yang berarti — keputusan hari esok atau jika digabungkan menjadi —menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya (Gufron, 2003).

Pada akhirnya, penundaan atau penghindaran tugas yang kemudian disebut prokrastinasi tidak selalu diartikan sama dalam perspektif budaya dan bahasa manusia. Misalnya, pada bangsa Mesir kuno mengartikan prokrastinasi dengan dua arti, yaitu menunjukkan suatu kebiasaan yang berguna untuk menghindari kerja yang penting dan usaha yang implusif, juga menunjukkan suatu arti kebiasaan yang berbahaya akibat kemalasan dalam menyelesaikan suatu tugas yang penting untuk nafkah hidup, seperti mengerjakan ladang ketika waktu menanam sudah tiba. Jadi, pada abad lalu prokrastinasi bermakna positif bila penunda sebagai upaya konstruktif untuk menghindari keputusan implusif dan tanpa pemikiran yang matang, dan bermakna negatif bila dilakukan karena malas atau tanpa tujuan yang pasti (Gufron, 2003).

Kebiasaan menunda tugas sudah menjadi gaya hidup pada mayoritas mahasiswa. Dewey (dalam Knaus, 2004) mengatakan bahwa individu yang melakukan penundaan


(25)

biasanya setelah menetapkan suatu tujuan, individu akan secara pasif menunggu pencapaian tujuan dan tidak berusaha hingga tercapainya tujuan tersebut.

Pada kalangan ilmuwan istilah prokrastinasi untuk menunjukkan pada suatu kecenderungan menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan, pertama kali digunakan oleh Brown dan Holzman (dalam Gufron, 2003). Seseorang yang mempunyai kecenderungan untuk menunda, atau tidak segera memulai suatu pekerjaan, menghadapi pekerjaan atau tugas disebut sebagai seseorang yang melakukan prokrastinasi. Tidak peduli apakah penundaan tersebut mempunyai alasan atau tidak. Setiap penundaan dalam menghadapi suatu tugas disebut prokrastinasi.

Milgram, Mey tal dan Levison (dalam Charlebois, 2007) mengungkapkan prokrastinasi akademis adalah salah satu tipe prokrastinasi dari lima tipe prokrastinasi yang ada, empat prokrastinasi lainnya adalah prokrastinasi umum atau prokrastinasi rutinitas kehidupan, prokrastinasi dalam membuat keputusan, prokrastinasi neurotis dan prokrastinasi kompulsif atau disfungsional. Karakteristik prokrastinasi akademis yang membuat prokrastinasi ini berbeda dari prokrastinasi lainnya adalah prokrastinasi ini khusus terjadi pada konteks tugas-tugas akademis.

Gufron (2003) menyebutkan bahwa prokrastinasi dikatakan sebagai salah satu perilaku yang tidak efisien dalam penggunaan waktu dan adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai pekerjaan ketika menghadapi suatu tugas.

Noran (dalam Akinsola, Tella & Tella, 2007) mendefinisikan prokrastinasi akademis sebagai bentuk penghindaran dalam mengerjakan tugas yang seharusnya diselesaikan oleh individu. Individu yang melakukan prokrastinasi lebih memilih


(26)

menghabiskan waktu dengan teman atau pekerjaan lain yang sebenarnya tidak begitu penting daripada mengerjakan tugas yang harus diselesaikan dengan cepat.

Menurut Silver (dalam Gufron, 2003) seseorang yang melakukan prokrastinasi tidak bermaksud untuk menghindari atau tidak mau tahu dengan tugas yang dihadapi. Akan tetapi, mereka hanya menunda-nunda untuk mengerjakannya, sehingga menyita waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Penundaan tersebut menyebabkan seseorang gagal menyelesaikan tugas tepat waktu.

Ellis dan Knaus (dalam Gufron, 2003) mengatakan bahwa prokrastinasi adalah kebiasaan penundaan yang tidak bertujuan dan proses penghindaran tugas, yang seharusnya hal itu tidak perlu dilakukan seseorang karena adanya ketakutan untuk gagal, serta adanya pandangan bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan benar, dan penundaan yang telah menjadi respon tetap atau kebiasaan dapat dipandang sebagai suatu

trait prokrastinasi.

Burka dan Yuen (dalam Solomon & Rothblum, 1984) menegaskan kembali dengan menyebutkan adanya aspek irrasional yang dimiliki oleh seorang prokrastinator. Seorang prokratinator memiliki pandangan bahwa suatu tugas harus diselesaikan dengan sempurna, sehingga dia merasa lebih aman untuk tidak melakukannya dengan segera, karena itu akan menghasilkan sesuatu yang tidak maksimal, dengan kata lain penundaan yang dikategorikan sebagai prokrastinasi adalah apabila penundaan tersebut sudah merupakan kebiasaan atau pola yang menetap yang selalu dilakukan seseorang ketika menghadapi suatu tugas, dan penundaan tersebut disebabkan oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irrasional dalam memandang tugas.


(27)

Prokrastinator sebenarnya sadar bahwa dirinya menghadapi tugas-tugas yang penting dan bermanfaat bagi dirinya, akan tetapi dengan sengaja menunda-nunda secara berulang-ulang, sehingga muncul perasaan tidak nyaman, cemas, dan merasa bersalah dalam dirinya.

Suatu penundaan dikatakan sebagai prokrastinasi, apabila penundaan itu dilakukan pada tugas yang penting, dilakukan berulang-ulang secara sengaja dan menimbulkan perasaan tidak nyaman, secara subyektif dirasakan oleh seseorang prokrastinator (Solomon dan Rothblum, 1984), sedangkan Millgram (dalam Gufron, 2003) mengatakan bahwa prokrastinasi adalah suatu perilaku spesifik, yang meliputi : (1) suatu perilaku yang melibatkan unsur penundaan, baik untuk memulai maupun menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas, (2) menghasilkan akibat-akibat lain yang lebih jauh, misalnya keterlambatan menyelesaikan tugas maupun kegagalan dalam mengerjakan tugas, (3) melibatkan suatu tugas yang dipersepsikan oleh pelaku prokrastinasi sebagai suatu tugas yang penting untuk dikerjakan, misalnya tugas kantor, tugas sekolah, maupun tugas rumah tangga, (4) menghasilkan keadaan emosional yang tidak menyenangkan, misalnya perasaan cemas, perasaan bersalah, marah, panik, dan sebagainya.

Ferrari dkk, (dalam Gufron, 2003) menyimpulkan bahwa pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai batasan tertentu, yaitu: (1) prokrastinasi hanya sebagai perilaku penundaan, yaitu bahwa setiap perbuatan untuk menunda dalam mengerjakan suatu tugas disebut sebagai prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan tujuan serta alasan penundaan yang dilakukan, (2) prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan atau pola perilaku yang dimiliki individu, yang mengarah kepada trait, penundaan yang dilakukan sudah


(28)

merupakan respon tetap yang selalu dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas, biasanya disertai oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irrasional, (3) prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku penundaan saja, akan tetapi prokrastinasi merupakan suatu trait yang melibatkan komponen-komponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli, maka dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademis adalah perilaku penundaan yang khusus terjadi di dalam konteks tugas-tugas akademis dimana pelakunya melakukan penundaan, baik untuk memulai maupun menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas, menghasilkan akibat-akibat lain yang lebih jauh, melibatkan suatu tugas yang dipersepsikan oleh pelaku prokrastinasi sebagai suatu tugas yang penting untuk dikerjakan, dan menghasilkan keadaan emosional yang tidak menyenangkan.

2. Jenis-jenis tugas pada prokrastinasi akademik

Prokrastinasi dapat dilakukan pada beberapa jenis pekerjaan. Peterson (dalam Gufron, 2003) mengatakan bahwa seseorang dapat melakukan prokrastinasi hanya pada hal-hal tertentu saja atau pada semua hal, sedangkan jenis-jenis tugas yang sering ditunda oleh prokratinator, yaitu pada tugas pembuatan keputusan, tugas-tugas rumah tangga, aktivitas akademik, pekerjaan kantor dan lainnya.

Prokrastinasi akademik dan non-akademik sering menjadi istilah yang digunakan oleh para ahli untuk membagi jenis-jenis tugas di atas. Prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas


(29)

akdemik, misalnya tugas sekolah atau tugas kursus. Prokrastinasi non-akademik adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas non-formal atau tugas yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, misalnya tugas rumah tangga, tugas sosial, tugas kantor dan lain sebagainya (Ferrari, dkk., 1995 dalam Gufron, 2003).

Menurut Green, 1982 (dalam Gufron, 2003) jenis tugas yang menjadi obyek prokrastinasi akademik adalah tugas yang berhubungan dengan kinerja akademik. Perilaku-perilaku yang mencirikan penundaan dalam tugas akademik dipilah dari perilaku lainnya dan dikelompokkan menjadi unsur prokrastinasi akademik.

Adapun Solomon dan Rothblum (1984) menyebutkan enam area akademik untuk melihat jenis-jenis tugas yang sering diprokrastinasi oleh pelajar, yaitu : tugas mengarang, belajar menghadapi ujian, membaca, kinerja administratif, menghadiri pertemuan, dan kinerja akademik secara keseluruhan.

Tugas mengarang meliputi penundaan melaksanakan kewajiban atau tugas-tugas menulis, misalnya menulis makalah, laporan, atau tugas mengarang lainnya. Tugas belajar menghadapi ujian mencakuup penundaan belajar untuk menghadapi ujian misalnya ujian tengah semester, akhir semester, atau ulangan mingguan. Tugas membaca meliputi adanya penundaan untuk membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan. Kinerja tugas administratif, seperti menyalin catatan, mendaftarkan diri dalam presensi kehadiran, daftar peserta praktikum dan sebagainya. Menghadiri pertemuan, yaitu penundaan maupun keterlambatan dalam menghadiri pelajaran, praktikum dan pertemuan- pertemuan lainnya serta penundaan dalam kinerja akademik secara keseluruhan yaitu menunda mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik secara keseluruhan.


(30)

3. Ciri-ciri prokrastinasi akademik

Ferrari, Johnson dan McCown (dalam Gufron, 2003) mengatakan bahwa prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati ciri-ciri tertentu berupa:

a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan sebelumnya.

b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.

Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokratinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Terkadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti, lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi akademik.

c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh


(31)

orang lain maupun rencana-rencana yang telah ia tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah seseorang tersebut tentukan sendiri, akan tetapi ketika saatnya tiba orang tersebut tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai.

d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.

Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri prokrastinasi akademik adalah penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.


(32)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik

Biordy (dalam Larson, 1991) mengemukakan, faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik yang dapat dikategorikan menjadi tiga macam yaitu:

a. Karakteristik tugas yang dipersepsikan mahasiwa sebagai tugas yang menyenangkan atau membosankan mempengaruhi mahasiswa untuk menunda penyelesaian tugas. Karakteristik tugas yang membosankan pada umumnya membuat mahasiswa melakukan penundaan terhadap suatu tugas.

b. Faktor kepribadian prokrastinator. Individu yang memiliki kepercayaan diri yang rendah akan lebih cenderung melakukan prokrastinasi.

c. Faktor situasional, gangguan atau distraksi lingkungan mempengaruhi seseorang untuk menunda pekerjaan.

5. Karakteristik prokrastinasi

Menurut Young (2004), karakteristik orang yang melakukan perilaku menunda yaitu: a. Kurang dapat mengatur waktu

b. Percaya diri yang rendah

c. Menggap diri terlalu sibuk jika harus mengerjakan tugas

d. Keras kepala, dalam arti mengganggap orang lain tidak dapat memaksanya mengerjakan pekerjaan

e. Memanipulasi tingkah laku orang lain dan menggangap pekerjaan tidak dapat dilakukan tanpanya


(33)

f. Menjadikan penundaan sebagai coping untuk menghindari tekanan

g. Merasa dirinya sebagai korban yang tidak memahami mengapa tidak dapat mengerjakan sesuatu yang dapat dikerjakan orang lain.

Selain itu, karakteristik individu yang melakukan perilaku menunda (Sapadin & Maquire dalam Sirois, 2004) adalah:

a. Perfeksionisme, yaitu mengerjakan sesuatu yang dirasa kurang sempurna. b. Pemimpi, yaitu banyak mempunyai ide besar tapi tidak dilakukan.

c. Pencemas, yaitu tidak berpikir tugas dapat berjalan dengan baik tetapi tidak takut apa yang dilakukan lebih jelek atau gagal.

d. Penentang, yaitu tidak mau diperintah atau dinasehati orang lain. e. Pembuat masalah.

f. Terlalu banyak tugas.

6. Akibat prokrastinasi

Perilaku menunda dapat mempengaruhi keberhasilan akademik dan pribadi individu (Kanus, 1992). Sirois (2004) mengemukakan konsekuensi negatif yang timbul dari perilaku menunda, yaitu:

a. Performa akademik yang rendah b. Stres yang tinggi

c. Menyebabkan penyakit d. Kecemasan yang tinggi

Bruno (1998) menyatakan bahwa perilaku menunda mempengaruhi mutu kehidupan seseorang dan merendahkan segala yang ada dalam diri individu. Djamarah (2002)


(34)

menemukan bahwa banyak mahasiswa yang gelisah akibat menunda-nunda penyelesaian tugas seperti tidur kurang nenyak, duduk tidak tenang, berjalan terburu-buru, istirahat tidak dapat dinikmati.

Menurut Knaus (1992), prokrastinasi dapat mempengaruhi keberhasilan akademik dan pribadi mahasiswa. Apabila kebiasaan menunda ini muncul terus-menerus pada mahasiswa, tentu akan memberikan dampak negatif dalam kehidupan akademik (Rothblum, Solomon, & Mukarami, 1986).

Menurunnya prestasi merupakan prokrastinasi yang dapat mempengaruhi prestasi dan menyebabkan Indeks Prestasi (IP) yang rendah (Orpen dalam Tuckman, 1999).

B.Organisasi Kemahasiswaan 1. Pengertian mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang belajar diperguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftara sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Masa mahasiswa meliputi rentang umur 18/19 tahun sampai 24/25 tahun. Rentang umur mahasiswa ini masah dapat dibagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester 1 sampai dengan semeter IV, dan periode 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII (Winkel, 1997).

2. Pengertian organisasi kemahasiswaan

Menurut Schein (dalam Muhammad, 2000)., organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab.


(35)

Berdasarkan Kepmen Dikbud nomor:155/U/1998 (dalam Widayanti, 2005) organisasi kemahasiswaan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam proses pendidikan di perguruan tinggi. Keberadaan organisasi mahasiswa merupakan wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan, peningkatan kecendekiawan, integritas kepribadian, menanamkan sikap ilmiah, dan pemahaman tentang arah profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama serta menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan.

3. Bentuk organisasi kemahasiswaan

Pada saat ini, dikenal dua macam organisasi mahasiswa ( As’ari, 2007) yaitu organisasi intra kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi intra kampus yaitu organisasi yang berada di dalam kampus, yang ruang lingkup kegiatan dan anggotanya hanya terbatas pada mahasiswa yang ada di kampus tersebut atau sewaktu-waktu melibatkan peserta dari luar. Organisasi intra ini terbagi dalam dua bagian, yaitu pertama, berdasarkan ruang lingkupnya yang terdiri dari organisasi tingkat jurusan (ruang lingkupnya satu jurusan), organisasi tingkat fakultas (ruang lingkupnya satu fakultas) dan organisasi tingkat universitas (ruang lingkupnya tingkat universitas). Kedua, organisasi berdasarkan minat dan bakat atau lebih dikenal dengan nama Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dengan ruang lingkupnya ada yang setingkat fakultas dan yang lebih banyak setingkat universitas. Organisasi ekstra kampus merupakan organisasi yang berada di luar kampus, di mana ruang lingkup dan anggotanya adalah mahasiswa seperguruan tinggi atau lintas perguruan tinggi.


(36)

Pada dasarnya organisasi kemahasiswaan (dalam Widayanti, 2005) adalah wahana berlatih mahasiswa sepenuhnya diselenggarakan oleh, untuk, dan dari mahasiswa. Oleh karena itu, keberadaan, bentuk, dan tempat kedudukan sepenuhnya tergantung dari prakarsa dan kemauan mahasiswa. Walaupun demikian organisasi kemahasiswaan di dalam kampus beserta aktivitasnya harus semata-mata ditujukan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan mahasiswa sejalan dengan misi perguruan tinggi yang bersangkutan.

4. Organisasi kemahasiswaan di universitas sumatera utara (USU)

Organisasi kemahasiswaan di Universitas Sumatera Utara adalah sebagai media bagi mahasiswa dalam menumbuhkembangkan visi keintelektualan, sikap ilmiah dan komitmen yang progresif dalam menyuarakan kebenaran dan keadilan sehingga terbentuk insan akademis yang memiliki kemandirian, kepemimpinan dan kepedulian terhadap lingkungan (Sumber: Tata Laksana Organisasi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara).

a. Bentuk organisasi kemahasiswaan di universitas sumatera utara (USU)

Ada beberapa bentuk organisasi kemahasiswaan di Universitas Sumatera Utara yaitu: 1. Organisasi kemahasiswaan di tingkat Universitas yang merupakan perwakilan

tertinggi mahasiswa USU sebagai lembaga legislatif disebut sebagai Majelis Mahasiswa yang selanjutnya disingkat dengan nama MM USU .


(37)

2. Organisasi kemahasiswaan di tingkat Universitas yang melaksanakan berbagai aktivitas mahasiswa Universitas Sumatera Utara sebagai lembaga eksekutif disebut Pemerintahan mahasiswa yang selanjutnya disingkat PM USU.

3. Organisasi kemahasiswaan di tingkat fakultas yang merupakan perwakilan tertinggi di fakultas sebagai lembaga legislatif disebut Majelis Mahasiswa Fakultas selanjutnya disingkat MMF.

4. Organisasi kemahasiswaan di tingkat fakultas yang melaksanakan berbagai aktivitas mahasiswa di fakultas sebagai lembaga eksekutif disebut Pemerintahan Mahasiswa Fakultas yang selanjutnya disingkat PMF.

5. Organisasi kemahasiswaan di tingkat Univesitas dan fakultas yang merupakan lembaga penyaluran aspirasi dalam PEMILU disebut Kelompok Aspirasi Mahasiswa disingkat KAM.

6. Organisasi kemahasiswaan yang melaksanakan kegiatan berdasarkan spesifikasi bidang minat, bakat, kegemaran, kesejahteraan mahasiswa, penalaran dan keilmuan serta pengabdian masyarakat berada di bawah bidang-bidang Eksekutif sebagai lembaga Semi Otonom disebut Unit Kegiatan Mahasiswa yang selanjutnya disingkat UKM.

7. Organisasi Mahasiswa di tingkat jurusan sebagai lembaga non departemen di PMF disebut Himpunan Mahasiswa Jurusan yang selanjutnya disebut HMJ.


(38)

b. Tujuan organisasi kemahasiswaan universitas sumatera utara (USU)

a. Organisasi kemahasiswaan bertujuan mempersiapkan mahasiswa Universitas Sumatera Utara sebagai kader bangsa yang profesional dan mampu menerapkan ilmu pengetahuannya di tengah-tengah masyarakat.

b. Menumbuhkembangkan rasa persaudaraan, persatuan dan kesatuan diantara mahasiswa USU.

(sumber: Tata Laksana Organisasi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara)

c. Sifat organisasi kemahasiswaan universitas sumatera utara (USU)

Organisasi kemahasiswaan USU adalah organisasi yang bersifat demokratis, independen, check and balance dan otonom. (sumber: Tata Laksana Organisasi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara)

d. Pemerintahan mahasiswa fakultas

Pemerintahan Mahasiswa Fakultas (PMF) berkedudukan ditingkat fakultas pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi di Fakultas. Adapun fungsi dari Pemerintahan Mahasiswa Fakultas (PMF) (sumber: Tata Laksana Organisasi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara) yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif untuk menjabarkan serta melaksanakan Garis Besar Program Kerja Oraganisasi Fakultas(GBPKOF).

2. Melaksanakan kegiatan kemahasiswaan yang bersifat kerakyatan, keilmuan, penalaran dan kesejahteraan mahasiswa.


(39)

C. Keaktifan Dalam Organisasi Kemahasiswaan

Berdasarkan data penelitian, ditemukan bahwa motivasi seseorang ikut serta dalam organisasi untuk mendapatkan kecakapan yang tidak mungkin didapatkan di bangku perkuliahan. Kecakapan tersebut meliputi, kecakapan mengatur waktu, kecakapan birokrasi, kecakapan surat-menyurat, dan kecakapan lainnya. Nampak jelas bahwa kecakapan-kecakapan tersebut jarang didapatkan dari bangku kuliah (Sentosa, 2008).

Selain itu, motivasi lain untuk ikut dalam organisasi adalah untuk memperoleh eksistensi dan aktualisasi diri dalam lingkungan dimana mereka berada. Eksistensi ini terkait dengan keiginan dan ego yang ada dalam diri mahasiswa untuk lebih dikenal oleh mahasiswa-mahasiswa lainnya. Bahkan, lingkup tersebut sampai pada keinginan untuk lebih dikenal oleh para dosen di lingkungan fakultas atau program studinya. Motivasi eksistensi ini menjadi bagian yang tak terpisahkan ketika mahasiswa ikut serta dalam suatu organisasi (Sentosa, 2008).

Melalui organisasi, mahasiswa percaya bahwa potensi tersebut dapat diolah dan dikembangkan secara kreatif sehingga memberikan kelebihan tersendiri bagi mahasiswa. Kelebihan yang tidak atau belum tentu dimiliki oleh mahasiswa lainnya yang tidak aktif dalam organisasi (Sentosa, 2008).

Selain untuk mengembangkan potensi, motivasi lain yang mendasari mahasiswa untuk berorganisasi adalah untuk mencapai sebuah prestasi. Bagi mahasiswa yang aktif berorganisasi, prestasi akademis maupun non-akademis menjadi sebuah kebanggaan tersendiri karena ia memiliki kemampuan yang tidak hanya di ukur dari aspek kognitif saja tetapi ia juga bisa membuktikan kemampuan tersebut secara aplikatif dan praktis. Inilah capaian yang ingin dimiliki oleh mahasiswa yang tidak hanya berorientasi kuliah


(40)

tetapi juga organisasi, suatu kelebihan tersendiri yang membedakan dengan mahasiswa yang berorientasi pada kuliah saja (Sentosa, 2008).

Seorang mahasiswa akan memperoleh nilai tambah, jika ia tidak hanya sibuk dengan nilai akademis tetapi juga aktif berorganisasi karena dengan berorganisasi seseorang akan terbiasa bekerjasama dengan orang lain (work as a team), memiliki jiwa kepemimpinan (work as a leader), terbiasa bekerja dengan manajemen (work with

management). Kemampuan tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia yang

sebenarnya. Tetapi kadang seorang mahasiswa aktivis organisasi menemui kendala dalam membagi waktu antara kuliah dan organisasi (Firdaus, 2008).

D. Hubungan Prokrastinasi Akademik Dengan Keaktifan Dalam Organisasi Kemahasiswaan

Menurut Knaus (1992), prokrastinasi dapat mempengaruhi keberhasilan akademik dan pribadi mahasiswa. Apabila kebiasaan menunda ini muncul terus-menerus pada mahasiswa, tentu akan memberikan dampak negatif dalam kehidupan akademik (Rothblum, Solomon, & Mukarami, 1986).

Menurunnya prestasi merupakan prokrastinasi yang dapat mempengaruhi prestasi dan menyebabkan Indeks Prestasi (IP) yang rendah. Namun hal ini tidak menunjukkan bahwa mahasiswa yang baik prestasinya tidak akan pernah melakukan perilaku menunda (Orpen dalam Tuckman, 1999). Salah satu faktor yang menyebabkan mahasiswa melakukan prokrastinasi akademik adalah keikutsertaan dalam organisasi kemahasiswaan (Biordy dalam Larson, 1999).


(41)

Kehidupan kampus selalu diwarnai dengan berbagai pandangan mengenai kewajiban yang harus diambil dan dijalankan oleh mahasiswa. Hal ini terkait dengan legitimasi yang ada dalam kehidupan sosial yaitu, seorang mahasiswa harus menjalankan kewajibannya untuk menuntut ilmu. Hal ini membuat orientasi kuliah menjadi kewajiban utama dalam kehidupan mahasiswa, namun ditengah-tengah kewajiban utama yang ada, terdapat mahasiswa yang melakukan hal di luar legitimasi tersebut yaitu, dengan ikut serta dalam aktivitas organisasi. Orientasi organisasi kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam aktivitas perkuliahan karena mahasiswa tidak hanya fokus pada kewajiban kuliah tapi juga aktivitas organisasi menjadi sebuah perhatian yang tidak kalah pentingnya (Sentosa, 2008).

Organisasi kampus sering dikaitkan keberadaannya dengan aktivis, dan sebaliknya aktivis pasti terkait organisasi kampus. Aktivis juga sering digambarkan sebagai mahasiswa yang aktif diorganisasi tetapi berIPK ( Indeks Prestasi Kumulatif) rendah, sedangkan mahasiswa non-aktivis sering digambarkan dengan mahasiswa yang selalu berIPK baik, diatas rata-rata, tapi tak punya kepedulian dengan hal-hal diluar akademis (Sentosa, 2008).

Ada juga pendapat dari Forum Pendidikan Kesejahteraan Indonesia (2007) mengatakan bahwa mereka yang kuliah, dan aktif di organisasi, malah bisa mengatur waktunya dengan baik. Setiap waktunya bermanfaat dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Jika dibandingkan dengan orang yang tidak terjun dalam sebuah organisasi waktunya hanya untuk kuliah. Tidak sedikit mahasiswa yang berkecimpung dalam organisasi malah bisa cepat lulus karena mahasiswa tersebut bisa membagi waktu dan tidak membiarkan waktu yang dilalui terbuang percuma tanpa diisi dengan kegiatan


(42)

yang berarti dan banyak pula diantara mereka justru semakin bersemangat dan tekun dalam belajar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sentosa (2008) bahwa mahasiswa yang menjadi pengurus dalam sebuah organisasi kemahasiswaan menunjukkan sebuah prestasi yang imbang, artinya, aktivitas mereka di organisasi tidak menjadikannya halangan untuk tetap fokus pada kewajiban kuliah, kemudian mereka tidak menunda-nunda waktu yang ada dan berusaha untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, sehingga semua aktivitas yang ia lakukan tidak terbelengkalai.

Peneliti sendiri melakukan observasi dan wawancara kepada beberapa mahasiswa yang aktif dalam organisasi mengatakan bahwa studi mereka memang terganggu akibat kegiatan organisasi yang padat, sedangkan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi mengatakan bahwa mereka malas mengikuti kegiatan organisasi karena takut akademik atau prestasi akan menurun.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotsis yang diajukan dalam penelitan ini yaitu ada perbedaan prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif dalam organisasi dengan yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan PEMA Fakultas dan kelompok manakah yang lebih prokrastinasi dalam bidang akademik.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil penelitian (Hadi, 2000). Pembahasan dalam metode penelitian meliputi identifikasi variabel, definisi operasional, subjek penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, alat ukur serta metode analisa data. Penelitian ini merupakan penelitian komparasional dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif dengan yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan PEMA Fakultas.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel tergantung : Prokrastinasi Akademik

Variabel bebas : keaktifan dalam organisasi kemahasiswaan a. aktif berorganisasi

b. tidak aktif berorganisasi

B. Definisi Operasional 1. Prokrastinasi akademik


(44)

Prokrastinasi akademik adalah kecenderungan individu dalam merespon tugas yang dihadapi dengan mengulur-ulur waktu untuk memulai maupun menyelesaikan kinerja secara sengaja untuk melakukan aktivitas lain yang tidak dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Adapun indikatornya adalah: (1) adanya penundaan dalam memulai menyelesaikan kinerja dalam menghadapi tugas, (2) adanya kelambanan dalam mengerjakan tugas, (3) adanya kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja aktual dalam mengerjakan tugas, (4) adanya kecenderungan untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih mendatangkan hiburan dan kesenangan.

Tingkat prokrastinasi akademik dilihat dari besarnya skor yang diperoleh dari skala prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, semakin tinggi pula kecenderungan prokrastinasi akademiknya, dan semakin rendah skor yang diperoleh, menunjukkan semakin rendah pula kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi akademik.

2. Keaktifan dalam organisasi kemahasiswaan

Keaktifan berorganisasi adalah mahasiswa yang menjadi anggota dan aktif dalam organisasi kemahasiswaan PEMA Fakultas. Data mengenai keaktifan dalam mengikuti organisasi kemahasiswaan diperoleh dari daftar pertanyaan yang dicantumkan dalam alat ukur yaitu skala prokrastinasi akademik. Adapun cara menentukan keaktifan mahasiswa dalam organisasi yaitu dengan menggunakan penilaian profesional judgement, yaitu ketua organisasi PEMA Fakultas.


(45)

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel serta jumlah sampel penelitian.

1. Populasi dan sampel

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau inividu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000).

Populasi ilmiah hampir selalu hanya dilakukan terhadap sebagian saja dari hal-hal yang sebenarnya hendak diteliti (Suryabrata, 2000). Kesimpulan penelitian mengenai sampel dapat digeneralisasikan terhadap populasi.

Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Universitas Sumatera Utara, dan sampel penelitian ini adalah mahasiswa yang aktif dan tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan khususnya PEMA Fakultas.

2. Teknik pengambilan sampel

Teknik sampling adalah teknik pemilihan sebagian individu dari populasi sebagai wakil yang representatif dari populasi tersebut (Hadjar, 1996). Sampel di katakan representatif dari populasi bila subjek yang terpilih mempunyai karakter yang mencerminkan semua karakter yang dimiliki oleh populasi (Arikunto dalam Hadjar, 1996). Mendapatkan sampel penelitian, peneliti menggunakan cara-cara/teknik tertentu untuk memilihnya (Hadjar, 1996). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan incidental

sampling, dimana hanya individu atau kelompok yang kebetulan dijumpai atau yang


(46)

tidak semua individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dapat dipilih menjadi anggota sampel, hanya individu-individu yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang diteliti (Hadi, 2000). Alasan peneliti menggunakan teknik incidental, karena peneliti mengambil sampel seluruh mahasiswa USU antara yang aktif dan tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan PEMA Fakultas.

Adapun karakteristik sampel atau subjek pada penelitian ini adalah:

1. Mahasiswa Strata 1 Universitas Sumatera Utara yang sedang aktif menjalankan perkuliahan.

2. Aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan PEMA Fakultas dan tidak aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan.

3. Jumlah sampel penelitian

Pada penelitian ini peneliti mengambil sampel sebanyak 260 orang, yang terdiri dari 130 orang mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan PEMA Fakultas dan 130 orang yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan PEMA Fakultas.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala prokrastinasi akademik. Skala ini terdiri dari item-item berupa pernyataan yang mengarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap dan meminta sampel untuk memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang telah disediakan.


(47)

Skala prokrastinasi akademik dalam penelitian ini disusun berdasarkan komponen-komponen prokrastinasi akademik menurut Ferrari, Johnson dan McCown (dalam Gufron, 2003). Pada pengisian skala ini, sampel diminta untuk menjawab pertanyaan yang ada dengan memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang tersedia. Pada skala ini diberi 4 (empat) alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Pernyataan dalam skala ini terdiri dari pernyataan yang positif (Favorable) dan Negatif (Unfavorable). Item yang Favorable, jawaban sangat sesuai akan diberi skor 4, jawaban sesuai akan diberi skor 3, jawaban tidak sesuai diberi skor 2 dan skor 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai. Item yang Unfavorable, setiap jawaban Sangat Tidak Sesuai akan diberi skor 4, demikian seterusnya sampai dengan skor 1 untuk jawaban Sangat Sesuai.

Tabel 1. Distribusi Aitem-Aitem Skala Prokrastinasi Akademis Sebelum Uji Coba Indikator Pernyataan yang

mendukung

Pernyataan yang tidak mendukung

Total

Penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi.

8 7 15


(48)

mengerjakan tugas

Kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja aktual dalam mengerjakan tugas

8 7 15

Kecenderungan untuk melakukan aktivitas lain yang

dipandang lebih mendatangkan hiburan dan

kesenangan

8 7 15

Total 32 28 60

1. Validitas dan Reliabilitas 1.Validitas

Azwar (2000) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang

mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dikatakan mempunyai validasi yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah. Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berati bahwa pengukuran itu


(49)

mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya diantara subjek yang satu dengan subjek yang lain. Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity).

Suryabrata (2008) menyatakan bahwa validitas isi ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pertanyaan/pernyataan, berdasarkan pendapat profesional (professional judgement). Sementara menurut Danim (2007) menyatakan kalaupun rumusan instrumen dibuat sesuai dengan isi yang dikehendaki, namun validitas isi ini tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka hasil uji.

Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda item. Uji daya daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar untuk melakukan seleksi aitem dalam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, dasarnya adalah memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh skala sebagai keseluruhan (Azwar, 1999).

Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda aitem. Bagi skala-skala yang

setiap aitemnya diberi skor pada level interval dapat digunakan formula koefisien korelasi


(50)

(p<0,05).Menurut Ebel (1979) menyarankan kriteria evaluasi indeks diskriminasi aitem yaitu nilai 0,3 sudah dianggap bagus walaupun masih mungkin untuk ditingkatkan (Azwar, 1999). Penghitungan daya diskriminasi aitem dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 15.0 For Windows.

Skala prokrastinasi akademik dalam penelitian ini diujicobakan pada 260 orang mahasiswa USU. Jumlah aitem yang diujicobakan adalah 40 aitem aitem dan dari 40 aitem tersebut hanya 35 aitem yang dianggap memenuhi kriteria korelasi minimal aitem. Hasil ujicoba skala prokrastinasi akademik menunjukkan nilai riX

aitem skala bergerak dari 0,300 – 0,584. Berikut ini blue print skala prokrastinasi akademik yang digunakan peneliti untuk mengambil data penelitian :

Tabel 2. Distribusi Aitem-aitem Skala prokrastinasi akademik pada saat Penelitian Indikator Pernyataan yang

mendukung

Pernyataan yang tidak mendukung

Total

Penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi.

1,2,12,34,37 11,13,23,24,35 10

Keterlambatan dalam mengerjakan tugas

8,24,28,35 9,10,22,29 8

Kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja aktual dalam mengerjakan tugas

3,5,16,25 6,7,18,26 8


(51)

melakukan aktivitas lain yang

dipandang lebih mendatangkan hiburan dan

kesenangan

Total 18 17 35

2.Reliabilitas

Menurut Suryabrata (2000), reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan suatu alat dapat dipercaya. Azwar (1997) menyatakan hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek tidak berubah. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengasung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok inidividu sebagai subjek penelitian. Pendekataan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefesiensi tinggi (Azwar, 2000). Teknik yang digunakan adalah teknik Alpha Cronbach dari Cronbach. Pengujian reliabilitas ini akan menghasilkan reliabilitas dari skala.


(52)

Hasil uji coba skala prokrastinasi akademik yang diujikan kepada 260 orang mahasiswa USU, diperoleh nilai reliabilitas 0,915 . Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini :

Tabel 3. Reliabilitas Skala prokrastinasi akademik

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardize

d Items

N of Items

.915 .915 35

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

F. 1. Tahap Persiapan

Dalam tahap persiapan, yang dilakukan oleh peneliti adalah: 1. Menyusun alat ukur

Sebelum alat ukur dibuat maka hal pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah menentukan aspek-aspek dari suatu alat ukur. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini hanya ada satu yaitu skala prokrastinasi akademik. Skala prokrastinasi akademik disusun atas empat indikator menurut Ferrari, Johnson dan McCown (dalam Gufron, 2003). Skala ini terdiri dari 40 buah aitem.

2. Ujicoba alat ukur

Ujicoba skala prokrastinasi akademik dilakukan di Fakultas Psikologi USU pada tanggal 6 Oktober 2009 kepada 80 mahasiswa, dan semuanya dapat dikumpulkan.


(53)

Setelah peneliti melakukan ujicoba alat ukur maka langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah menguji validitas dan reliabilitas kedua alat ukur dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 15.0 for Windows. Hasil ujicoba skala prokrastinasi akademik menunjukkan nilai reliabilitas skala prokrastinasi akademik sebesar 0.902 dengan 35 aitem yang memenuhi kriteria. Hal ini berarti dari 40 aitem yang terdapat pada skala prokrastinasi akademik yang disusun oleh peneliti hanya 35 aitem yang dapat digunakan karena hanya 35 aitem ini saja dianggap dapat membedakan antara individu yang memiliki atribut yang ingin diukur dengan individu yang tidak memiliki atribut yang ingin diukur.

Setelah peneliti mengetahui aitem-aitem yang dianggap memenuhi kriteria validitas maka langkah selanjutnya adalah peneliti mengambil aitem-aitem tersebut dan menyusunnya kembali sehingga terbentuk alat ukur baru yang nantinya akan digunakan peneliti dalam mengambil data untuk penelitian ini.

F. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2009 kepada seluruh mahasiswa USU.

G. Metode Analisa Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif dan tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Oleh karena itu, metode analisis data yang akan digunakan adalah uji t-test, yang digunakan untuk menguji perbedaan dua kelompok sampel (Trihendradi, 2005), melalui bantuan


(54)

program aplikasi komputer SPSS. Salah satu fungsi statistika adalah membantu peneliti membuat prediksi (Supratiknya, 2000). Analisa statistika digunakan untuk menunjukkan kesimpulan, dan karena statistika bekerja dengan angka, statistika bersifat objektif, serta statistika bersifat universal (Hadi, 2000).

Uji asumsi penelitian dilakukan sebelum melakukan analisa data. Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas dilakuka n dengan one-sample kolmogorov smirnov. Data dikatakan terdistribusi normal jika diperoleh p>0,05. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel adalah homogen yang menggunakan Lavene


(55)

BAB IV ANALISA DATA

A. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 260 orang mahasiswa Universitas Sumatera Utara, yang terdiri dari 123 laki-laki dan 137 perempuan, berada pada rentang usia 19-22 tahun, dan rentang angkatan yaitu 2006-2008. Kelompok subjek penelitian ini diperoleh gambaran mengenai ciri-ciri demografi subjek penelitian, terdiri dari jenis kelamin, usia dan angkatan yang akan ditunjukkan pada tabel 4 berikut ini:

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek seperti terdapat pada tabel berikut:

Tabel 4.Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Kategori Aktif PEMA Tidak aktif

PEMA

Jumlah Persentase

Laki-laki 67 orang 56 orang 123 orang 47,4 % Perempuan 63 orang 74 orang 137 orang 52,6 %


(56)

Berdasarkan data pada tabel 4, maka jumlah subjek berdasarkan jenis kelamin adalah subjek berjenis kelamin laki-laki yaitu 47,4 %, sedangkan subjek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 52,6 %.

2. Usia Subjek Penelitian

Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek seperti terdapat pada tabel berikut:

Tabel 5. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia Kategori Aktif

PEMA

Tidak aktif PEMA

Jumlah Persentase

19 tahun 15 orang 47 orang 62 orang 23.9 % 20 tahun 38 orang 31 orang 69 orang 26,5 % 21 tahun 38 orang 37 orang 75 orang 28,8 % 22 tahun 39 orang 15 orang 54 orang 20,8 %

Total 130 orang 130 orang 260 orang 100 %

Berdasarkan data pada tabel 5, maka yang paling banyak adalah subjek yang berusia 21 tahun sebanyak 75 orang (28,8%), sedangkan yang paling sedikit adalah subjek yag berusia 22 tahun yakni 54 orang (20,8 %).

Tabel 6. Angkatan Subjek Penelitian

Kategori Aktif PEMA Tidak aktif

PEMA


(57)

2006 71 orang 43 orang 114 orang 43,8 % 2007 42 orang 35 orang 77 orang 29,7 % 2008 17 orang 52 orang 69 orang 26,5 % Total 130 orang 130 orang 260 orang 100 %

Berdasarkan data pada tabel 6, maka yang paling banyak adalah subjek dengan angkatan 2006 sebanyak 114 orang (43,8%), sedangkan yang paling sedikit adalah subjek dengan angkatan 2008 yaitu 69 orang (26,5 %).

B. Gambaran Prokrastinasi Akademik Subjek Penelitian

Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk memeperoleh gambaran tentang prokrastinasi akademik pada mahasiswa USU. Hasil penelitian yang diperoleh diketahui bahwa skor tertinggi yang diperoleh adalah 123 dan skor terendah adalah 42, dengan deskripsi total sebagai berikut:

Tabel 7.

Deskriptif skor skala prokrastinasi akademik

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Aktif 130 88.15 7.446 58 121

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

tidak_aktif 130 82.19 11.754 42 123

B. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Asumsi Penelitian


(58)

Sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu uji asumsi normalitas sebaran, homogenitas, dan independent t-test pada variabel-variabel penelitian tersebut. Uji asumsi tersebut dilakukan dengan bantuan

SPSS version 15.0 for Windows. a. Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas sebaran menggunakan

Kolmogorov-Smirnov test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Hasil Uji Coba Normalitas

Variabel

Aktif

PEMA Tidak aktif PEMA

N 130 130

Normal

Parameters(a,b)

Mean 88.15 82.19

Std. Deviation

7.446 11.754

Most Extreme Differences

Absolute .102 .058

Positive .102 .058

Negative -.092 -.043

Kolmogorov-Smirnov Z 1.159 .663

Asymp. Sig. (2-tailed) .136 .771

a Test distribution is Normal.

b Calculated from data.

Alasan peneliti menggunakan metode ini karena kedua data penelitian merupakan data ordinal. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga > 0,05. Hasil uji normalitas data mahasiswa yang aktif dalam PEMA diperoleh dengan = 0,136, sedangkan hasil data pada mahasiswa yang tidak aktif PEMA diperoleh p = 0,771. Hasil ini menunjukkan


(59)

bahwa penyebaran data prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif dan tidak aktif PEMA pada mahasiswa USU terdistribusi normal.

b.Uji homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi sampel penelitian adalah homogen. Pengukuran homogenitas dilakukan dengan ANOVA melalui Levene

Statistic. Berikut ini adalah hasil uji Levene Statistic untuk mengetahui homogenitas

dalam kelompok sampel penelitian. Kaidah yang digunakan adalah jika nilai signifikansi p > 0.05 maka kelompok sampel homogen, sedangkan jika p < 0.05 maka sampel tidak homogen. Jika varian sama maka uji t menggunakan Equal Variance Assumed (diasumsikan varian sama) dan jika varian berbeda menggunakan Equal Not Variance

Assumed (diasumsikan varian tidak sama).

Tabel 9. Uji Homogenitas

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

20.696 1 258 .000

Hasil diatas dapat diketahui signifikansi sebesar 0,000. jika signifikansi lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang aktif dan tidak aktif dalam PEMA memiliki varian yang berbeda, sehingga pada penghitungan uji t menggunakan Equal Not

Variance Assumed (diasumsikan varian tidak sama). B. Uji Hipotesis Utama

Uji hipotesis utama dalam penelitian ini menggunakan independent t-test. Hasil analisis uji t diperoleh nilai signifikansi sebesar .000 (p>0.05), maka dapat diperoleh


(60)

kesimpulan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif dan tidak aktif dalam PEMA pada mahasiswa USU. Hasil perhitungan statistik uji t dapat dilihat pada tabel 10 dan 11 berikut ini:

Tabel 10. Gambaran Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Aktif dan Tidak Aktif PEMA

Keaktifan N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Prokrastinasi tidak aktif 130 82.19 11.754 1.031

Aktif 130 88.15 7.446 .653

Tabel 11. Hasil Perhitungan Statistik Uji t

Keaktifan Organisasi Equal variances assumed Equal Variances Not Assumed Levene’s Test for

Equality of Variances

F Sig.

20.696 0.000

t-test for equality of means t Df Sig. (2-tailed) Mean Difference -4.879 258 0.000 -5.954 -4.879 218.176 0.000 -5.954

Std. Error Difference

1.220 1.220

99% Confidence Interval Of the difference

Lower Upper -8.357 -3.551 -8.359 -3.549


(61)

Hasil perolehan dari tabel diatas diketahui nilai t hitung sebesar 218,176 (Equal

Not Variance Assumed), sedangkan nilai t tabel diperoleh sebesar 1,970906.

Jika Ho diterima jika t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel. Ho ditolak jika t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel. Berdasarkan probabilitas, ho diterima jika p value > 0,05 dan ho ditolak jika p value < 0,05.

Hasil yang diperoleh yaitu Ho ditolak jika t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel yaitu -4,879 < ,970906. Artinya ada perbedaan prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif PEMA dengan yang tidak aktif PEMA pada mahasiswa USU.

Jika nilai t hitung positif, berarti rata-rata kelompok 1 lebih tinggi daripada kelompok 2 dan sebaliknya (Priyatno, 2009). Maka, dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa yang tidak aktif dalam PEMA lebih rendah prokrastinasi akademiknya dibandingkan mahasiswa yang aktif dalam PEMA.

Kategorisasi

Berdasarkan data penelitian dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor populasi terdistribusi normal. Kriteria kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kategori yaitu tinggi, rendah dan sedang.

Rumus yang digunakan yaitu: a. Tinggi = Mean + 1 (SD) ≤ X

b. Optimal = Mean – 1 (SD) ≤ X < Mean + 1 (SD) c. Rendah = X < Mean – 1 (SD)


(62)

a. mahasiswa aktif PEMA

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

aktif 130 88.15 7.446 58 121

Dengan memperhatikan mean empirik sebesar 88.15 dan standar deviasi sebesar 7.446 maka kriteria kategorisasi untuk variabel prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang aktif PEMA pada mahasiswa USU dengan jumlah dan persentasi subjek di dalamnya dapat dilihat pada tabel 12:

Tabel 12. Kategorisasi Data Empirik prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang aktif

PEMA

Variabel Rentang nilai Kategori Frekuensi Persentase

Prokrastinasi akademik mahasiswa aktif PEMA

95.596 ≤ X Tinggi 18 13.85 %

95.596 ≤ X < 80.704 Optimal 105 80.77 %

X < 80.704 Rendah 7 5.38 %

Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 15 menunjukkan bahwa 13 orang (10.84 %) termasuk dalam kategori kecemasan yang tinggi, 88 orang (73.33%) berada pada kategori optimal dan 19 orang (15.83%) berada pada kategori rendah.

b. mahasiswa tidak aktif PEMA

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

tidak_aktif 130 82.19 11.754 42 123

Dengan memperhatikan mean empirik sebesar 82.19 dan standar deviasi sebesar 11.754 maka kriteria kategorisasi untuk variabel prokrastinasi akademik pada mahasiswa


(1)

Dini Ahmaini : Perbedaan Prokrastinasi Akademik Antara Mahasiswa Yang Aktif Dengan Yang Tidak Aktif Dalam Organisasi Kemahasiswaan Pema USU, 2010.

Gambar 3. Jumlah Subjek Berdasarkan Usia

19

20

21

22

23

Usia

Pies show counts

n=60

n=70

n=74

n=55

n=1


(2)

Dini Ahmaini : Perbedaan Prokrastinasi Akademik Antara Mahasiswa Yang Aktif Dengan Yang Tidak Aktif Dalam Organisasi Kemahasiswaan Pema USU, 2010.

Gambar 4. Skor Prokrastinasi berdasarkan Stambuk

Frequency

30

20

10

0 30

20

10

0

prokrastinasi

140 120

100 80

60 40

30

20

10

0

S

tam

buk

6

7


(3)

Dini Ahmaini : Perbedaan Prokrastinasi Akademik Antara Mahasiswa Yang Aktif Dengan Yang Tidak Aktif Dalam Organisasi Kemahasiswaan Pema USU, 2010.

Gambar 5. Skor prokrastinasi berdasarkan usia

Frequency

20 15 10 5 0 20 15 10 5 0 20 15 10 5 0 20 15 10 5 0

prokrastinasi

140 120 100 80 60 40 20 15 10 5 0

Us

ia

19

20

21

22

23


(4)

Dini Ahmaini : Perbedaan Prokrastinasi Akademik Antara Mahasiswa Yang Aktif Dengan Yang Tidak Aktif Dalam Organisasi Kemahasiswaan Pema USU, 2010.

Gambar 6. Skor prokrastinasi berdasarkan jenis kelamin

Frequency

40

30

20

10

0

prokrastinasi

140 120

100 80

60 40

40

30

20

10

0

JK

Laki

-laki

P

erem


(5)

Dini Ahmaini : Perbedaan Prokrastinasi Akademik Antara Mahasiswa Yang Aktif Dengan Yang Tidak Aktif Dalam Organisasi Kemahasiswaan Pema USU, 2010.

Gambar 7. Skor prokrastinasi berdasarkan keaktifan

Frequency

40

30

20

10

0

prokrastinasi

140 120

100 80

60 40

40

30

20

10

0

keakt

if

an

Ak

tif

Ti

dak

akt


(6)

Dini Ahmaini : Perbedaan Prokrastinasi Akademik Antara Mahasiswa Yang Aktif Dengan Yang Tidak Aktif Dalam Organisasi Kemahasiswaan Pema USU, 2010.

Gambar 8. Skor prokrastinasi

prokrastinasi

140 120

100 80

60 40

Frequency

60

50

40

30

20

10

0

Mean =85.17฀ Std. Dev. =10.263฀N =260


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR ANTARA MAHASISWA JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG ANGKATAN 2008 YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM ORGANISASI KEMAHASISWAAN

0 28 121

PERBEDAAN KUALITAS HIDUP LANSIA YANG AKTIF MENGIKUTI POSYANDU LANSIA DENGAN YANG TIDAK Perbedaan Kualitas Hidup Lansia Yang Aktif Mengikuti Posyandu Lansia Dengan Yang Tidak Aktif Mengikuti Posyandu Lansia Di Desa Sirnoboyo Kecamatan Pacitan.

0 1 14

PERBEDAAN KUALITAS HIDUP LANSIA YANG AKTIF MENGIKUTI POSYANDU LANSIA DENGAN YANG TIDAK AKTIF MENGIKUTI Perbedaan Kualitas Hidup Lansia Yang Aktif Mengikuti Posyandu Lansia Dengan Yang Tidak Aktif Mengikuti Posyandu Lansia Di Desa Sirnoboyo Kecamatan Paci

0 2 13

PERBEDAAN MEKANISME KOPING YANG DIGUNAKAN LANSIA YANG AKTIF DAN LANSIA YANG TIDAK AKTIF DI PERBEDAAN MEKANISME KOPING YANG DIGUNAKAN LANSIA YANG AKTIF DAN LANSIA YANG TIDAK AKTIF DI POSYANDU LANSIA DI GONILAN KARTASURA.

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN BERORGANISASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Hubungan Antara Keaktifan Berorganisasi dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Aktivis Organisasi.

4 16 15

PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA AKTIVIS ORGANISASI Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Aktivis Organisasi.

1 4 15

Perbedaan Kepercayaan Diri dan Ketahanan Stres Antara Mahasiswa yang Aktif dengan Mahasiswa yang Tidak Aktif dalam Organisasi Internal Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

0 1 17

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN MANAJEMEN WAKTU DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA YANG AKTIF ORGANISASI DI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA - UNS Institutional Repository

0 0 19

Perbedaan kecemasan dalam penyusunan skripsi antara mahasiswa yang aktif berorganisasi dan mahasiswa yang tidak aktif berorganisasi - USD Repository

0 0 114

Perbedaan kesiapan kerja antara mahasiswa yang ikut organisasi dan mahasiswa yang tidak ikut organisasi - USD Repository

0 2 111