Hasil Uji Keausan Wear Test

59 Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan spesimen uji sudah memenuhi standar uji keausan. Unsur SiC ternyata mempengaruhi kekasaran pada suatu material. Permukaan kasar mempengaruhi koefisien gesek pada spesimen dibandingkan permukaan yang halus. Kekasaran merupakan prediksi yang baik dari kinerja komponen mekanik. Meskipun kekasaran biasanya tidak diinginkan tetapi sangat sulit untuk dikontrol dalam manufaktur Aditya dkk 2011 .

4.7. Hasil Uji Keausan Wear Test

Alat yang digunakan untuk pengujian keausan ini adalah alat uji keausan dengan standar ASTM G99-04 tipe pin on disk dengan variasi pembebanan. Keausan yang terjadi pada pengujian ini adalah Keausan Abrasif Abrasive wear. Berikut ini adalah gambar spesimen sebelum dilakukan pengujian keausan, spesimen uji mempunyai ukuran yang sama dengan tebal t = 5 mm dan diameter spesimen d = 65 mm. Pada pengujian keausan ini kecepatan putaran n = 120 rpm, waktu t = 30 s dan pembebanan = 10 N adalah konstan. Spesimen sebelum dilakukan pengujian keausan dapat dilihat pada gambar 4.13. Gambar 4.13 Spesimen sebelum di uji keausan Spesimen setelah dilakukan pengujian keausan dengan putaran 120 rpm, pembebanan 10 N dan waktu pengujian 30 detik untuk semua variasi spesimen maka spesimen yang sudah diuji dapat dilihat pada gambar 4.14. Gambar 4.14 Spesimen sudah di uji keausan 60 Gambar 4.14 diatas, terdapat jejak pada spesimen uji keausan. Jejak tersebut akibat penekanan pin yang diberi beban pada saat pengujian sehingga pin tersebut bergesek pada permukaan spesmien. Lebar jejak tersebut dapat diukur dengan menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM- 10A,230V-50Hz. Dengan menggunakan alat tersebut kemudian di ukur lebar jejaknya. Lebar jejak Aluminium coran untuk raw material pada uji keausan dapat dilihat pada gambar 4.15 berikut : Gambar 4.15 Lebar jejak untuk Raw Material Aluminum Alloys pembesaran 50x Keterangan: a= Lebar jejak μm Lebar jejak yang dihasilkan pada raw material tidak sepenuhnya lurus, tetapi terdapat lekukan-lekukan pada jejaknya. Hal ini dikarenakan pengikisan abrasif pada raw material tidak merata, oleh karena adanya getaran pada pin akibat pembebanan. Gambar 4.16 Kedalaman jejak bahan raw material pembesaran 50x a a a b 61 Keterangan : b = kedalaman jejak μm Gambar 4.15 dan 4.16 menunjukkan lebar jejak dan kedalaman jejak dari raw material. Lebar jejak dan kedalamannya untuk raw material setelah diuji dan dilihat menggunakan mikroskop optik didapat nilai rata-ratanya seperti pada tabel 4.6 berikut ini. Tabel 4.6 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan raw material No Variasi Bagian Titik a μ m μ m μ m μ m 1 Raw Material 1 1 1360,567 1325,840 1315,218 58,969 2 1455,829 3 1336,953 4 1160,825 5 1423,686 6 1356,060 7 1312,795 8 1200,003 2 2 1 1050,013 1317,457 2 1397,371 3 1323,705 4 1497,389 5 1392,195 6 1252,632 7 1363,181 8 1263,168 3 3 1 1360,567 1302,359 2 1415,829 3 1436,953 4 1160,825 5 1165,837 6 1256,060 7 1352,795 8 1270,003 Tabel 4.6 memperlihatkan hasil pengamatan lebar jejak gambar 4.15 dan kedalaman jejak gambar 4.16 terhadap spesimen uji keausan dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. 62 Lebar jejak bahan dengan komposisi Aluminium alloys ditambah Fly Ash 1 pada uji keausan dapat dilihat pada gambar 4.17, kemudian diamati dan di ukur lebar jejaknya dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. Gambar 4.17 Lebar jejak untuk aluminum alloys ditambah Fly ash 1 pembesaran 50x Keterangan: a= Lebar jejak μm Lebar jejak yang dihasilkan pada raw material tidak sepenuhnya lurus, tetapi terdapat lekukan-lekukan pada jejaknya. Kedalaman jejak bahan aluminium alloys yang diperkuat fly ash 1 tanpa SiC dapat dilihat pada gambar 4.18. Gambar 4.18 Kedalaman jejak bahan aluminum alloys ditambah Fly ash 1 pembesaran 50x Keterangan : b = kedalaman jejak μm a a a b 63 Gambar 4.17 dan 4.18 menunjukkan lebar rata – rata dan kedalaman jejak dari bahan aluminium alloys yang diperkuat fly ash 1. Lebar jejak dan kedalaman untuk aluminum Alloys ditambah Fly ash 1 tanpa SiC dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini. Tabel 4.7 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Aluminum Alloys ditambah Fly ash 1 No Variasi Bagian Titik a μm μ m μ m μ m 1 Fly Ash 1 1 1 1460,577 1318,943 1309,103 58,969 2 1354,326 3 1231,452 4 1269,485 5 1403,606 6 1351,160 7 1282,725 8 1198,213 2 2 1 1050,013 1288,338 2 1387,971 3 1423,255 4 1397,638 5 1302,995 6 1302,742 7 1293,981 8 1148,108 3 3 1 1390,507 1320,027 2 1320,929 3 1331,983 4 1260,025 5 1185,207 6 1256,564 7 1452,095 8 1362,903 Lebar jejak bahan dengan komposisi aluminium alloys ditambah SiC 1,5 dan Fly Ash 1 pada uji keausan dapat dilihat pada gambar 4.19, kemudian diamati dan di ukur lebar jejaknya dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. 64 Gambar 4.19 Lebar jejak untuk Aluminum Alloys ditambah Sic 1,5 dan Fly ash 1 pembesaran 50x Keterangan: a= Lebar jejak μm Jejak yang dihasilkan pada aluminum alloys yang ditambah Sic 1,5 dan Fly ash 1 juga tidak merata. Kedalaman jejak bahan aluminum alloys ditambah Sic 1,5 dan Fly ash 1 dapat dilihat pada gambar 4.20. Gambar 4.20 Kedalaman jejak bahan Aluminum Alloys ditambah Sic 1,5 dan Fly ash 1 pembesaran 50x Keterangan : b = kedalaman jejak μm Gambar 4.19 dan 4.20 menunjukkan lebar jejak dan kedalaman jejak dari bahan yang diperkuat SiC 1,5. Lebar jejak dan kedalaman untuk aluminum alloys ditambah Sic 1,5 dan Fly ash 1 dapat dilihat pada tabel 4.8. a a a b 65 Tabel 4.8 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Aluminum Alloys ditambah Sic 1,5 dan Fly ash 1 No Variasi Bagian Titik a μ m μm μ m μ m 1 SiC 1,5 1 1 1450,013 1307,587 1281,089 55,821 2 1397,371 3 1147,398 4 1194,740 5 1392,195 6 1152,632 7 1463,181 8 1263,168 2 2 1 1257,994 1275,780 2 1313,158 3 1157,943 4 1338,462 5 1225,476 6 1212,079 7 1392,648 8 1308,482 3 3 1 1342,108 1259,898 2 1184,820 3 1240,554 4 1287,969 5 1357,595 6 1200,026 7 1255,575 8 1210,539 Tabel 4.8 memperlihatkan hasil pengamatan lebar jejak gambar 4.19 dan kedalaman jejak gambar 4.20 terhadap spesimen uji keausan dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. Dilihat dari tabel 4.8 laju keausan terendah terjadi pada bagian 3 yang merupakan bagian bawah dari hasil coran Al - SiC. Lebar jejak bahan dengan komposisi Aluminium alloys ditambah SiC 2,5 dan Fly Ash 1 pada uji keausan dapat dilihat pada gambar 4.21, kemudian diamati dan di ukur lebar jejaknya dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. 66 Gambar 4.21 Lebar jejak untuk Aluminum Alloys ditambah Sic 2,5 dan Fly ash 1 pembesaran 50x Keterangan: a= Lebar jejak μm Jejak yang dihasilkan pada aluminum alloys yang ditambah Sic 2,5 dan Fly ash 1 juga tidak merata, hal itu dikarenakan oleh adanya getaran pada pin dan penambahan SiC yang membuat material itu semakin keras dari komposisi coran sebelumnya. Gambar 4.22 Kedalaman jejak bahan Aluminum Alloys ditambah Sic 2,5 dan Fly ash 1 pembesaran 50x Keterangan : b = kedalaman jejak μm Gambar 4.21 dan 4.22, maka lebar jejak dan kedalaman untuk aluminum alloys ditambah Sic 2,5 dan Fly ash 1 dapat dilihat pada tabel 4.9. a a a b 67 Tabel 4.9 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Aluminum Alloys ditambah Sic 2,5 dan Fly ash 1 No Variasi Bagian Titik a μ m μ m μ m μ m 1 SiC 2,5 1 1 1150,013 1238,087 1204,380 54,121 2 1297,371 3 1197,398 4 1194,740 5 1386,195 6 1152,632 7 1163,181 8 1363,168 2 2 1 1250,994 1204,905 2 1213,158 3 1157,943 4 1368,462 5 1159,476 6 1208,079 7 1142,648 8 1138,482 3 3 1 1142,108 1170,148 2 1044,820 3 1176,554 4 1157,969 5 1307,595 6 1200,026 7 1121,575 8 1210,539 Tabel 4.9 memperlihatkan hasil pengamatan lebar jejak gambar 4.21 dan kedalaman jejak gambar 4.22 terhadap spesimen uji keausan dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. Dilihat dari tabel 4.9 laju keausan terendah terjadi pada bagian 3 yang merupakan bagian bawah dari hasil pengecoran logam. Lebar jejak bahan dengan komposisi aluminium alloys ditambah SiC 3,5 dan Fly Ash 1 pada uji keausan dapat dilihat pada gambar 4.23, kemudian diamati dan di ukur lebar jejaknya dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. 68 Gambar 4.23 Lebar jejak untuk Aluminum Alloys ditambah Sic 3,5 dan Fly ash 1 pembesaran 50x Keterangan: a= Lebar jejak μm Jejak yang dihasilkan pada aluminum alloys yang ditambah Sic 3,5 dan Fly ash 1 juga tidak merata, hal itu dikarenakan oleh adanya getaran pada pin dan penambahan SiC yang membuat material itu semakin keras dan membentuk lebar jejak yang semakin mengecil dibandingkan komposisi coran sebelumnya. Gambar 4.24 Kedalaman jejak bahan Aluminum Alloys ditambah Sic 2,5 dan Fly ash 1 pembesaran 50x Keterangan : b = kedalaman jejak μm Gambar 4.23 dan 4.24, maka lebar jejak dan kedalaman untuk aluminum alloys ditambah Sic 2,5 dan Fly ash 1 dapat dilihat pada tabel 4.10. a a a b 69 Tabel 4.10 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Aluminum Alloys ditambah Sic 2,5 dan Fly ash 1 No Variasi Bagian Titik a μ m μ m μ m μ m 1 SiC 3,5 1 1 1215,919 1227,828 1185,997 51,019 2 1118,537 3 1284,229 4 1223,227 5 1136,874 6 1262,029 7 1371,071 8 1210,741 2 2 1 928,962 1180,047 2 1347,398 3 1050,032 4 1203,704 5 1126,622 6 1313,287 7 1076,417 8 1393,950 3 3 1 928,962 1150,117 2 1290,234 3 1128,996 4 936,875 5 1123,992 6 1052,635 7 1360,246 8 1378,999 Tabel 4.10 memperlihatkan hasil dari lebar jejak gambar 4.23 dan kedalaman jejak gambar 4.24 pada komposisi Aluminium alloys ditambah SiC 3,5 dan Fly Ash 1 dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. Hasil pengujian keausan pada tabel 4.6, tabel 4.7, tabel 4.8, tabel 4.9 dan tabel 4.10 digunakan untuk menghitung laju keausan secara teori menurut hukum Archard dan laju keausan secara experimen. Lebar jejak pada setiap spesimen tersebut digunakan untuk menghitung panjang lintasan keausan pada hukum Archard, sehingga didapatkan volume keausan teori dari bahan tersebut. Sedangkan kedalaman jejak tersebut digunakan untuk menghitung laju keausan berdasarkan eksperimen. 70 Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan wear law bahwa untuk menentukan laju keausan terlebih dahulu dihitung panjang lintasan dan volume keausannya. Panjang lintasan dapat dihitung melalui persamaan 4.7 setelah terlebih dahulu dihitung jari – jari lintasan. Jari – jari lintasan dapat dihitung menggunakan persamaan 4.6 berikut : r = dp + a 2 4.6 Dimana: r = Jari-jari lintasan mm a = Lebar jejak rata-rata μm d p = Diameter pengujian mm Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen raw material yang memiliki lebar jejak rata – rata sebesar 1315,218 μm dan diameter pengujian 50 mm maka didapat hasil perhitungannya seperti berikut ini : r = dp + a 2 r = 50 mm + 1315 ,218 mm x 10 −3 2 r = 25,66 mm Setelah didapat hasil perhitungan untuk jari –jari lintasan, maka panjang lintasan dapat dihitung dengan persamaan 4.7 L = 2 π.r.n.t 60 4.7 Dimana: r = Jari-jari lintasan mm n = Putaran rpm 71 t = Waktu keausan s L= Panjang lintasan m Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen raw material yang memiliki jari – jari lintasan sebesar 25,66 mm dan waktu putaran pengujian keausan sebesar 30 s serta kecepatan putaran selama pengujian keausan yaitu sebesar 120 rpm maka berdasarkan data – data diatas, didapat hasil perhitungannya seperti berikut ini : L = 2 π.r.n.t 60 L = 2 π . 25,66 mm .120 . 30 60 L = 9667,75 mm L = 9,668 m Setelah didapat hasil perhitungan untuk panjang lintasan, maka volume keausan dapat dihitung dengan persamaan 4.8 berikut ini: V T = K W . L H 4.8 Dimana: V T = Volume keausan teori mm³ K= Koefisien keausan 6,0 x 10 −4 W= Beban N H= Kekerasan material Pa, Nm² L= Panjang lintasan m Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen raw material yang memiliki panjang lintasan sebesar 9,668 m dan pembebanan untuk pengujian keausan yaitu sebesar 10 N serta kekerasan material sebesar 49,48 x 10 5 Nm² yang didapat dari hasil pengujian kekerasan. maka berdasarkan data – data diatas, didapat hasil perhitungannya seperti berikut ini : 72 V T = K W . L H V T = 6,0 x 10 −4 10 N . 9,668 m 49,48 x 10 5 Nm ² V T = 11,723 x 10 −9 m³ V T = 11,723 mm³ Setelah didapat hasil perhitungan untuk volume keausan, maka laju keausan dapat dihitung dengan persamaan 4.9 berikut ini : Ѱ T = V ᴛ t 4.9 Dimana : Ѱ T = Laju keausan teori mm³s t= Waktu keausan s Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen raw material yang memiliki volume keausan sebesar 11,723 mm³ dan waktu selama pengujian keausan yaitu 30 s. Maka berdasarkan data – data diatas, didapat hasil perhitungannya seperti berikut ini : Ѱ T = V ᴛ t Ѱ T = 11,723 mm ³ 30 � Ѱ T = 0,391 mm³s Didapatlah hasil perhitungan untuk laju keausan secara teori yang berdasarkan menurut hukum keausan Archard. Perhitungan laju keausan teori untuk spesimen aluminium alloy yang diperkuat SiC 1,5 , 2,5, 3,5 dan Fly Ash 1 sama seperti perhitungan raw material diatas, hanya saja yang membedakannya adalah lebar jejak rata – rata dan kekerasan material spesimen. 73 Ilustrasi skematis spesimen hasil uji keausan secara experimen dapat dilihat pada gambar 4.25 berikut ini. Gambar 4.25 Skematis spesimen hasil uji keausan aditya 2011 Keterangan : d p1 = Diamter dalam lintasan mm d p2 = Diameter luar lintasan mm Sedangkan untuk menentukan laju keausan experimen terlebih dahulu dihitung luas lintasan dan volume keausan experimen. Luas lintasan dapat dihitung melalui persamaan 4.11 dan 4.12 setelah terlebih dahulu dihitung jari – jari luar lintasan. Jari – jari luar lintasan dapat dihitung menggunakan persamaan 4.10 berikut : r p2 = r p1 + 4.10 Dimana : r p1 = Jari-jari dalam lintasan mm r p2 = Jari-jari luar lintasan mm Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen raw material yang memiliki lebar jejak rata – rata sebesar 1315,218 μm dan jari – jari dalam lintasan sebesar 25 mm maka didapat hasil perhitungannya seperti berikut ini : 74 r p2 = r p1 + r p2 = 25 mm + 1315,218 mm x 10 −3 r p2 = 26,315 mm Setelah didapat hasil perhitungan untuk jari – jari luar lintasan, maka luas dalam lintasan dan luas luar lintasan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.11 dan 4.12 berikut : A p1 = π. r p1 ² 4.11 A p2 = π. r p2 ² 4.12 Dimana : A p1 = Luas dalam lintasan mm² A p2 = Luas luar lintasan mm² Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen raw material yang memiliki jari – jari dalam lintasan sebesar 25 mm dan jari – jari luar lintasan sebesar 25,315 mm maka didapat hasil perhitungannya seperti berikut ini : a untuk luas dalam lintasan A p1 = π. r p1 ² A p1 = π. 25 mm ² A p1 = 1962,5 mm² b untuk luas luar lintasan A p2 = π. r p2 ² A p2 = π. 25,315 mm ² A p2 = 2174,38 mm² Setelah didapat hasil perhitungan untuk luas dalam lintasan dan luas luar lintasan, maka volume keausan experimen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.13 berikut ini : 75 V P = A p2 – A p1 . b 4.13 Dimana: V p = Volume keausan eksperimen mm³ b = Kedalaman rata-rata μm Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen raw material yang memiliki luas dalam lintasan sebesar 1962,5 mm² dan luas luar lintasan sebesar 2174,38 mm² serta kedalalaman jejak rata – rata raw material sebesar 60,403 μm maka didapat hasil perhitungannya seperti berikut ini : V P = A p2 – A p1 . b V P = 2174,38 – 1962,5 mm² . 60,403 . 10 −3 mm V P = 12,798 mm³ Setelah didapat hasil perhitungan untuk volume keausan, maka laju keausan experimen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.14 berikut ini : Ѱ p = Vp t 4.14 Dimana: Ѱp = Laju keausan eksperimen mm³s t = waktu pengujian s Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen raw material yang memiliki volume keausan experimen sebesar 12,798 mm³ maka didapat hasil perhitungan untuk laju keausan experimen seperti berikut ini : Ѱ p = Vp t 76 Ѱ p = 12,798 mm ³ 30 s Ѱ p = 0,427 mm³s Perhitungan laju keausan experimen untuk spesimen aluminium alloy yang diperkuat SiC 1,5 , 2,5, 3,5 dan Fly Ash 1 sama seperti perhitungan raw material diatas, hanya saja yang membedakannya adalah lebar jejak rata – rata dan kedalaman jejak rata – rata spesimen. Berdasarkan perhitungan secara teori menurut hukum keausan Archard dan perhitungan secara experimen, maka dapat diketahui laju keausan untuk bahan aluminium alloys raw material, aluminium alloys yang diperkuat fly ash 1 tanpa SiC dan aluminium alloys yang diperkuat SiC dengan komposisi 1,5, 2,5, dan 3,5 serta penambahan fly ash 1 yang dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini. Tabel 4.11 Laju keausan pada bahan Aluminium alloys raw material, Aluminium alloys yang diperkuat fly ash 1 tanpa SiC dan yang diperkuat SiC serta penambahan fly ash 1 . Bagian ᾱ μm k L m Vt mm³ Ѱt mm³s Ѱp mm³s Raw 1315,218 0,0006 9,668 11,723 0,391 0,424 Fly Ash 1 1309,103 0,0006 9,667 11,623 0,387 0,415 SiC 1,5 1281,089 0,0006 9,661 11,302 0,377 0,386 SiC 2,5 1204,380 0,0006 9,647 10,108 0,337 0,347 SiC 3,5 1185,997 0,0006 9,643 9,583 0,319 0,325 Tabel 4.11 memperlihatkan hasil dari laju keausan secara teori dan secara eksperimen. Grafik laju keausan dengan variasi komposisi pada bahan raw material aluminium alloys, aluminium alloys yang diperkuat fly ash tanpa SiC dan yang diperkuat dengan SiC dan fly ash berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat pada gambar 4.26 berikut ini. 77 Gambar 4.26 Grafik laju keausan vs variasi komposisi Gambar 4.26 memperlihatkan bahwa laju keausan akan terus menurun seiring dengan penambahan SiC terhadap aluminium alloys. Laju keausan yang paling besar terjadi pada raw material yaitu sebesar 0,391 mm³s secara teori dan secara eksperimen sebesar 0,424 mm³s. Aluminium coran yang paling rendah laju keausannya adalah pada Aluminium alloys yang diperkuat SiC 3,5 dan fly ash 1 yaitu sebesar 0,319 mm³s secara teori dan secara eksperimen sebesar 0,325 mm³s atau menurun 18 secara teori dan menurun 23 secara eksperimen. SiC memiliki sifat-sifat penting seperti tahan oksidasi, tahan rayapan, kekerasan tinggi, kekuatan mekanik baik modulus young sangat tinggi, korosi baik dan tahan erosi serta berat relatif rendah Suparman 2010 . Penambahan unsur Silikon karbida mempengaruhi sifat mekanik pada aluminium coran yaitu meningkatkan kekerasannya. Sehingga pada pengujian keausan pin on the disk , aluminium alloys yang telah diperkuat dengan silikon karbida dapat menahan gesekan yang diakibatkan oleh pembebanan dibandingakan dengan raw material.

4.8. Hasil Uji Metalografi Metallography Test

Dokumen yang terkait

Studi Eksperimental Pengaruh Komposisi Sic Terhadap Mikrostruktur Dan Sifat Mekanis Pada Pembuatan Metal Matrix Composite Al-Sic Dengan Metode Centrifugal Casting

2 85 102

Studi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Dan Mikrostruktur Pada Pembuatan Metal Matrix Composite Menggunakan Metode Stir Casting

1 1 20

Studi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Dan Mikrostruktur Pada Pembuatan Metal Matrix Composite Menggunakan Metode Stir Casting

0 0 1

Studi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Dan Mikrostruktur Pada Pembuatan Metal Matrix Composite Menggunakan Metode Stir Casting

0 0 4

Studi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Dan Mikrostruktur Pada Pembuatan Metal Matrix Composite Menggunakan Metode Stir Casting

0 0 20

Studi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Dan Mikrostruktur Pada Pembuatan Metal Matrix Composite Menggunakan Metode Stir Casting

0 0 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Studi Eksperimental Pengaruh Komposisi Sic Terhadap Mikrostruktur Dan Sifat Mekanis Pada Pembuatan Metal Matrix Composite Al-Sic Dengan Metode Centrifugal Casting

0 0 27

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KOMPOSISI SiC TERHADAP MIKROSTRUKTUR DAN SIFAT MEKANIS PADA PEMBUATAN METAL MATRIX COMPOSITE Al-SiC DENGAN METODE CENTRIFUGAL CASTING SKRIPSI

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Studi Eksperimental Pengaruh Komposisi Sic Terhadap Ketahanan Aus Pada Pembuatan Metal Matrix Composite Al – Sic Menggunakan Metode Stir Casting

0 0 26

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KOMPOSISI SiC TERHADAP KETAHANAN AUS PADA PEMBUATAN METAL MATRIX COMPOSITE Al – SiC MENGGUNAKAN METODE STIR CASTING SKRIPSI

0 0 14