Zainuddin, Achmad, 2003, Selintas Pelabuhan Udara, Yogyakarta, Penerbit Ananda.
Zazili, Ahmad, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional, , Universitas Diponegoro,
Semarang.
B. Peraturan Perundang-Undangan :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Udara. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Udara. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 51 Tahun 2000 tentang Perwakilan
dan Agen penjualan Umum Perusahaan Angkutan Udara Asing. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP47III2007
tentang petunjuk pelaksanaan usaha kegiatan penunjang bandar udara
C. Internet
http:waterforgeo.blogspot.com201101fungsi-dan-manfaat-transportasi.html diakses tanggal 02 Oktober 2015 Pukul 08.
00
Wib. https:apustpicurug.wordpress.com20091005kerjasama-angkutan-udara-niaga
diakses tanggal 02 Oktober 2015 Pukul 09.
00
Wib. http:www.academia.edu7718727 Pengangkutan Udara Di_Indonesia, diakses
tanggal 25 November 2015 Pukul 10.
00
Wib. https:id.wikibooks.orgwikiModa TransportasiModa Transportasi Udara,
diakses tanggal 25 November 2015 Pukul 10.
00
Wib
Universitas Sumatera Utara
BAB III AGEN PENJUALAN TIKET DAN PERUSAHAAN EKSPEDISI MUATAN
PESAWAT UDARA SEBAGAI SALAH SATU ASPEK KEGIATAN PENUNJANG ANGKUTAN UDARA
E. Pengertian Agen Penjualan Tiket dan Lingkup Pekerjaanya.
Menilik sejarah lahirnya lembaga keagenan di Indonesia dapat dilihat dari pelaksanaan Undang-undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri, kemudian Pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 1977 tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha
Asing dalam Bidang Perdagangan, yang menentukan bahwa perusahaan asing yang telah berakhir masa kegiatannya dapat terus melakukan usaha dagangnya
dengan cara menunjuk perusahaan perdagangan nasional sebagai penyalur atau agen dengan membuat surat perjanjian. Pada Pasal 7 PP Nomor 36 Tahun 1977
tersebut, dimuat ketentuan bahwa perusahaan asing dapat menunjuk perusahaan nasional sebagai perwakilan, pembagi, dan penyalur agen, distributor, dan
dealer. Sejak dikeluarkannya PP Nomor 36 Tahun 1977 tersebut, beberapa departemen teknis mengeluarkan surat keputusan yang mengatur mengenai
masalah keagenan, akan tetapi peraturan-peraturan tersebut tidak mengatur hubungan perdata antara prinsipal dengan agen. b Undang-undang Hukum Perdata
dan b Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengatur secara khusus tentang keagenan, namun berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 ayat 1
KUHPerdata, para pihak diberi kebebasan untuk membuat perjanjian apa saja, termasuk perjanjian keagenan asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan
undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Universitas Sumatera Utara
Dasar hukum keagenan didapati dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam KUH Perdata, yang di dalamnya terkandung asas Kebebasan
Berkontrak Pasal 1338 KUH Perdata 2.
Dalam KUH Perdata tentang Sifat Pemberian Kuasa yang diatur pada Pasal 1792 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1799 KUH Perdata.
3. Dalam KUH Dagang yang mengatur mengenai Makelar Pasal 62
sampai dengan Pasal 73 KUHD. 4.
Dalam KUH Dagang yang mengatur mengenai Komisioner Pasal 76 sampai dengan Pasal 85 a.
5. Dalam bidang-bidang khusus, seperti dalam perundang-undangan di
bidang pasar modal yang mengatur tentang dealer atau pialang saham. 6.
Dalam peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen perdagangan dan perindustrian, yang mengatur masalah administrasi
dan pengawasan terhadap masalah keagenan ini.
55
Sekilas analisa mengenai dasar hukum yang digunakan dalam keagenan seperti tersebut diatas, perihal sifat pemberian kuasa, lazimnya pemberian kuasa
dalam keagenan berupa pemberian kuasa secara khusus, yaitu pemberian kuasa hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Agen hanya diberi kuasa
untuk melakukan perbuatan hukum tertentu saja, misalnya dalam hal melakukan transaksi. Selanjutnya, perihal penggunaan dasar hukum dalam KUH Dagang
mengenai Komisioner, apabila dikaitkan dengan karakteristik keagenan, sebenarnya keagenan cenderung lebih sesuai dengan pengaturan mengenai
Makelar dalam KUH Dagang, karena antara makelar dengan agen memiliki kesamaan karakter yaitu bertindak untuk dan atas nama pihak yang memberikan
kuasa, sedangkan komisioner bertindak untuk pihak yang memberikan kuasa, namun atas nama dirinya sendiri.
55
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 246.
Universitas Sumatera Utara
Pada kegiatan perdagangan, yang dimaksud dengan agen adalah seseorang atau badan yang usahanya adalah menjadi perantara yang diberi kuasa untuk
melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya melakukan transaksi atau membuat perjanjian antara seseorang dengan siapa ia mempunyai hubungan yang
tetap prinsipal dengan pihak ketiga, dengan mendapatkan imbalan jasa.
56
Agen bukanlah karyawan prinsipal, ia hanya melakukan perbuatan tertentumengadakan perjanjian dengan pihak ketiga, dan pada pokoknya agen
merupakan kuasa prinsipal. Secara lebih lanjut, keagenan diartikan sebagai suatu hubungan hukum dimana seseorangpihak agen diberi kuasa bertindak untuk dan
atas nama pihak prinsipal untuk melaksanakan transaksi bisnis dengan pihak lain. Prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan agen,
sepanjang dilakukan dalam batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya.
57
Dengan perkataan lain, apabila seorang agen dalam bertindak melampaui batas kewenangannya, maka ia yang bertanggung jawab secara sendiri atas tindakan
tersebut. Hubungan antara prinsipal dengan agen adalah fiduciary relationship,
dimana prinsipal mengijinkan agen untuk bertindak atas nama prinsipal, dan agen berada di bawah pengawasan prinsipal.
58
Hal ini tentunya berbeda dengan pemberian kuasa, yang dalam pelaksanaannya penerima kuasa melaksanakan
suatu perbuatan yang dikuasakan kepadanya guna mewakili pemberi kuasa.
56
Y.Sogar Simamora, Pemahaman Terhadap Beberapa Aspek Dalam Perjanjian, Yuridika, Jakarta, 2006, hal.74.
57
Ibid.
58
Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Preneda Media, Jakarta, 2004, hal.41
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian di atas tampak bahwa dalam keagenan terdapat 3 tiga pihak, yaitu:
1. Prinsipal, yaitu perorangan atau perusahaan yang memberi
perintahkuasa, mengangkat atau menunjuk pihak tertentu agen untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Pengangkatan atau penunjukan
agen tersebut dapat dilakukan oleh prinsipal pada umumnya secara tertulis, sekalipun secara lisan tidak ada larangan, tetapi pada saat ini
hubungan agen dengan prinsipalnya biasanya diikat oleh suatu persetujuan dalam bentuk kontraktuil.
2. Agen, yaitu pihak yang menerima perintahkuasa untuk melaksanakan
suatu perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum yang harus dilakukan tersebut biasanya tercantum dalam perjanjian termaksud.
Pihak prinsipal dan pihak agen membuat perjanjian yang memuat perbuatan apa saja yang harus dilakukan seorang agen untuk
prinsipalnya, hak yang diterima agen, serta kewajiban yang harus dipenuhi sekaligus hak yang dimiliki oleh prinsipal. Seluruhnya diatur
di dalam perjanjian keagenan yang dibuat antara pihak agen dengan pihak prinsipal.
3. Pihak ketiga, yaitu pihak yang dihubungi oleh agen dengan siapa
transaksi diselenggarakan. Agen membuat perjanjian dengan pihak ketiga mengenai transaksi yang dikuasakan kepadanya agen tersebut.
Perjanjian dengan pihak ketiga tersebut dibuat oleh agen atas nama prinsipal, serta atas tanggung jawab prinsipal.
59
Agen dalam melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga, kedudukannya adalah merupakan kuasa prinsipal. Agen bukanlah karyawan
prinsipal. Hubungan hukum antara agen dengan prinsipalnya tidak bersifat seperti antara majikan dengan buruhnya. Agen dan prinsipal ada pada posisi yang
setingkat, selaku pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Oleh karena agen bertindak atas nama prinsipal, maka agen tidak melakukan pembelian dari
prinsipalnya
60
, dengan demikian, barang yang menjadi objek transaksi tetap menjadi milik prinsipal sampai proses penjualan terselesaikan, yang berarti tidak
ada perpindahan kepemilikan objek transaksi dari prinsipal kepada agen, yang ada
59
Munir Fuady, Op.Cit., hal. 245.
60
Ibid, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
hanyalah perpindahan kepemilikan objek transaksi dari prinsipal kepada pembeli ketika terjadi proses jual beli.
Di era globalisasi, kedudukan dan fungsi keagenan memainkan peranan yang strategis dan signifikan dalam menjembatani kebutuhan pelaku usaha di satu
sisi dengan kebutuhan konsumen di sisi lain. Pelaku usaha membutuhkan pengembangan usaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya sehingga
keberadaan keagenan dapat memperluas pangsa pasar pelaku usaha hingga ke pelosok daerah dan di sisi lain konsumen-konsumen yang berada di wilayah
pelosok juga dengan mudah mendapatkan barang yang dibutuhkannya dengan adanya keagenan. Dengan demikian, peran utama jasa keagenan ialah melakukan
perbuatan hukum bagi pihak lain yang memberi perintah prinsipal dan terhadap akibat hukum dari perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab dari
prinsipal.
61
Keberadaan agen dan prinsipal dalam dunia usaha memiliki hubungan yang saling membutuhkan. Prinsipal membutuhkan jasa keagenan karena
beberapa sebab, misalnya: 1.
Prinsipal tidak menguasai area pemasaran untuk memasarkan barang dan atau jasanya.
2. Prinsipal terlalu sibuk dengan pekerjaan pokoknya sehingga harus
melakukan pendelegasian pekerjaannya. 3.
Prinsipal membutuhkan pihak lain yang memiliki koneksi atau hubungan bisnis serta jaringan pemasaran yang luas sehingga
sasaran dan target pemasaran barang dan atau jasanya segera terealisasi.
62
Sementara di sisi lain, jasa keagenan secara otomatis tumbuh karena dibutuhkan oleh pelaku usaha, yang memiliki hambatan penguasaan teritorial,
61
I Ketut Oka Setiawan, Lembaga Keagenan: dalam Perdagangan dan Pengaturannya di Indonesia, Ind.Hill Co., Bandung, 2006, hal. 22-23.
62
Ibid, hal.24
Universitas Sumatera Utara
koneksi, dan kesibukannya, sehingga perlu pendelegasian pekerjaan. Terdapat sedikitnya lima manfaat utility dari jasa keagenan, yaitu:
1. Time utility manfaat penggunaan waktu
2. Place utility manfaat penggunaan tempat.
3. Quantity utility manfaat peningkatan volume produksi.
4. Assortment utility berguna bagi konsumen untuk memilih jenis dan
kualitas barang secara lebih selektif. 5.
Possession utility jaminan bagi produsen terhadap kepemilikan barangnya dan pendapatan yang pasti atas penjualan barangnya.
63
Keagenan ini seringkali dipersamakan dengan distributorship, secara umum keduanya memang memiliki persamaan yaitu adanya pihak lain yang
berfungsi sebagai middlemen. Namun, jika ditelaah berdasarkan konsep keagenan dan konsep distributorship, akan terlihat jelas bahwa keduanya memiliki konsep
dan karakter yang berbeda satu sama lain. Karakter dari konsep distributorship adalah:
1. Membeli dan menjual barang untuk diri sendiri berdasarkan tanggung
jawab dan risiko sendiri. 2.
Memperoleh keuntungan berdasarkan margin harga jual dan harga beli. 3.
Semua biaya yang dikeluarkan merupakan beban tanggung jawab sendiri. 4.
Sistem manajemen dan akuntansi keuangan bersifat otonom. Kegiatan angkutan udara niaga pelaksanaannya dapat dilakukan dengan
cara kerja sama dan harus disetujui Direktur Jenderal. kerjasama kegiatan angkutan udara niaga untuk angkutan udara dalam negeri dapat dalam bentuk:
a. Kerjasama operasi joint operation.
b. Bilateral code sharing.
c. Domestic code sharing, perusahaan angkutan udara niaga nasional yang
melakukan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri harus bertindak sebagai pengangkut nyata actual carrier.
d. Bentuk kerja sama komersial lainnya sesuai perjanjian hubungan udara
bilateral danatau multilateral.
64
63
Ibid, hal.25
64
https:apustpicurug.wordpress.com20091005kerjasama-angkutan-udara-niaga diakses tanggal 02 Oktober 2015 Pukul 09.
00
Wib.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal atau tidak berjadwal dilarang menjual seluruh kapasitas pesawat udara kepada agen penjualan tiket atau agen
perjalanan umum yang kemudian oleh agen penjualan tiket atau agen perjalanan umum kapasitas tersebut dijual kepada umum secara eceran, kecuali pembelian
kapasitas pesawat udara tersebut untuk angkutan udara niaga tidak berjadwal. Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal yang melanggar ketentuan, tidak
diberikan persetujuan terbangnya. Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dapat melakukan kerjasama
permasaran dan penjualan tiket dengan agen penjualan tiket. Apabila dalam kerjasama, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal mewajibkan agen
penjualan tiket menyerahkan uang jaminan, maka uang jaminan tersebut dapat dibayarkan melalui escrow account atau clearing house atau bank yang ditunjuk
berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak.
F. Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara Lingkup Pekerjaannya dan Dasar Hukum