Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Jasa Raharja Dalam Menyetujui Klaim Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya (Studi pada PT. Jasa Raharja Medan)

(1)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI JASA RAHARJA DALAM MENYETUJUI KLAIM TERHADAP KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA (STUDI PADA PT. JASA RAHARJA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

HADI A. TAMPUBOLON

NIM : 110200223

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI JASA RAHARJA DALAM MENYETUJUI KLAIM TERHADAP KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA (STUDI PADA PT. JASA RAHARJA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

HADI A. TAMPUBOLON NIM : 110200223

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha S.H., M.Hum NIP :197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ramli Siregar S.H., M.Hum Windha S.H., M.Hum NIP :195303121983031002 NIP :197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI JASA RAHARJA DALAM MENYETUJUI KALIM TERHADAP KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA (STUDI PADA PT. JASA RAHARJA MEDAN)

Abstrak

Ramli Siregar, S.H.,M.Hum * Windha S.H.,M.Hum ** Hadi A. Tampubolon ***

PT. Jasa Raharja (Persero) dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan beserta peraturan pelaksananya. Berdasarkan undang-undang tersebut dijelaskan bahwa setiap korban kecelakaan lalu lintas, baik penumpang angkutan umum dan pengguna jalan lainnya, berhak memperoleh santunan dari PT. Jasa Raharja (Persero). Jika korban kecelakaan lalu lintas meninggal dunia, maka yang berhak memperoleh santunan adalah ahli warisnya yang sah.

Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah kajian mengenai pengaturan asuransi menurut hukum positif di Indonesia, kemudian perjanjian asuransi kecelakaan lalu lintas antara PT. Jasa Raharja (Persero) dengan korban kecelakaan lalu lintas dan yang terakhir tanggung jawab PT. Jasa Raharja (Pesero) Medan dalam menyetujui klaim terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini tentunya akan melakukan penelitian untuk memperoleh data. Dalam hal ini akan digunakan metode penelitian yang bersifat normatif yaitu penelitian yang menganalisi hukum yang tertulis dan penelitian bersifat empiris yaitu penelitian lapangan.

Kesepakatan bersama yang dibuat oleh Kepolisian, Dinas Kesehatan, dan PT. Jasa Raharja (Persero), khusunya daerah Sumatera Utara, bertujuan agar seluruh data korban kecelakaan lalu lintas jalan terdata dengan baik sehingga penanganan terhadap korban atau ahli warisnya dalam hal pelayanan kesehatan dan pemberian santunan dapat terpenuhi. Tanggung jawab PT. Jasa Raharja (Persero) Medan dalam menyetujui klaim terhadap kecelakaan lalu lintas jalan raya pun dapat terlakasana karena pendataan kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan telah terdata dengan baik sehingga hak korban atau ahli warisnya dapat dipermudah untuk mendapatkan santunan dari PT. Jasa Raharja (Pesero) berdasarkan data yang telah diperoleh.

* Pembimbing I, Staf Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. * Pembimbing II, Staf Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. *** Mahasiswa Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.


(4)

DAFTAR ISI

Abstrak... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 6

D. Keaslian Penulisan... 7

E. Tinjauan Kepustakaan... 8

F. Metode Penelitian... 10

G. Sistematika Penulisan... 13

BAB II PENGATURAN ASURANSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN A. Ruang Lingkup Usaha Perasuransian... 15

B. Pendirian Usaha... 20

C. Penyelenggaraan Usaha... 28


(5)

BAB III PERJANJIAN ASURANSI KECELAKAAN LALU LINTAS

ANTARA PT. JASA RAHARJA DENGAN KORBAN

KECELAKAAN LALU LINTAS

A. Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas... 47 B. Premi Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas PT. Jasa Raharja.. 57 C. Para pihak yang ditanggung oleh PT. Jasa Raharja dalam

Kecelakaan Lalu Lintas... 67 D. Kedudukan Ahli Waris dalam Polis Asuransi... 75

BAB IV TANGGUNG JAWAB PT. JASA RAHARJA DALAM

MENYETUJUI KLAIM TERHADAP KECELAKAAN LALU LINTAS DI JALAN RAYA (STUDI PADA PT. JASA RAHARJA MEDAN)

A. Pengajuan Klaim kepada PT. Jasa Raharja... 81 B. Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja Medan dalam Menyetujui

Klaim terhadap Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Raya... 88 C. Pemberian Santunan oleh PT. Jasa Raharja... 100

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 112 B. Saran... 113

DAFTAR PUSTAKA... 114


(6)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI JASA RAHARJA DALAM MENYETUJUI KALIM TERHADAP KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA (STUDI PADA PT. JASA RAHARJA MEDAN)

Abstrak

Ramli Siregar, S.H.,M.Hum * Windha S.H.,M.Hum ** Hadi A. Tampubolon ***

PT. Jasa Raharja (Persero) dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan beserta peraturan pelaksananya. Berdasarkan undang-undang tersebut dijelaskan bahwa setiap korban kecelakaan lalu lintas, baik penumpang angkutan umum dan pengguna jalan lainnya, berhak memperoleh santunan dari PT. Jasa Raharja (Persero). Jika korban kecelakaan lalu lintas meninggal dunia, maka yang berhak memperoleh santunan adalah ahli warisnya yang sah.

Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah kajian mengenai pengaturan asuransi menurut hukum positif di Indonesia, kemudian perjanjian asuransi kecelakaan lalu lintas antara PT. Jasa Raharja (Persero) dengan korban kecelakaan lalu lintas dan yang terakhir tanggung jawab PT. Jasa Raharja (Pesero) Medan dalam menyetujui klaim terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini tentunya akan melakukan penelitian untuk memperoleh data. Dalam hal ini akan digunakan metode penelitian yang bersifat normatif yaitu penelitian yang menganalisi hukum yang tertulis dan penelitian bersifat empiris yaitu penelitian lapangan.

Kesepakatan bersama yang dibuat oleh Kepolisian, Dinas Kesehatan, dan PT. Jasa Raharja (Persero), khusunya daerah Sumatera Utara, bertujuan agar seluruh data korban kecelakaan lalu lintas jalan terdata dengan baik sehingga penanganan terhadap korban atau ahli warisnya dalam hal pelayanan kesehatan dan pemberian santunan dapat terpenuhi. Tanggung jawab PT. Jasa Raharja (Persero) Medan dalam menyetujui klaim terhadap kecelakaan lalu lintas jalan raya pun dapat terlakasana karena pendataan kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan telah terdata dengan baik sehingga hak korban atau ahli warisnya dapat dipermudah untuk mendapatkan santunan dari PT. Jasa Raharja (Pesero) berdasarkan data yang telah diperoleh.

* Pembimbing I, Staf Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. * Pembimbing II, Staf Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. *** Mahasiswa Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.


(7)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia dalam menjalani kehidupannya dapat dihadapkan pada risiko-risiko, baik menyangkut harta benda maupun keselamatan hidupnya. Risiko berupa kecelakaan dapat terjadi karena kelalaian, kesalahan bahkan faktor lain diluar dugaan manusia. Kecelakaan selalu ingin dihindari oleh manusia karena dapat menyebabkan kerugian, baik dalam hal harta benda, kecacatan tubuh bahkan kematian.

Upaya untuk meminimalkan dan mengatasi kerugian yang terjadi akibat kecelakaan dibentuklah lembaga atau institusi yang mempunyai kemampuan untuk mengambil alih risiko pihak lain berupa lembaga asuransi, dalam hal ini adalah perusahaan-perusahaan asuransi.1 Berdasarkan Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (KUHD) dalam Pasal 246 menyebutkan bahwa : “Asuransi atau

pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung, mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena

sesuatu peristiwa yang tak tentu.”

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (selanjutnya disebut dengan UUP) menyebutkan bahwa :

1

Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 2001 , hal. 5.


(8)

“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan

pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :

1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.”

Perkembangan asuransi di masyarakat cukup pesat, dapat dilihat dari jenis jenis asuransi saat ini seperti asuransi kerugian, asuransi jiwa, asuransi sosial, dan asuransi varia yang diatur dalam berbagai undang-undang. 2

Asuransi yang bergerak di bidang sosial merupakan asuransi yang diwajibkan oleh undang-undang, bukan berdasarkan perjanjian para pihak. Pemerintah merupakan penyelenggara asuransi di bidang sosial yang didelegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) yang dikarenakan asuransi di bidang sosial merupakan jenis asuransi wajib (Compulsory Insurance) dimana dananya dihimpun dari masyarakat dan diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat.3

Asuransi sosial mengenai kecelakaan lalu lintas di Indonesia terdiri dari Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (selanjutnya disebut ASKEP) dan Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (selanjutnya disebut ASKEL). Kedua asuransi sosial tersebut diatur di dalam undang-undang yang berbeda tetapi diamanatkan oleh PT. Jasa Raharja (Persero).

2

Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, hal. 15.

3

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 214.


(9)

ASKEP diatur di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (selanjutnya disebut UU-DPWKP). Undang-undang ini di laksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksana Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (selanjutnya disebut PP-KKPDPWKP). Penumpang yang ditanggung oleh ASKEP adalah penumpang yang sah dari alat angkutan umum penumpang, seperti kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional. Oleh karena skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab perusahaan asuransi Jasa Raharja dalam menyetujui klaim terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya, maka penumpang yang dimaksud adalah penumpang yang sah dari alat angkutan penumpang umum yang beroperasi di jalan raya.

ASKEL diatur di dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (selanjutnya disebut UU-DKLLJ). Undang-undang ini dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (selanjutnya disebut PP-KKPDKLLJ)4

Penyelenggaraan ASKEP dan ASKEL dilaksanakan oleh pemerintah yang didelegasikan kepada PT Jasa Raharja (Persero) yang berdiri pada tanggal 28 Februari 1981 yang sebelumnya berbentuk Perusahaan Umum (Perum) Jasa Raharja.5 Perusahaan asuransi Jasa Raharja bertanggung jawab untuk memberikan santunan dana kecelakaan lalu lintas jalan kepada korban/ahliwaris kecelakaan

4

Ibid

5

Http:// jasaraharja.co.id/tentang-jasa-raharja/sejarah/ di akses tanggal, 10-03-2015, pukul, 12:09


(10)

lalu lintas jalan, baik dalam hal korban meninggal dunia, korban mendapat cacat tetap, korban mendapat perawatan dan pengobatan dokter, dan korban meninggal dunia yang tidak mempunyai ahli waris, kepada yang menyelenggarakan penguburan diberikan pengganti biaya-biaya penguburan.6 Besarnya santunan yang diberikan kepada korban maupun ahli warisnya berbeda-beda sesuai dengan akibat yang diderita si korban karena kecelakaan lalu lintas jalan tersebut.

Jumlah santunan yang diberikan kepada korban atau ahli warisnya berdasarkan UU-DPWKP diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.010/2008 tentang Besar Santunan Dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum Di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyeberangan, Laut dan Udara (selanjutnya disebut PMK 37/010/2008). Sedangkan berdasarkan UU-DKLLJ diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.010/2008 tentang Besar Santunan Dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (selanjutnya disebut PMK 36/010/2008).

Pemberian santunan kepada korban atau ahli warisnya dilakukan PT. Jasa Raharja (Persero) apabila unsur terjadinya kecelakaan lalu lintas tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam UU-DPWKP dan UU-DKLLJ. Korban atau ahli warisnya terlebih dahulu mengajukan klaim untuk mendapatkan santunan akibat dari kecelakaan lalu lintas dengan mengisi data-data dan formulir yang dibutuhkan.

6

Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan


(11)

Namun dalam kenyataannya, korban kecelakaan lalu lintas jalan khususnya di daerah Sumatera Utara masih sulit untuk menerima dana pertanggungjawaban dari perusahaan asuransi Jasa Raharja yang menyebabkan korban kecelakaan lalu lintas jalan mengajukan klaim asuransi kepada perusahaan asuransi lainnya. Sehingga dibentuklah kesepakan bersama antara Kepolisian daerah Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara Nomor : B/02/I/2015 Nomor : 440.000/302/I/2015 Nomor : P/1/SP/2015 Tentang Penanganan dan Pendataan Korban Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Penyelesaia n Santunan Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Secara Terpadu untuk menyelesaikan masalah tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan asuransi menurut hukum positif di Indonesia? 2. Bagaimana perjanjian asuransi kecelakaan lalu lintas antara PT. Jasa

Raharja (Persero) dengan korban kecelakaan lalu lintas?

3. Bagaimana tanggung jawab PT. Jasa Raharja (Persero) Medan dalam menyetujui klaim terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya?


(12)

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah sebagai tugas akhir dan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan asuransi menurut hukum Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana perjanjian asuransi kecelakaan lalu lintas antara PT. Jasa Raharja (Persero) dengan korban kecelakaan lalu lintas. 3. Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab PT. Jasa Raharja

(Persero) Cabang Medan dalam menyetujui klaim terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya.

Manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya terhadap ilmu pengetahuan hukum.

b. Diharapkan dapat memberikan referensi untuk pengembangan terhadap Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

c. Dapat memberikan gambaran tentang klaim Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.


(13)

a. Untuk mengembangkan pola pikir dan mengetahui kemampuan saya untuk menetapkan ilmu yang diperoleh.

b. Untuk memberikan masukan bagi pihak yang bersangkutan tentang manfaat dari Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui keaslian penelitian, penulis sebelumnya melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat dokumentasi dan informasi hukum/perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 23 Februari 2015 yang menyatakan tidak ada judul yang sama.

Surat tersebut dijadikan dasar bagi Ibu Windha, S.H., M.Hum dan Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Departeman Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menerima judul yang saya ajukan karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat dilingkungan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.


(14)

E. Tinjauan Kepustakaan

Adapun berbagai unsur yang termasuk dalam kajian penelitian penulis adalah sebagai berikut :

1. Pengertian Asuransi

Pasal 246 KUH Dagang menyatakan asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian di mana seorang penganggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian, karena kehilangan, kerusakan, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, dan yang akan dideritanya karena kejadian tidak pasti.7

Namun setelah UUP diberlakukan maka Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 1 ayat 1 UUP menyebutkan

bahwa : “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk ; memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

2. Perusahaan Perasuransi

7

Elsi Kartika Sari dan A. Simangungsong, Hukum dalam Ekonomi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 102.


(15)

Berdasarkan UUP dinyatakan perusahaan perasuransian adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi. Perusahaan Asuransi meliputi perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa. Perusahaan Asuransi Umum hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, termasuk reasuransi. Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, dan kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas.

Perusahaan Asuransi Syariah meliputi perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah. Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi kesehatan dan usaha asuransi kecelakaan diri yang berdasarkan prinsip syariah, termasuk usaha reasuransi syariah untuk risiko perusahaan asuransi umum syariah. Perusahaan asuransi jiwa syariah hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang usaha anuitas, usaha asuransi kesehatan, dan usaha asuransi kecelakaan diri yang berdasarkan prinsip syariah.

Perusahaan reasuransi dapat menyelenggarakan usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapai oleh perusahaan asurasnsi, perusahaan penjamin, atau perusahaan reasuransi lainnya. Perusahaan Pialang Asuransi dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi. Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili perusahaan


(16)

asuransi dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak reasuransi. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa penilaian kerugian atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada objek asuransi kerugian.

3. Perusahaan Asuransi Jasa Raharja (Persero)

Berdasarkan Akte Notaris Nomor 49 tanggal 28 Februari 1981, berdirilah Perusahaan Asuransi Jasa Raharja (Persero) yang sebelumnya berbentuk Perusahaan Umum (Perum). Hal ini dikarenakan terjadi kesulitan untuk melaksanakan UU-DPWKP yang dikarenakan masyarakat, baik dari pihak pemilik/pengusaha pengangkutan khususnya kendaraan bermotor dan para pengguna jasa angkutan penumpang umum yang menganggap hanya menambah beban mereka saja.

Pelaksanaan UU-DKLLJ tidak mengalami kesulitan khususnya dalam pemungutan sumbangan wajib dari para pemilik kendaraan bermotor karena dikaitkan dengan pengurusan STNK kendaraan bermotor. Pembayaran sumbangan wajib tersebut dibayarkan paling lama setiap akhir bulan Juni.

Setelah berbentuk PT (Persero), maka managemen dan teknis pemungutan iuran wajib dan sumbangan wajib disempurnakan sehingga Perusahaan Asuransi Jasa Raharja (Persero) dapat menjalankan kedua undang-undang tersebut dan peraturan pelaksanaannya.8

F. Metode Penelitian

8

Radiks Purba, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Djambatan, Jakarta, 1997, hal. 238


(17)

Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”;

namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan, sebagai berikut:9

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,

3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.

Terhadap pengertian metodologi, biasanya diberikan arti-arti, sebagai berikut:10

1. Logika dari penelitian ilmiah,

2. Studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, 3. Suatu sistim dari prosedur dan teknik penelitian.

Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian hukum yang digunakan meliputi:

1. Yuridis Normatif (penelitian perpustakaan/library research)

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menunjukkan perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya suatu penelitian. Sebenarnya suatu penelitian mutlak menggunakan kepustakaan sebagai sumber data sekuler. Di tempat inilah diperoleh hasil-hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang sangat berguna bagi mereka yang sedang melaksanakan penelitian. Penelitian dapat memilih dan menelaah bahan-bahan kepustakaan hukum yang diperlukan guna dapat memecahkan dan menjawab permasalahan pada penelitian yang dilaksanakan.11

9

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-PRESS, Jakarta, 2008, hal. 5

10

Ibid, hal. 5-6

11

Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal. 21


(18)

2. Yuridis Empiris (penelitian lapangan/field research)

Penelitian ini menunjukkan lapangan atau kancah adalah tempat para peneliti untuk mendapatkan data primer. Peneliti tidak seyogianya tidak hanya mencukupkan data sekunder yang telah diperoleh dari kepustakaan. Kelengkapan data sangat menentukan hasil penelitian yang diperoleh.12

Adapun metode penelitian lapangan (yuridis empiris) dilakukan dengan metode wawancara yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan pimpinan atau staf di PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Medan untuk mendapatkan informasi yang akurat, nyata, dan benar.

Berdasarkan fokus penelitiannya, penelitian hukum dibagi lai menjadi beberapa jenis, Abdulkadir Muhammad dalam bukunya membagi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris yang dibagi berdasarkan fokus penelitiannya. Lebih lanjut penjelasan mengenai jenis penelitian tersebut sebagai berikut :13

a. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji rangcangan undang-undang, pokok kajiannya adalahhukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setia orang, sehingga penelitian hukum normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum.

12

Ibid, hal. 21

13

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 52


(19)

b. Penelitian hukum empiris menggunakan studi kasus hukum empiris berupa perilaku hukum masyarakat, pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup masyarakat. Sumber data penelitian hukum empiris tidak bertolak pada hukum positif tertulis, melainkan hasil observasi di lokasi penelitian. G. Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan serta memahami pembahasan dalam penulisan skripsi ini dibuatlah rancangan sistematika yang memuat tentang beberapa pokok bahasan yang kemudian diuraikan menjadi beberapa bagian yang lebih khusus (sub-sub pokok bahasan). Secara sistematis skripsi ini terbagi atas 5 (lima) bab dan masing-masing bab terbagi lagi menjadi beberapa sub bab, dengan uraian sebagai berikut :

Bab I (Pendahuluan), berisi mengenai hal-hal yang bersifat umum, yaitu mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II (Pengaturan Asuransi Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian), berisi tentang pengaturan asuransi berdasarkan Undang-Undang Perasuransian yang dimulai dari ruang lingkup usaha perasuransian, pendirian usaha, penyelenggaraan usaha, serta pembubaran, likuidasi, dan kepailitan.


(20)

Bab III (Perjanjian Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Antara PT. Jasa Raharja (Persero) dengan Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) yang meliputi tentang asuransi kecelakaan lalu lintas berdasarkan hukum positif di Indonesia, polis asuransi kecelakaan lalu lintas PT. Jasa Raharja (Persero), para pihak yang ditanggung oleh PT. Jasa Raharja (Persero) dalam kecelakaan lalu lintas, dan kedudukan ahli waris dalam polis asuransi.

Bab IV (Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Medan Dalam Menyetujui Klaim Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Raya), akan dibahas seluruh rangkaian teoritis dari bab-bab sebelumnya yang dirangkai dengan data-data yang diperoleh dalam praktek atau lapangan, yaitu pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Medan. Di dalamnya dibahas mengenai pengajuan klaim kepada PT. Jasa Raharja (Persero), tanggung jawab PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Medan dalam menyetujui klaim terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya, serta pemberian santunan oleh PT. Jasa Raharja.

Bab V (Penutup), berisikan tentang kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dan sekaligus memberikan beberapa saran yang dianggap perlu yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.


(21)

BAB II

PENGATURAN ASURANSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN

A. Ruang Lingkup Usaha Perasuransian

Asuransi merupakan perjanjian timbal balik yang berarti masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang saling berhadap-hadapan sehingga dalam hubungannya dengan pemegang polis, disamping harus melaksanakan kewajibannya juga perlu memperoleh perlindungan untuk menuntut haknya. Adanya peraturan yang memadai dan mudah dipahami akan sangat membantu bagi pemegang polis. 14

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian khususnya pasal 1 ayat 1 huruf a dan b berbunyi :

“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi pemnerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :

a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil

pengelolaan dana”.

Perjanjian asuransi yang terjadi antara pihak tertanggung dan penanggung mengikatkan perjanjian tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak.

14

M. Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal. 5


(22)

Semakin besar risiko yang mungkin terjadi maka premi yang harus dibayarkan semakin besar. Polis asuransi menjadi tanda telah terjadinya suatu perjanjian antara pihak tertanggung dan penanggung. Namun, polis asuransi tidak dikenal di bidang asuransi sosial sebab asuransi sosial bersifat asuransi wajib.

Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong pembangunan nasional juga terjadi melalui pemupukan dana jangka panjang dalam jumlah besar yang selanjutnya menjadi sumber dana pembangunan. UUP mengamanatkan pengaturan lebih lanjut dalam lini usaha dan produk asuransi dan asuransi syariah serta pengaturan pengelolaan kekayaan dan kewajibannya kepada Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK).

Pengaturan ruang lingkup usaha perasuransian diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 5 UUP, pasal 2 mengatur tentang :

1. Perusahaan Asuransi Umum.

Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi umum dan usaha reasuransi. Usaha asuransi umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilanga n keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, termasuk lini asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri.


(23)

Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri. Usaha asuransi jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang m€emberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Berdasarkan mekanisme pengelolaan risikonya, lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri lebih tepat digolongkan sebagai usaha asuransi umum. Namun, mengingat objek asuransi yang dipertanggungkan menyangkut diri manusia, maka lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri dapat digolongkan sebagai usaha asuransi jiwa.

3. Perusahaan Reasuransi.

Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi. Usaha reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya.

Pasal 3 UUP mengatur tentang :

1. Perusahaan Asuransi Umum Syariah.

Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi umum syariah dan usaha reasuransi syariah. Usaha asuransi umum


(24)

syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakan diri yang berdasarkan prinsip syariah.

2. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah.

Hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri yang berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip Hukum Islam dalam kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Usaha asuransi jiwa syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah yang berguna untuk saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu.

3. Perusahaan Reasuransi Syariah.

Hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi syariah. Usaha reasuransi syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjamin syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya.


(25)

Usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi syariah berbeda dari usaha asuransi konvensional dan usaha reasuransi konvensional. Usaha asuransi dan usaha reasuransi yang dikelola secara konvensional menerapkan konsep trasnfer risiko, sedangkan usaha asuransi dan usaha reasuransi yang menganut prinsip syariah merupakan penerapan konsep berbagi risiko (risk sharing). Mengingat perbedaan konsep yang mendasari kedua penyelenggara usaha perasuransian ini, usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi syariah yang saat ini diperkenankan dalam bentuk unit di dalam perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional akan didorong untuk diselenggarakan oleh entitas terpisah.

Usaha asuransi yang menganut prinsip syariah lebih rinci lagi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah. Berdasarkan peraturan menteri keuangan ini dijelaskan asuransi berdasarkan prinsip syariah adalah usaha saling tolong menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana (dana tabarru’) yang dikelola sesuai dengan prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.

Sedangkan dalam Pasal 4 UUP mengatur tentang perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi. Perusahaan pialang asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pialang asuransi. Usaha pialang asuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan


(26)

penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung, atau peserta.

Perusahaan pialang reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pialang reasuransi yaitu usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi syariah serta penangangan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah yang melakukan penempatan reasuransi atau reasuransi syariah. Perusahaan penilai kerugian asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha penilaian kerugian asuransi yaitu usaha jasa penilaian klaim dan/atau jasa konsultasi atas objek asuransi.

Ruang lingkup usaha asuransi umum, asuransi jiwa, asuransi umum syariah, dan asuransi jiwa syariah dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang berupa penambahan manfaat yang besarnya didasarkan pada hasil pengelolaan dana dengan ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan OJK. Hal ini tercantum dalam Pasal 5 UUP.

B. Pendirian Usaha

1. Bentuk Badan Hukum Perusahaan Perasuransian

Menurut R. Subekti pengertian badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat, atau menggugat


(27)

di depan hakim. Sedangkan menurut Rochmat Soemitro badan hukum ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.15

Badan hukum memiliki beberapa bentuk, di antaranya adalah perseroan terbatas, koperasi, dan yayasan. Bentuk perusahaan perasuransian di Indonesia

saat ini termuat dalam Pasal 6 ayat 1 UUP berbunyi “Bentuk badan hukum

penyelenggara usaha perasuransian adalah : perseroan terbatas, koperasi, atau usaha bersama yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan” dan usaha bersama tersebut dinyatakan sebagai badan hukum berdasarkan undang-undang dan ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum usaha bersama diatur dalam peraturan pemerintah. Perusahaan perasuransian paling banyak ditemukan di Indonesia adalah berbentuk perseroan terbatas, seperti PT. Asuransi Jiwasraya, PT. Asuransi ABRI (ASABRI), PT. Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI), PT. Asuransi Jasa Indonesia (JASINDO), PT. Asuransi Jasa Raharja, PT. Askrindo, PT. Reasuransi Umum Indonesia (RUI), PT. Taspen (Persero).

Pihak yang bermaksud menyelenggarakan usaha asuransi berbentuk badan hukum usaha bersama baru didorong untuk menjadi berbentuk koperasi dengan pertimbangan kejelasan tata kelola dan prinsip usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang paling lama tiga tahun.16 Permasalahan yang terjadi kepada perusahaan asuransi yang berbentuk badan hukum usaha bersama pernah terjadi terhadap Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912. Hal ini dikarenakan adanya putusan

15

www.jurnalhukum.com/pengertian-badan-hukum/ diakses pada 27 April 2015 pukul 10:04 WIB

16

www.ojk.go.id siaran pers undang-undang perasuransian baru akan percepat perkembangan industri asuransi diakses pada 27 April 2015 pukul 10:57 WIB


(28)

Mahkamah Konstitusi terhadap bentuk badan hukum usaha bersama di bidang perasuransian yang bertentangan dengan Pasal 28D (1) UUD 1945 yang menimbulkan perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum karena perusahaan asuransi yang berbadan hukum perseroan dan koperasi telah memperoleh kepastian hukum dengan adanya undang-undang yang mengatur khusus untuk itu.17

2. Perizinan usaha

Izin usaha merupakan suatu bentuk persetujuan atau pemberian izin dari pihak berwenang atas penyelenggaraan suatu kegiatan usaha oleh seorang pengusaha atau suatu perusahaan. Agar kegiatan usaha berjalan dengan lancar, maka setiap perusahaan wajib mengurus dan memiliki izin usaha dari instansi pemerintah yang sesuai dengan jenis bidang usahanya.

Perizinan usaha dalam mendirikan suatu perusahaan sangatlah penting sebab izin usaha yang diperoleh merupakan langkah awal dalam mendirikan suatu perusahaan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti cacat administrasi. Begitu juga dalam hal pendirian usaha perasuransian dimana proses untuk mendirikan usaha peransuransian tersebut memerlukan izin yang didapatkan dari OJK.

Persyaratan mengenai izin usaha perasuransian diatur dalam UUP dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Dalam memperoleh izin usaha tersebut terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi mengenai :

17

www.kompasiana.com/post/read/646109/1/badan-hukum-usaha-bersama-mutual-pasca-putusan-mahkamah-konstitusi.html diakses pada 27 April 2015 pukul 11:16 WIB


(29)

a) Anggaran dasar

Unsur-unsur yang harus terdapat dalam anggaran dasar suatu perusahaan perasuransian meliputi maksud dan tujuan pendirian suatu perusahaan hanya untuk menjalankan salah satu jenis usaha perasuransian serta perusahaan tidak memberikan pinjaman kepada pemengang saham. Pada anggaran dasar juga harus dinyatakan secara tegas jenis usaha perasuransian apa yang akan dijalankan dan harus dibuat dihadapan notaris.

b) Susunan organisasi

Susunan organisasi perusahaan perasuransian sekurang-kurangnya meliputi fungsi-fungsi sebagai berikut :

1) Bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan risiko,fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi pelayanan.

2) Bagi perusahaan pialang asuransi dan perusahaan reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan.

3) Bagi perusahaan agen asuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, dan perusahaan konsultan aktuaria, yaitu fungsi teknis sesuai dengan bidang jasa yang diselenggarakannya.

c) Modal disetor

Persyaratan modal yang disetor bagi perusahaan asuransi sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan modal yang disetor bagi perusahaan reasuransi sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar


(30)

rupiah). Namun jika dalam suatu pendirian perusahaan perasuransian, kepemilikan saham pihak asing melalui penyertaan langsung paling banyak 80% (delapan puluh per seratus).

d) Dana jaminan

Dana jaminan adalah kekayaan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang merupakan jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan pemegang polis, tertanggung, atau peserta dalam hal perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dilikuidasi. Dana jaminan perusahaan perasuransian ditetapkan oleh OJK dalam bentuk dan jumlah yang harus sesuai dengan perkembangan usaha dengan ketentuan tidak kurang dari yang dipersyaratkan pada awal pendirian. Dana jaminan ini dilarang untuk diagunkan ataupun dibebani dengan hak-hak apa pun tetapi dapat dipindahkan atau dicairkan hanya setelah mendapat persetujuan dari OJK. e) Kepemilikan

Kepemilikan perusahaan perasuransian di Indonesia diatur dalam Pasal 7 UUP berisi perusahaan perasuransian hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang secara langsung atau tidak langsung sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia bersama-sama dengan warga negara asing atau badan hukum asing yang merupakan perusahaan perasuransian yang memiliki usaha sejenis atau perusahaan


(31)

induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang usaha perasuransian yang sejenis. Warga negara asing yang dapat menjadi pemilik perusahaan perasuransian hanya melalui transaksi di bursa efek. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria badan hukum asing dan kepemilikan badan hukum asing dalam perusahaan perasuransian diatur dalam peraturan pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian menyatakan bahwa perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dimungkinkan untuk melakukan perubahan kepemilikan melampaui batas kepemilikan sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (2) pada saat pendirian perusahaan, kepemilikan saham pihak asing melalui penyertaan lanngsung dalam perusahaan perasuransian paling banyak 80% (delapan puluh per seratus). Namun tidak mengubah ketentuan jumlah modal yang telah disetor oleh pihak Indonesia. Setiap perubahan atas kepemilikan perusahaan perasuransian harus dilaporkan kepada menteri keuangan.

f) Kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan pengendali

g) Kemampuan dan kepatutan direksi dan dewan komisaris atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan auditor internal


(32)

Setiap anggota dewan komisaris dan pengurus perusahaan perasuransian tidak boleh pernah melakukan tindakan tercela di bidang perasuransian dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang perasuransian dan perekonomian, serta memiliki akhlak dan moral yang baik. Sekurang-kurangnya setengah dari jumlah anggota pengurus harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang penggelolaan risiko. Pengurus diluar jabatan komisaris tidak diperkenankan untuk merangkap jabatan pada perusahaan lain.

h) Tenaga ahli

Memperkerjakan tenaga ahli harus sesuai dengan bidang usahanya dalam jumlah yang memadai untuk mengelolah kegiatan usahanya. Pengelolaan perusahaan perasuransian ini sekurang-kurangnya harus didukung dengan sistem pengembangan sumber daya manusia, sistem administrasi, dan sistem pengelolaan data.

i) Kelayakan rencana kerja

j) Kelayakan sistem manajemen risiko k) Produk yang akan dipasarkan

l) Perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan kebijakan pengalihan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha

m) Infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan kepada OJK

n) Konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung pihak asing; dan


(33)

o) Hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha yang sehat.

Setelah seluruh persyaratan untuk memperoleh izin usaha perusahaan perasuransian tersebut dipenuhi barulah izin usaha dapat dimiliki oleh setiap perusahaan perasuransian dan dapat menjalankan usahanya.

Namun ada ketentuan khusus mengenai izin usaha pada perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah yang di atur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003 Tentang Perizinan Usaha dan Kelembangaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Pasal 4 ayat (3) yang menyatakan pendirian atau konversi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah harus menyampaikan bukti pendukung bahwa tenaga ahli yang dipekerjakan memiliki keahlian di bidang asuransi dan atau ekonomi syariah, bukti pengesahan Dewan Syariah Nasional tentang penunjukan anggota Dewan Pengawas Syariah Perusahaan, bukti pengesahan Dewan Pengawas Syariah Perusahaan atas produk asuransi yang akan dipasarkan, pedoman pelaksanaan manajemen keuangan sesuai syariah yang sekurang-kurangnya mengatur mengenai penempatan investasi baik batasan jenis maupun jumlah, pedoman penyelenggaraan usaha sesuai syariah yang sekurang-kurangnya mengatur mengenai penyebaran risiko, bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana bagi konversi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

Penyetujuan atau penolakan izin usaha Perusahaan Perasuransian oleh OJK paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara


(34)

lengkap dan apabila OJK menolak permohonan izin usaha Perusahaan Perasuransian, penolakan harus dilakukan secara tertulis dan disertai dengan alasan penolakannya.

C. Penyelenggaraan usaha

Penataan lembaga-lembaga keuangan agar mampu melaksanakan fungsi dan tugasnya masing-masing merupakan langkah awal untuk tercapainya peningkatan pelaksanaan pembangunan nasional yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia usaha dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan termasuk memperluas kesempatan berusaha atau menambah lapangan pekerjaan. Untuk memperkuat pelaksanaan penyelenggaraan perusahaan perasuransian perlu diberikan kesempatan yang luas kepada setiap pihak yang ingin melakukan usaha di bidang perasuransian tersebut yang dilakukan secara sehat, bertanggung jawab, dan tidak mengabaikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kepentingan tertanggung atau pemegang polis.

Unsur-unsur penyelenggaraan usaha perasuransian yang terdapat pada UUP terdiri atas :

1. Tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan perasuransian

Bagi perusahaan perasuransian wajib menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dalam menyelenggarakan usahanya yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 2/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Prinsip tata kelola yang baik bagi perusahaan perasuransian meliputi keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),


(35)

pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency), kesetaraan dan kewajaran (fairness).

Penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan asuransi bertujuan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan perasuransian bagi pemangku kepentingan khususnya pemegang polis, tertanggung, peserta dan/atau pihak yang berhak memperoleh manfaat, meningkatkan pengelolaan perusahaan perasuransian secara profesional, efektif, dan efisien, meningkatkan kepatuhan organ perusahaan perasuransian dan dewan pengawas syariah serta jajaran di bawahnya agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi pada etika yang tinggi, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan kesadaran atas tanggung jawab sosial perusahaan perasuransian terhadap pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan, mewujudkan perusahaan perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif, dan meningkatkan kontribusi perusahaan perasuransian dalam perekonomian nasional. Perusahaan perasuransian wajib melaksanakan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap pelaksanaan kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi sekurang-kurangnya harus diwujudkan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris, pelaksanaan tugas satuan kerja dan komite yang menjalankan fungsi intern perusahaan perasuransian, penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal, penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendali intern, penerapan kebijakan remunerasi, rencana strategis perusahaan perasuransian, dan transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan perusahaan perasuransian.


(36)

2. Syarat dan tata cara penilaian kemampuan bagi pengurus perusahaan perasuransian

Pasal 12 UUP menyebutkan anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, anggota dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal dan pengendali setiap saat wajib memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan. Mengenai persyaratan kemampuan dan kepatutan diatur lebih lanjut dalam Peraturan OJK Nomor 4/POJK.05/2013 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Pada Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan, dan Perusahaan Penjamin. Pihak Utama dalam perusahaan perasuransian meliputi anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas syariah, anggota badan perwakilan anggota, pemegang saham pengendali, tenaga ahli, dan tenaga kerja asing harus lulus penilaian kemampuan dan kepatutan sebelum menjalankan tugas dan fungsinya yang dilakukan pada saat dicalonkan sebagai pihak utama, saat berakhirnya jangka waktu berlakunya penetapan kelulusan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan, atau setiap waktu dalam rangka penilaian kembali kemampuan dan kepatutan. Penilaian kemampuan dan kepatutan yang dilakukan kepada pihak yang dicalonkan sebagai pihak utama dikecualikan ketika calon pihak utama tersebut merupakan orang yang sama pada keperiodean kepengurusan pihak utama sebelumnya.18

3. Pengendali pada perusahaan perasuransian

18

Peraturan OJK Nomor 4/POJK.05/2013 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Pada Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan, dan Perusahaan Penjamin.


(37)

Pengendali adalah pihak yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai kemampuan untuk menentukan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi atau dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama dan/atau mempengaruhi tindakan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi atau dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama. Penetapan pengendali diperlukan agar OJK dapat menentukan pihak yang dimintai pertanggungjawaban, selain direksi dan komisaris, apabila terjadi kegagalan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pemegang polis, tertanggung, atau peserta akibat pengaruh pihak pengendali tersebut dalam pengelolaan perusahaan. Pada perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib menetapkan paling sedikit seorang pengendali tetapi ketika perusahaan perasuransian tersebut belum menetapkan pengendali lainnya maka OJK berwenang dalam menetapkan pengendali diluar pengendali yang ditetapkan perusahaan perasuransian. Penetapan pengendali maupun perubahan pengendali yang dilakukan oleh perusahaan perasuransian harus dilaporkan kepada OJK. Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh pihak dalam pengendaliannya. Ketika pihak yang ditetapkan sebagai pengendali hendak diberhentikan harus memperoleh persetujuan dari Otoritas Keuangan. Persetujuan ini diperlukan agar pihak yang tidak lagi menjadi pengendali dipastikan tidak lagi memiliki kewajiban untuk ikut bertanggung jawab atas kerugian perusahaan asuransi, perusahaan asuransi


(38)

syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh pihak yang sebelumnya berada dalam pengendaliannya.

4. Pemegang saham pengendali

Pasal 16 UUP menjelaskan setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali pada 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa, 1 (satu) perusahaan asuransi umum, 1 (satu) perusahaan reasuransi, 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa syariah, 1 (satu) perusahaan asuransi umum syariah, dan 1 (satu) perusahaan reasuransi syariah. Namun ketentuan tersebut tidak berlaku ketika pemegang saham pengendali adalah Negara Republik Indonesia, hal ini disebabkan agar negara dapat memiliki dan/atau mengendalikan lebih dari satu perusahaan dengan usaha sejenis dalam rangka menyediakan jasa asuransi bagi kelompok masyarakat tertentu atau daerah tertentu, menjadi perintis kegiatan usaha asuransi yang belum dapat dilaksanakan oleh pihak swasta, atau menyelenggarakan kemanfaatan umum lain yang strategis bagi masyarakat.

Direktur Pengaturan Penelitian dan Pengembangan Industri Keuangan Non Bank (INKB) OJK, Yusman, mengatakan ketentuan mengenai sahak pengendali mengatur bahwa setiap pihak yang dapat menjadi pemegang saham pengendali pada satu perusahaan perasuransian sejenis, jika pemegang saham pengendali memiliki lebih dari satu perusahaan perasuransian maka wajib menyesuaikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian paling lama tiga tahun lamanya setelah undang-undang tersebut diundangkan. Selain mengenai besaran saham pengendali, isu yang akan dibahas oleh OJK terkait dengan hubungan atau afiliasi antara pemegang saham.


(39)

Keterkaitan antara pemegang saham ini penting untuk menentukan agar pemegang saham pengendali tersebut mudah dilacak oleh regulator. 19

5. Tenaga ahli

Tenaga ahli adalah orang perseorangan yang memiliki kualifikasi dan/atau keahlian tertentu dan ditunjuk sebagai tenaga ahli pada perusahaan perasuransian, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, atau perusahaan penjamin tempatnya bekerja. Perusahaan perasuransain wajib memperkerjakan tenaga ahli dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang dieselenggarakannya, dalam rangka memastikan penerapan manajemen asuransi yang baik. Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib memperkerjakan aktuaris dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya, untuk secara independen dan sesaui dengan strandar praktik yang berlaku mengelola dampak keuangan dan risiko yang dihadapi perusahaan.

Tenaga ahli pada perusahaan perasuransian wajib memenuhi kriteria penilaian kemampuan dan kepatutan berdasarkan permohonan tertulis dari direksi kepada OJK. Permohonan tertulis tersebut harus disertai dokumen sebagai berikut ; daftar riwayat hidup yang dilampiri fotokopi KTP atau paspor yang masih berlaku; fotokopi NPWP; surat keterangan pengalaman bekerja; dan 2 (dua)

19

www.hukumonline.com/berita/baca/lt54bdf9f8b863c8/ojk-godok-aturan-saham-pengendali-di-perusahaan-asuransi diakses pada 04 Mei 2015 pukul 11:00 WIB.


(40)

lembar pas foto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm serta surat pernyataan dari tenaga ahli.20

6. Kerjasama perusahaan perasuransian

Perusahaan perasuransian dapat bekerja sama dengan pihak lain yang memliki izin untuk menjalankan usahanya dari pihak yang berwenang dalam rangka memperoleh bisnis atau melaksanakannya sebagai fungsi dalam penyelenggaraan usaha perasuransian yang wajib menerapkan standar seleksi dan akuntabilitas dalam melaksanakan kerja sama terhadap pihak lainnya. Salah satunya kerjasama yang dilakukan perusahaan perasuransian dengan pihak bank dalam hal aktivitas pemasaran yang disebut bancassurance.

Bancassurance adalah aktivitas kerjasama antara pihak perusahaan perasuransian dengan bank dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui bank. Aktivitas kerjasama ini diklarifikasikan dalam 3 (tiga) model bisnis yaitu : referensi, kerjasama distribusi, dan integrasi produk. Bank yang melakukan bancassurance harus mematuhi ketentuan terkait yang berlaku di bidang perbankkan dan perasuransian, antara lain ketentuan terkait dengan manajemen risiko, rahasia bank, transparansi informasi produk, dan ketentuan otoritas pengawas perasuransian terutama yang terkait dengan bancassurance21.

7. Kesehatan keuangan perusahaan perasuransian

Sesuai Pasal 19 UUP yang menyatakan bahwa dalam melakukan penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,

20

Pasal 9 ayat 5 Peraturan OJK Nomor 4/POJK.05/2013 Tentang Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Pada Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan, dan Perusahaan Penjamin.

21


(41)

perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib mematuhi ketentuan mengenai kesehatan keuangan, wajib melakukan evaluasi secara berkala terhadap kemampuan dana asuransi atau dana tabarru’ untuk memenuhi klaim atau kewajiban lain yang timbul dari polis, wajib merencanakan dan menerapkan metode mitigasi risiko untuk menjaga kesehatan keuangannya. Ketentuan mengenai kesehatan keuangan perusahaan perasuransian konvensional diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sedangkan untuk perusahaan perasuransian dengan prinsip syariah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

8. Dana jaminan

Dana jaminan dibentuk untuk memberikan jaminan atas penggantian sebagian atau seluruh hak pemegang polis dalam hal perusahaan harus dilikuidasi. Dengan demikian dana jaminan merupakan bagian dari upaya melindungi pemegang polis. Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib untuk membentuk dana jaminan dalam bentuk dan jumlah yang ditetapkan oleh OJK. Dana jaminan yang ditetapkan harus disesuakan jumlahnya dengan perkembangan usaha namum tidak kurang dari yang dipersyaratkan pada awal pendirian, tidak boleh diagunkan atau dibebani dengan hak apapun, hanya dapat dipindahkan atau dicairkan setelah memperoleh izin dari OJK. Pada umumnya perkembangan usaha mengakibatkan bertambahnya kewajiban perusahaan kepada pemegang polis, hal ini juga berarti


(42)

bertambah besar hak pemegang polis yang perlu dijamin pengembaliannya jika perusahaan dilikuidasi.

9. Kekayaan dan kewajiban

Kekayaan dan kewajiban yang terkait antara hak pemegang polis dengan kekayaan dan kewajiban yang lain dari perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib dipisahkan. Khusus untuk perusahaan asuransi jiwa syariah kekayaan dan kewajiban peserta untuk keperluan saling menolong dalsam menghadapi risiko wajib dipisahkan dari kekayaan dan kewajiban peserta untuk keperluan investasi. Untuk menginvestasikan kekayaan pemegang polis, perusahaan perasuransian wajib menerapkan prinsip kehatia-hatian dan kesesuaian antara kekayaan dan kewajiban. Pemisahaan kekayaan dan kewajiban dilaksanakan dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara pengembangan usaha dan perlindungan konsumen.

10.Laporan, informasi, data, dan dokumen

Perusahaan perasuransian wajib menyampaikan laporan, informasi, data, dan dokumen kepada OJK. Penyampaian laporan tersebut dapat dilakukan melalui sistem data elektronik. Laporan yang wajib disampaikan kepada OJK antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan usaha, dan laporan program dukungan reasuransi otomatis. Namun laporan tertentu dan hasil analisis atas laporan tersebut tidak dapat dibuka oleh OJK kepada pihak lain, kecuali kepada ; polisi dan jaksa untuk kepentingan penyidikan, hakim untuk kepentingan peradilan, pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan, Bank Indonesia untuk kepentingan


(43)

tugasnya, atau pihak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib mengumumkan posisi keuangan, kinerja keuangan, dan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional dan media elektronik. Informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan risiko yang dihadapi perusahaan asuransi wajib disediakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan keuangan yang telah diaudit wajib diumumkan paling lama 1 (satu) bulan setelah batas waktu penyampaian laporan keuangan kepada OJK.

11.Pialang asuransi, pialang reasuransi, dan Agen asuransi

Pialang asuransi, pialang reasuransi, dan agen asuransi wajib terdaftar di OJK dan wajib memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup serta memiliki reputasi yang baik. Tugas pialang asuransi memberi rekomendasi atau mewakili pemegang polis dalam melakukan penutupan asuransi atau asuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim. Tugas pialang reasuransi untuk memberikan rekomendasi atau mewakili perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam melakukan penutupan reasuransi atau reasuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim. Sedangkan agen asuransi, orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili perusahaan asuransi tersebut dalam memasarkan produk asuransinya.


(44)

12.Premi atau kontribusi

Premi atau kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh pemegang polis kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah atau dapat dibayarkan melalui agen asuransi dan perusahaan pialang asuransi. Agen asuransi hanya dapat menerima pembayaran premi atau kontribusi dari pemegang polis setelah mendapatkan persetujuan dari perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah. Premi atau kontribusi yang dibayarkan melalui agen asuransi harus diserahkan kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah dalam jangka waktu yang diatur dalam Peraturan OJK. Jika agen asuransi tidak menyerahkan pembayaran premi atau kontribusi pemegang polis, perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang timbul. Agen berhak memperoleh imbalan jasa keperantaraan dari perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah setelah menerima premi atau kontribusi.

Premi atau kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah kepada perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah, atau dapat dibayarkan melalui perusahaan pialang reasuransi. Premi atau kontribusi yang dibayar melalui perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi harus diserahkan kepada perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam jangka waktu yang diatur dalam Peraturan OJK. Namun jika dalam waktu yang ditentukan premi atau kontribusi yang dibayar melaui perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi tidak diserahkan kepada


(45)

perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah maka perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim dan kerugian yang timbul dari berakhirnya jangka waktu tersebut. Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi berhak memperoleh imbalan jasa keperantaraan dari pemegang polis.

13.Penutupan asuransi

Perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi atau penutupan asuransi syariah pada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah yang merupakan afiliasi dari pialang asuransi atau perusahaan pialang asuransi yang bersangkutan. Perusahaan pialang reasuransi dilarang menempatkan penutupan reasuransi atau penutupan reasuransi syariah pada perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah yang merupakan afiliasi dari pialang reasuransi atau perusahaan pialang reasuransi yang bersangkutan. Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi bertanggung jawab atas tindakan pialang asuransi dan pialang reasuransi yang memberikan rekomendasi kepada pemegang polis terkait penutupan asuransi atau penutupan reasuransi.

14.Penanganan klaim dan keluhan

Agen asuransi, pialang asuransi, pialang reasuransi, dan perusahaan perasuransian wajib menerapkan segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan dalam melayani atau bertransaksi dengan pemegang polis serta wajib memberikan informasi yang benar, tidak palsu, dan/atau tdak menyesatkan kepada pemegang


(46)

polis mengenai risiko, manfaat, kewajiban dan pembebanan biaya terkait dengan produk asuransi atau produk asuransi syariah yang ditawarkan. Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi wajib menangani klaim dan keluhan melalui proses yang cepat, sederhana, mudah diakses, dan adil. Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim.

15.Kebijakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan pialang asuransi wajib menerapkan kebijakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Agar kebijakan anti pencuci uang dan pencegahan pendanaan terorisme perusahaan asuransi tersebut wajib mendapatkan informasi yang cukup mengenai calon pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak lain yang terkait dengan penutupan asuransi atau asuransi syariah.

D. Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan

Pembubaran, likuidasi, dan kepailitan perusahaan perasuransian diatur dalam BAB X UUP.


(47)

Perusahaan perasuransian yang menghentikan kegiatan usahanya wajib terlebih dahulu melaporkan rencana penghentian kegiatan usaha kepada OJK yang terlebih dahulu harus menyelesaikan seluruh kewajibannya. Setelah seluruh kewajibannya diselesaikan maka OJK mencabut izin usaha perusahaan perasuransian yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian kegiatan usaha dan penyelesaian kewajiban perusahaan perasuransian diatur dalam Peraturan OJK yang meliputi adaya transfer portofolio pertanggungan atau pengembalian hak pemegang polis atau tertanggung sebelum perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi tersebut menghentikan kegiatan usahanya.

Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi dan usaha bersama, dan pegawai perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dilarang untuk mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, menggunakan kekayaan, melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset, atau menurunkan nilai aset perusahaan asuransi tersebut sejak dicabut izin usahanya. Perusahaan perasuransian yang telah dicabut izin usahanya wajib menghentikan seluruh kegiatan usahanya.

2. Likuidasi

Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang dicabut izin usahanya wajib menyelenggarakan rapat umum pemegang saham atau yang setara dengan rapat umum pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha


(48)

bersama paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dicabutnya izin usaha perusahaan asuransi tersebut untuk memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan yang bersangkutan dan membentuk tim likuidasi. Apabila dalam jangka waktu tersebut rapat umum pemegang saham atau yang setara dengan rapat umum pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama tidak diselenggarakan atau tidak berhasil memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan dan tidak berhasil membentuk tim likuidasi maka OJK berhak untuk memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan dan membentuk tim likuidasi, mendaftarkan dan memberitahukan pembubaran badan hukum perusahaan kepada instansi yang berwenang serta mengumumkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas, memerintahkan tim likuidasi melaksanakan likuidasi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perasuransian, dan memerintahkan tim likuidasi melaporkan hasil pelaksanaan likuidasi. Likuidasi perusahaan perasuransian yang telah dicabut izin usahanya perlu segera dilakukan untuk melindungi kepentingan pemegang polis atau tertanggung.

Tanggung jawab dan kepengurusan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam hal likuidasi dilaksanakan oleh tim likuidasi setelah terbentuk tim likuidasi. Tim likuidasi berwenang untuk mewakili perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi dalam segala hal yang berkaitan dengan penyelesaian hak dan kewajiban perusahaan asuransi tersebut. Ketentuan lebih lanjut mengenai likuidasi


(49)

perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah diatur dalam Peraturan OJK yang meliputi; mekanisme pembubaran badan hukum perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; jumlah anggota tim likuidasi; penghasilan tim likuidasi; tata cara pelaksanaan likuidasi; jangka waktu likuidasi; pengawasan pelaksanaan likuidasi oleh OJK; tata cara pengalihan aset dan kewajiban perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; dan pertanggungjawaban tim likuidasi.

Direksi dan dewan komisaris atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama setelah dibentuknya tim likuidasi pada perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuansi syariah tidak memiliki kewenangan sebagai direksi dan dewan komisaris atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama dalam hal likuidasi. Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, dan pegawai perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah wajib memberikan data, informasi, dan dokumen yang diperlukan oleh tim likuisdasi dan dilararang menghambat proses likuidasi.

Seluruh biaya pelaksanaa likuidasi yang tercantum dalam daftar biaya likuidasi menjadi beban aset perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,


(50)

perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi dan dikeluarkan terlebi dahulu dari setiap hasil pencairannya. Setelah dilakukan pembayaran atas seluruh kewajiban perusahaan asuransi tersebut masih terdapat sisa hasil likuidasi maka sisa hasil likuidasi itu merupakan hak pemegang saham atau yang setara dengan pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama. Apabila dalam jangka 2 (dua) tahun sejak proses likuidasi selesai terdapat tagihan yang berasal dari sisa hasil likuidasi diajukan melalui OJK kepada pemegang saham atau yang setara dengan pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama dan tagihan tersebut dibebankan pada sisa hasil likuidasi. Tagihan tersebut diajukan melalui OJK bertujuan agar memudahkan proses penagihan namun OJK tidak melakukan verifikasi terhadap tagihan tersebut.

Tim likuidasi yang dibentuk harus bertindak adil dan objektif dalam melaksanakan tugasnya. Ketika terjadi benturan kepentingan antara pemegang saham atau yang setara dengan pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama dengan pemegang polis, tertanggung atau peserta, tim likuidasi harus mengutamakan kepentingan pemegang polis, tertanggung atau peserta.

3. Kepailitan

Sejalan dengan ruang lingkup tugas OJK yang berfungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, maka kewenangan pengajuan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan


(51)

reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang semula dilakukan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang beralih menjadi kewenangan OJK.

Tata cara dan persyaratan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kreditor menyampaikan permohonan kepada OJK untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit ke pengadilan niaga. Permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tidak dapat diajukan dalam rangka mengeksekusi putusan pengadilan. OJK menyetujui atau menolak permohonan yang disampaikan oleh kreditor paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Ketika OJK menolak permohonan yang disampaikan oleh kreditor, penolakan tersebut harus dilakukan secara tertulis dengan disertai alasannya.

Hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta atas pembagian harta kekayaan mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada hak pihak lainnya ketika perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dipailitkan atau dilikudasi. Pada perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional dikenal istilah dana asuransi. Dana asuransi adalah kumpulan dana yang berasal dari premi yang dibentuk untuk memenuhi kewajiban yang timbul dari polis yang diterbitkan atau dari klaim


(52)

asuransi. Ketika perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional dipailitkan atau dilikuidasi maka pembagian dana asuransi harus terlebih dahulu digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi. Apabila terjadi kelebihan dana asuransi setelah dana asuransi tersebut digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lainnya yang berhak atas manfaat asuransi, maka pihak ketiga yang berhak atas kelebihan dana asuransi tersebut. Pada perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah

dikenal istilah dana tabarru’. Dana tabarru’ adalah kumpulan dana yang berasal

dari kontribusi para peserta yang mekanisme penggunaanya sesuai dengan perjanjian asuransi syariah dan perjanjian reasuransi syariah. Ketika perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah dipailitkan atau

dilikuidasi maka dana tabarru’ dan dana investasi peserta tidak dapat digunakan


(1)

Santunan yang diberika PT. Jasa Raharja (Persero) Medan tersebut diberikan kepada korban atau ahli warisnya melalui rekening BRI si korban atau ahli warisnya. Namun untuk jumlah tertentu dibayarkan cash. Hal ini dilakukan demi kenyamanan dan keamanan para pihak. Khusus untuk biaya perawatan dan pengobatan, pihak PT. Jasa Raharja (Persero) Medan tidak memberikannya langsung kepada si korban melainkan membayarkan langsung ke rumah sakit/ tempat si korban mendapat perawatan dan pengobatan berdasarkan kuitansi yang sah.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

1. Pengaturan asuransi berdasarkan hukum positif di Indonesia dewasa ini diatur di dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang berbunyi :

“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung, mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena sesuatu peristiwa yang tak tentu” dan di dalam Pasal 1 ayat (1) UUP yang berbunyi :

“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.”

2. Perjanjian asuransi kecelakaan lalu lintas antar PT. Jasa Raharja (Persero) dengan korban kecelakaan lalu lintas berdasarkan iuran wajib yang dibayarkan penumpang yang sah dari angkutan penumpang umum berdasarkan ketentuan UU-DPWKP dan sumbangan wajib yang dibayarkan


(3)

pemilik/pengusaha alat angkutan lalu lintas bersamaan dengan pengurusan STNK berdasarkan ketentuan UU-DKLLJ.

3. PT. Jasa Raharja (Persero) bertanggung jawab dalam menyetujui klaim kecelakaan lalu lintas jalan raya apabila unsur-unsur penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan raya tersebut sesuai dengan ketentuan undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengaturnya. Ketika klaim disetujui oleh PT. Jasa Raharja (Persero) maka korban atau ahli warisnya berhak memperoleh santunan.

B.Saran

1. Sosialisai mengenai adanya asuransi kecelakaan lalu lintas dari PT. Jasa Raharja (Persero) perlu ditingkatkan agar setiap masyarakat, khususnya yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas, dapat memperoleh haknya atas santunan yang diberika PT. Jasa Raharja (Persero).

2. PT. Jasa Raharja (Persero) dalam menjalankan tugasnya perlu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti prinsip jemput bola yang sudah diterapkan. Serta kesepakatan yang dibuat oleh pihak Kepolisian, Dinas Kesehatan, dan PT. Jasa Raharja (Persero) khususnya daerah Sumatera Utara dapat benar-benar dilaksankan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, baik si korban atau ahli warisnya dan PT. Jasa Raharja (Persero).


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku :

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2003.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2004.

___________________. Asuransi Deposito Usaha Perasuransian. Bandung: Penerbit Alumni. 1993.

Prakoso, Djoko. Hukum Asuransi Indonesia . Jakarta: Rineka Cipta. 2004. Sari, Kartika Elsi. Simangunsong, A. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta: PT

Gramedia Widiasarana Indonesia. 2008.

Darmawi, Herman. Mana jemen Asuransi. Jakarta: Bumi Aksara. 2000. Wardana, Wahyu Kun. Hukum Asuransi Proteksi Kecelakaan Transportasi.

Bandung: CV. Mandar Maju. 2009.

Sastrawidjaja, Suparman M. Endang. Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian. Bandung: Penerbit Alumni. 1993.

Purba, Radiks. Memahami Asuransi di Indonesia. PPM. Seri Umum Nomor 10. Purba, Radiks. Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara . Jakarta:

Djambatan. 1997.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-PRESS. 2008 Hartono, Redjeki Sri. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar

Grafika. 2001.

Siregar, Anshari Tampil. Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi. Medan: Pustaka Bangsa Press. 2005.

Rastuti, Tuti. Aspek Hukum Per janjian Asuransi. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. 2011.


(5)

B. Peraturan Perundang-undangan :

Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 37/PMK.010/2008 tentang Besar Santunan Dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum Di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyeberangan, Laut dan Udara Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor

36/PMK.010/2008 tentang Besar Santunan Dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965, tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksana Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965, tentang

Ketentuan-ketentuan Pelaksana Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang


(6)

C. Website :

www.hukumonline.com/berita/baca/lt54bdf9f8b863c8/ojk-godok-aturan-saham-pengendali-di-perusahaan-asuransi (diakses pada 04 Mei 2015 pukul 11:00 WIB).

www.jasaraharja.co.id

www.jurnalhukum.com/pengertian-badan-hukum/ (diakses pada 27 April 2015 pukul 10:04 WIB).

www.kompasiana.com/post/read/646109/1/badan-hukum-usaha-bersama-mutual-pasca-putusan-mahkamah-konstitusi.html (diakses pada 27 April 2015 pukul 11:16 WIB).

www.ojk.go.id

Mohammad Mustaqim, Asuransi Sosial dalam http://staff.ui.ac.id/ (diakses tanggal 23 Juni 2015, pukul 18:23 WIB).

D. Wawancara :

Wawancara dengan Bapak D.H. Tambunan, Kasubag Adm Klaim PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara, tanggal 7 Juli 2015


Dokumen yang terkait

Peran dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

2 53 98

Peran Dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) Dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi Pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

8 76 98

Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Jasa Raharja Dalam Menyetujui Klaim Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya (Studi pada PT. Jasa Raharja Medan)

0 0 5

Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Jasa Raharja Dalam Menyetujui Klaim Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya (Studi pada PT. Jasa Raharja Medan)

0 0 1

Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Jasa Raharja Dalam Menyetujui Klaim Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya (Studi pada PT. Jasa Raharja Medan)

0 0 14

Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Jasa Raharja Dalam Menyetujui Klaim Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya (Studi pada PT. Jasa Raharja Medan)

0 0 32

Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Jasa Raharja Dalam Menyetujui Klaim Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya (Studi pada PT. Jasa Raharja Medan)

0 0 3

Peran dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

0 1 11

Peran dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

0 0 8

Peran Dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) Dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi Pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

0 0 11