Bahan Ajar - Media Pembelajaran

(1)

BAB I

KONSEP DASAR MEDIA PEMBELAJARAN

PENGANTAR

Media Pembelajaran merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran memegang peranan yang cukup vital terhadap penyampaian pesan atau materi pelajaran kepada siswa. Mengapa demikian ? karena media pembelajaran bertanggung jawab sebagai salah satu faktor keberhasilan sampainya pesan atau materi pelajaran kepada siswa agar materi pelajaran tersebut dapat dikelola dan dicerna oleh siswa, sehingga siswa memperoleh sebuah konsep yang konkret dan dapat memahaminya dengan baik. Untuk itu pada bahasan bab awal ini akan dipaparkan dengan jelas konsep-konsep yang berhubungan dengan media pembelajaran sehingga mahasiswa mampu memahami : definisi media pembelajaran, landasan teoritis dan prinsip penggunaan media pembelajaran, posisi media pembelajaran, fungsi media pembelajaran, klasifikasi dan karakteristik media pembelajaran, perkembangan media pembelajaran, kriteria dan langkah-langkah pemilihan dan penggunaan media pembelajaran.

A. Definisi Media Pembelajaran

Sebelum jauh membahas lebih dalam tentang media pembelajaran kita sebaiknya memahami tentang definisi media pembelajaran itu sendiri. Dengan memahami berbagai macam definisi media pembelajaran dari para ahli akan memudahkan kita untuk membahas hal-hal yang berkaiatan dengan media pembelajaran lebih jauh. Berikut akan di paparkan beberapa definisi tentang media pembelajaran.

Istilah media yang merupakan bentuk jamak dari medium secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media dikatakan pula sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Kata segala memberi makna bahwa yang disebut media tidak terbatas pada jenis media yang dirancang secara khusus untuk mencapai tujuan tertentu, akan tetapi juga yang keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk memperjelas atau mempermudah pemahaman siswa terhadap materi atau pesan tertentu. Jadi apapun bentuknya apabila dapat digun akan untuk menyalurkan pesan dapat disebut media.

Gagne (1970) mendefinisikan media yaitu media are various components in

learners’ environment which support the learners learn. Briggs (1970) berpendapat


(2)

them to learn. Terkait dengan pembelajaran, media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim pesan dalam hal ini guru kepada penerima pesan yaitu siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan dan perhatian anak didik untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sementara itu E. De Corte dalam WS.Winkel menyatakan bahwa media pembelajaran adalah suatu sarana non personal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga pengajar yang memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan intruksional. Arief S. Sadiman (1993) menyatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepenerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat, serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Adapun Oemar Hamalik (1994), pakar pendidikan Indonesia menyatakan media adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interest antara guru dan anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran disekolah.

Dari beberapa pendapat ahli diatas mengenai definisi media pembelajaran dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dibuat atau digunakan dan dintegrasikan oleh guru dalam proses pembelajaran sehingga dapat membantu dan memudahkan guru dan siswa dalam menyampaikan dan menerima isi materi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan bertujuan untuk mencapai kompetensi pembelajaran yang telah ditentukan.

Setelah mencermati pengertian di atas, bahwa media pembelajaran itu terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan dibawanya (message/software). Unsur pesan (software) adalah informasi atau bahan ajar dalam tema atau topik tertentu yang akan disampaikan atau dipelajari siswa, sedangkan unsur perangkat keras (hardware) adalah sarana atau peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan tersebut. Dengan demikian, sesuatu baru bisa dikatakan media pembelajaran jika sudah memenuhi dua unsur tersebut.

B. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran

Sebagai bagian penting dalam proses pembelajaran media pembelajaran memegang peranan yang dominan dalam proses penyampaian pesan materi pembelajaran dari guru kepada siswa. Terdapat beberapa landasan teoritis yang mendasari penggunaan media dalam proses pembelajaran yaitu:


(3)

1. Landasan Filosofis

Daryanto (2010:12) memaparkan landasan filosofis penggunaan media pembelajaran yaitu bahwa dengan digunakannya berbagai jenis media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi dehumanisasi. Bukankan dengan adanya berbagai media pembelajaran justru siswa dapat mempunyai banyak pilihan media pembelajaran untuk digunakan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pribadinya. Dengan kata lain siswa sangat dihargai harkat kemanusiaanya diberi kebebasan untuk menentukan pilhan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi. Sebenarnya perbedaan pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan guru terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap siswa sebagai anak manusia yang memiliki keprbadian, harga diri, motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap menggunakan pendekatan humanis.

2. Landasan Psikologis

Belajar adalah proses yang kompleks dan unik; artinya, sesorang yang belajar melibatkan segala aspek kepribadiannya, baik fisik maupun mental. Keterlibatan dari semua aspek kepribadian ini akan nampak dari perilaku belajar orang itu. Perilaku belajar yang nampak adalah unik; artinya perilaku itu hanya terjadi pada orang itu dan tidak pada orang lain. Setiap orang memunculkan perilaku belajar yang berbeda.

Keunikan perilaku belajar ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik yang menentukan perilaku belajar, seperti: gaya belajar (visual vs auditif), gaya kognitif (field independent vs field dependent ), bakat, minat, tingkat kecerdasan, kematangan intelektual, dan lainnya yang bisa diacukan pada karakteristik individual siswa. Perilaku belajar siswa yang kompleks dan unik ini menuntut layanan dan perlakuan pembelajaran yang kompleks dan unik pula untuk setiap siswa. Komponen pembelajaran yang bertanggungjawab untuk menangani masalah ini adalah strategi penyampaian pembelajaran, lebih khusus lagi media pembelajaran. Strategi (media) pembelajaran haruslah dipilih sesuai dengan karakteristik individual siswa. Ia sedapat mungkin harus memberikan layanan


(4)

pada setiap siswa sesuai dengan karakteristik belajarnya. Umpamanya, siswa yang memiliki gaya belajar visual harus mendapatkan rangsangan belajar visual, seperti halnya siswa yang memiliki gaya auditif harus mendapatkan rangsangan belajar auditif.

Landasan psikologis sangat penting diperhatikan dalam penggunaan media pembelajaran, karena persepsi siswa juga sangat mempengaruhi dalam menentukan hasil belajar. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi, hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Landasan psikologis perlu diperhatikan karena dengan pemilihan media yang tepat dapat menarik perhatian siswa dan memberikan kejelasan objek yang diamatinya selain itu media pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus disesuaikan dengan pengalaman siswa. Dalam hal psikologis, anak akan lebih mudah mempelajari hal yang bersifat konkrit daripada yang bersifat abstrak, ada beberapa pendapat dari beberapa ahli mengenai landasan psikologis dalam penggunaan media pembelajaran, diantaranya:

a. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Jean Piaget, seorang psikolog dan pendidik berkebangsaan Swiss, terkenal karena teori pembelajaran berdasarkan tahap yang berbeda-beda dalam perkembangan intelegensi anak. Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).

Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia :


(5)

Gambar 1. Tahap Perkambangan Kognitif Menurut Jean Piaget 1) Periode Sensorimotor (usia 0–2 tahun)

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode.

Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial / persepsi penting dalam enam sub-tahapan :

a) Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.

b) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. c) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai

sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.

d) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).


(6)

e) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.

f) Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

2) Periode Praoperasional (usia 2–7 tahun)

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.

Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai tujuh tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. Karakteristik anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a) Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.


(7)

b) Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka masih bersifat irreversible.

c) Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus, dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.

d) Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka.

e) Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi). f) Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkrit.

3) Periode Operasional Konkrit (usia 7–11 tahun)

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia tujuh sampai sebelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai.

Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah :

a) Pengurutan adalah kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.

b) Klasifikasi adalah kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)

c) Decentering adalah anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.


(8)

d) Reversibility adalah anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.

e) Konservasi adalah memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.

f) Penghilangan sifat Egosentrisme berarti kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

Ciri-ciri operasi konkret yang lain, yaitu:

a) Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh. Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan disatukan dengan gambaran akan lingkunganitu.

b) Melihat dari berbagai macam segi. Anak mpada tahap ini mulai mulai dapat melihat suatu objek atau persoalan secara sediki menyeluruh dengan melihat apek-aspeknya. Ia tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat bersam-sam mengamati titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan. c) Seriasi. Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur menurut semakin

besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut Piaget, bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.

d) Klasifikasi menurut Piaget, bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi bermacam-maam objek dan disuruh membuat klasifikasi yang serupa menjadi satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.


(9)

e) Bilangan. Dalam percobaan Piaget, ternyata anak pada tahap praoperasi konkret belum dapat mengerti soal korespondensi satu-satu dan kekekalan, namun pada tahap tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini berarti konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.

f) Ruang, waktu, dan kecepatan. Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah mengerti tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada umur 8 tahun anak sudan sudah sapat mengerti relasi urutan waktu dan jug akoordinasi dengamn waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep waktu dan kecepatan.

g) Probabilitas. Pada tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mulai terbentuk.

h) Penalaran. Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi. Pada tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara menyeluruh.

i) Egosentrisme dan Sosialisme. Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain.

4) Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.


(10)

Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

Sifat pokok tahap operasi formal adalah pemikiran deduktif hipotesis, induktif sintifik, dan abstrak reflektif.

a) Pemikiran Deduktif Hipotesis

Pemikiran deduktif adalah pemikiran yang menarik kesimpulan yang spesifik dari sesuatu yang umum. Kesimpulan benar hanya jika premis-premis yang dipakai dalam pengambilan keputusan benar. Alasan deduktif hipotesis adalah alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan yang ditarik dari premis-premis yang masih hipotetis. Jadi, seseorang yang mengambil kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan dengan kenyataan yang real.

Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat mendeteksi adaanya pemikiran yang logis, meskipun para remaja sendiri pada kenyataannya tidak tahu atau belum menyadari bahwa cara berpikir mereka itu logis. Dengan kata lain, model logis itu lebih merupakan hasil kesimpulan Piaget dalam menafsirkan ungkapan remaja, terlepas dari apakah para remaja sendiri tahu atau tidak.

b) Pemikiran Induktif Sintifik

Pemikiran induktif adalah pengambilan kesimpulan yang lebih umum berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus. Pemikiran ini disebut juga dengan metode ilmiah. Pada tahap pemikiran ini, anak sudah mulai dapat membuat hipotesis, menentukan eksperimen, menentukan variabel control, mencatat hasi, dan menarik kesimpulan. Disamping itu mereka sudah dapat memikirkan sejumlah variabel yang berbeda pada waktu yang sama.

c) Pemikiran Abstraksi Reflektif

Menurut Piaget, pemikiran analogi dapat juga diklasifikasikan sebagai abstraksi reflektif karena pemikiran itu tidak disimpulkan dari pengalaman. b. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Kajian psikologis menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajarai hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan continuum konkret-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat. Pertama, bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic


(11)

representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbol, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic representation). Hal ini juga berlaku tidak hanya untuk anak, tetapi juga untuk orang dewasa. Kedua, bahwa sebenarnya nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak. Ketiga, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kmeudian menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat kejadian yang disajikan dengan symbol. Jenjang konkrit-abstrak ini ditunjukkan dengan bagan dalam bentuk kerucut pengalaman (cone of experience).

Gambar 2. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan materi pelajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mengkin terjadi kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman Edgar Dale.

Kerucut pengalaman menjadi acuan secara luas untuk menentukan alat bantu atau media pembelajaran apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh


(12)

Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati, dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret media pembelajaran yang digunakan siswa dalam proses pembelajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.

Efektifitas penggunaan media pembelajaran bukan ditentukan oleh seberapa canggih dan modernnya alat yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran, melainkan kesesuaian media tersebut dengan materi pelajaran yang diajarkan. Sangat dimungkinkan guru mengajar tanpa bantuan media pembelajaran, karena materi yang disajikan adalah materi atau konsep yang sederhana dan tidak terlalu abstrak. Sehingga cukup dengan memberi penjelasan secara verbal saja materi pelajaran yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa dengan baik.

3. Landasan Teknologis

Daryanto (2011:15) memaparkan landasan teknologis dalam penggunaan media pembelajaran dimana Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian proses dan sumber belajar. Jadi, teknologi pembelajaran merupakan proses kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah-masalah dalam situasi di mana kegiatan belajar itu mempunyai tujuan dan terkontrol. Dalam teknologi pembelajaran, pemecahan masalah dilakukan dalam bentuk: kesatuan komponen-komponen sistem pembelajaran yang telah disusun dalam fungsi disain atau seleksi, dan dalam pemanfaatan serta dikombinasikan sehingga menjadi sistem pembelajaran yang lengkap.

Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pengertian teknologi pendidikan. Istilah yang digunakan dalam bahasa inggris adalah instructional technology, atau educational technology. Salah satunya, pendapat yang dikemukakan oleh Commission on Instructional Technology yang meyatakan bahwa “instructional technology means the media born of the communication revolution which can be used for instructional purpose alongside the teacher, the book, and the blackboard”. Jadi


(13)

yang diutamakan ialah media komunikasi yang berkembang secara pesat sekali yang dimanfaatkan dalam pendidikan.

Pada hakikatnya teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan yang sistematis dan kritis tentang pendidikan. Teknologi pendidikan memandang soal mengajar dan belajar sebagai masalah atau problem yang harus dihadapi secara rasional dan ilmiah. Ada dua pendekatan dalam memberikan pengertian teknologi pendidikan, yaitu:

a. Teknologi pendidikan sebagai suatu pendekatan perangkat keras (hardware approach). Menurut pendekatan ini teknologi pendidikan mengandung makna sebagai pemanfaatan atau penggunaan peralatan yang canggih dalam sistem pendidikan.

b. Teknologi pendidikan sebagai suatu pendekatan perangkat lunak (software approach). Menurut pendekatan ini teknologi pendidikan merupakan aplikasi prinsip-prinsip ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan.

Setiap bidang pekerjaan supaya berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan memerlukan prinsip-prinsip yang diperhatikan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Prinsip adalah ranbu-rambu atau pedoman yang harus dipegangi dalam upaya pemecahan masalah-masalah belajar, teknologi pendidikan. Ada tiga prinsip dasar yang digunakan dalam mengembangkan teknologi pendidikan, yaitu: 1) berorientasi pada si-belajar (learning oriented), 2) menggunakan pendekatan sistem, dan 3) pemanfaatan sumber belajar secara luas dan maksimal (Karti Soeharto, dkk., 1995:9-10).

Pengaruh penerapan teknologi pendidikan terhadap pengambilan keputusan pendidikan, yaitu: penetapan isi, rancangan pembelajaran, produksi bahan pembelajaran, evaluasipembelajara, interaksi dengan si-belajar, dan penilaian belajar. Pengaruh penerapan teknologi pendidikan terhadap pola pembelajaran dapat diidentifikasi yaitu: pola pembelajaran tradisional dalam bentuk tatap muka guru-peserta didik, pola pembelajaran guru dengan media, pola pembelajaran dimana kurikulum sampai kepada peserta didik melalui interaksi langsung antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar, dan pola pembelajaran langsung yang “bermedia saja”.

4. Landasan Empiris

Daryanto (2011:16) memaparkan landasan empiris dalam penggunaan media pembelajaran dimana temuan-temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat


(14)

interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik belajar siswa dalam menentukan hasil belajar siswa. Artinya, siswa akan mendapat keuntungan yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan karakteristik tipe atau gaya belajarnya. Siswa yang memilih tipe belajar visual akan lebih memperoleh keuntungan bila pembelajaran menggunakan media visual, seperti gambar, diagram, video, atua film. Sementara siswa yang memilih tipe belajar auditif, akan lebih suka belajar dengan media audio, seperti radio, rekaman suara, atau ceramah guru. Akan kebih tepat dan menguntungkan siswa dari kedua tipe belajar tersebut jika menggunakan media audio-visual. Berdasarkan landasan rasional empiris tersebut, maka pemilihan media pembelajaran hendaknya jangan atas dasar kesukaan guru, tetapi harus mempertimbangkan kesesuaian antara karakteristik peserta didik, karakteristik materi atau mata pelajaran, dan karakteristik media itu sendiri.

Agar penggunaan media pembelajaran berlangsung efektif, guru sebaiknya memahami gaya-gaya belajar siswa, berikut akan dipaparkan gaya-gaya belajar siswa. Gaya belajar siswa atau student learning style dapat diartikan sebagai karakteristik kognitif, afektif, dan perilaku psikologis seorang siswa tentang bagaimana dia memahami sesuatu, berinteraksi dan merespons lingkungan belajarnya, yang bersifat unik dan relatif stabil.

a. Gaya Belajar Menurut David Kolb

Dalam berbagai literatur tentang belajar dan pembelajaran, kita akan menjumpai sejumlah konsep tentang gaya belajar siswa, dan salah satunya adalah gaya belajar sebagaimana dikemukakan oleh David Kolb, salah seorang ahli pendidikan dari Amerika Serikat, yang mempopulerkan teori belajar “Experiential Learning”. Kolb mengklasifikasikan gaya belajar Siswa ke dalam empat kecenderungan utama yaitu:

1) Concrete Experience (CE). Siswa belajar melalui perasaan (feeling), dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Siswa melibatkan diri sepenuhnya melalui pengalaman baru, siswa cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.

2) Abstract Conceptualization (AC). Siswa belajar melalui pemikiran (thinking) dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Siswa


(15)

menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat, dengan mengandalkan pada perencanaan yang sistematis. 3) Reflective Observation (RO). Siswa belajar melalui pengamatan (watching),

penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Siswa akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk opini/pendapat, siswa mengobservasi dan merefleksi pengalamannya dari berbagai segi.

4) Active Experimentation (AE). Siswa belajar melalui tindakan (doing), cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Siswa akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya. Siswa menggunakan teori untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

Gambar 3. Gaya Belajar Menurut David Kolb

Kolb mengemukakan, bahwa setiap individu tidak didominasi oleh satu gaya belajar tertentu secara absolut, tetapi cenderung membentuk kombinasi dan konfigurasi gaya belajar tertentu, yang diklasifikasikannya ke dalam 4 (empat) tipe:


(16)

Gambar 4. Kombinasi dan Konfigurasi Gaya Belajar Kolb 1) Tipe 1. Diverger.

Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan Reflective Observation (RO), atau dengan kata lain kombinasi dari perasaan (feeling) dan pengamatan (watching). Siswa dengan tipe Diverger memiliki keunggulan dalam kemampuan imajinasi dan melihat situasi kongkret dari banyak sudut pandang yang berbeda, kemudian menghubungkannya menjadi sesuatu yang bulat dan utuh. Pendekatannya pada setiap situasi adalah “mengamati” dan bukan “bertindak”. Siswa seperti ini menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide dan gemar mengumpulkan berbagai informasi, menyukai isu tentang kesusastraan, budaya, sejarah, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “Why?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai Motivator.

2) Tipe 2. Assimilator.

Tipe kedua ini perpaduan antara Abstract Conceptualization (AC) dan Reflective Observation (RO) atau dengan kata lain kombinasi dari pemikiran (thinking) dan pengamatan (watching). Siswa dengan tipe Assimilator memiliki keunggulan dalam memahami dan merespons berbagai sajian informasi serta mengorganisasikan merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya siswa tipe ini cenderung lebih teoritis, lebih menyukai bekerja dengan ide serta konsep yang abstrak, daripada bekerja dengan orang. Mata pelajaran yang yang diminatinya adalah


(17)

bidang sains dan matematika. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “What?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Expert.

3) Tipe 3. Converger.

Tipe ini perpaduan antara Abstract Conceptualization (AC) dan Reflective Observation (RO) atau dengan kata lain kombinasi dari berfikir (thinking) dan berbuat (doing). Siswa mampu merespons terhadap berbagai peluang dan mampu bekerja secara aktif dalam setiap tugas yang terdefinisikan secara baik. Siswa gemar belajar bila menghadapi soal dengan jawaban yang pasti, dan segera berusaha mencari jawaban yang tepat. Dia mau belajar secara trial and error hanya dalam lingkungan yang dianggapnya relatif aman dari kegagalan. Siswa dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif). Dia cenderung tidak emosional dan lebih menyukai bekerja yang berhubungan dengan benda dari pada manusia, masalah sosial atau hubungan antar pribadi. Mata pelajaran yang yang diminati adalah bidang IPA dan teknik. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “How?”. Peran dan fungsi guru yang cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Coach, yang dapat menyediakan praktik terbimbing dan dapat memberikan umpan balik yang tepat.

4) Tipe 4. Accomodator

Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan Active Experimentation (AE) atau dengan kata lain kombinasi antara merasakan (feeling) dengan berbuat (doing). Siswa tipe ini senang mengaplikasikan materi pelajaran dalam berbagai situasi baru untuk memecahkan berbagai masalah nyata yang dihadapinya. Kelebihan siswa tipe ini memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru yang menantang. Dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan masukan/informasi) dibanding analisa teknis. Mereka cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisa


(18)

logis, sering menggunakan trial and error dalam memecahkan masalah, kurang sabar dan ingin segera bertindak. Bila ada teori yang tidak sesuai dengan fakta cenderung untuk mengabaikannya. Mata pelajaran yang disukainya yaitu berkaitan dengan lapangan usaha (bisnis) dan teknik. Mereka biasanya lebih banyak bertanya “What if?”. Peran dan fungsi guru dalam berhadapan dengan siswa tipe ini adalah berusaha menghadapkan siswa pada

“open-ended questions”, memaksimalkan kesempatan siswa untuk

mempelajari dan menggali sesuatu sesuai pilihannya. Penggunaan Metode Problem-Based Learning tampaknya sangat cocok untuk siswa tipe yang keempat ini.

b. Gaya Belajar Visual, Auditori, dan Kinestetik

Agar proses belajar dapat efektif penggunaan media pembelajaran juga perlu disesuaikan dengan tipe atau gaya belajar peserta didik. Gaya belajar adalah kecenderungan orang untuk menggunakan cara tertentu dalam belajar dan ketertarikan siswa dalam menggunakan media pembelajaran. Secara umum ada tiga macam gaya belajar, yaitu:

Gambar 5. Macam-Macam Gaya Belajar 1) Gaya Belajar Visual

Gaya belajar ini menitikberatkan melalui apa yang dilihat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata atau penglihatan (visual), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak atau dititikberatkan pada peragaan atau media,


(19)

ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Dengan demikian gaya belajar visual yang sifatnya eksternal, ia menggunakan materi atau media yang bisa dilihat atau mengeluarkan tanggapan indera penglihatan. Materi atau media pembelajaran yang digunakan adalah buku, poster, majalah, rangka tubuh manusia, alat peta kit. Sedangkan gaya belajar visual yang bersifat internal adalah menggunakan imajinasi sebagai sumber informasi.

Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Ciri-ciri gaya visual adalah teliti terhadap yang detail, mengingat dengan mudah apa yang dilihat, mempunyai masalah dengan instruksi lisan, tidak mudah terganggu dengan suara gaduh, pembaca cepat dan tekun, lebih suka membaca dari pada dibacakan, lebih suka metode demonstrasi dari pada ceramah, bila menyampaikan gagasan sulit memilih kata, rapih dan teratur, dan penampilan sangat penting.

2) Gaya Belajar Auditori

Gaya belajar ini cenderung menggunakan pendengaran atau audio sebagai sarana dalam melakukan pembelajaran. Gaya belajar auditori yang bersifat eksternal adalah dengan mengeluarkan suara atau memerlukan suara. Mereka dapat membaca dengan keras, mendengarkan rekaman kuliah, diskusi dengan teman, mendengarkan musik. Gaya belajar auditori yang bersidat internal adalah memerlukan suasana yang tenang atau hening sebelum mempelajari sesuatu. Setelah itu diperlukan perenungan beberapa saat terhadap materi apa saj yang telah dikuasai dan yang belum.

Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan


(20)

menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Ciri-ciri gaya belajar auditorial adalah bicara pada diri sendiri saat bekerja, konsentrasi mudah terganggu oleh suara ribut, senang bersuara keras ketika membaca, sulit menulis tapi mudah bercerita, pembicara yang fasih, sulit belajar dalam suasana bising, lebih suka musik dari pada lukisan, bicara dalam irama yang terpola, lebih suka gurauan lisan dari pada membaca buku humor, dan mudah menirukan nada, irama dan warna suara.

3) Gaya Belajar Kinestetik

Orang yang bergaya belajar kinestetik belajar melalui gerakan-gerakan sebagai sarana memasukkan informasi ke dalam otaknya. Penyentuhan dengan bidang objek sangat disukai karena mereka dapat memahami sesuatu dengan sendiri. Gaya belajar jeis ini yang bersifat eksternal adalah melibatkna kegiatan fisik, membuat model, memainkan peran, berjalan dan sebaginya. Sedangkan gaya belajar jenis ini yang bersifat internal lebih menekankan pada kejelasan makna dan tujuan sebelum mempelajari sesuatu hal.

Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.Ciri-ciri gaya belajar kinestetik adalah berbicara dengan perlahan, menanggapi perhatian fisik, menyentuh orang untuk mendapat perhatian, banyak bergerak dan selalu berorientasi pada fisik, menggunakan jari sebagai penunjuk dalam membaca, banyak menggunakan isyarat tubuh, tidak bisa diam dalam waktu lama, menyukai permainan yang menyibukkan, selalu ingin melakukan sesuatu, dan tidak mudah mengingat letak geografis.

5. Prinsip Penggunaan Media

Ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh pengajar dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran, yaitu:


(21)

a. Tidak ada satu media yang paling unggul untuk semua tujuan. Satu media hanya cocok untuk tujuan pembelajaran tertentu, tetapi mungkin tidak cocok untuk yang lain.

b. Media adalah bagian intregal dari proses pembelajaran. Hal ini berarti bahwa media bukan hanya sekedar alat bantu mengajar pengajar saja., tetapi merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran. Penetapan suatu media haruslah sesuai dengan komponen yang lain dalam perancangan instruksional. Tanpa alat bantu mengajar mungkin pembelajaran tetap dapat berlangsung, tetapi tanpa media pembelajaran itu tidak akan terjadi. c. Media apapun yang hendak digunakan, sasaran akhirnya adalah untuk

memudahkan belajar siswa. Kemudahan belajar siswa haruslah dijadikan acuan utama pemilihan dan penggunaan suatu media.

d. Penggunaan berbagai media dalam satu kegiatan pembelajaran bukan hanya sekedar selingan/pengisi waktu atau hiburan, melainkan mempunyai tujuan yang menyatu dengan pembelajaran yang sedang berlangsung.

e. Pemilihan media hendaknya obyektif (didasarkan pada tujuan pembelajaran), tidak didasarkan pada kesenangan pribadi.

f. Penggunaan beberapa media sekaligus akan dapat membingungkan siswa. Penggunaan multimedia tidak berarti menggunakan media yang banyak sekaligus, tetapi media tertentu dipilih untuk tujuan tertentu dan media yang lain untuk tujuan yang lain pula.

g. Kebaikan dan keburukan media tidak tergantung pada kekonkritan dan keabstrakannya. Media yang kongkrit wujudnya, mungkin sukar untuk dipahami karena rumitnya, tetapi media yang abstrak dapat pula memberikan pengertian yang tepat.

Dalam proses belajar mengajar seorang guru belum cukup apabila hanya mengetahui kegunaan dan mengetahui penggunaan media pembelajaran, melainkan harus mengetahui dan terampil bagaimana cara menggunakannya. Sehubungan dengan hal itu, ada beberapa prinsip/kriteria penggunaan media yang perlu dipedomani oleh guru dalam proses belajar mengajar yaitu :

a. Ketepatan dengan tujuan pembelajaran, artinya media pembelajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan

b. Dukungan terhadap isi bahan pembelajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip yang sangat memerlukan bantuan media agar mudah dipahami siswa


(22)

c. Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah memperolehnya, setidak-tidaknya dapat dibuat oleh guru pada saat mengajar atau mungkin sudah tersedia di sekolah

d. Ketrampilan guru dalam menggunakan media, apapun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru harus dapat menggunakan dalam proses pembelajaran

e. Tersedianya waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa pada saat pelajaran berlangsung

f. Sesuai dengan taraf berfikir siswa sehingga makna yang terkandung didalamnya dapat dipahami siswa.

6. Nilai Praktis Media pembelajaran

Sebagai komponen dari sistem instruksional, media mempunyai nilai-nilai praktis berupa kemampuan, antara lain untuk:

a. Konkritisasi konsep yang abstrak (sistem peredaran darah)

b. Membawa pesan dari objek yang berbahaya dan sukar, atau bahkan tak mungkin dibawa ke dalam lingkungan belajar (binatang buas, letusan gunung berapi)

c. Menampilkan objek yang terlalu besar (Candi Borobudur, Monas)

d. Menampilkan objek yang tidak dapat diamati oleh mata telanjang (bakteri, struktur logam)

e. Mengamati gerakan yang terlalu cepat (lompat indah, putaran roda, yang keduanya di-slow motion)

f. Memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan

g. Memungkinkan pengamatan dan persepsi yang seragam bagi pengalaman belajar siswa.

h. Membangkitkan motivasi siswa

i. Memberi kesan perhatian individual bagi anggauta kelompok belajar

j. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan

C. Posisi Media Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan suatu komunikasi antara guru selaku pemberi pesan atau materi dengan siswa selaku penerima pesan. Selain itu dalam proses pembelajaran terdapat proses komunikasi yang berlangsung dalam suatu sistem, dan di


(23)

dalamnya terdapat media pembelajaran sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat proses belajar mengajar yang pada dasarnya merupakan proses komunikasi. Dalam proses komunikasi tersebut, guru bertindak sebagai komunikator (communicator) yang bertugas menyampaikan pesan pendidikan (message) kepada penerima pesan (communican) yaitu anak. Agar pesan pesan pembelajaran yang disampaikan guru dapat diterima dengan baik oleh anak, maka dalam proses komunikasi pembelajaran tersebut diperlukan wahana penyalur pesan yang disebut media pembelajaran.

Gambar 6. Proses Komunikasi Pembelajaran

Seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran hendaknya memiliki gagasan yang ditunjukan dalam desain pembelajaran, sebagai titik awal dalam melaksanakan komunikasi dengan siswa. Karena itu, diperlukan pemahaman tentang unsur -unsuryang dapat menunjang proses komunikasi serta tujuan dari komunikasi. Agar proses komunikasi pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien, guru perlu menggunakan media untuk merangsang siswa dalam belajar. Jadi posisi media dalam proses pembelajaran yaitu untuk menunjang proses pembelajaran, sehingga penyajian atau konsep-konsep materi pelajaran yang akan diajarkan dan diterima oleh siswa menjadi lebih konkrit sehingga dapat dicerna dan dipahami dengan baik oleh siswa.

Sebagai suatu sistem pembelajaran media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa penggunaan media pembelajaran, proses komunikasi seringkali tidak berlangsung efektif dan efisien sehingga proses pembelajaran sebagai suatu proses komunikasi dapat dipastikan tidak


(24)

berlangsung secara optimal. Berikut gambar posisi media pembelajaran sebagai komponen komunikasi menurut Daryanto (2011:7):

Gambar 7. Posisi Media dalam Sistem Pembelajaran

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa ide (dalam hal ini materi atau pesan pembelajaran) yang berasal dari sumber (guru) yaitu pesan yang disampaikan berupa konsep atau kode-kode tertentu yang belum dapat dicerna atau diterima dengan baik oleh siswa. Kemudian peran atau posisi media disini berupa alat yang berfungsi menyampaikan pesan atau materi pembelajaran kepada siswa sehingga siswa dapat melakukan penafsiran kode atau pesan-pesan pembelajaran tersebut sehingga setelah melakukan penafsiran terhadap pesan yang diberikan oleh guru melalui media pembelajaran siswa menjadi dapat dengan baik memahami dan mengerti pesan yang disampaikan. Setelah siswa mengerti materi yang disampaikan siswa akan mengerti dan secara langsung ataupun tidak langsung memberikan umpan balik kepada guru.

Selain posisi media pembelajarn dalam sebuah sistem pembelajaran, media pembelajaran juga menempati posisi dalam desain pembelajaran. Berikut gambar posisi media dalam desain pembelajaran.


(25)

Gambar 8. Posisi Media dalam Desain Pembelajaran

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan posisi media dalam sistem pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran terdapat beberapa komponen seperti pada gambar diatas. Posisi media dalam sistem pembelajaran terdapat di dalam strategi penyampaian pesan pembelajaran yaitu dimana media mempunyai peran menyampaikan pesan-pesan pembelajaran, sehingga terjadi pembelajaran yang efektif, efisien dan mempunyai daya tarik sehingga siswa bersemangat dalam melakukan proses pembelajaran.

D. Fungsi Media Pembelajaran

Dalam suatu proses pembelajaran, sebuah media mempunyai fungsi yang cukup vital dikarenakan media mempunyai fungsi sebagai pembawa pesan atau informasi dari guru (sumber) menuju kepada siswa (penerima). Dalam proses penyampaian pesan melalui media digunakan sebuah metode. Metode merupakan suatu prosedur yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk membantu siswa agar dapat menerima dan mengolah pesan atau informasi uang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Berikut gambar fungsi media dalam proses pembelajaran (Daryanto: 2011:8):


(26)

Gambar 9. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran

Belajar tidak selamanya bersentuhan dengan hal - hal yang kongkrit, baik dalam konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya belajar seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada di balik realitasnya. Karena itu media memiliki andil untuk menjelaskan hal - hal yang abstrak dan menunjukan hal - hal yang tersembunyi. Ketidak jelasan atau kerumitan bahan ajar dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Bahkan dalam hal - hal tertentu media dapat mewakili kekurangan guru dalam mengkomunikasikan materi pelajaran. Namun perlu diingat bahwa peranan media tidak akan terlihat apabila penggunaanya tidak sejalan dengan esensi tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu tujuan pembelajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Sebagai pentingnya peran media dalam pengajaran, namun tetap tidak bisa menggeser peran guru, karena media hanya berup alat bantu yang memfasilitasi guru dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru tidak dibenarkan menghindar dari kewajibannya sebagai pengajar dan pendidik untuk tampil di hadapan anak didik dengan seluruh kepribadiannya. Dalam proses belajar mengajar, fungsi media menurut Nana Sudjana (1991) yakni: :

1. Penggunaan media dalam proses mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.

2. Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yangintegral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan guru.

3. Media dalam pengajaran penggunaannya bersifat integral dengan tujuan dan isi pelajaran.


(27)

4. Penggunaan media bukan semata - mata sebagai alat huburan yang digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.

5. Penggunaan media dalam proses pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar dan membantu siswa dalam menagkap pengertian yang diberikan guru. 6. Pengguna media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar

mengajar.

Lebih detil lagi dapat di paparkan penggunaan media dalam proses pembelajaran yaitu: 1. Menarik perhatian siswa.

2. Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran.

3. Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis (dalam bentuk kata - kata tertulis atau lisan).

4. Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu 5. Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif. 6. Waktu pembelajaran lebih dikondisikan.

7. Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar.

8. Meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu atau menimbulkan gairah belajar.

9. Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam.

10.Meningkatkan tingkat keaktifan atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. 11.Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber

belajar.

12.Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya.

13.Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.

Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa fungsi dari media pembelajaran yaitu media yang mampu menampilkan serangkaian peristiwa secara nyata terjadi dalam waktu lama dan dapat disajikan dalam waktu singkat dan suatu peristiwa yang digambarkan harus mampu mentransfer keadaan sebenarnya, sehingga tidak menimbulkan adanya verbalisme. Keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena seperti yang dikemukakan oleh Edgar Dale (Sadiman, dkk, 2003:7-8) dalam klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkrit ke yang paling abstrak, dimana partisipasi, observasi, dan pengalaman langsung memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pengalaman belajar yang diterima siswa. Penyampaian suatu konsep pada siswa


(28)

akan tersampaikan dengan baik jika konsep tersebut mengharuskan siswa terlibat langsung didalamnya bila dibandingkan dengan konsep yang hanya melibatkan siswa untuk mengamati saja. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dengan penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret kepada siswa dan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

E. Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran

Upaya pengklasifikasian media dapat mengungkapkan karakteristik atau ciri-ciri suatu media berbeda menurut tujuan atau maksudnya pengelompokannya. Dari beberapa perkembangan media muncul beberapa klasifikasi menurut kesamaan ciri atau karakteristiknya. Ada berbagai pengklasifikasian media yang disesuaikan menurut tujuan atau maksud pengelompokannya. Ada banyak media pembelajaran, mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks dan rumit, mulai dari yang hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada perangkat keras. Para ahli memiliki pandangan atau pendapat yang berbeda dalam membuat klasifikasi atau mengelompokkan jenis media yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran pada siswa. Terdapat beberapa pakar yang mengelompokkan jenis media pelajaran yang didasarkan pada sifat, karakteristik pesan yang disapaikan, ataupun dari rumit sederhananya media tersebut. Oleh karena itu pengelompokkan media pembelajaran berbeda antara ahli yang satu dengan yang lainnya, antara lain menurut :

1. Wilbur Schramm

Media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media sederhana. Schramm juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu (1) liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan facsimile; (2) liputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster audio tape; (3) media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dam telpon.

2. Gagne

Media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan,yaitu pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh


(29)

prilaku belajar, member kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik.

3. Edgar Dale

Media di golongkan menurut pengalaman belajar siswa yaitu : dari pengalaman yang bersifat konkrit hingga yang bersifat abstrak, yaitu dengan jenjang sebagai berikut : a. Direct Purposefull Experience (pengalaman melalui pengalaman langsung

dan bertujuan)

b. Contrived Experience (pengalaman melalui tiruan) c. Dramatic Experience (pengalaman melalui dramatisasi)

d. Demonstran Experience (pengalaman melalui demonstrasi seperti tarian, pakaian dsb).

e. Field Trip (pengalaman melalui karya wisata) f. Exhibit (pengalaman melalui pameran) g. Televisi

h. Motion Picture (pengalaman melalui gambar hidup)

i. Recording, radio, still picture (rekaman, radio, gambar diam) j. Visual Symbol (lambang visual)

k. Verbal Symbols (lambang verbal) 4. Allen

Media diklasifikasikan menjadi sembilan kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi, obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak, dan sajian lisan. Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengaitkan antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain. Allen mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain : info faktual, pengenalan visual, prinsip dan konsep, prosedur, keterampilan, dan sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; ada tinggi, sedang, dan rendah.

5. Ibrahim

Media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi; media tanpa proyeksi tiga dimensi; media audio; media proyeksi; televisi, video, komputer.


(30)

6. Nana Sudjana

Media diklasifikasikan membagi dua jenis media yaitu : Media dua dimensi dan media tiga dimensi. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain-lain. Media grafis sering disebut juga media dua dimensi yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Sedangkan media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid), model menampang, model susun, model kerja, mock-up, diorama.

7. Kemp dan Dayton

Media diklasifikasikan menjadi sembilan kelompok media, yaitu: Media cetak, Media pajang, Overhead transparacies (OHT) dan Overhead Projector (OHP), Rekaman audiotape, Slide dan filmstrip, Penyajian multi-image, Rekaman video dan film, dan Komputer.

8. Gerlach dan Ely

Media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan kelompok, yaitu benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam, gambar bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi

9. Anderson

Memaparkan kelompok media instruksional sebagai berikut: NO Kelompok Media Media Instruksional

1 Audio

 Pita Audio (Rol Atau Kaset)  Piringan Audio

 Radio (Rekaman Siaran)

2 Cetak

 Buku Teks Terprogram  Buku Pegangan/Manual  Buku Tugas

3 Audio – Cetak  Buku Latihan Dilengkapi Kaset  Gambar/Poster (Dilengkapi Audio) 4 Proyek Visual Diam  Film Bingkai (Slide)

 Film Rangkai (Berisi Pesan Verbal) 5 Proyek Visual Diam dengan

Audio

 Film Bingkai (Slide) Suara  Film Rangkai Suara

6 Visual Gerak  Film Bisu Dengan Judul (Caption) 7 Visual Gerak dengan Audio  Film Suara

 Video/Vcd/Dvd

8 Benda  Benda Nyata

 Model Tirual (Mock Up) Tabel 1. Klasifikasi Media Menurut Anderson


(31)

10.Rudy Bretz

Mengklasifikasikan ciri utama media menjadi tiga unsur pokok, yaitu: suara, visual, dan gerak. Di samping itu Bretz juga membedakan antara media siar (telecomunication) dan media rekam (recording), sehingga terdapat delapan klasifikasi media, yaitu : (1) media audio visual gerak, (2) media audio visual diam, (3) media audio semi gerak, (4) media visual gerak, (5) media visual diam, (6) media semi gerak, (7) media audio, dan (8) media cetak.

11.Taksonomi Menurut Briggs

Taksonomi oleh Briggs lebih mengarah kepada karakteristik siswa, tugas instruksional, bahan dan transmisinya. Briggs mengidentifikasikan tiga macam media yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar antara lain: objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film bingkai, film rangkai, film gerak, televisi dan gambar. Matriks taksonomi media menurut Briggs dilukiskan seperti gambar di bawah ini.


(32)

KARAKTERISTIK SISWA PERSYARATAN MATERI TRANSMISI Ke lom pok ( 100) Ke lom pok ( 30 -100) Ke lom pok ( 2 -30) Individual Visua l P ende nga ra n Ke ce p atan Bela ja r R espon Mand iri Ge ra k an W aktu Ur utan T etap Ur utan Beba s P enjela sa n P erula nga n Konte ks P esona P erole ha n P engulanga n W aktu P erole ha n B iaya Ke se de rha na an Ke ter se di aa n Kontr ol Dist ribusi B eba s Ta npa P engge lap an Benda Nyata Model Suara Alamiah Rekaman Audio Bahan Cetak Pelajaran Terprogram Papan Tulis Transparansi Film Rangkai Film Bingkai Film 16mm Televisi Gambar Grafis Keterangan : Tidak Sesuai Sebagian Sesuai Sesuai MAKA B ILA


(33)

F. Perkembangan Media Pembelajaran

Pada awal sejarah pendidikan, guru merupakan satu-satunya sumber untuk memperoleh pelajaran. Namun dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu kemudian berkembang dengan adanya buku. Pada masa itu seorang tokoh bernama Johan Amos Comenius yang tercatat sebagai orang pertama yang menulis buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah. Buku tersebut berjudul Orbis Sensualium Pictus (Dunia Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657. Penulisan buku itu dilandasi oleh suatu konsep dasar bahwa tidak ada sesuatu dalam akal pikiran manusia, tanpa terlebih dahulu melalui penginderaan. Dari sinilah para pendidik mulai menyadari perlunya sarana belajar yang dapat meberikan rangsangan dan pengalaman belajar secara menyeluruh bagi siswa melalui semua indera, terutama indera penglihatan dan pendengaran.

Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar (teaching aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap atau retensi belajar. Namun karena terlalu memusatkan perhatian pada alat bantu visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal dengan audio visual atau audio visual aids (AVA) . Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Edgar Dale cone of experience).

Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Pada tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah-laku (behaviorism theory) dari B.F Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam pembelajaran. Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah tingkah-laku siswa. Teori ini membantu dan mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah-laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Pada tahun 1965-1970 pendekatan system (system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan system ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis


(34)

dengan memusatkan perhatian pada siswa. Berikut tabel sejarah perkembangan media pembelajaran yang dikutip dari Wikipedia :

Tabel 2. Sejarah Perkembangan Media dikutip dari Wikipedia

G. Kriteria dan Langkah-Langkah Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran 1. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Sehubungan dengan penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran, guru hendaknya perlu cermat dalam pemilihan dan atau penetapan media yang akan digunakannya dalam proese pembelajaran. Kesesuaian dan ketepatan dalam pemilihan media akan menunjang efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Media pembelajaran yang beraneka ragam jenisnya tentunya tidak akan digunakan seluruhnya secara serentak dalam kegiatan pembelajaran, namun hanya beberapa saja. Untuk itu perlu di lakukan pemilihan media tersebut. Agar pemilihan media pembelajaran tersebut tepat, maka perlu dipertimbangkan faktor/kriteria-kriteria dan langkah-langkah pemilihan media.Disamping itu juga kegiatan pembelajaran menjadi menarik sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, dan perhatian siswa menjadi terpusat kepada topik yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Kesesuaian dan ketepatan dalam memilih media pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor seperti luas sempitnya pengetahuan dan pemahaman guru tentang kriteria dan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan serta prosedur pemilihan media pembelajaran. Bahasan berikut akan membahas hal-hal dimaksud agar kita dalam memilihan media pembelajaran lebih tepat.


(35)

Media dan sumber belajar memiliki banyak jenis dan klasifikasinya. Masing- masing jenis media tersebut memiliki kelebihan dan keterbatasan, oleh karena itu ketika anda menggunakan media dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, karakter materi, ketersediaan, biaya dan lain sebagainnya. Begitu juga dari sisi peserta didik, harus menjadi pertimbangan utama dalam memilih media yang akan digunakan. Sebagai contoh, anak SD kelas 1 untuk tidak digunakan media yang tajam dan berbahaya si anak, begitu juga aspek penggunaan dan pemilihan warna, karena warna menjadi sangat dominan bagi anak kelas 1-3. Warna dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi siswa sekolah dasar kelas rendah. Oleh karena itu, pemilihan media menjadi penting dipertimbangkan oleh guru dalam menentukan media yang akan dipergunakan dalam pembelajaran.

Ada sejumlah faktor yang perlu anda pertimbangkan dalam memilih, mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar. Dasar pemilihan media dan sumber belajar sangatlah sederhana, yaitu dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Mc. Conel (1974) mengatakan bila media itu sesuai pakailah, if the medium fits, use it! yang menjadi pertanyaan adalah apa ukuran atau kriteria tersebut. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media misalnya; tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan belajar yang diinginkan, keadaan atau latar kondisi setempat, dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani.

Pemilihan media dan sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Oleh sebab itu, meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktor-faktor lain seperti siswa, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilaiannya perlu dipertimbangkan.

Dick dan Carrey menyebutkan bahwa disamping kesesuaian dengan tujuan perilaku belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

1) Ketersediaan sumber setempat, apabila tidak ada maka harus dibeli atau dibuat sendiri.

2) Dana, tenaga, dan fasilitas dalam membeli atau membuat sendiri. 3) Keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan media untuk waktu lama 4) Efektivitas biaya dalam jangka waktu panjang.


(36)

Menurut Degeng (1993), faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih, mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran adalah:

1) Tujuan instruksional. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian tujuan instruksional yang telah ditetapkan sebelumnya. Mungkin ada sejumlah alternative media yang dianggap cocok untuk tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin pilihlah yang paling cocok. Kecocokan banyak ditentukan oleh kesesuaian karakteristik tujuan dan karakteristik media pembelajaran yang akan dipakai. 2) Keefektifan. Dari beberapa alternative media yang sudah dipilih, mana yang

dianggap paling efektif (tepat guna) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3) Siswa. Apakah media yang dipilih sudah sesuai dengan kemampuan,

perbendaharaan pengalaman, dan menarik perhatian siswa? Digunakan untuk siapa? Apakah secara individual atau kelompok kecil, kelas atau massa? Untuk kegiatan tatap muka atau jarak jauh?

4) Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah tersedia? Kalau belum, apakah media itu dapat diperoleh dengan mudah? Untuk tersedianya media ada beberapa alternatif yang dapat diambil yaitu membuat sendiri, membuat bersama-sama siswa, meminjam, menyewa, membeli dan mungkin dapat “dropping” dari pemerintah.

5) Biaya pengadaan. Bila memerlukan biaya untuk pengadaan media, apakah tersedia biaya untuk itu? Apakah yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat dan hasil penggunaannya? Adakah media lain yang mungkin lebih murah, tetapi memiliki keefektifan setara?

6) Kualitas teknis. Apakah media yang dipilih itu kualitasnya baik? Jika menggunakan media gambar misalnya, apakah memenuhi syarat sebagai media pembelajaran? Bagaimana keadaan daya tahan media yang dipilih itu?

Sudono (2000) mengatakan, dalam pemilihan dan pemanfaatan media pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah media pembelajaran untuk perkembangan emosi dan social anak, motorik halus, motorik kasar, berbahasa, persepsi penglihatan (pengamatan dan ingatan), persepsi pendengaran, dan keterampilan berpikir. Menurut Degeng, dkk (1993), pemilihan dan penggunaan sumber belajar haruslah didasarkan pada hal-hal berikut ini:

1) Analisis karakteristik siswa.

2) Adanya tujuan dan isi instruksional.


(1)

BAB III

MEDIA PEMBELAJARAN MULTIMEDIA

PENGANTAR

Di era teknologi dan informasi yang berkembang pesat saat ini, secara langsung ataupun tidak langsung sangat mempengaruhi dunia pendidikan. Selain itu perkembangan peserta didik yang cenderung memanfaatkan teknologi dalam kehidupan sehari-hari juga akan mempengaruhi gaya belajar mereka. Untuk itu sebagai guru yang professional kita dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi dan informasi sehingga proses pembelajaran dapat menggunakan media-media yang memanfaatkan teknologi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa. Multimedia pembelajaran merupakan salah satu media pembelajaran yang sesuai dengan era teknologi dan informasi saat ini. Multimedia pembelajaran dapat dikatakan sebuah complete package dari sebuah media pembelajaraan saat ini. Multimedia pembelajaran itu mempunyai cakupan yang cukup luas dari sebuah media pembelajaran karena di dalamnya terdapat animasi, teks, gambar, video, permainan, simulasi, dll, yang semuanya sangat disukai oleh anak-anak karena menarik dan dapat menimbulkan semangat belajar siswa. Untuk itu pada bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaiatan dengan multimedia pembelajaran antara lain : pengertian multimedia pembelajaran, model multimedia pembelajaran, prinsip-prinsip multimedia pembelajaran, kualitas multimedia pembelajaran, evaluasi multimedia pembelajaran, peran multimedia dalam pembelajaran, teori belajar yang melandasi pembelajaran dengan multimedia.

A. Pengertian Multimedia Pembelajaran

Ketika berbicara tentang multimedia pembelajaran satu yang tidak dapat pisahkan adalah komputer. Pemanfaatan komputer dalam pembelajaran merupakan hal baru bagi siswa, sehingga harus diberikan informasi secara jelas. Secara umum, proses pemanfaatan komputer menurut Merrill (1996: 11) adalah sebagai berikut:

(a) The computer presents some information. (b) The student is asked to respond to question or problem related to information. (c) The computer evaluates the student’s response according to specified criteria. (d) The computer determines what to do next on the basis of evaluataion of the response.

Penerapan komputer dalam pembelajaran memberikan berbagai informasi. Aplikasi tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran. Aplikasi komputer dalam pembelajaran dikenal dengan istilah CAI (Computer Assisted


(2)

Instruction). Jos Luhukay (Subardjono, 1988:6) berpendapat bahwa pembelajaran berbantuan komputer adalah suatu bentuk kegiatan belajar bagi peserta didik yang didalamnya terdapat upaya mengubah tigkah laku yang dikehendakinya dengan menggunakan komputer sebagai “tool” dan sebagai “resources”, material sebagai paket pengetahuan, dan siswa sebagi subjek belajar (Subardjono, 1988: 24). Dalam proses ini, bukan berarti peran guru digantikan oleh komputer, melainkan komputer hanya sebagai media untuk mencapai tujuan.

Terdapat beberapa potensi jika komputer dijadikan sebagai salah satu media dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keefektivitasan proses pembelajaran. Potensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memungkinkan terjadi interaksi langsung antara pengguna dengan materi pembelajaran.

2. Proses belajar dapat berlangsung secara individu sesuai dengan kemampuan belajar siswa.

3. Komputer mampu meningkatkan minat dan dan motivasi belajar.

4. Komputer dapat memberikan umpan balik terhadap respon siswa dengan segera. 5. Komputer mampu menciptakan proses belajar yang berkesinambungan

Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran sangat membantu keberhasilan proses belajar mengajar, sebab sebuah komputer mampu memanipulasi informasi baik operasi sederhana maupun operasi yang kompleks. Seperti yang didefinisikan oleh Gerlach (1980:33) bahwa:

“a computer is a machines especially designed for manipulation of coded information, an automatic machines for performing simple and complex operation. It operates with numbers expressed directly as units in a decimal, binary, or other system”.

Dari beberapa pernyataan di atas mengandung makna bahwa komputer mampu berinteraksi secara langsung dengan siswa secara individual. Siswa dapat memecahkan masalah sesuai dengan kemampuan siswa, sehingga individual difference sangat dihargai dan memegang peranan penting dalam pembelajaran berbasis komputer tersebut.

Berlanjut ke definisi multimedia, banyak definisi multimedia yang dikemukakan oleh para ahli yang telah lama memahami tentang multimedia pembelajaran. Berikut akan disajikan bebepa definfi multimedia pembelajaran. Multimedia menurut Rob Philip (1997:8): ”The multimedia component is characterized by the prsense of the text, pictures, sound, animation, and video; some or all of which are organized into some


(3)

coherent program”. Komponen multimedia dutandai dengan adanya teks, gambar, suara, animasi, dan video; beberapa atau semuanya diatur dalam program yang berkesinambungan.

Sementara Heinch (1996:260) mendefinisikan multimedia sebagai kombinasi dua atua lebih format media yang dipadukan secara integrative sehingga menghasilkan program informasi atau program pendidikan. Ahli lain berpendapat bahwa multimedia merupakan kombinasi yang terdiri atas teks, seni grafik, bunyi, animasi dan video yang diterima oleh pengguna melalui komputer (Vaughan, 2006: 2).

Pengertian Multimedia menurut Hackbart (1996: 228),: “...Multimedia is suggested as meaning the use of multiple media for mats for the presentation of information, including texts, still or animated graphics, movie segments, video, and audio information, Computer-based interactive multimedia includes hypermedia and hypertext”. Multimedia dapat diartikan sebagai suatu penggunaan dari gabungan beberapa media dalam menyampaikan informasi yang berupa teks, grafis atau animasi grafis, movie, video dan audio. Multimedia interaktif yang berbasis computer meliputi hypermedia dan hypertext. Hypermedia merupakan suatu penggunaan format presentasi multimedia yang terdiri atas teks, grafis diam atau animasi, bentuk movie, video dan audio. Hypertext yaitu bentuk teks, diagram statis, gambar dan tabel yang ditayangkan dan disusun secara tidak linier (urut atau segaris).

Roblyer (2003: 164) menyatakan “Multimedia simply means “multimedia” or “a combination media” The media can be still pictures, sound, motion video, animation and/or text items combined in a product whose purpose is to communicate information”. Multimedia atau media kombinasi merupakan media yang terdiri dari gambar diam, suara, video gerak, animasi dan yang teks digabungkan dalam suatu produk yang bertujuan untuk memberikan informasi. Lebih lanjut Reddi & Mishra (2003: 4) mengungkapkan juga multimedia “As such multimedia can be defined as an integration of multiple media elements (audio, video, graphics, text, animation etc.) into one synergetic and symbiotic whole that results in more benefits for the end user than any one of the media element can provide individually”. Multimedia didefinisikan sebagai beberapa unsur yang terintegrasi kedalam media (audio,video, grafik, teks, animasi, dan lain-lain) menjadi satu kesatuan yang sinergis dan simbiosis yang memberikan keuntungan bagi pengguna maupun individu.

Sedangkan Ariesto Hadi (2003: 3) mengungkapkan multimedia sudah ada sebelum komputer menampilkan presentasi dengan menggunakan beberapa cara.


(4)

Komputer mempunyai kemampuan dalam mengorganisir beberapa atau keseluruhan komponen multimedia yang terpadu. Sedangkan komponen interaktif yang tertuju pada proses kekuasaan pengguna atau user untuk mengontrol program-program yang dijalankan oleh komputer. Inilah yang disebut sebagai multimedia interaktif menggambarkan keseluruhan bentuk cara baru dari software komputer yang membawa informasi- informasi.

Dari beberapa pengertian multimedia yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa multimedia merupakan suatu program atau aplikasi komputer yang terdiri dari gabungan antara teks, gambar, grafis, animasi, audio dan video, serta cara penyampaian interaktif sehingga dapat membuat suatu pengalaman belajar bagi siswa seperti dalam kehidupan nyata disekitarnya. Multimedia dapat berfungsi menjadi sebuah sistem karena merupakan sekumpulan objek yang berhubungan dan bekerjasama untuk menghasilkan suatu hasil yang diinginkan. Didalam penggunaan multimedia memerlukan hardware (perangkat keras) yang berfungsi untuk memfasilitasi penyampaian materi dan software (perangkat lunak) yang berisi program- program yang akan disampaikan. Selain itu dapat pula melibatkan alat-alat lain yang menunjang sistem multimedia tersebut agar mendapatkan penyajian audiovisual yang penuh. Multimedia memungkinkan pemakai komputer untuk mendapatkan output dalam bentuk yang lebih kaya dari pada media konvensional. Multimedia melibatkan perangkat keras dan perangkat lunak. Istilah multimedia identik dengan komputer multimedia, yaitu komputer yang memiliki kemampuan olah data. Olah kata, olah gambar, dan olah gerak di mana masing-masing unsur tersebut saling melengkapi, menunjang, dan saling membantu.

Sedangkan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Belajar dalam pengertian aktifitas mental siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga menghasilkan perubahan perilaku yang bersifat relative berkelanjutan. Dengan demikian multimedia pembelajaran merupakan aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajaran dalam menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan belajar sehingga proses belajar terjadi, bertujuan dan terkendali.


(5)

B. Model Multimedia Pembelajaran

Smaldino, Lowther & Russell (2011: 32-47) mengungkapkan strategi pembelajaran dalam memadukan teknologi dan media ke dalam jenis demonstrasi, latihan, tutorial, diskusi, simulasi dan penyelesaian masalah. Alessi & Trollip (2001: 10) menyatakan multimedia pembelajaran interaktif dapat dibagi menjadi delapan jenis yaitu: tutorials, hypermedia, drills, simulations, games, tool and open-ended-learning environment, test, and web-based-learning. Schwier & Earl (1993: 20-21) membagi format multimedia pembelajaran menjadi 3 yaitu: drill and practice, tutorial, games/simulation.

1. Praktik dan latihan, bentuk interaksi ini digunakan untuk melatih siswa menggunakan konsep, aturan (rule) atau prosedur yang telah diajarkan sebelumnya. Melalui serangkaian contoh dari konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, siswa diberi kesempatan untuk berlatih agar terampil dalam menerapkan konsep dan pengetahuan tersebut. Ganjaran diberikan setiap kali siswa berhasil melakukan tugasnya dengan baik. Pemberian ganjaran yang positif (positive reward) terhadap prestasi belajar akan memberikan kemungkinan yang lebih besar kepada siswa untuk mengulangi keberhasilan yang telah dicapai. Hal ini dikenal dengan istilah reinforcement atau pengukuhan terhadap hasil belajar. Biasanya interaksi yang berbentuk praktik dan latihan menampilkan sejumlah pertanyaan atau soal yang bervariasi yang harus dijawab oleh siswa. Siswa biasanya diberi kesempatan untuk mencoba beberapa alternatif jawaban sebelum tiba pada jawaban yang benar. Interaksi dalam bentuk ini biasanya berisi pertanyaan dan soal-soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Dalam interaksi berbentuk praktik dan latihan disediakan umpan balik dan pengukuhan (reinforcement) baik yang bersifat positif dan negatif.

2. Tutorial, pada interaksi yang berbentuk tutorial, pengetahuan dan informasi ditayangkan dalam unit-unit kecil yang kemudian diikuti dengan serangkaian pertanyaan. Pola pembelajaran pada interaksi berbentuk tutorial biasanya dirancang secara bercabang (branching). Siswa dapat diberi kesempatan untuk memilih topik-topik pembelajaran yang ingin dipelajari dalam suatu mata pelajaran. Semakin banyak topik-topik pembelajaran yang dapat dipilih, akan semakin mudah program tersebut diterima oleh siswa. Dalam interaksi berbentuk tutorial, informasi dan pengetahuan dikomunikasikan sedemikian rupa seperti situasi pada waktu guru memberi bimbingan kepada siswa.


(6)

3. Permainan, interaksi berbentuk permainan (game) akan bersifat instruksional apabila pengetahuan dan keterampilan yang terdapat didalamnya bersifat akademik dan mengandung unsur pelatihan (training). Sebuah bentuk permainan disebut instruksional apabila didalamnya terdapat tujuan pembelajaran (instructional objective) yang harus dicapai. Saat ini banyak beredar permainan komputer (computer games) yang hanya menekankan pada unsur rekreasi semata. Walaupun demikian permainan komputer tersebut paling tidak mengandung unsur positif yaitu membentuk pemakainya mengetahui cara kerja komputer yang kemudian dapat memancing timbulnya minat memahami komputer (computer literacy). Sama halnya dengan interaktif lain, permainan harus mengandung tingkatkesulitan tertentu dan memberikan umpan balik terhadap tanggapan yang dikemukakan oleh siswa. Dalam program pembelajaran berbentuk permainan, umpan balik diberikan dalam bentuk skor atau nilai standar yang dicapai setelah melakukan rangkaian permainan. Dalam program dalam bentuk permainan harus ada aturan (rule) yang dapat dipakai sebagai acuan untuk menentukan orang yang keluar sebagai pemenang. Penentuan pemenang dalam permainan ditentukan berdasarkan skor yang dicapai kemudian dibandingkan dengan prestasi belajar standar yang harus dicapai.

4. Simulasi, dalam interaksi berbentuk simulasi siswa dihadapkan pada situasi buatan (artificial) yang menyerupai kondisi dan situasi yang sesungguhnya. Program-program pembelajaran interaktif berbentuk simulasi memberi kemungkinan bagi pemakainya untuk melakukan latihan nyata tanpa harus menghadapi resiko yang sebenarnya. Model simulasi pada dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya. Model simulasi terbagi ke dalam empat kategori yaitu : fisik, situasi, prosedur, dan proses dimana masing-masing kategori tersebut digunakan sesuai dengan kepentingan tertentu. Tujuan dari pembelajaran melalui model simulasi berorientasi pada upaya dalam memberikan pengalaman nyata kepada siswa melalui peniruan suasana.