Tanggung Jawab Pengelola Bandar Udara Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna Jasa Bandar Udara dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada PT Angkasa Pura II (Persero) Medan)

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh :

DINA KRISYANTI RUPANG NIM: 090200436

Departemen: Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

TANGGUNG JAWAB PENGELOLA BANDAR UDARA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA PENGGUNA JASA BANDAR UDARA DALAM

PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Studi pada PT Angkasa Pura II (Persero) Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh :

DINA KRISYANTI RUPANG NIM: 090200436

Departemen: Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum Aflah SH, M.Hum NIP. 196603031985081001 NIP. 197005192002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Telah menjadi Kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu penulis melakukan kewajiban sebagaimana mestinya untuk menyusun suatu skripsi dengan judul “TANGGUNG JAWAB PENGELOLA BANDAR UDARA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA PENGGUNA JASA BANDAR UDARA DALAM PERSPEKTIF UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada para pihak yang telah memberikan dukungan, pengetahuan serta doanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Serta secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum, selaku ketua Departemen Hukum

Keperdataan sekaligus selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pengetahuan beliau untuk membimbing, mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik.


(4)

6. Ibu Aflah, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

7. Dan seluruh para staf pengajar, staf pegawai, staf pendidikan serta staf

kepustakaan yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

8. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Almarhum AKP Simon Rupang

Kendek dan Ibunda Lija Simamora yang tercinta, yang telah mendidik dan membesarkan penulis serta memberikan dorongan moril, spiritual dan materil kepada penulis. Terima kasih buat Ayah dan Ibu yang telah memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis untuk menjalankan hidup menjadi lebih baik dan sukses dari apa yang telah Ayah dan Ibu berikan kepada penulis. Terima kasih untuk dukungan yang telah diberikan oleh Ayah dan Ibu selama ini.

9. Kepada Tante Yenni Anne, Kakanda Ayunda Rupang, SE dan Adinda

Stefani Emelia Rupang, Sringe Nana Utami Ketaren yang telah memberikan dorongan semangat dan inspirasi bagi penulis agar bias memberikan yang terbaik dan selalu menjadi motivator untuk tetap maju kedepan. Selalu memberikan bantuan moril dan materil dalam proses pembuatan penulisan skripsi ini. Sukses buat tante, kakak dan adik-adikku.

10. Kepada Ipda Dimitri Mahendra, S.IK, terima kasih karena telah meluangkan

waktu untuk berbagi Ide atau gagasan dalam penulisan judul skripsi penulis. Terima kasih untuk dorongan semangat, motivasi dan doanya agar skripsi ini terselesaikan dengan baik. Sukses dalam pekerjaan dan studinya kedepan.

11. Kepada Saudari Elly Caroline, SH, terima kasih buat bantuannya dalam

memberikan ide dan dorongan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sukses selalu menyertai Anda.


(5)

12. Untuk Saudara, Teman seperjuangan penulis mulai sejak awal menginjakkan kaki di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Sahabat seumur hidup penulis yakni: GLC_Projections (Wisman Goklas Siagian, SH, Jonathan Gerry Boy, SH, Rahmat Ari Septiawan, SH, Maulana Zulfadli, SH, Jigoro Lumbanraja, SH, Alvonso Manihuruk, SH, Rivai Sihaloho,SH, Leonardy Siringo-ringo, SH, Ruth Theresia, Ipda Yudhi Anugrah Putra) terima kasih buat persahabatan yang sudah terjalin sejak lama, terima kasih karena telah mau berbagi suka duka bersama, terima kasih karena selalu ada dimanapun dan kapanpun penulis membutuhkan dan terima kasih telah memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sukses selalu buat kita Sobat dan Tuhan serta kita semua.

13. Terima kasih kepada Sahabat-Sahabat terbaikku Azalea Azura, Nisaul Arif

Siregar, Rizky Ridwan Matondang, Windy Widya Utami dan Gianina Agrivanni Purba, Vransiska Barus atas doa, dorongan semangat dan doa serta dukungan moril dan materil sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Sukses dan Tuhan selalu menyertai kalian semua.

14. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan penulis Surya Lingga, SH,

Viola Sibuea, SH, Bondan Joandre, SH, Syahkinara, SH atas dorongan semangat yang tidak henti-hentinya diberikan kepada penulis. Sukses selalu sobat.

15. Terima kasih juga buat teman-teman Departemen Hukum Perdata buat

informasi yang diberikan kepada penulis, Terima kasih kepada seluruh teman-teman stambuk 2009 khususnya anak-anak grup G di semester I-III dan anak-anak grup B di semester IV-VI.

16. Terima kasih kepada adik junior penulis Siti Fariza Ndute atas dorongan

semangat dan doanya kepada penulis.

17. Terima kasih kepada narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan pengetahuan kepada penulis.

18. Terima kasih buat semua dukungan dan bantuan yang diberikan kepada


(6)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diterima dengan tangan terbuka demi kebaikan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Tuhan memberkati, melindungi dan menyertai kita semua.

Medan, Juli 2013 Penulis

DINA KRISYANTI RUPANG 090200436


(7)

TANGGUNG JAWAB PENGELOLA BANDAR UDARA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA PENGGUNA JASA BANDAR UDARA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dina Krisyanti Rupang 1

Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum 

Aflah, SH, M.Hum ***

ABSTRAK

Keberadaan Bandar Udara selain sebagai pintu gerbang masuk ke suatu daerah atau Negara juga merupakan simbol prestise suatu daerah atau Negara yang akan dikenang oleh pengguna jasa Bandara. Dalam perkembangannya, Pelayanan yang diberikan oleh pihak pengelola Bandar Udara harus seiring dengan konsep pelayanan publik yang dilandaskan pada tuntutan pengguna jasa yang semakin meluas, sehingga diperlukan tanggung jawab dari pihak pengelola Bandar Udara.

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas penulis mendapat gagasan atau ide untuk melakukan penulisan skripsi yang mengangkat judul “Tanggung Jawab Pengelola Bandar Udara Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna Jasa Bandar Udara Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, metode pendekatannya adalah yuridis normatif yang didukung dengan yuridis empiris. Tahap penelitian berupa studi kepustakaan dan wawancara, data analisis secara yuridis kualitatif.

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan pemberian pelayanan jasa harus sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh pihak pengelola Bandara. Oleh karena itu pihak pengelola Bandar Udara harus bertanggung jawab atas pemberian pelayanan yang telah disediakan sesuai dengan asas maupun koridor hukum yang berwenang untuk itu.

Kata Kunci : Bandar Udara, Tanggung Jawab Terhadap Pelayanan

      

1

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 

      Dosen Pembimbing I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***

     Dosen Pembimbing II, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara  


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat Penulisan ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Keaslian Penulisan ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN DAN PENGATURAN HUKUM TENTANG BANDAR UDARA A. Pengertian dan Pengaturan Bandar Udara ... 12

B. Pelayanan Jasa Bandar Udara ... 19

C. Otoritas dan Tanggung Jawab Pengelola Bandar Udara ... 29

D. PT Angkasa Pura II (Persero) Medan sebagai Pengelola Bandar Udara ... 42

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA BANDAR UDARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Hak dan Kewajiban Pengguna Jasa Bandar Udara ... 48

B. Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Bandar Udara menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 ... 50

C. Asas-asas dan Sistem Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Bandar Udara ... 53

D. Unsur-unsur Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Bandar Udara ... 56


(9)

BAB IV : TANGGUNG JAWAB PENGELOLA BANDAR UDARA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA PENGGUNA JASA BANDAR UDARA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Standar Pelayanan Bandar Udara PT Angkasa Pura II

(Persero) ... 58

B. Bentuk-bentuk Kerugian yang Dialami Pengguna Jasa

Bandar Udara ... 70

C. Tanggung Jawab PT Angkasa Pura II (Persero) Terhadap

Kerugian yang Dialami oleh Pengguna Jasa Bandar Udara . 72

D. Penyelesaian Tuntutan Kerugian Pengguna Jasa Bandar

Udara ... 74 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN

A. Surat Keterangan Telah Melakukan Riset

B. Wawancara

C. Struktur Organisasi Staf Pelayanan PT Angkasa Pura (II)


(10)

TANGGUNG JAWAB PENGELOLA BANDAR UDARA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA PENGGUNA JASA BANDAR UDARA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dina Krisyanti Rupang 1

Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum 

Aflah, SH, M.Hum ***

ABSTRAK

Keberadaan Bandar Udara selain sebagai pintu gerbang masuk ke suatu daerah atau Negara juga merupakan simbol prestise suatu daerah atau Negara yang akan dikenang oleh pengguna jasa Bandara. Dalam perkembangannya, Pelayanan yang diberikan oleh pihak pengelola Bandar Udara harus seiring dengan konsep pelayanan publik yang dilandaskan pada tuntutan pengguna jasa yang semakin meluas, sehingga diperlukan tanggung jawab dari pihak pengelola Bandar Udara.

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas penulis mendapat gagasan atau ide untuk melakukan penulisan skripsi yang mengangkat judul “Tanggung Jawab Pengelola Bandar Udara Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna Jasa Bandar Udara Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, metode pendekatannya adalah yuridis normatif yang didukung dengan yuridis empiris. Tahap penelitian berupa studi kepustakaan dan wawancara, data analisis secara yuridis kualitatif.

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan pemberian pelayanan jasa harus sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh pihak pengelola Bandara. Oleh karena itu pihak pengelola Bandar Udara harus bertanggung jawab atas pemberian pelayanan yang telah disediakan sesuai dengan asas maupun koridor hukum yang berwenang untuk itu.

Kata Kunci : Bandar Udara, Tanggung Jawab Terhadap Pelayanan

       1

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 

      Dosen Pembimbing I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***

     Dosen Pembimbing II, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara  


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehubungan dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari masyarakat baik nasional maupun internasional dewasa ini telah membawa pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia pada umumnya. Salah satu hasil dari ilmu pengetahuan itu adalah adanya pengangkutan transportasi udara.

Pada masa sekarang ini transportasi udara telah menjadi primadona dalam bidang pengangkutan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dalam kegiatan pengangkutan transportasi udara diperlukan pelaku usaha kegiatan penunjang yang bertanggung jawab sepenuhnya dalam kegiatan penunjang

pengangkutan udara yaitu Bandar Udara.2

Keberadaan suatu Bandar Udara selain sebagai pintu gerbang masuk ke suatu daerah atau Negara juga merupakan simbol suatu daerah atau Negara yang akan dikenal atau dikenang oleh penumpang pesawat udara baik domestik maupun internasional yang datang dan pergi menggunakan pesawat udara.

      

2

H. K. Martono, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan UU RI No. 1 Tahun 2009, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2010, Hlm 41.


(12)

Bandar Udara sebagai sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat memiliki kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk mengangkut.

Saat ini di Indonesia, Bandara milik Indonesia dikelola oleh BUMN dalam hal ini PT Angkasa Pura I (untuk wilayah timur Indonesia) dan PT Angkasa Pura II (untuk wilayah barat Indonesia). Bandara Polonia dengan

luas 144 hektar merupakan Bandara enclave sipil artinya Bandar Udara

milik TNI AU yang dipergunakan selain untuk mendukung operasi militer juga untuk melayani penerbangan sipil (penerbangan umum).

Pada saat ini masyarakat sangat menuntut pelayanan yang baik yang bisa diberikan oleh Negara atau dalam hal ini pemerintah. Demikian pula dengan masyarakat pengguna jasa Bandar Udara selalu mengharapkan ketersediaan dan keandalan pelayanan jasa Bandar Udara baik dari segi keselamatan, keamanan dan kenyamanan.

Dalam praktik kegiatan transportasi udara sering kali pengelola tidak memenuhi kewajibannya secara baik dan benar atau dapat dikatakan telah melakukan “Wanprestasi” (wanprestasi merupakan suatu keadaan dimana debitur tidak melaksanakan prestasi sebagaimana mestinya terhadap kreditur sesuai dengan yang telah diperjanjkan).

Dalam hukum pengangkutan terdapat prinsip-prinsip tanggung jawab pengangkut. Ada tiga prinsip atau ajaran dalam menentukan tanggung jawab

pengangkut,3 yaitu sebagai berikut: prinsip tanggung jawab atas dasar

      

3


(13)

kesalahan (the based on fault atau liability based on fault principle), prinsip

tanggung jawab atas dasar praduga (rebuttable presumption of liability

principle), prinsip tanggung jawab mutlak (no fault, atau strict liability, absolute liability principle).

Beberapa contoh yang dapat dikategorikan sebagai bentuk wanprestasi atas tanggung jawab pengelola Bandar Udara adalah pelayanan yang kurang memuaskan dari pihak pengelola Bandar Udara dan ada kalanya sering terjadi peristiwa yang tidak menguntungkan dalam pelayanan Bandar Udara yang mengakibatkan timbulnya kerugian dan resiko pada

pengguna jasa Bandar Udara tersebut.4 Setiap peristiwa kejadian tersebut

selalu menimbulkan kerugian bagi pengguna jasa yang tentu saja melahirkan persoalan hukum sebagai akibat terjadinya peristiwa tersebut terhadap pengguna jasa pengangkutan transportasi udara, maka pihak pengelola Bandar Udara diwajibkan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Dalam hal ini, penulis akan membahas masalah yang berhubungan

dengan: “TANGGUNG JAWAB PENGELOLA BANDAR UDARA

DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA PENGGUNA JASA BANDAR UDARA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN” (Studi pada PT Angkasa Pura II (Persero) Medan), sehingga dari pembahasan ini dapat diketahui masalah-masalah yang       

4

  E. Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta, 2006, hlm 5-6.


(14)

berkaitan dengan tanggung jawab pihak pengelola Bandar Udara dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa Bandar Udara. Hal ini yang merupakan alasan penulis untuk memilih judul tersebut diatas.

B. Perumusan Permasalahan

Dalam Perumusan permasalahan ini, penulis mencoba mengangkat beberapa masalah yang nantinya akan menjadi tujuan penulis untuk membahasnya. Masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelayanan yang diselenggarakan oleh PT Angkasa Pura II

(Persero) sebagai pengelola Bandar Udara Polonia Medan?

2. Bagaimana bentuk-bentuk kerugian yang dialami oleh pengguna jasa

Bandar Udara Polonia Medan?

3. Bagaimana pertanggungjawaban PT Angkasa Pura II (Persero)

terhadap kerugian yang dialami pengguna jasa Bandar Udara?

C. Tujuan Penulisan

Dimaksudkan untuk menerangkan sejelas mungkin mengenai persoalan-persoalan yang timbul secara detail untuk menghindari timbulnya keraguan terhadap permasalahan yang diterangkan dalam skripsi ini.

Adapun yang menjadi tujuan penulisan daripada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk merealisasikan kewajiban penulis dalam melengkapi


(15)

gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Untuk mengetahui kerugian apa saja yang dialami pengguna

jasa Bandar Udara atas pelayanan Bandar Udara PT Angkasa Pura II (Persero).

3. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab PT Angkasa Pura

II (Persero) terhadap kerugian yang dialami oleh pengguna jasa Bandar Udara atas pelayanan Bandar Udara selama pengguna jasa berada di Bandar Udara PT Angkasa Pura II (Persero).

D. Manfaat Penulisan

Tulisan ini mempunyai manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi awal dalam bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis guna mengetahui dan memberi pemahaman lebih lanjut tentang perkembangan hukum pengangkutan udara terutama mengenai perlindungan hukum terhadap kerugian pengguna jasa Bandar Udara atas pelayanan Bandar Udara.


(16)

2. Secara Praktis

Tulisan ini menerapkan secara praktis agar penulis pribadi, masyarakat, pemerintah serta para pihak yang berkaitan langsung dengan aktivitas suatu pengangkutan udara (pengguna jasa dan pengangkut) dapat memahami tata cara penyelenggaraan pemberian pelayanan dan pertanggung jawaban PT Angkasa Pura II (Persero). Sehingga menjadi bahan masukan kepada pihak yang bersangkutan dalam memberikan pelayanan angkutan udara yang baik dan nyaman terhadap pengguna jasa Bandar Udara.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penulisan hukum yaitu dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang kemudian menggunakan analisa terhadap masalah yang dihadapi tersebut.

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih penulis untuk menyelesaikan skripsi yakni PT Angkasa Pura II (Persero) Medan.

2. Jenis Penelitian

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan empiris. Penelitian hukum normatif, dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi sedangkan penelitian hukum empiris, dilakukan melalui kajian data di lapangan.


(17)

3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan,

yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

b. Bahan hukum sekunder, berupa tulisan-tulisan dari para pakar

hukum dengan permasalahan yang diteliti ataupun yang berkaitan dengan bahan hukum primer meliputi literatur-literatur yang berupa buku, makalah, jurnal, dan hasil penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Library research (studi kepustakaan) yaitu mempelajari dan

menganalisa secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Field research (studi lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke lapangan, perolehan data ini dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada General Manager PT Angkasa Pura II (Persero) Medan.


(18)

5. Analisis Data

Seluruh data, informasi, sumber pustaka yang digunakan dalam penulisan skripsi ini selanjutnya dianalisis dengan menggunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data yang secara jelas diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh data yang jelas yang berhubungan dengan skripsi penulis. Dalam hal ini data diperoleh dari hasil wawancara terhadap pihak PT Angkasa Pura II (Persero) Medan.

F. Keaslian Penulisan

Sebelumnya sudah pernah ada penulis yang memakai judul skripsi yang berkaitan dengan perlindungan hukum pada transportasi udara, yaitu:

1. RHD Bradjaya (990221043) : Aspek hukum perdata dalam

pengangkutan barang dan tanggung jawab pengangkut pada pengangkutan udara (studi kasus di PT Gapura Angkasa cabang Bandar Udara Polonia Medan).

2. Ismi B. Lestari Harahap (060200117) : Tanggung jawab maskapai

penerbangan terhadap penumpang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan (studi pada PT Garuda Indonesia).

3. Faradina Wardhani Susilo (080200337) : Perlindungan Hukum bagi

penumpang yang mengalami kerugian pada Transportasi Udara (studi tentang: Tanggung Jawab PT Garuda Indonesia dalam Pengangkutan Jamaah Haji di Indonesia).


(19)

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa judul skripsi tentang tanggung jawab pengelola Bandar Udara dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa Bandar Udara dalam perspektif Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen belum ada dilakukan dengan pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa isi dari tulisan ini asli, sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam lima bab. Setiap bab menguraikan permasalahannya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan secara terperinci adapun bagiannya yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang: Latar Belakang, Perumusan Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, Keaslian Penulisan, Sistematika Penulisan.


(20)

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN BANDAR UDARA

Setelah penguraian bab satu yang mempunyai fungsi sebagai pengantar dari pembahasan ini, maka dalam bab ini diuraikan tentang ruang lingkup Bandar Udara, terdiri dari Pengertian Bandar Udara, Pelayanan Bandar Udara, Otoritas dan Tanggung Jawab Bandar Udara, dan Gambaran Singkat Tentang PT Angkasa Pura II (Persero) Bandara Polonia Medan.

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA BANDAR UDARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam bab ini penulis memuat tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Bandar Udara Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen meliputi: Hak dan Kewajiban Pengguna Jasa Bandar Udara, Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Bandara menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Asas-asas dan Sistem Perlindungan Konsumen bagi Pengguna Jasa Bandar Udara dan Unsur-Unsur Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Bandar Udara.


(21)

BAB IV : TANGGUNG JAWAB PENGELOLA BANDAR UDARA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA PENGGUNA JASA BANDAR UDARA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan Tanggung Jawab Pengelola Bandar Udara dalam Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna Jasa Bandar Udara dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang isinya antara lain memuat: Standar Pelayanan Bandar Udara PT Angkasa Pura II (Persero), Kerugian yang Dialami Pengguna jasa Bandar Udara, Tanggung Jawab PT Angkasa Pura II (Persero) terhadap Kerugian yang Dialami oleh Pengguna Jasa Bandar Udara dan Penyelesaian Tuntutan Kerugian Pengguna Jasa Bandar Udara.

BAB V : PENUTUP


(22)

BANDAR UDARA

A. Pengertian dan Pengaturan Bandar Udara

1. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia.5

Bandar Udara adalah Sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar Udara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator pelayanan penerbangan maupun bagi penggunanya.

2. Menurut Anex 14 dari ICAO ( International Civil Aviation

Organization ).6

Bandar Udara adalah Area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.

3. Menurut PT Angkasa Pura II (Persero).

Bandar Udara adalah Lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat.

       5

 Hasan Sadily, Kamus Bahasa Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1986, Hlm 124. 6


(23)

4. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2001 tentang Kebandarudaraan.

Bandar Udara adalah Lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, dan naik turunnya penumpang atau bongkar muatan kargo atau pos, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan.

5. Menurut Pasal 1 angka 33 UURI No. 1 Tahun 1999 tentang

Penerbangan.

Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

Rumusan usul Pasal 1 angka 11 RUU Penerbangan berasal dari Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992. Pengertian Bandar Udara disini mempunyai pengertian umum yang dapat berarti

pula dalam bahasa Inggrisnya airport atau aerdrome atau landing

area atau airfield atau air strip. Pengertian Bandar Udara dalam pasal 1 angka 11 UURI No. 15 Tahun 1992, ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pengertian Bandar Udara menurut bahasa


(24)

mengandung unsusr sistem transportasi nasioanl dengan menggunakan kata-kata “sebagai tempat pemindahan antar moda”. Kalimat tersebut dimaksudkan sebagai keterkaitannya dengan moda darat atau moda

perairan.7

Bandar Udara Umum adalah Bandar Udara yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum sedangkan Bandar Udara khusus adalah Bandar Udara yang penggunaannya hanya untuk menunjang kegiatan tertentu dan tidak dipergunakan untuk umum, penyelenggaranya adalah unit pelaksana teknis/satuan kerja Bandar

Udara atau badan usaha kebandarudaraan.8

Bandar Udara domestik (Pasal 1 angka 36 UURI No. 1 Tahun 2009) adalah Bandar udara yang ditetapkan sebagai Bandar Udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri. Didalam konsep RUU Penerbangan tidak terdapat usulan mengenai pengertian Bandar Udara Domestik, di dalam UURI No. 15 Tahun 1992 juga tidak ditemui pengaturan mengenai Bandar Udara Domestik. Ketentuan baru yang sebelumnya tidak dapat diusulkan dalam RUU Penerbangan, namun demikian dipandang perlu ditambahkan dalam UURI No.1 Tahun 2009, mengingat di dalam pasal-pasalnya akan menemui pengaturan berkenaan dengan penyelenggaraan Bandara.

       7

 H.K. Martono, Hukum Penerbangan Berdasarkan UURI No. 1 Tahun 2009 Bagian Pertama, Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm 65.

8


(25)

Bandar Udara Internasional (Pasal 1 angka 37 UURI No. 1 Tahun 2009) adalah Bandar Udara yang ditetapkan sebagai Bandar Udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan dari dan ke luar negeri. Di dalam konsep RUU Penerbangan juga tidak terdapat usulan mengenai pengertian Bandar Udara Internasional, ketentuan tersebut merupakan ketentuan baru yang sebelumnya tidak diusulkan dalam RUU Penerbangan, namun demikian dipandang perlu ditambahkan dalam UURI No.1 Tahun 2009, mengingat di dalam pasal-pasalnya akan menemui pengaturan

berkenaan dengan penyelenggaraan Bandar Udara.9

Disamping pengertian dan sejarah Bandar Udara, maka fungsi Bandar Udara adalah sebagai tempat pemindahan moda transportasi dari darat ke udara, sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah dan pusat, memberi fasilitas bagi pesawat terbang mendarat dan landas.

Pengaturan Bandar Udara meliputi memberi pelayanan kepada pengguna jasa, merawat fasilitas yang ada, sehingga tetap terjaga, pengembangan Bandar Udara sangat diperlukan dalam menigkatkan

pelayanan kepada para pengguna jasa Bandar Udara, 10 jika

pengembangan tidak segera dilakukan akan berpotensi:

       9

 H.K. Martono, Op.Cit, hlm 67.

10

H. K. Martono, Hukum Angkutan Udara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta , 2011, hlm 178.


(26)

a. Menyulitkan pengaturan operasional penerbangan baik darat maupun di udara;

b. Akan terjadinya penambahan biaya operasional bagi airlines;

c. Mengakibatkan berkurangnya tingkat pelayanan jasa pengguna

jasa Bandar Udara.

Penerbangan dan Kebandarudaraan diselenggarakan

berdasarkan beberapa asas sebagai berikut, yaitu:11

a. Manfaat;

b. Usaha Bersama dan Kekeluargaan;

c. Adil dan Merata;

d. Keseimbangan, Keserasian, dan Keseimbangan;

e. Kepentingan Umum;

f. Keterpaduan;

g. Tegaknya Hukum;

h. Kemandirian;

i. Keterbukaan dan Anti Monopoli;

j. Berwawasan Lingkungan Hidup;

k. Kedaulatan Negara;

l. Kebangsaan;

m. Kenusantaraan.

Penerbangan dan Kebandarudaraan juga diselenggarakan dengan tujuan:

       11

 Indonesia Legal Center Publishing, Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, CV Karya Gemilang, Jakarta, 2009, hlm 7.


(27)

a. Mewujudkan penyelenggaraan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat;

b. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui

udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;

c. Membina jiwa kedirgantaraan;

d. Menjunjung kedaulatan Negara;

e. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan

industri angkutan udara nasional;

f. Menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan

pembangunan nasional;

g. Memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka

perwujudan Wawasan Nusantara;

h. Meningkatkan ketahanan nasional;

i. Mempererat hubungan antar bangsa.

Penetapan lokasi Bandar Udara dalam UURI No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, ditetapkan oleh Menteri. Penetapan lokasi Bandar Udara ini memuat titik koordinat Bandar Udara dan rencana

induk Bandar Udara.12

Penetapan lokasi Bandar Udara dilakukan dengan memperhatikan:

       12


(28)

a. Rencana induk nasional Bandar Udara;

b. Keselamatan dan keamanan penerbangan;

c. Keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan

kegiatan lain terkait di lokasi Bandar Udara;

d. Kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah,

teknis pembangunan, dan pengoperasian serta;

e. Kelayakan lingkungan.

Pembangunan Bandar Udara sebagai bangunan gedung dengan fungsi khusus, pembangunannya wajib memperhatikan ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan, mutu pelayanan jasa kebandarudaraan, kelestarian lingkungan, serta keterpaduan intermoda dan multimoda.

Izin mendirikan bangunan Bandar Udara ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Izin mendirikan bangunan Bandar Udara diterbitkan setelah memenuhi syarat bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan, rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait terhadap utilitas dan aksesibilitas dalam penyelenggaraan Bandar Udara, bukti penetapan lokasi Bandar Udara, rancangan teknik terinci fasilitas pokok Bandar Udara, dan kelestarian lingkungan.

Setiap Bandar Udara yang dioperasikan wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan, serta ketentuan pelayanan jasa Bandar Udara. Menteri memberikan sertifikat Bandar


(29)

Udara untuk Bandara yang melayani pesawat udara dengan kapasitas lebih dari 30 (tiga puluh) tempat duduk atau dengan berat maksimum tinggal landas lebih dari 5.700 (lima ribu tujuh ratus) kilogram atau register Bandara untuk Bandar Udara yang melayani pesawat udara dengan kapasitas maksimum 30 (tiga puluh) tempat duduk atau dengan berat maksimum tinggal landas lebih dari 5.700 (lima ribu tujuh ratus) kilogram kepada Bandara yang telah memenuhi ketentuan

keselamatan penerbangan.13

Sertifikat dan register Bandara diberikan setelah Bandara

memiliki buku pedoman pengoperasian Bandar Udara (aerodrome

manual) yang memenuhi persyaratan teknis tentang personel, fasilitas, prosedur operasi Bandara dan system manajemen keselamatan operasi Bandara.

Setiap orang yang mengoperasikan Bandar Udara tidak memenuhi ketentuan pelayanan jasa Bandar Udara maka akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, penurunan tariff jasa Bandar Udara dan/atau pencabutan sertifikat.

B. Pelayanan Jasa Bandar Udara

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 pelayanan jasa penunjang angkutan udara dan Bandar Udara belum diatur, namun demikian telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40       

13

 http://eprints.undip.ac.id/15619/Hendro_Prawoto.pdf diakses tanggal 16 mei 2013 pukul 15.34


(30)

Tahun 1995 yang kemudian diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang Angkutan Udara, Menurut usul tersebut untuk menunjang kegiatan Bandar Udara dapat diusahakan kegiatan usaha penunjang Bandar Udara yang berupa kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan angkutan udara.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, kegiatan usaha penunjang angkutan udara diatur dalam Bab XI Pasal 232 sampai dengan pasal 239. Menurut pasal 232 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, untuk menunjang kegiatan pengusahaan Bandar Udara dapat dilaksanakan kegiatan usaha penunjang Bandar

Udara.14 Kegiatan pengusahaan Bandar Udara tersebut dapat berupa

pelayanan jasa kebandarudaraan meliputi: pelayanan jasa pesawat udara, penumpang, barang dan pos yang kegunaannya untuk penyediaan atau pengembangan terhadap fasilitas pada kegiatan pelayanan pendaratan, lepas landas, manuver, parkir, dan penyimpanan pesawat udara, fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan penumpang, kargo, dan pos, fasilitas elektronika, listrik, air, dan instalasi limbah buangan dan lahan untuk bangunan, lapangan, dan industri serta gedung atau bangunan yang berhubungan

dengan kelancaran angkutan udara.15 Yang terakhir dapat berupa pelayanan

jasa terkait Bandar Udara meliputi kegiatan: jasa terkait untuk menunjang kegiatan pelayanan operasi pesawat udara di Bandar Udara di Bandar Udara yang terdiri atas penyediaan hanggar pesawat udara, perbengkelan pesawat       

14

H.K. Martono, Hukum Angkutan Udara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm 179.

15


(31)

udara, pergudangan, katering pesawat udara, pelayanan teknis penanganan

pesawat udara di darat ( ground handling ), pelayanan penumpang dan

bagasi, serta penanganan kargo dan pos. Jasa terkait untuk menunjang kegiatan pelayanan penumpang dan barang yang terdiri atas penyediaan penginapan atau hotel dan transit hotel, penyediaan toko dan restoran, penyimpanan kendaraan bermotor, pelayanan kesehatan, perbankan dan atau penukaran uang, transportasi darat. Jasa terkait untuk memberikan nilai tambah bagi pengusahaan Bandar Udara terdiri atas penyediaan tempat bermain dan rekreasi, penyediaan fasilitas perkantoran, penyediaan fasilitas olahraga, penyediaan fasilitas pendidikan dan pelatihan, penyediaan bahan bakar kendaraan bermotor dan periklanan.

Pelayanan jasa kebandarudaraan meliputi pelayanan jasa pesawat udara, penumpang, barang, dan pos dapat diselenggarakan oleh badan usaha Bandar Udara untuk Bandar Udara yang diusahakan secara komersial setelah memperoleh izin dari Menteri (izin ini diberikan setelah memenuhi persyaratan administrasi, keuangan dan manajemen, izin Menteri tersebut tidak dapat dipindahtangankan, jika diketahui maka akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin) atau dapat juga diselenggarakan oleh unit penyelenggara Bandar Udara untuk Bandar Udara yang belum diusahakan secara komersial yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Pelayanan jasa terkait dengan Bandar Udara untuk menunjang kegiatan pelayanan operasi pesawat udara di Bandar Udara dapat


(32)

diselenggarakan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau

badan hukum Indonesia.16

Persyaratan sebagai pelaku penyelenggaraan pelayanan jasa Bandar Udara diawali dengan badan hukum Indonesia atau perorangan untuk dapat melaksanakan jasa kegiatan penunjang Bandar Udara didasarkan atas persetujuan dari penyelenggara Bandar Udara umum. Persetujuan dari penyelenggara dari bandara udara umum diberikan oleh Badan Usaha Kebandarudaraan.

Persetujuan dapat berupa surat persetujuan tertulis dan/atau suatu perjanjian atau kesepakatan bersama tentang pelaksanaan jasa kegiatan penunjang Bandar Udara yang saling menguntungkan dan merupakan perjanjian dan/atau sewa menyewa dengan penyelenggara Bandar Udara umum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Setiap penyelenggara Bandar Udara harus membuat prosedur dan persyaratan persetujuan yang memuat sekurang-kurangnya, jenis bidang usaha, waktu proses, persyaratan untuk mendapat persetujuan, hak dan kewajiban, masa berlaku persetujuan dan penyelesaian perselisihan.

Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja Bandar Udara pada Bandar Udara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan Unit Pelaksana dari Badan Usaha Kebandarudaraan pada Bandar Udara yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Kebandarudaraan dapat melaksanakan usaha kegiatan

      

16


(33)

penunjang Bandar Udara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Badan Hukum Indonesia atau perorangan untuk mendapat persetujuan jasa kegiatan penunjang Bandar Udara harus mengajukan permohonan sesuai contoh surat permohonan dengan melampirkan, akta pendirian perusahaan oleh notaris bagi badan hukum indonesia atau tanda kenal diri bagi perorangan, nomor pokok wajib pajak (NPWP), surat keterangan domisili, surat izin usaha dari instansi yang bertanggung jawab di bidang perdagangan, standar prosedur operasi, standar prosedur perawatan, sertifikat operasi untuk pelayanan jasa penunjang kegiatan penerbangan.

Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/47/III/2007, Kepala Unit Pelaksana / Satuan Kerja Bandar Udara pada Bandar Udara yang diselenggarakan pemerintah dan/atau Kepala Unit Pelaksana dari Badan Usaha Kebandarudaraan pada Bandar Udara yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Kebandarudaraan, melakukan evaluasi terhadap permohonan persetujuan yang disampaikan oleh badan hukum Indonesia atau perseorangan terhadap keabsahan persyaratan, ketersediaan fasilitas/ peralatan dan personel sesuai ketentuan yang berlaku, peluang dan prospek usaha kegiatan penunjang Bandar Udara.

Pemberian persetujuan permohonan dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan ditolak, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja wajib diberikan alasan penolakannya. Setiap persetujuan


(34)

dan/atau penolakan harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara.

Dalam melaksanakan pelayanan jasa kebandarudaraan meliputi pelayanan terhadap jasa pesawat udara, penumpang, barang, dan pos, badan usaha Bandar Udara dan unit penyelenggara Bandar Udara wajib memiliki sertifikat Bandar Udara atau register Bandar Udara, menyediakan fasilitas Bandar Udara yang laik operasi serta memelihara kelaikan fasilitas Bandar Udara, menyediakan personel yang mempunyai kompetensi untuk perawatan dan pengoperasian fasilitas Bandar Udara, mempertahankan dan meningkatkan kompetensi personel yang merawat dan mengoperasikan fasilitas Bandar Udara, menyediakan dan memperbaharui setiap prosedur pengoperasian dan perawatan fasilitas Bandar Udara, memberikan pelayanan kepada pengguna jasa Bandar Udara sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Menteri, menyediakan fasilitas kelancaran lalu lintas personel pesawat udara dan petugas operasional, menjaga dan meningkatkan keselamatan, keamanan, kelancaran, dan kenyamanan di Bandar Udara, menjaga dan meningkatkan keamanan dan ketertiban Bandar Udara, memelihara kelesetarian lingkungan, mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, melakukan pengawasan dan pengendalian secara internal atas kelaikan fasilitas Bandar Udara, pelaksanaan prosedur perawatan dan pengoperasian fasilitas Bandar Udara, serta kompetensi personel Bandar Udara dan memberikan laporan secara berkala kepada Menteri dan otoritas Bandar Udara. Setiap orang yang melanggar ketentuan


(35)

tersebut akan dikenakan sanksi administratif berupa: peringatan, pembekuan izin, dan/atau pencabutan izin.

Pelayanan jasa kebandarudaraan yang dilaksanakan oleh badan usaha Bandar Udara diselenggarakan berdasarkan konsesi dan/atau bentuk lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan diberikan oleh Menteri dan dituangkan dalam perjanjian. Hasil konsesi dan/atau bentuk lainnya tersebut merupakan pendapatan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Badan usaha Bandar Udara dapat menyelenggarakan 1(satu) atau lebih Bandar Udara yang diusahakan secara komersial.

Pengusahaan Bandar Udara baik terhadap pelayanan jasa kebandarudaraan ataupun terhadap pelayanan jasa terkait Bandar Udara yang dilakukan oleh badan usaha Bandar Udara, seluruh atau sebagian besar modalnya harus dimiliki oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia. Dalam hal modal badan usaha Bandar Udara yang dimiliki oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia tersebut terbagi atas beberapa pemilik modal, salah satu pemilik modal nasional harus tetap lebih besar dari keseluruhan pemegang modal asing.

Menurut keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara, terdapat

berbagai jenis usaha penunjang kegiatan Bandar Udara.17 Usaha-usaha

kegiatan penunjang Bandar Udara tersebut antara lain hotel reservation

services, shops, restaurants, car parking, services cleaning, automatic check-in system services, refueling, general maintenance, porter, postal

      

17


(36)

services, telecommunication services, playground and recreation center, greeting services, travel agents, money exchange, ground transportation services, left baggage services, advertisement services, first class lounge, businness class lounge, VIP class lounge, hair dresser and beauty salon, agrobusiness services, nursery services, insurance agents, business center, vending machine dan lain-lain sebagai berikut:18

a. Usaha jasa penyediaan penginapan/hotel merupakan kegiatan

untuk melayani jasa perhotelan bagi penumpang dan pengunjung Bandar Udara yang meliputi pemesanan hotel

(Hotel Reservation Services) dan penyelenggaraan hotel,

sedangkan usaha jasa penyediaan toko merupakan kegiatan usaha penjualan barang-barang untuk melayani keperluan penumpang dan pengunjung Bandar Udara. Usaha jasa penyediaan restoran dan bar merupakan kegiatan usaha untuk penjualan makanan dan minuman untuk melayani keperluan penumpang dan pengunjung Bandar Udara;

b. Usaha jasa penempatan kendaraan bermotor/parkir merupakan

kegiatan penyelenggaraan perparkiran kendaraan bermotor di Bandar Udara, sedangkan usaha jasa perawatan pada umumnya merupakan kegiatan jasa yang melayani pembersihan dan pemeliharaan gedung dan kantor di Bandar Udara. Usaha jasa

      

18


(37)

penyediaan otomatisasi pelaporan keberangkatan penerbangan

(Automatic Check-in System Services);

c. Usaha jasa pelayanan penunjang Bandar Udara lainnya antara

lain penjualan bahan bakar dan pelumas kendaraan bermotor di Bandar Udara dan melayani kebutuhan bahan bakar dan pelumas kendaraan bermotor di Bandar Udara, jasa pelayanan pengangkutan barang penumpang di terminal kedatangan dan

pemberangkatan, jasa pelayanan pos (postal services) untuk

melayani kebutuhan jasa pos bagi penumpang dan pengunjung

Bandar Udara, jasa pelayanan komunikasi (telecommunication

services) untuk melayani jasa telekomunikasi bagi penumpang

dan pengunjung Bandar Udara, jasa tempat bermain dan rekreasi

(play ground and recreation centre) yang menyelenggarakan

tempat bermain dan rekreasi bagi penumpang dan pengunjung

Bandar Udara, jasa haluan wisata (greeting service) untuk

penjemputan dan/atau pengantaran penumpang pesawat udara di

gedung terminal, agen perjalanan (Travel Agent) yang mengatur

dan menyelenggarakan perjalanan penumpang dan pengunjung Bandar Udara, bank untuk pelayanan jasa perbankan di udara,

penukaran uang (Money Changer) untuk melayani penukaran

mata uang asing di Bandar Udara, jasa pelayanan angkutan darat

(Ground Transportation Services) yang menyelenggarakan jasa


(38)

pengunjung Bandar Udara, seperti taksi dan bus, penitipan

barang (Left Baggage Services) merupakan penitipan

barang-barang milik penumpang dan pengunjung Bandar Udara, jasa

advertensi (Advertising Services) merupakan usaha periklanan

Bandar Udara, First Class Lounge, Businness Class Longue dan

VIP Room untuk memberikan pelayanan ruangan secara khusus

kepada penumpang pesawat udara meliputi antara lain penyediaan makanan kecil dan minuman, penyediaan bahan

bacaan serta pelayanan khusus lainnya, Hairdresser and Beauty

Salon yang melayani pangkas, penataan rambut dan perawatan

kecantikan pada umumnya, Agrobusinnes Services di bidang

pertanian dengan memanfaatkan lahan di daerah Bandar Udara

untuk jenis tanaman tertentu berumur pendek, Nursery yang

melayani penitipan bayi di Bandar Udara, asuransi (Insurance

Agent) menyediakan pelayanan di bidang asuransi, jasa

penyediaan ruangan (Businness Center) yang menyediakan

pelayanan ruangan dan penyediaan peralatan maupun tenaga

untuk keperluan pertemuan dan/atau usaha, Vending Machine

merupakan kegiatan penjualan barang atau jasa dengan menggunakan mesin otomatis, jasa pengolaan limbah buangan, jasa pelayanan kesehatan, jasa penyediaan kawasan industri, jasa


(39)

lainnya yang secara langsung atau tidak langsung menunjang

kegiatan Bandar Udara.19

1. Pelayanan dan Fasilitas Khusus

Penyandang cacat, orang sakit, lanjut usia, dan anak-anak berhak memperoleh pelayanan berupa pemberlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha Bandar Udara atau unit penyelenggara Bandar Udara yaitu meliputi: pemberian prioritas pelayanan di terminal, menyediakan fasilitas untuk penyandang cacat selama di terminal, sarana bantu bagi orang sakit, menyediakan fasilitas untuk ibu

merawat bayi (nursery), tersedianya personel yang khusus bertugas

untuk melayani atau berkomunikasi dengan penyandang cacat, orang sakit, dan lanjut usia serta tersedianya informasi atau petunjuk tentang keselamatan bangunan bagi penumpang di terminal dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, orang sakit, dan lanjut usia.20

C. Otoritas dan Tanggung Jawab Pengelola Bandar Udara 1. Otoritas Bandar Udara

Otoritas Bandar Udara sendiri ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dapat dibentuk untuk satu atau beberapa Bandar

      

19

Ibid, hlm 187.

20


(40)

Udara terdekat serta dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.

Otoritas Bandar Udara mempunyai tugas dan tanggung jawab:21

a. Menjamin keselamatan, keamanan, kelancaran, dan kenyamanan

di Bandar Udara;

b. Memastikan terlaksana dan terpenuhinya ketentuan keselamatan

dan keamanan penerbangan, kelancaran dan kenyamanan di Bandar Udara;

c. Menjamin terpeliharanya pelestarian lingkungan Bandar Udara;

d. Menyelesaikan masalah-masalah yang dapat mengganggu

kelancaran kegiatan operasional Bandar Udara yang dianggap tidak dapat diselesaikan oleh instansi lainnya;

e. Melaporkan kepada pimpinan tertingginya dalam hal pejabat

instansi di Bandar Udara, melalaikan tugas dan tanggung jawabnya serta mengabaikan dan/atau tidak menjalankan kebijakan dan peraturan yang ada di Bandar Udara;

f. Melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya kepada

Menteri.

Wewenang dari otoritas Bandar Udara yaitu:22

a. Mengkoordinasikan kegiatan pemerintahan di Bandar Udara;

      

21

Pasal 228 UURI No. 1 Tahun 2009. 

22


(41)

b. Mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pelaksanaan ketentuan keselamatan, keamanan, kelancaran, serta kenyamanan penerbangan di Bandar Udara;

c. Mengatur, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan

ketentuan pelestarian lingkungan;

d. Mengatur, mengendalikan dan mengawasi penggunaan lahan

daratan dan/atau perairan Bandar Udara sesuai dengan rencana induk Bandar Udara;

e. Mengatur, mengendalikan dan mengawasi penggunaan kawasan

keselamatan operasional penerbangan dan daerah lingkungan kerja Bandar Udara serta daerah lingkungan kepentingan Bandar Udara;

f. Mengatur, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan standar

kinerja operasional pelayanan jasa di Bandar Udara;

g. Memberikan sanksi administratif kepada badan usaha Bandar

Udara, unit penyelenggara Bandar Udara, dan atau badan usaha lainnya yang tidak memenuhi ketentuan keselamatan, keamanan, kelancaran serta kenyamanan penerbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan aparat otoritas Bandar Udara merupakan pegawai negeri sipil yang memiliki kompetensi di bidang penerbangan sesuai

dengan standar dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.23

      

23


(42)

2. Tanggung Jawab Pengelola Bandar Udara

Pengertian tanggung jawab sangat luas, namun demikian

menurut Peter Salim24 dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok

besar masing-masing tanggung jawab dalam arti accountability,

responsibility, dan liability.25 Demikian pula menurut Henry Campbell

Black.26 Tanggung jawab dalam arti accountability biasanya berkaitan

dengan keuangan,27 pembayaran atau pembukuan, misalnya dalam

kalimat: Dimintakan “pertanggungan jawab” atas hasil pembukuannya.

Tanggung jawab dalam arti responsibility dapat diartikan ikut

memikul beban akibat suatu perbuatan atau dapat berarti kewajiban memperbaiki kembali kesalahan yang pernah terjadi.

Tanggung jawab dalam arti liability dapat diartikan kewajiban

membayar ganti kerugian yang diderita. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, tanggung jawab dalam arti liability berarti

menanggung segala sesuatu kerugian yang terjadi akibat perbuatannya atau perbuatan orang lain yang bertindak untuk dan atas namanya.

      

24

Peter Salim, Contemporary English-Indonesian Dictionary, Modern English Press, Jakarta, 1985, hlm 28.

25

Ida Bagus Rahmadi Supancana, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Kedirgantaraan Kumpulan Makalah dan Paparan Ilmiah, CV. Mitra Karya, Jakarta, 2003, hlm 102-125.

26

E. Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm 131.

27

E. Suherman, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Udara Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 1962, hlm 20. 


(43)

Menurut Pasal 240 ayat 1 UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, badan usaha Bandar Udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa Bandar Udara dan/atau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian Bandar Udara.

Berdasarkan ketentuan ini, penumpang sebenarnya dapat meminta tanggung jawab terhadap operator Bandar Udara apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian yang disebabkan oleh operator Bandar Udara.

Berdasarkan hukum angkutan udara internasional, ketentuan

tanggung jawab tidak dimaksudkan sebagai penghambat dunia penerbangan melainkan untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang. Pembebanan tanggung jawab kepada pengelola bandara tidak berarti mengurangi tanggung jawab dari maskapai udara. Tiap-tiap pihak tentu wajib tanggung jawab sesuai porsinya, termasuk juga dengan penumpang.

Pada akhirnya, ketentuan hukum tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang salah dan benar saat terjadi kecelakaan dan insiden penerbangan. Hal ini diperlukan untuk menyempurnakan sistem agar transportasi udara dapat lebih aman dan nyaman.

Dalam bidang penerbangan dan kegiatan Bandar Udara dapat dijumpai beberapa sistem tanggung jawab yang memakai


(44)

prinsip-prinsip tanggung jawab. Sistem mana yang terbaik, terutama bagi Indonesia, tergantung kepada siapa yang ingin dilindungi dan sampai

dimana tingkat perlindungan itu, yang terdiri atas:28

1. Sistem Warsawa 1929

Dalam Sistem Warsawa ini dipergunakan prinsip Presumption

of Liability , prinsip Presumption of Non Liability, dan prinsip

Limitation of Liability. Prinsip Presumption of Liability

dipergunakan untuk tanggung jawab terhadap penumpang,

bagasi tercatat (register baggage atau checked baggage yaitu

bagasi penumpang yang sebelum keberangkatan diserahkan kepada pengangkut untuk diangkut dengan kargo).

Prinsip Presumption of Non Liability dipergunakan untuk

tanggung jawab terhadap bagasi tangan atau handbaggage yaitu

barang-barang yang dibawa oleh dan berada dibawah pengawasan sendiri. Kedua prinsip ini dikombinasikan dengan

prinsip Limitation of Liability.

Prinsip Presumption of Liability mempunyai arti bahwa

pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami penumpang karena ia mengalami kecelakaan atau bagasi tercatatnya hilang atau untuk kerugian

       28

 E. Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm 235.


(45)

yang dialami oleh pengirim atau penerima kargo, karena

kerusakan atau kehilangan.29

Dengan prinsip ini maka pihak yang mengalami kerugian tidak mempunyai beban untuk membuktikan bahwa ia punya hak atas ganti rugi. Dengan perkataan lain, prinsip ini mengakibatkan adanya suatu pengalihan beban pembuktian, oleh karena sistem Warsawa pengangkut dapat meniadakan praduga bahwa ia bertanggung jawab, apabila ia dapat membuktikan bahwa ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya kerugian. Dalam hukum Anglosakson,

prinsip ini juga disebut “res ipsa loquitur” atau the thing speaks

for itself yang artinya pengangkut sudah dengan sendirinya

bertanggung jawab dan tidak perlu dibuktikan lagi dalam prinsip

ini ada atau tidak adanya kesalahan tidak relevan.30

Prinsip ini dengan sendirinya lebih berat bagi pengangkut karena dia dianggap selalu bertanggung jawab, dan sebagai imbangannya prinsip ini disertai prinsip pembatasan tanggung jawab, artinya tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai jumlah tertentu.

Sebaliknya untuk bagasi tangan berlaku prinsip Presumption of

Non Liability yaitu bahwa pengangkut dianggap selalu tidak

bertanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan pada       

29

 John. M. Echols & Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1986, Hlm 130.

30


(46)

bagasi tangan. Memang wajar apabila prinsip tanggung jawab untuk bagasi tangan merupakan kebalikan dari prinsip tanggung jawab untuk bagasi tercatat, oleh karena bagasi tangan tetap

berada dibawah pengawasan penumpang sendiri (things of

which the passanger takes charge himself). Dalam hal ini

penumpanglah yang harus membuktikan bahwa pengangkut bertanggung jawab, misalnya bahwa kerugian pada bagasi tangan disebabkan karena kelalaian pengangkut atau perbuatan

sengaja.31

2. Sistem Roma

Dalam Konvensi Roma tahun 1933 yang kemudian digantikan dengan Konvensi Roma tahun 1952 yang mengatur tanggung jawab oeprator pesawat udara asing untuk kerugian yang diderita pihak ketiga di permukaan bumi dipergunakan prinsip

tanggung jawab mutlak (absolut liability atau strict liability) dan

prinsip pembatasan tanggung jawab. Dengan prinsip ini operator pesawat udara tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawab.

Dengan sendirinya prinsip tanggung jawab mutlak lebih berat bagi pihak yang bertanggung jawab, oleh karena ia tidak dapat membebaskan diri.

       31


(47)

3. Sitem Montreal

Dalam bulan Oktober tahun 1965 Amerika Serikat menyatakan akan mengundurkan diri sebagai peserta Konvensi Warsawa tahun 1929, karena menganggap bahwa limit tanggung jawab yang ditetapkan dalam Konvensi Warsawa, meskipun telah

dinaikkan dua kali lipat oleh Protokol The Hague tahun 1955

yang mengamendir Konvensi Warsawa, masih terlalu rendah. Pengunduran diri akan mulai berlaku bulan Mei tahun 1966, yaitu 6 (enam) bulan kemudian sesuai dengan ketentuan dalam Konvensi Warsawa.

Pengunduran Amerika Serikat sebagai peserta Konvensi

Warsawa oleh International Air Transport Association (IATA)

yaitu asosiasi perusahaan penerbangan internasional dianggap sebagai suatu hal yang sangat serius, oleh karena akan mengakibatkan perusahaan penerbangan yang mengangkut penumpang berbangsa Amerika Serikat ada kemungkinan bila digugat di Amerika Serikat, akan diharuskan membayar ganti rugi yang jauh lebih tinggi dari pada apa yang mungkin harus

dibayarkan berdasarkan Konvensi Warsawa atau Protokol The

Hague. Oleh karena itu IATA dan perusahaan penerbangan yang

tergabung didalamnya bersedia mengadakan suatu perjanjian khusus dengan pemerintah Amerika Serikat, yang dikenal


(48)

Perjanjian ini dapat mencegah Amerika Serikat keluar dari Konvensi Warsawa 1929. Dengan perjanjian ini, yang berlaku khusus bagi penerbangan dari dan melalui Amerika Serikat, perusahaan penerbangan menyepakati hal-hal sebagai berikut:

a. Prinsip tanggung jawab yang dipakai adalah prinsip

tanggung jawab mutlak.

b. Jumlah ganti rugi maksimal adalah US$ 75.000 (tujuh

puluh lima ribu US dolar), termasuk biaya perkara atau US$ 58.000 (lima puluh delapan ribu US dolar) tidak termasuk biaya perkara.

c. Dalam waktu 5 (lima) tahun harus diusahakan suatu

konvensi internasional baru untuk menggantikan konvensi

Warsawa.32

4. Sistem Guatemala

Lima tahun setelah Montreal Interim Agreement 1966, di

Guatemala oleh International Civil Aviation Organization

(ICAO), suatu badan khusus PBB, diselenggarakan suatu Konferensi Diplomatik mengenai Hukum Udara Internasional, yang kemudian menghasilkan Protokol Guatemala tahun 1971, yang berisikan amandemen-amandemen yang mendasar pada Konvensi Warsawa tahun 1929. Dalam protokol ini pada dasarnya dipergunakan pirnsip-prinsip yang sama seperti dalam       

32


(49)

Montreal Interim Agreement, khusus untuk penumpang dan bagasinya, sedangkan untuk kargo dan keterlambatan masih

dipergunakan prinsip presumption of liability. Untuk

penumpang limit tanggung jawab ditetapkan sebesar US$ 100. 000 (Seratus ribu US dolar) dan dinyatakan sebagai suatu unbreakable limit, suatu limit yang tidak dapat dilampaui dalam hal apapun juga.

5. Sistem Ordonansi Pengangkutan Udara

Sistem Ordonansi Pengangkutan Udara sama dengan sistem Warsawa, kecuali dalam satu hal, yaitu untuk tanggung jawab terhadap kerugian yang disebabkan oleh karena keterlambatan. Dalam Warsawa, tanggung jawab untuk keterlambatan tunduk pada prinsip yang sama, sedangkan dalam Ordonansi Pengangkutan Udara, pengangkut diberi kesempatan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab dengan suatu perjanjian

khusus dengan pemakai jasa angkutan udara.33

6. Sistem Flat Rate

Sistem ini bermula dari suatu kebijakan pemerintah setelah peristiwa kecelakaan pesawat udara yang mengangkut jemaah haji, tahun 1974 dan 1975 di Srilangka.

Dengan demikian maka dapat kita tafsirkan bahwa dengan sistem ini prinsip yang digunakan adalah prinsip tanggung       

33


(50)

jawab mutlak, meskipun tafsiran ini mungkin keliru karena belum pernah ada kasus pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab karena alasan tertentu. Salah satu unsur dari adanya tanggung jawab mutlak ialah bahwa pengangkut tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya karena alasan apapun juga, kecuali kesalahan pihak yang dirugikan sendiri

atau inherent vice of the goods.

Dalam konsep RUU untuk menggantikan Ordonansi Pengangkutan Udara, yang disusun oleh tim konsultan untuk departemen perhubungan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara tahun 1986 telah diusulkan suatu sistem yang memakai prinsip tanggung jawab mutlak, dikombinasikan dengan sistem flat rate, yaitu berupa pembayaran suatu jumlah tertentu secara otomatis, dengan membuka kemungkinan untuk menuntut ganti rugi melebihi jumlah tersebut sampai suatu limit tertentu, dengan syarat beban pembuktian mengenai alasan untuk jumlah tambahan tersebut. Konsep diatas menjadi suatu perbandingan antara berbagai sistem tanggung jawab tersebut.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 138 ayat (2) bahwa badan usaha Bandar Udara, unit penyelenggara Bandar Udara, badan usaha pergudangan, atau badan usaha angkutan udara niaga yang melakukan kegiatan pengangkutan barang khusus dan/atau barang berbahaya


(51)

wajib menyediakan tempat penyimpanan atau penumpukan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan system dan prosedur penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama barang tersebut belum dimuat kedalam pesawat udara. Apabila melanggar ketentuan pengangkutan barang berbahaya tersebut maka akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan dan/atau pencabutan izin.

Dan juga menyadari betapa pentingnya peran asuransi, dalam pasal 62 Bab VIII UURI No. 1 Tahun 2009, mengatur asuransi dalam pengoperasian pesawat udara. Setiap orang ( termasuk badan hukum) yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan:

a. Pesawat udara yang dioperasikan;

b. Personel pesawat udara yang dioperasikan;

c. Tanggung jawab kerugian yang diderita oleh orang atau badan

hukum yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan pengoperasian pesawat udara dengan suatu ikatan hukum;

d. Tanggung jawab pihak ketiga atau orang atau badan hukum

yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan pengoperasian pesawat udara dengan suatu ikatan hukum, tetapi mendapat kerugian akibat dari pengoperasian pesawat udara tersebut;

e. Kegiatan investigasi insiden dan kecelakaan pesawat udara.

Dalam RUU Penerbangan tidak terdapat usul yang mewajibkan asuransi pesawat udara yang dioperasikan, personel pesawat udara


(52)

yang dioperasikan, tanggung jawab kerugian orang atau badan hukumyang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan pengoperasian pesawat udara dengan suatu ikatan hukum, tanggung jawab kerugian pihak ketiga atau orang atau badan hukum yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan pengoperasian pesawat udara dengan suatu ikatan hukum, tetapi mendapat akibat dari pengoperasian pesawat udara tersebut, dan kegiatan investigasi

insiden dan kecelakaan pesawat udara.34

Dalam UURI No. 15 Tahun 1992 kewajiban asuransi awak pesawat udara terdapat dalam pasal 48 (empat puluh delapan). Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan awak pesawat udara yang dipekerjakannya.

Asuransi penerbangan mempunyai peran yang sangat penting dalam dunia penerbangan terutama asuransi tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang, pengirim barang, tanggung jawab terhadap pihak ketiga, tanggung jawab penyelenggara Bandar Udara, asuransi awak pesawat udara, dan asuransi pesawat udara.

D. PT Angkasa Pura II (Persero) Medan sebagai Pengelola Bandar Udara

PT Angkasa Pura II (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang pengelolaan dan pengusahaan Bandar Udara di Indonesia,

       34

 H. K. Martono, Kamus Hukum dan Regulasi Penerbangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, Hlm 60.


(53)

bersama dengan PT Angkasa Pura I yang menitikberatkan pelayanan pada Indonesia Bagian Timur.

Angkasa Pura II berkantor pusat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten. Sejarah PT Angkasa Pura II (Persero) didirikan pada 13 Agustus 1984. Pada saat pendiriannya, Angkasa Pura II secara khusus diberi tugas mengelola Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Bandar Udara Halim Perdana Kusuma.

Sedangkan pengoperasiannya, PT Angkasa Pura II (Persero)

menitikberatkan Bandar Udara di wilayah barat Indonesia, yaitu:35

1. Bandara Internasional Soekarno-Hatta;

2. Bandara Halim PerdanaKusuma;

3. Bandara Husein Sastranegara;

4. Bandara Polonia;

5. Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II;

6. Bandara Sultan Syarif Kasim II;

7. Bandara Minangkabau;

8. Bandara Supadio;

9. Bandara Raja Haji Fisabilillah;

10.Bandara Sultan Thaha;

11.Bandara Depati Amir;

12.Bandara Sultan Iskandar Muda.

       35

 http://eprints.undip.ac.id/057024047/1/Yuli_Sudoso_Hastono.pdf diakses tanggal 09 juli 2013 pukul 11.38 wib


(54)

Bandara Internasional Polonia adalah sebuah Bandar Udara Internasional yang terletak sekitar 2 (dua) kilometer dari pusat kota Medan, Indonesia. Bandara ini melayani penerbangan ke kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Batam, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Dihitung dari jumlah arus penumpang atau pengguna jasa, Polonia adalah Bandara terbesar keempat di Indonesia setelah Soekarno-Hatta, Juanda, dan Ngurah Rai.

Nama Polonia berasal dari nama negara pembangunnya, Polandia (Polonia merupakan nama “Polandia” dalam bahasa Latin). Sebelum menjadi Bandar Udara, kawasan tersebut merupakan lahan perkebunan milik orang Polandia bernama Michalski. Tahun 1872 dia mendapat konsesi dari pemerintah Belanda untuk membuka perkebunan tembakau di Pesisir Timur Sumatera tepatnya daerah Medan. Kemudian ia menamakan daerah itu dengan nama Polonia, yang saat itu belum merdeka.

Tahun 1879 karena suatu hal, konsesi atas tanah perkebunan itu

berpindah tangan kepada Deli Maatschappij (Deli MIJ) atau NV Deli

Maskapai. Tahun itu terdapat kabar pionir penerbang bangsa Belanda Van

Der Hoop akan menerbangkan pesawat kecilnya Fokker dari Eropa ke

wilayah Hindia Belanda dalam waktu 20 (dua puluh) jam terbang. Maka Deli MIJ yang memegang konsesi atas tanah itu, menyediakan sebidang

lahan untuk diserahkan sebagai lapangan terbang pertama di Medan.36

       36


(55)

Pada tahun 1924, setelah berita pertama tentang kedatangan pesawat udara itu tidak terdengar, maka rencana kedatangan pesawat udara kembali terdengar. Mengingat waktu itu sangat pendek, persiapan untuk lapangan

terbang tidak dapat dikejar, akhirnya pesawat kecil yang diawaki Van Der

Hoop yang menumpangi pesawat Fokker, bersama VN Poelman dan Van

Der Broeke mendarat di lapangan pacuan kuda yakni Deli Renvereeniging, disambut Sultan Deli, Sulaiman Syariful Alamsyah.

Setelah pesawat pertama mendarat di Medan, maka asisten Residen

Sumatera Timur Mr. CS Van Kempen mendesak pemerintah Hindia Belanda

di Batavia, agar mempercepat mengirim dana untuk menyelesaikan pembangunan lapangan terbang Polonia. Pada tahun 1928, lapangan terbang Polonia dibuka secara resmi, ditandai dengan mendaratnya enam pesawat udara milik KNILM, anak perusahaan KLM, pada landasan yang masih darurat berupa tanah yang dikeraskan. Mulai tahun 1930, Perusahaan penerbangan Belanda KLM serta anak perusahaannya KNILM membuka jaringan penerbangan ke Medan secara berkala. Pada tahun 1936 lapangan terbang Polonia untuk pertama kalinya melakukan perbaikan yaitu

pembuatan landasan pacu (runway) sepanjang 600 meter.

Pada tahun 1975, berdasarkan keputusan bersama Departemen Pertahanan dan Keamanan Departemen Perhubungan dan Departemen Keuangan, pengelolaan pelabuhan udara Polonia menjadi hak pengelolaan bersama antara Pangkalan Udara AURI dan Pelabuhan Udara Sipil. Dan mulai 1985 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1985,


(56)

pengelolaan pelabuhan udara Polonia diserahkan kepada Perum Angkasa Pura yang selanjutnya mulai 1 Januari 1994 menjadi PT Angkasa Pura II

(Persero)Medan. 37

       37


(57)

TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Hak dan Kewajiban Pengguna Jasa Bandar Udara

Menurut pasal 240 ayat 1 Undang-Undang Penerbangan, yang dimaksud dengan pengguna jasa Bandar Udara adalah setiap orang yang menikmati pelayanan jasa Bandar Udara dan/atau mempunyai ikatan kerja dengan Bandar Udara.

Jasa kebandarudaraan adalah jasa yang diberikan kepada pengguna jasa Bandar Udara oleh penyelenggara Bandar Udara umum. Jasa kebandarudaraan yang terkait dengan pelayanan jasa kegiatan penerbangan terdiri dari:

a. Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan dan Penyimpanan Pesawat

Udara (PJP4U);

b. Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U);

c. Pelayanan Jasa Pemakaian Counter;

d. Pelayanan Jasa Pemakaian Garbarata.38

       38

https://kewenangan_pemerintah_pusat_dan_daerah_dalam_bidang_kebandarudara andaerah_dalam_bidang_kebandarudaraan.pdf diakses pada tanggal 09 juli 2013 pukul 11.03 wib


(58)

1. Hak pengguna jasa Bandar Udara:

a. Hak akan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan jasa;

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi dan jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan jasa;

d. Hak untuk mendapatkan avokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

e. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan pengguna jasa;

f. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif.

2. Kewajiban pengguna jasa Bandar Udara:39

a. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan

pemanfaatan barang dan jasa yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan keselamatan pengguna jasa itu sendiri;

b. Beritikad baik. Dengan itikad baik kebutuhan pengguna jasa

terhadap pelayanan barang dan jasa yang diinginkan terpenuhi dengan penuh kepuasan;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

       39


(59)

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen terhadap pengguna jasa secara patut.

B. Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Bandar Udara menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Dibentuknya Undang- Undang yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, mengandung arti bahwa hak-hak konsumen sudah diakui keberadaannya dan memiliki kepastian hukum yang diatur dalam Undang –Undang. Yang akan dibahas oleh penulis adalah perlindungan hukum pengguna jasa Bandara yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

Istilah pengguna jasa atau konsumen menurut Hukum Perlindungan

Konsumen yaitu:40

a. Setiap Orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk

tujuan tertentu;

b. Setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan

dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial);

c. Setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan

barangdan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk

       40

 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Diadit Media, Jakarta, 2002, hlm 13.


(60)

diperdagangkan kembali (non-komersial). Dan materi perlindungan

hukum yang diatur meliputi41:

a. Tanggung jawab perusahaan pengangkutan udara dan pengelola

Bandar Udara yang terdiri dari tanggung jawab terhadap penumpang;

b. Tanggung jawab terhadap barang, tanggung jawab terhadap

keterlambatan (delay);

c. Tanggung jawab asuransi;

d. Penentuan ganti rugi yang wajib dipenuhi oleh pengelola Bandar

Udara atau perusahaan pengangkutan udara;

e. Menentukan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pengguna

jasa yang mengalami kerugian, yaitu berupa upaya hukum

melalui jalur pengadilan (litigation) dan upaya hukum di luar

pengadilan (non litigation).

Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum tersebut untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum itu berarti pengguna jasa mempunyai hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa yang menjadi kebutuhannya serta mempunyai hak untuk menuntut apabila dirugikan oleh pihak pengelola.Kepastian hukum tersebut secara umum bertujuan untuk memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen adalah Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang       

41


(61)

mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia dan penggunanya, dalam

kehidupan bermasyarakat.42

Hukum perlindungan konsumen juga dapat diartikan sebagai bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi konsumen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen, yang mengatur lebih rinci asas-asas perlindungan bagi konsumen (pengguna jasa) sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan dengan produsen (pihak pengelola Bandar Udara).

Menurut pasal 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut terdapat 9 (sembilan) macam hak yang melekat pada konsumen, tetapi hanya 4 (empat) hak dasar yang

diakui oleh Internasional yaitu hak untuk mendapatkan keamanan (the

right to safety), hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed), hak untuk memilih (the right to choose), dan hak untuk

didengar (the right to be heard).

Hak-hak konsumen ini perlu diketahui oleh masyarakat luas sebgai konsumen, untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan terhadap konsumen.

      

42


(62)

C. Asas-Asas dan Sistem Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Jasa Bandar Udara

1. Asas-asas perlindungan konsumen bagi pengguna jasa Bandar Udara

Asas-asas yang dianut dalam Hukum Perlindungan Konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 (dua) UU No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen adalah:43

a. Asas manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.

b. Asas keadilan

Penerapan azas ini dapat dilihat di pasal 4 (empat) sampai 7 (tujuh) Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui azas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.

       43


(63)

c. Asas keseimbangan

Melalui penerapan azas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang dilindungi.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Diharapkan penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas kepastian hukum

Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

2. Sistem Perlindungan Konsumen dalam perspektif Hukum Perlindungan Konsumen.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, penyelesaian dari permasalahan konsumen dapat dipecahkan melalui jalan peradilan maupun non-peradilan. Mereka yang bermasalah harus memilih jalan untuk memecahkan permasalahan mereka. Sistem penyelesaian dengan cara non peradilan bisa dilakukan melalui


(1)

Bandara Internasional dilihat mulai dari pintu masuk hingga ruang tunggu penumpang yang minim sekali bangku untuk menunggu, fasilitas toilet yang kotor, jauh, bau, dan gelap serta beliau mengkomplain tentang pelayanan di bagian pengambilan bagasi sangat tidak nyaman. Tidak disediakannya bangku untuk menunggu dan tidak jarang terjadi kehilangan bagasi penumpang. Tetapi kasus ini tidak sampai ke pengadilan karena masih bias ditangani oleh pihak PT (Persero) Angkasa Pura II Medan, karena masih merupakan kasus ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak pengelola saja. Dan kasus ini dijadikan pelajaran oleh pihak pengelola untuk memperbaiki kinerja dan pelayanan terhadap penumpang Bandara.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelayanan yang diselenggarakan oleh PT Angkasa Pura II (Persero) sebagai pengelola Bandar Udara Polonia Medan

Kegiatan pengusahaan dan pelayanan yang diselenggarakan Bandar Udara Polonia berupa: pelayanan jasa pesawat udara, penumpang, barang dan pos yang kegunaannya untuk penyediaan atau pengembangan terhadap fasilitas pada kegiatan pelayanan pendaratan, lepas landas, manuver, parkir, dan penyimpanan pesawat udara, fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan penumpang, kargo, dan pos, fasilitas elektronika, listrik, air, dan instalasi limbah buangan dan lahan untuk bangunan, lapangan, dan industri serta gedung atau bangunan yang berhubungan dengan kelancaran angkutan udara, jasa terkait untuk menunjang kegiatan pelayanan operasi pesawat udara di Bandar Udara yang terdiri atas penyediaan hanggar pesawat udara, perbengkelan pesawat udara, pergudangan, katering pesawat udara, pelayanan teknis penanganan pesawat udara di darat (ground handling), pelayanan penumpang dan bagasi, serta penanganan kargo dan pos.

Jasa terkait untuk menunjang kegiatan pelayanan penumpang dan barang yang terdiri atas penyediaan penginapan atau hotel dan transit hotel, penyediaan toko dan restoran, penyimpanan kendaraan bermotor, pelayanan kesehatan, perbankan dan atau penukaran uang, transportasi darat.


(3)

2. Bentuk-Bentuk Kerugian yang Dialami oleh Pengguna Jasa Bandar Udara Polonia Medan

Bentuk kerugian yang biasa dialami oleh pengguna jasa Bandar Udara Polonia Medan adalah bentuk ketidakpuasan terhadap pelayanan dari pihak pengelola Bandar Udara.

Jika dalam hal pemberian fasilitas dan pelayanan pihak pengelola Bandar Udara masih dianggap kurang profesional, maka disini terjadi ketidakpuasan pada pengguna jasa karena pihak pengguna jasa merasa dirugikan haknya.

Apabila terjadi kerugian terhadap penumpang dan/atau pengguna jasa maka akan diganti oleh pihak pengelola Bandar Udara Polonia Medan. PT Angkasa Pura II (Persero) memberikan ganti rugi berupa asuransi terhadap klaim yang ditujukan kepada Bandara, sebagai tanggung jawab terhadap kerugian dalam bentuk ketidakpuasan pada pelayanan Angkasa Pura II (Persero) yaitu dengan menggunakan asuransi Jasa Raharja.

3. Bentuk Pertanggungjawaban PT Angkasa Pura II (Persero) Terhadap Kerugian yang Dialami Pengguna Jasa Bandar Udara

Pihak Pengelola Bandar Udara sebagai penyelenggara kegiatan penerbangan mempunyai tanggung jawab serta kewajiban untuk mengganti kerugian yang dialami oleh pengguna jasanya sebagai dampak dari kesalahan pihak pengelola.

Dari hasil wawancara yang telah dilaksanakan penulis dengan General Manager PT Angkasa Pura II (Persero) Medan, bahwa terhadap kerugian yang dialami oleh pengguna jasa Bandar Udara, pihak pengelola Bandar Udara tetap akan bertanggung jawab. Tanggung jawab tidak harus dalam bentuk uang tetapi juga dapat diberikan dalam bentuk pelayanan.


(4)

B. Saran

1. Upaya perlindungan konsumen menjadi sangat penting sekarang ini. Untuk mewujudkan perlindungan konsumen akan sulit jika kita mengharapkan kesadaran dari pelaku usaha ( pihak pengelola Bandar Udara), maka dari itu dibutuhkannya suatu tanggap masalah/kesadaran dari pengguna jasa akan manfaat dan kelebihan pelayanan yang diberikan oleh pihak pengelola Bandara. Tetapi kepercayaan pun tidak cukup maka diperlukannya suatu peraturan yang mengikatnya agar pihak pengelola tidak semena-mena, dan hak-hak konsumen pun terlindungi.

2. Adanya sosialisasi berkaitan dengan peran serta masyarakat selaku pengguna jasa Bandar Udara yang dapat memberikan penilaian, masukan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan Perusahaan Angkutan Udarar Niaga berjadwal seharusnya dapat menciptakan daya saing terutama dalam bidang pelayanan jasa demi memperlancar kegiatan perekonomian nasional yang menunjang dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa.

3. Bagi para pihak yang terkait, seperti pihak pengelola Angkasa Pura II (Persero) Medan yang menyediakan pelayanan jasa di Bandar Udara Polonia, diharapkan memaksimalkan kinerjanya agar dapat mempertahankan pelayanan yang baik terhadap penumpang serta mengantisipasi timbulnya kerugian terhadap memberikan pelayanan kepada pengguna jasa Bandar Udara, karena selain dapat memberikan kepuasan pada penumpang dan pengguna jasa juga dapat menjaga nama baik PT Angkasa Pura II (Persero) Medan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

 

A. Buku-Buku

Ashshofa Burhan, 2007, Metode Penelitian Hukum,Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1992, Analisa dan Evaluasi Hukum Tertulis tentang Ketentuan-Ketentuan Hukum yang Berkenan dengan Penentuan Jumlah Ganti Rugi Dalam Bidang Pengangkutan Udara, Jakarta: Pengayoman.

Gautama Sudargo,1991, Hukum Dagang dan Arbitrase Nasional, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Ichsan Achmad, 1993, Hukum Dagang, Jakarta: Pradnya Paramita.

Martono, H. K., 2010, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan UU RI No. 1 Tahun 2009, Jakarta: PT Raja Grafindo.

. ________________, 2011, Hukum Angkutan Udara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. M. Echols. John dan Hasan Sadily, 1986, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia. Nasution Az., 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Diadit Media.

Purbacaraka Purnadi, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, Alumni, Bandung, 1979. Rahmadi Supancana Ida Bagus, 2003, Peranan Hukum Dalam Pembangunan

Kedirgantaraan Kumpulan Makalah dan Paparan Ilmiah, Jakarta: CV. Mitra Karya. Salim Peter, 1985, Contemporary English-Indonesian Dictionary, Jakarta: Modern English Press. Suherman, E., 1962, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Udara Indonesia, Bandung: CV. Mandar Maju.

______________, 1984, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara, Bandung: Alumni. ______________,2000, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, Bandung: CV. Mandar Maju.

Sadily Hasan, 1986, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia. Surbekti, R., 1995, Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya.

Wiradipradja, E. Saefullah, 2006, Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia, Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol 25.


(6)

Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana.

________________, 2009, Hukum Penerbangan Berdasarkan UURI No. 1 Tahun 2009, Bandung: CV. Mandar Maju.

B. Undang-Undang

Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

C. Internet

http://eprints.undip.ac.id/15619/Hendro_Prawoto.pdf diakses tanggal 16 mei 2013 pukul

15.34 WIB

https://PT(Persero)AngkasaPuraII/CoC180707Final.doc diakses pada tanggal 14 juni 2013

pukul 18.45 WIB.

https://kewenangan_pemerintah_pusat_dan_daerah_dalam_bidang_kebandarudaraandaera

h_dalam_bidang_kebandarudaraan.pdf diakses pada tanggal 16 Juni 2013 pukul 16.45

WIB.

http://shareshareilmu.wordpress.com/2012/02/05/tanggungjawab_terhadap_pelayanan_Ban

dara.pdf terakhir diakses pada tanggal 05 Juli 2013 pukul 22.06 WIB.

.

http://eprints.undip.ac.id/057024047/1/Yuli_Sudoso_Hastono.pdf diakses tanggal 09 juli