Pengertian Pengangkutan dan hukum pengangkutan

38

C. Pengertian Pengangkutan dan hukum pengangkutan

Suatu pejanjian pengangkutan pada dasarnya merupakan suatu perjanjian biasa, yang dengan sendirinya tunduk pada ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk suatu perjanjian pada umumnya, yaitu tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam Buku ke III KUHPerdata tentang perikatan, selama tidak ada pengaturan khusus tentang perjanjian pengangkutan dalam peraturan perundang-undangan di bidang angkutan. HMN Purwosutjipto mendefinisikan pengangkutan sebagai berikut: “Perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim. Dimana pengangkut mengikatkan diri untukmenyelenggarakan pengangkutan barang danatau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim ialah membayar ongkos angkut”. 32 Sedangkan yang dimaksud dengan angkutan adalah suatu keadaan pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan suatu tujuan tertentu, baik untuk memperoleh nilai tambah untuk barangkomersial maupun untuk tujuan non komersial. Pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. 33 32 Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat Jalan dan Kereta Api, Penerbit Universitas Trisakti, 2009, hal. 14. 33 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkatan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, Medan, USU Press, 2006, hal. 20. Universitas Sumatera Utara 39 Dalam buku M.N. Nasution pengangkutan didefinisikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya. Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan gerakan dari tempat asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ke tempat tujuan, dan kemana kegiatan pengangkutan diakhiri. 34 Selanjutnya menurut Penulis pengangkutan adalah kegiatan memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat tujuan yang menimbulkan hubungan hukum. Menurut Hasyim Purba: “Hukum pengangkutan merupakan ketentuan yang mengatur tentang segala aktivitas pengangkutan yang wajib ditaati bagi setiap yang terlibat di dalam aktivitas itu. Menurut Sution Usman Adji, dkk hukum pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang danatau orang ke tempat tujuan yang dituju, sementara pihak lainnya pengirim-penerima; pengirim atau penerima; penumpang mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran biaya dalam rangka pengangkutan tersebut”. 35 Dasar hukum pengaturan mengenai hukum pengangkutan di jalan, diatur dalam: 36 1. Kitab Undang-undang hukum dagang KUHD, buku I bab V. Bagian 2 dan 3, mulai pasal 90 sampai dengan pasal 98. Dalam bagian ini diatur sekaligus pengangkutan perairan darat, akan tetapi hanya 34 M.N. Nasution, Jenis-Jenis Hukum Pengangkutan, Surabaya, Cahaya Husana, 2007, hal. 3. 35 Hasim purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2005, hal. 7. 36 SitiNurbati, Op.Cit, hal. 30. Universitas Sumatera Utara 40 khusus mengenai pengangkutan barang, tidak diatur dalam pengangkutan orang. Surat angkutan dan perjanjian pengangkutan pasal 90 ayat1 KUHD menyebutkan surat angkutan merupakan persetujuan antara si pengirim atau ekpeditur pada pihak satu dan pengangkut atau juragan perahu pada pihak lain dan surat ini memuat selain apa yang kiranya telah disetujui oleh kedua belah pihak, seperti misalnya mengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus selesai dikerjakan dan mengenai penggantian kerugian dalam hal kelambatan, memuat juga: 1 Nama dan berat ukuran barang-barang yang diangkut, begitu juga merek-merek dan bilangannya 2 Nama orang kepada siapa barang-barang dikirim 3 Nama dan tempat si pengangkut atau juragan perahu 4 Jumlah upah pengangkutan 5 Tanggal dan Tanda tangan si pengirim atau ekspeditur. 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Lembaran Negara RI Tahun 2009 No.96, Tambahan Lembaran Negara No. 5025 37 UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan selanjutnya disingkat UULLAJ mulai diberlakukan pada tanggal 22 Juni 2009. UULLAJ adalah undang-undang yang terakhir diundangkan setelah 3 tiga undang- undang angkutan lainnya terlebih dahulu diundangkan, yaitu, Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian; Undang-Undang No.17 Tahun 2008 37 Ibid Universitas Sumatera Utara 41 tentang Pelayaran dari Undang-undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan. UULLAJ ini terdiri XXII Bab dan 326 Pasal, menggantikan Undang-Undang No.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 325. Pada saat undang-undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan angkutan Jalan Lembaran negara Republik Indonesia nomor 3480 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 38 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Tahun Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini. Akan tetapi, semua peraturan pelaksana dari UU No.14 tentang 1992 masih dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 324. Dalam Pejanjian Pengangkutan barang, obyeknya adalah benda atau hewan, sedangkan dalam perjanjian pengangkutan orang, obyeknya adalah orang. Dalam perjanjian Pengangkutan barang ada penyerahan barang atau hewan yang dikuasakan dan diawasi oleh Pengangkut. Pengawasan dan penguasaan itu akan lebih berat lagi bila yang diangkut adalah hewan dan pengangkut baru dapat dimintakan tanggung jawabnya apabila benda-benda itu kurang, rusak,musnah, 38 Ibid Universitas Sumatera Utara 42 atau terlambat sampai di tempat tujuan, sedangkan dalam perjanjian pengangkutan orang, tidak ada penyerahan kepada pengangkut, yang ada hanyalah pengangkut berkewajiban untuk mengangkut orang sampai di tujuan dengan selamat. Begitu juga dengan tanggung jawab pengangkut dengan pihak ketiga. Tanggung jawab pengangkut terhadap pihak ketiga terjadi diluar perjanjian pengangkutan, karena posisi pihak ketiga berada diluar angkutan umum dan bukan penumpang atau pengirim barang

D. Spesifikasi Pengangkutan Gas Elpiji