Pengaruh pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS INKUIRI

TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

Khasanah

NIM. 104016200440

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

iii

ABSTRAK

KHASANAH. Pengaruh Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri Terhadap Pemahaman Konsep Siswa. Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen lemah dengan desain one group

pretest-posttest yang dilaksanakan di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan pada

16-30 Mei 2010. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 3 Tangerang Selatan tahun ajaran 2019/2010 . Teknik pengambilan sampel dengan

purposive sampling. Teknik pengumpulan data variabel pemahaman konsep

dengan menggunakan tes formatif, dan angket.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia berbasis inkuiri mempengaruhi pemahaman konsep koloid siswa. Hasil analisis data menggunakan statistik uji “t” diperoleh nilai thitung = 4,84 sedangkan nilai ttabel pada taraf signifikansi α = 0,05 (derajat kebebasan 40) adalah 2,68, maka nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel, sehingga Ha diterima.


(5)

iv

ABSTRACT

KHASANAH. The Effect of Chemistry Inquiry Based Learning to The

Student’s Understanding of Concepts. Thesis, Chemistry Education,

Departement of Natural Science Education, Faculty of Science and Teacher July 2011.

This study is aimed to find out is there are affect of chemistry inquiry based

learning to the student’s understanding of concept. This research uses the

weak experimental method with one group pretest-posttest which was held in SMA Negeri 3 Tangerang Selatan on 16 to 30 May 2010. The population of this study are all students of class XI SMA Negeri 3 Tangerang Selatan 2009/2010 school year. The sampling technique with the purposive sampling. The data collection techniques using formative tests,and questionnaires.

Based on the result of this study concluded that chemistry inquiry based

learning can affect the student’s understanding of colloidal concepts. It’s can

look from the result of data analysis using t-test obtained score of thitung =

4,84 and ttabel = 2,86 with significant standar 95%, thitung>ttabel. It can be

concluded Ha accepted and Ho rejected.


(6)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahiim

Alhamdulillah , segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu

banyak nikmat kasih dan sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pemahaman Konsep Siswa pada Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri”. Sahalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya yang setia hingga hari akhir nanti.

Begitu banyaknya hambatan yang telah dilewati oleh penulis untuk proses penyelesaian skripsi ini, namum begitu banyak dukungan dari berbagai pihak kepada penulis. Oleh sebab itu dengan segala ketulusan hati ini penluis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis, khusunya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ayah dan Ibu yang telah selalu memberikan doa dan dukungannya selama ini. 3. Keluarga Bapak Karmana Putra yang telah membiayai study penulis,

sehingga penulis berkesempatan menikmati pendidikan di jenjang perguruan tinggi.

4. Kakak-kakak, dan semua saudara penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc. dan Ibu Nengsih Juanengsih, m.Pd, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA.

6. Bapak Dedi Irwandi M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia. 7. Ibu Dra. Etty Sofyatiningrum, M.Ed., selaku dosen pembimbing I dan Bapak

Tonih Feronika, M.Pd., sebagai dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak Drs.H. Sujana, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 3 Tangerang Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di sekolah yang beliau pimpin.


(7)

vi

9. Ibu Dewimarhelly, S.Pd., selaku guru mata pelajaran kimia di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan yang telah memberikan informasi dan masukan terhadap penelitian yang penulis lakukan.

10. Seluruh siswa kelas XI IPA 5 sebagai sampel dalam penelitian ini.

11. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bimbingan ilmu yang sangat berguna sebagai bekal penulis dalam menjalani tantangan ke depan.

12. Semua teman baik di Program S1 Pendidikan Kimia angkatan 2004, teman pengajar di bimbingan belajar yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Semoga setiap bantuan, dukungan semangat yang telah diberikan diberikah balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi diri sendiri dan dunia pendidikan pada umumnya. Amiin Yaa Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, Juli 2011


(8)

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ………. iii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……… vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ……….. 7

1. Hakikat Konstruktivisme... 7

2. Hakikat Inkuiri ………... 9

a. Pengertian Inkuiri ………. 9

b. Jenis-jenis Inkuiri ………. 12

c. Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Inkuiri … 13 3. Hakikat Pemahaman Konsep ……….. 14

4. Konsep Koloid ……… 17

B. Kerangka Berpikir ……… 25


(9)

viii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

B. Metode Penelitian ... 27

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 27

D. Teknik Pengumpulan Data ... 28

E. Instrumen Penelitian ... 28

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 30

1. Pengolahan Data ………. 30

2. Kalibrasi Instrumen ……… 30

3. Teknik Analisis Data ……….. 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ……… 38

1. Hasil Belajar Kognitif ……….. 38

2. Data Kualitatif ……… 41

B. Pengujian Prasyarat Analisis ………. 43

1. Uji Normalitas ………. 43

2. Uji Homogenitas ……….. 44

3. Uji N-Gain ………... 45

4. Uji Hipotesis ……….... 47

C. Pembahasan ………... 47

D. Keterbatasan Penelitian ………. 51

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……… 52

B. Saran ……….. 52

DAFTAR PUSTAKA ………. 53


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian ……….. 27

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ……….. 29

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pretest………. 38

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Posttesti ………... 39

Tabel 4.3 Persentase Pemahaman Siswa ………... 40

Tabel 4.4 Hasil Angket Pemahaman Konsep Siswa ………. 41

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas ……….……… 43

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas ………. 44

Tabel 4.7 Hasil N-Gain Siswa ……….. 45

Table 4.8 Hasil Uji Hipotesis ……… 47

DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Diagram Kategorisasi Perolehan Skor N-Gain ………. 46


(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ……….. 55

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa………... 68

Lampiran 3 Instrumen Validasi ………. 71

Lampiran 4 Soal Ulangan Harian ……….. 76

Lampiran 5 Lembar Respon Siswa Setelah Melakukan Kegiatan Pembelajaran ………. 80

Lampiran 6 Perhitungan Analisis Validasi Instrumen ………... 81

Lampiran 7 Hasil Belajar Siswa ……… 82

Lampiran 8 Diatribusi Frekuensi Pretest……….. 83

Lampiran 9 Distribusi frekuensi Posttest………... 85

Lampiran 10 Perhitungan Uji Normalitas……….. 87

Lampiran 11 Perhitungan Uji Homogenitas ……… 89

Lampiran 12 Perhitungan Uji t……….. 92


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI N.20 th.2003) dinyatakan bahwa

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara1.

Dengan demikian pendidikan harus mampu menguak dan mengembangkan keseluruhan potensi kemanusiaan seorang peserta didik sehingga ia sanggup untuk hidup di era mendatang yang lebih kompleks dan rumit permasalahannya.

Pendidikan memiliki misi tidak hanya mendidik namun juga mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bangsa. Dalam UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2

Pendidikan merupakan sebuah cara untuk meningkatkan derajat suatu bangsa di mata dunia. Itulah yang dapat kita ambil dari sejarah keberlangsungan suatu bangsa yang maju. Sejarah Jepang telah membuktikan bahwa setelah hancurnya kota Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia 1, hal pertama yang mereka lakukan adalah memperbaiki

1

UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.3 2


(13)

sistem pendidikan mereka untuk mencetak ilmuan baru di berbagai bidang. Begitu juga Amerika ketika kalah dari Rusia dalam bidang teknologi luar angkasa, Amerika memperbaiki pendidikan bangsanya untuk menciptakan ilmuan-ilmuan baru yang bisa menyaingi Rusia dalam bidang teknologi luar angkasa. Pengutamaan pendidikan juga dipesankan oleh presiden Sukarno untuk meningkatkan taraf kehidupan bangsa Indonesia setelah kemerdekaan.

Begitu pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa menunjukkan belajar adalah suatu hal yang penting bagi seseorang untuk menjadi lebih baik dari hari kemarin. Islam juga mengajarkan hal yang serupa jauh sebelum Amerika, Jepang dan Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan wahyu yang pertama kali turun kepada nabi Allah Muhammad SAW yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:



















































“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al- „Alaq : 1-5)

Ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya membaca dalam hal ini berarti betapa pentingnya belajar. Besarnya perhatian Islam terhadap ilmu juga ditunjukkan dengan mewajibkan setiap muslim laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu bahkan hingga akhir hayat. Bahkan Allah


(14)

sendiri menjanjikan bahwa orang yang berilmu itu akan dibedakan beberapa derajat dari orang yang tidak berilmu. Bukankah ini suatu kemuliaan bagi orang yang berilmu.

Permasalahan mutu pendidikan seringkali dikaitkan dengan merosotnya prestasi belajar yang dicapai siswa. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka hal semacam itu harus dikaji secara cermat melalui komponen-komponen penting dalam sistem pendidikan yang berkaitan agar dapat dilakukan upaya penanggulangannya. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya pencapaian hasil belajar mata pelajaran kimia diantaranya yang cukup dikenal adalah: (1) sifat ilmu itu; (2) pelaksanaan pembelajaran yang kurang baik/tepat; dan (3) karakter pembelajarnya.

Pada umumnya siswa cenderung belajar dengan hafalan daripada secara aktif mencari tahu untuk membangun pemahaman mereka sendiri terhadap konsep ilmu kimia tersebut. Hal ini menyebabkan sebagian besar konsep-konsep kimia menjadi konsep yang abstrak bagi siswa dan bahkan mereka tidak dapat mengenali konsep-konsep kunci atau hubungan antar konsep yang diperlukan untuk memahami konsep tersebut. Akibatnya, siswa tidak dapat membangun pemahaman konsep kimia yang fundamental pada awal mereka mempelajari ilmu kimia.

Seorang guru atau tenaga pendidik tugas pokok dan misi utama mereka adalah memberikan pendidikan dan pengajaran. Pada umumnya metode pembelajaran yang dikembangkan guru kimia dalam kegiatan belajar mengajar adalah pembelajaran yang masih konvensional, dalam prosesnya guru menerangkan materi dengan metode ceramah, siswa mendengarkan kemudian mencatat hal yang dianggap penting. Sumber utama dalam pembelajaran ini adalah penjelasan guru, siswa hanya pasif

mendengarkan uraian materi, menerima dan “menelan” begitu saja ilmu

atau informasi dari guru. Hal ini berakibat informasi yang didapat kurang melekat pada diri siswa. Dengan langkah ini juga siswa cepat merasa


(15)

bosan, jika perasaan ini terus bertambah tentu akan berdampak buruk bagi siswa, misalnya minat siswa untuk belajar kimia akan turun.

Dalam dunia pendidikan banyak pendekatan pembelajaran yang bisa diterapkan oleh guru untuk menyampaikan materi yang dapat disesuaikan dengan karakter dari kelas dan siswa yang beragam. Pembelajaran yang diterapkan di sekolah hendaknya membiasakan siswa untuk berpikir sendiri, mereka membangun pemahaman konsep dan pengetahuan sendiri. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh dapat membekas lama dalam pikiran mereka.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk membangun pemahaman konsep siswa adalah pembelajaran inkuiri. Dalam pendekatan pembelajaran inkuiri dilibatkan semua kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan analisis layaknya seorang ilmuan. Pada pembelajaran inkuiri siswa diberikan kesempatan untuk menggali potensinya sendiri dan membangun konsep dari materi yang diajarkan. Selain itu mereka bertindak layaknya seorang ilmuan yang diharapkan dapat menemukan sesuatu hal yang baru bagi mereka sehingga ilmu yang mereka peroleh bukan hanya dari guru tetapi berdasarkan apa yang mereka alami dan temukan sendiri.

Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya. Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia termasuk ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat.

Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat yang melibatkan keterampilan dan


(16)

penalaran. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk.

Konsep koloid yang diajarkan ditingkat SMA menuntut siswa untuk dapat membuat berbagai macam sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya. Dalam kompetensi ini berarti siswa harus dapat memahami terlebih dahulu apa itu koloid, melakukan percobaan mana yang termasuk bahan yang dapat menjadi sistem koloid, menganalisis apakah benar sistem yang mereka buat adalah sistem koloid atau bukan, dan menyimpulkan mana zat-zat dalam kehidupan sehari-hari mereka yang dapat menjadi sistem koloid dan mana yang bukan.

Sesuai dengan kompetensi dasar pada konsep koloid maka pembelajaran inkuiri mempunyai kriteria yang cocok digunakan pada pembelajaran konsep koloid. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti ingin memfokuskan diri pada penelitian tentang “Pengaruh Pembelajaran Kimia Berbasis Inkuiri terhadap Pemahaman Konsep Siswa ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi ada beberapa masalah yang muncul yaitu :

1. Kurang bervariasinya metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. 2. Keaktifan siswa di dalam proses pembelajaran masih kurang.

3. Kebosanan yang dialami siswa dengan metode ceramah yang diterapkan guru.

4. Pemahaman siswa terhadap pelajaran kimia masih belum baik.


(17)

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini dapat terarah dan tidak terlalu luas jangkauannya maka diperlukan pembatasan masalah, adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pendekatan mengajar yang digunakan adalah pendekatan inkuiri yaitu inkuiri terbimbing

2. Pemahaman konsep siswa tentang koloid dalam hal ini akan ditinjau dari aspek kognitif dan psikomotor.

3. Subjek penelitian adalah siswa kelas X1 semester II SMA Negeri 3 Tangerang Selatan tahun pembelajaran 2009/2010.

D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh pembelajaran kimia berbasis inkuiri terhadap pemahaman siswa?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis inkuiri terhadap pemahaman konsep siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi perorangan maupun bagi instansi pendidikan sebagai berikut:

1. Bagi peneliti; hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam menggunakan pembelajan berbasis inkuiri pada pembelajaran kimia untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa, kelak jika peneliti sudah menjadi seorang pendidik.

2. Bagi para pendidik; khususnya guru kimia, akan memperoleh masukan tentang adanya variasi strategi pembelajaran sehingga dapat menggunakannya sebagai salah satu alternatif dalam memperbaiki dan meningkatkan pemahaman konsep siswa.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Hakikat Konstruktivisme

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered

approach).1

Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan yang berpangkal dari kombinasi antara psikologi kognitif dengan psikologi sosial. Huitt W dalam

Conctructivism, Educational Psychology Interactive menyatakan bahwa: the basic in

constructivisme is that an individual lerner must actively “build” knowladge and skill an

information exists within this buili construcs rather than in external environtment.2 Jadi

dalam pendekatan konstruktivisme ini pengetahuan dibangun atau di konstruksi oleh orang itu sendiri. John Dewey adalah tokoh filsafat yang memperkenalkan pendekatan ini. Inti teori konstruktivis adalah gagasan bahwa pelajar masing-masing harus menemukan dan mengubah informasi yang rumit kalau mereka ingin menjadikannya milik sendiri.3

Menurut pandangan para konstruktivis belajar adalah suatu proses dimana pengetahuan diperoleh dengan jalan mengkaitkan informasi baru kepada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara individu.4 Dalam pembelajaran siswa dipandang telah

1

Akhmad Sudrajat, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. (Oktober 2008) Diakses dari http://www.psb-psma.org. pada 27 Januari 2009.

2

Huitt, W, Constructivism. Educational Psychology Interactive. (Valdosta State University, 2009) diakses dari http://teach.valdosta.edu/whuitt/col/cogsys/construct.html pada Juni 2009

3

Robert E Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek, jilid 2, (Jakarta: PT Indeks, 2009), h.6

4


(19)

memiliki pengetahuan awal kemudian dalam pembelajaran siswa akan membangaun pemahamannya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang ia miliki kemudian dipadukan dengan pengetahuan baru yang ia peroleh. Sehingga dalam pembelajaran, siswa menjadi aktif dan bukan pasif. Fungsi guru dalam pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai fasilitator, artinya guru membantu siswa menemukan makna mereka sendiri bukannya mengajari dan menguasai semua kegiatan di ruang kelas.

Implikasi konstruktivisme bagi pembelajaran menurut Wesley A. Hoover setidaknya ada empat hal.5 Pertama, pembelajaran tidak dipandang sebagai hanya sebuah proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Guru dalam pembelajaran konstruktivisme bukanlah pemeran utama dalam pembelajaran, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat tingkat pemahamannya. Kedua, pembelajaran berdasar pada pengetahuan awal siswa, guru harus mengetahui bahwa pengetahuan dan lingkungan belajar siswa sangat mempengaruhi pembelajaran. Ketiga, siswa harus menggunakan pemahaman yang mereka miliki pada situasi untuk membangun pengetahuan baru, guru harus melibatkan siswa dalam pembelajarannya. Keempat, jika pengetahuan baru benar-benar di bangun maka dibutuhkan waktu untuk membangunnya.

Senada dengan hal di atas, Widodo mengemukakan lima pandangan konstruktivisme tentang belajar dan mengajar, yaitu:6

a. Pembelajar telah memiliki pengetahuan awal. Tidak ada pembelajar yang otaknya benar-benar kosong. Pengetahuan awal yang dimiliki oleh pembelajar memainkan peranan penting pada saat ia belajar tentang sesuatu hal yang ada kaitannya dengan apa yang telah diketahui.

b. Belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari satu sumber ke penerima, namun pembelajar sendirilah yang mengkonstruk pengetahuan.

c. Belajar adalah perubahan konsepsi pembelajar. Karena pembelajar telah memiliki pengetahuan awal, maka belajar adalah proses mengubah pengetahuna awal siswa

5

Wesley A.Hoover, The Practice Implications of construstivism, diakses dari

http://www.sedl.org/pubs/sedletter/v09n03/practice.html pada Juni 2009

6

Ari Widodo, Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains, ( Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 064, 2007), h. 98.


(20)

sehingga sesuai dengan konsep yang diyakini “benar” atau agar pengetahuan awal

siswa bisa berkembang menjadi suatu konstruksi pengetahuan yang lebih besar.

d. Proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu konteks sosial tertentu. Sekalipun proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam otak masing-masing individu, namun sosial memainkan peran penting dalam proses tersebut sebab individu tidak terpisah dari individu lainnya.

e. Pembelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Guru atau siapapun tidak dapat memaksa siswa untuk belajar sebab tidak ada seorangpun yang bisa mengatur proses berpikir orang lain. Guru hanyalah menyiapkan kondisi yang memungkinkan siswa belajar, namun apakah siswa benar-benar belajar tergantung sepenuhnya pada diri pembelajar itu sendiri.

Jadi pada intinya pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang menyerahkan semua proses belajar kepada siswa dimana siswa membangun pemahamannya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang ia miliki.

2. Hakikat Inkuiri

a. Pengertian Inkuiri

Inquire” berarti menanyakan, meminta keterangan, atau menyelidiki. Inkuiri

dalam bahasa Inggris “Inquiry” berarti pertanyaan atau pemeriksaan atau penyelidikan. Suchman mengembangkan model pembelajaran dengan pendekatan Inkuiri. Pendekatan pembelajaran ini melatih siswa dalam proses untuk menginvestigasi dan menjelaskan suatu fenomena yang tidak biasa. Proses-proses mental yang terdapat pada inkuiri ini antara lain: merumuskan masalah, membuat hipotesis, mendesain eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan.7

Menurut Ratna Wilis Dahar, “metode inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan

sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri”. 8

7

Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, ( Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 76

8


(21)

Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.

Menurut Hacket, di dalam Standar Nasional Pendidikan Sains di Amerika Serikat, inkuiri digunakan dalam dua terminologi yaitu sebagai pendekatan pembelajaran

(scientific inquiry) oleh guru dan sebagai materi pelajaran sains (science as inquiry) yang

harus dipahami dan mampu dilakukan oleh siswa. .9 Sebagai strategi pembelajaran, inkuiri dapat diimplementasikan secara terpadu dengan strategi lain sehingga dapat membantu pengembangan pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan melakukan kegiatan inkuiri oleh siswa. Jadi inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan semua kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki suatu permasalah dengan cara yang sistematis dengan metode ilmiah untuk merumuskan penemuan.

Menurut Randy L.Bell dan kawan-kawan dalam “Simplifiying Inquary Instructions” mengenai inkuiri adalah

At its heart, inquiry is an active learning process in which students answer research questions through data analysis. One might argue that the most authentic inquiry activities are those in which students answer their own questions through analyzing data they collect independently. However, an activity can still be inquiry based when the questions and data are provided, as long as students are conducting the analysis and drawing their own conclusions. Furthermore, most students need substantial scaffolding before they are ready to develop scientific questions and design effective data collection procedures to answer

these questions.10

Dari pengertian inkuiri di atas, untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri ada tiga kondisi yang perlu diperhatikan, yaitu siswa berhadapan dengan suatu masalah real dan bermakna bagi siswa dari suatu kejadian tertentu yang belum dikenalnya, siswa bebas untuk mengumpulkan data dan menemukan urutannya sesuai dengan yang diinginkannya, dan siswa berhadapan dengan lingkungan yang responsif, fleksibel, dan bebas untuk berinteraksi sehingga informasi yang diperlukan siswa dapat diberikan dengan tepat.

9

Prof.Dr. Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Inkuiri, diakses dari

http://herfis.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-inkuiri.html pada November 2009

10

Randy L. Bell, Lara Smetana, and Ian Binns, Simplifiying Inquiry Instructions, diakses dari


(22)

Proses inkuiri akan berlangsung terus menerus sehingga temuan baru itu mempunyai arti bagi diri siswa. Guru sebagai fasilitator harus mempunyai langkah-langkah tertentu untuk mendorong jenis inkuiri pada siswa. Langkah yang dapat diambil oleh guru menurut Roestiyah harus:

1) Menstimulus dan menantang siswa untuk berpikir.

2) Memberikan fleksibilitas atau kebebasan untuk berinisiatif dan bertindak. 3) Memberikan dukungan untuk menemukan sesuatu.

4) Mendiagnosa kesulitan-kesulitan siswa dan membantu mengatasinya. 5) Mengidentifikasi dan menggunakan teach able moment sebaik-baiknya. 11

Sedangkan urutan pembelajaran berbasis inkuiri yang diajukan oleh NRC, langkah-langkahnya sebagai berikut:

a) Tahap undangan untuk berinkuiri, dalam hal ini guru memberikan rangsangan agar memotivasi dan menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga siswa mengajukan pertanyaan yang diminati untuk diteliti. Oleh karena itu pada tahap ini diperlukan keterampilan guru dalam mengajukan pertanyaan (keterampilan bertanya).

b) Tahap perencanaan percobaan, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan dipersilahkan untuk merencanakan percobaan yang akan dilakukan berdasarkan pertanyaan yang diajukan sendiri.

c) Tahap pelaksanaan percobaan, setelah rencana matang pelaksanaan penelitian pun dilakukan melalui proses merakit dan menguji alat-alat, mendesain dan menguji bentuk-bentuk pengumpulan data, mengembangkan data dan menguji jadwal pengumpulan data, kelompok melakukan pengumpulan, penyusunan, dan interpretasi data.

d) Tahap mengkomunikasikan hasil, pada tahap ini kelompok menciptakan laporan tertulis untuk menjelaskan dan mempresentasikannya kepada kelompok lain.12

Agar pembelajaran inkuri ini berjalan dengan sukses, bukan hanya bergantung pada silabus atau kurikulumnya saja. Guru menjadi kunci dalam pembelajarannya, dimana guru harus mempunyai kemampuan untuk mengelola kelas agar pemelajaran inkuri itu berhasil. Yang pertama guru harus menguasai instruksi atau perintah untuk

11

Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h.79-80.

12


(23)

melakukan inkuiri. Guru harus percaya pada kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa. Untuk lebih menyukseskan pelaksanaan inkuiri maka guru membutuhkan kemampuan untuk berpikir operasional, tentang materi yang akan diselidiki siswa, dan juga pengatahuan tentang gaya belajar siswa.

Beberapa tindakan yang dapat perlu dilaksanakan guru pada pembelajaran inkuiri yang sukses menurut Alan Colburn antara lain:

1) Menggunakan kalimat terbuka ketika bertanya kepada siswa.

2) Menunggu beberapa saat setelah pertanyaan itu diberikan untuk memberikan kesempatan bagi siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

3) Menanggapi jawaban siswa tanpa bermaksud untuk mengkritisi atau menghakimi. 4) Memberikan saran kepada siswa atas ide yang diberikan oleh siswa.

5) Mengelola kedisiplinan kelas.13 b. Jenis-jenis Inkuiri

Alan Colburn seorang professor di Universitas Negeri California membagi jenis inkuiri menjadi empat yaitu inkuiri terstruktur (Structured inqury), inkuiri terbimbing

(Guided inquiry), inkuiri bebas (open inquiry), dan siklus belajar (learning cycle)14.

1) Structured Inquiry

Pada pembelajaran inkuiri terstruktur guru memberikan permasalahan melalui

hands-on untuk diselidiki, berikut dengan bahan dan prosedur kerjanya. Tetapi guru tidak

memberitahukan hasil yang diharapkan dari kegiatan yang siswa lakukan. Siswa bertugas menghubungkan antar variabel dan menyimpulkan data yang mereka peroleh.

2) Guide Inquiry

Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh provides only the materials and problem to

investigate. Students devise their own procedure to solve the problem.”

Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat

13

Alan Colburn, An Inquiry Primer, (Science Scope, 2000) diakses dari

http://www.nsta.org/main/news/pdf/ss003_42.pdf. 2008. h. 44

14


(24)

atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai intelegensi tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola kelas yang bagus.

Inkuiri terbimbing biasanya digunakan terutama bagi siswa-siswa yang belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Pada tahap-tahap awal pengajaran diberikan bimbingan lebih banyak yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan pengarah agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang disodorkan oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan pengarah selain dikemukakan langsung oleh guru juga diberikan melalui pertanyaan yang dibuat dalam LKS. Oleh sebab itu LKS dibuat khusus untuk membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan menarik kesimpulan.

3) Open Inquiry

Pendapat Alan Colburn tentang inkuiri jenis ini adalah “This approach is similar to guided inquiry, with the addition that students also formulate their own problem to investigate. Open inquiry, in many ways, is analogous to doing science. Science fair

activities are often examples of open inquiry.”

Pada model ini siswa harus mengidentifikasikan dan merumuskan macam problema yang dipelajari dan dipecahkan. Jenis model inkuiri ini lebih bebas daripada kedua jenis inkuiri sebelumnya.

4) Learning Cycle

Dalam siklus belajar, siswa mengikuti prosedur inkuiri terbimbing diikuti diskusi yang dipimpin guru mengenai penemuan mereka. Siswa diberikan konsep yang akan dibahas secara paralel. Siswa diberikan terlebih dahulu pengetahuan sebelum mereka mengenalnya. Kemudian mereka kembali lagi ke laboratorium untuk menerapkan apa yang telah mereka pelajari pada situasi yang baru.

c. Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Inkuiri

Seperti halnya metode pembelajaran yang lain, inkuiri juga mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan. Diantara keunggulan itu menurut Wina Sanjaya adalah sebagai berikut:


(25)

1) Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

2) Inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

3) Inkuiri dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

4) Inkuiri dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan belajar di atas rata-rata. 15

Di samping keuntungan ada juga kelemahan-kelemahan dalam metode inkuiri. Menurut Jerome Bruner kelemahan itu antara lain:

a) Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar. Dengan percaya diri yang kuat. Pembelajar harus mampu menghilangkan hambatan.

b) Jika pendekatan inkuiri diterapkan dalam kelas dengan jumlah pembelajar yang besar, kemungkinan besar tidak berhasil.

c) Pembelajar yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang telah dirancang pengajar, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan. Lebih-lebih kalau harus belajar mandiri. Dampaknya dapat mengecewakan pengajar dan pembelajar sendiri. d) Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan keterampilan

memberi kesan terlalu idealis. Ada kesan dananya terlalu banyak, lebih-lebih kalau penemuannya kurang berhasil, hanya merupakan suatu pemborosan belaka. 16

3. Pemahaman Konsep

Arti pemahaman dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan.17 Pemahaman juga diartikan dari kata

“understanding” Michener menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek dalam Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi

15

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,Cet. Ke 5, 2008), h.206

16

Anonimous, Pendekatan Inquiri dalam Mengajar, artikel diakses dari

http://pakdesofa.blog.plasa.com/archives/24 pada Oktober 2009

17


(26)

bahan yang dipelajari. Pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Untuk memahami suatu objek itu sendiri, relasinya dengan objek lain yang sejenis, relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis, dan relasinya dengan objek dalam teori lainnya.

Dalam kamus ilmiah popular, konsep bermakna ide umum, pengertian, pemikiran, rancangan, rencana dasar.18 Menurut Syaiful Sagala, konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.19

Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pemahaman konsep adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau tindakan yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori.

Bloom memyebutkan bahwa ada tiga kategori pemahaman, yakni penerjemahan

(translation), penafsiran (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation).20 Adapun

masing-masing kategori pemahaman mengandung pengertian sebagai berikut :

a. Penerjemahan (translation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi bentuk lain, misalnya menyebutkan variable-variabel yang diketahui dan yang ditanyakan atau mengubah dari lambing ke arti.

b. Penafsiran (interpretation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menentukan konsep-konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah/soal.

c. Pembuatan ekstrapolasi (extrapolation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa menyimpulkan konsep yang telah diketahui dengan menerapkannya dalam perhitungan matematis untuk menyelesaikan soal.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, pemahaman konsep kimia yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa dalam menentukan konsep-konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan soal.

18

Ahmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiah Populer lengkap Edisi Terbaru, (Yogyakarta:Absolut, 2004), h.239.

19

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2006), cet. Ke 4, h. 71.

20


(27)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman siswa menurut Wahyudi adalah sebagai berikut:21

a. Tingkat Usia

Pada tahap usia SD, kebanyakan pemahaman mereka ditekankan tingkat hafalan

(role learning), tanpa tekanan untuk menjelaskan mengapa atau bagaimana.

Sedangkan pada tahap usia SLTP maupun SMU, pembelajaran haruslah dipusatkan pada pemberdayaan (empowerment) siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi yaitu pemahaman relasional.

b. Pendekatan pembelajaran yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar (KBM).

Pemilihan terhadap penggunaan pendekatan sangat mempengaruhi pemahaman siswa. Jika kita mengharapkan pembelajaran yang menekankan kepada pencapaian tingkat pemahaman siswa yang lebih tinggi atau pembelajaran bermakna bagi siswa, kita harus dapat memilih dan menggunakan cara-cara atau pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan bahan ajar. Dengan demikian akan tercapailah tujuan akhir pembelajaran.

c. Motivasi Siswa.

Siswa dapat dikelompokkan menjadi tiga, kelompok pertama adalah kelompok siswa yang benar-benar ingin belajar (willing to learn), ingin memahami apa yang akan dipelajari selama proses belajar mengajar. Kelompok ini memiliki motivasi yang sangat tinggi. Kelompok kedua adalah kelompok siswa yang hanya ingin nilai terbaik

(to gain a good mark). Siswa dikelompok ini biasanya punya motivasi dan tingkat

partisispasi yang tinggi dalam proses kegiatan belajar mengajar, namun labbil. Dan kelompok yang ketiga adalah kelompok siswa yang sekedar ikut sekolah (to have fun

at school) atau lebih tepatnya kelompok penggembira. Bagi mereka yang penting

adalah masuk sekolah dan baik kelas.

Kriteria yang digunakan untuk mengetahui persentase pemahaman siswa menurut Suharsimi Arikunto dalam Dwi Yulianti adalah22 :

21

Wahyudi, Tingkat Pemahaman Siswa Terhadap Materi Pembelajaran IPA, Balitbang Diknas. Alghiptra.Blogspot.com/2007/08/tpk-ipa-saduran.html.2008.h.13-16


(28)

1) Persentase antara 0 – 30 termasuk kategori persentase pemahaman kurang sekali. 2) Persentase antara 31 – 55 termasuk kategori persentase pemahaman kurang. 3) Persentase antara 56 – 65 termasuk kategori persentase pemahaman cukup. 4) Persentase antara 66 – 79 termasuk kategori persentase pemahaman baik.

5) Persentase antara 80 – 100 termasuk kategori persentase pemahaman baik sekali.

4. Konsep Koloid

Sistem dispersi adalah sistem dimana suatu zat tersebar merata (fase terdispersi) di dalam zat lain (fase pendispersi atau medium). Fase terdispersi bersifat diskontinu (terputu-putus) sedangkan medium disperse bersifat kontinu. Ada tiga jenis sistem dispersi yaitu larutan, suspensi, dan koloid.

Larutan adalah keadaan dimana zat terlarut (molekul, atom, ion) terdispersi secara homogen dalam zat pelarut. Larutan bersifat stabil dan tak dapat disaring, tidak ada endapan. Diameter partikel zat terlarut lebih kecil dari 10-7 cm. Contoh : larutan sirup, larutan garam. Suspensi adalah keadaan dimana zat terlarut terdipersi secara heterogendalam zat pelarut, sehingga partikel-partikel zat terlarut cenderung mengendap dan dapat dibedakan dari zat pelarutnya. Suspensi bersifat diskontinu, dapat disaring dan merupakan sistem 2 fase. Diameter partikel zat terlarut lebih besar dari 10-5 cm. Contoh: air sungai, air kapur. Koloid adalah suatu campuran yang keadaannya berada diantara larutan dan suspensi/larutan kasar. Koloid terlihat sebagai campuran homogen, namun digolongkan sebagai campuran heterogen secara mikrokopis. Koloid umumnya bersifat stabil dan tidak dapat disaring, campuran 2 fase. Diameter zat terlarut antar 10-7-10-5 cm.

Pada umumnya zat yang ditemukan pada kehidupan sehari-hari berada dalam keadaan koloid sehingga semua cabang ilmu kimia sangat berkepentingan dengan kimia koloid, diantaranya:

1. Semua jaringan bersifat koloidal

2. Tanah terdiri dari bagian-bagian yang bersifat koloid sehingga ilmu tanah, pertanian dan sebagainya harus mencakup penerapan kimia koloid pada tanah

22

Dwi Yulianti, Prosentase Pemahaman Siswa pada Konsep Unsur, Senyawa, Campuran, Molekul, Angka Indeks dan Koefisiean. Penelitian Staf Pengajar Universitas Lampung, diakses dari www.scrib.com pada November 2009


(29)

3. Pengetahuan tentang koloid sangat diperlukan dalam industri cat, keramik, plastik, tekstil, kertas, lem, tinta, semen, karet, kulit, penyedap, mentega, keju, susu dan makanan lain, pelumas, sabun, obat semprot pertanian dan insektisida, gel, selai dan lain-lain.

Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Sistem koloid ini mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan atau suspensi. Keadaan koloid bukan ciri dari zat tertentu karena semua zat, baik padat, cair, maupun gas, dapat dibuat dalam keadaan koloid. Karena sistem koloid sangat berpengaruh bagi kehidupan sehari-hari, kita harus mempelajarinya lebih mendalam agar kita dapat menggunakannya dengan benar dan dapat bermanfaat untuk diri kita.

Berdasarkan fase mediumnya, sol, emulsi, dan buih masih terbagi atas beberapa jenis yaitu sol padat, sol cair, sol gas, emulsi padat, emulsi cair, emulsi gas, buih padat, dan buih cair. Secara jelaskan akan dipaparkan sebagai berikut, koloid terdiri atas bagian-bagian berikut:

1. Sol padat (padat-padat)

Sol padat ialah jenis koloid dengan zat fase padat terdispersi dalam zat fase padat.

Contoh:' logam paduan, kaca berwama, intan hitam, permata (gem) dan baja. 2. Sol cair (padat-cair)

Sol cair ialah jenis koloid dengan zat fase padat terdispersi dalam zat fase cair.

Berarti, Hal ini berarti zat terdispersi fase padat dan medium fase cair. Contoh: cat, tinta, dan kanji.

3. Sol gas (padat-gas)

Sol gas (aerosol padat) ialah koloid dengan zat fase padat terdispersi dalam zat fase

gas. Hal ini berarti zat terdispersi fase padat dan medium fase gas. Contoh: asap dan debu.

4. Emulsi padat (cair-padat)

Emulsi padat (gel) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase padat.

Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase padat. Contoh: mentega, keju, jeli, dan mutiara.


(30)

5. Emulsi cair (cair-cair)

Emulsi cair (emulsi) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase cair.

Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase cair. Contoh emulsi minyak dalam air : susu , minyak ikan, dan santan kelapa.

6. Emulsi gas (cair-gas)

Emulsi gas (aerosol cair) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase

gas. Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase gas. Contoh: obat-obat insektisida (semprot), kabut, dan hair spray.

Emulsi adalah suatu sistem koloid dimana fase terdispersi dan medium

pendispersinya tidak dapat bercampur. Untuk membentuk emulsi digunakan zat pengemulsi atau emulgator yang berfungsi sebagai zat penstabil. Misalnya saja sabun untuk mengemulsi minyak dan air, kasein sebagai emulgator dalam susu (lemak dalam air).

7. Buih padat (gas-padat)

Buih padat ialah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase padat. Hal ini berarti zat terdispersi fase gas dan medium fase padat. Contoh: busa jok dan batu apung, styrofoam, nasi, marshmallow.

8. Buih cair (gas-cair)

Buih cair (buih) ialah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase cair. Berarti, zat terdispersi faso gas dan medium fase cair. Contoh: buih sabun, ombak, buih soda, dan krim kocok.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa koloid mempunyai perbedaan dengan suspense dan larutan diantara perbedaan itu, koloid mempunyai sifat yang khas yaitu: 1. Efek Tyndall

Adalah sifat penghamburan cahaya oleh koloid. Ditemukan oleh John tyndall, oleh karena itu sifat ini dinamakan Tyndall. Efek Tyndall digunakan untuk membedakan sistem koloid dari larutan sejati. Salah satu cara mengenali koloid adalah menjatuhkan seberkas cahaya kepada objek. Larutan bersifat meneruskan cahaya, sedangkan koloid bersifat menghamburkan cahaya. Berkas cahaya yang melalui koloid dapat diamati dari arah samping walaupun partikel koloidnya tidak tampak. Jika pertikel terdispersinya kelihatan, maka sistem tersebut disebut suspensi. Contohnya


(31)

sorot lampu proyektor di ruangan yang berasap dan berkas sinar matahari melalui celah daun pohon pada pagi hari yang berkabut.

2. Gerak Brown

Merupakan gerak lurus yang tidak beraturan (zig-zag) dari partikel koloid dalam medium pendispersi. Gerak ini terjadi akibat tabrakan antara partikel koloid dengan medium pendispersinya. Gerak brown dipengaruhi oleh ukuran partikel dan suhu, semakin kecil ukuran partikel koloid akan semakin cepat pula gerakannya. Semakin tinggi sushu sistem koloid, semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel medium. Akibatnya, gerak Brown dri partikel fase terdispersinya semakin cepat. Gerak brown menyebabkan sistem koloid stabil.

3. Adsorpsi koloid

Adsorpsi adalah proses penyerapan suatu zat di permukaan zat lain. Zat yang diserap disebut fase terserap dan zat yang menyerap disebut adsorpen. Hal ini karena adanya gaya tarik molekul-molekul pada permukaan adsorpen. Daya adsorpsi partikel koloid tergolong besar, karena pertikelnya memiliki permukaan yang luas.

Pemanfaatan adsorpsi dalam kehidupan sehari-hari antara lain: 1. Proses pemutihan gula pasir.

2. Penyembuhan sakit perut dengan serbuk karbon atau norit. 3. Penjernihan air keruh dengan menggunakan tawas (Al2(SO4)3).

4. Penggunaan arang aktif pda masker untuk menyerap gas yang beracun, dan filter. pada rokok yang berfungsi mengikat asap nikotin dan tar.

4. Koagulasi

Partikel koloid memiliki sifat stabil karena memiliki muatan listrik yang sejenis. Apabila muatan listrik itu hilang, maka partikel koloid tersebut akan bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan partikel koloid dan pengendapannya disebut Koagulasi.


(32)

a. Secara mekanik melalui pengadukan cepat, pendinginan (pembuatan agar-agar, pembuatan es lilin), dan pemanasan (larutan sagu dipasakan, perebusan telur, santan dipanaskan, pembuatan tahu).

b. Penambahan elektrolit (asam, basa, garam) misalnya penambahan susu dengan sirup masam, penambahan tawas pada air sungai. Jika bagian tubuh mengalami luka maka ion Al3+ atau Fe3+ segera menetralkan partikel albuminoid yang dikandung darah sehingga terjadi penggumpalan darah yang menutupi luka. Pada pengolahan karet, partikel-partikel karet dalam lateks digumpalkan dengan penambahan asam asetat atau asam format sehingga karet dapat dipisahkan dari lateksnya.

c. Pencampuran antara dua koloid yang berlawanan muatan. Misalnya Fe(OH)3 yang bermuatan positif akan menggumpal jika dicampur dengan As2S3 yang bermuatan negatif.

5. Elektroforesis

Partikel-partikrl koloid mempunyai muatan listrik yan g berbeda, pertikel ini akan bergerak dalam medan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listriik disebut dengan elektroforesisi. Elketroforesis ini dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan partikel koloid.

Manfaat dari elektroforesis:

a. Untuk menentukan muatan partikel koloid b. Untuk mengidentifikasi DNA

c. Untuk memproduksi barang industri yang terbuat dari karet.

d. Untuk mengurangi zat pencemar udara yang dikeluarkan dari cerobong asap pabrik dengan alat yang disebut Cottrel.

6. Dialisis

Dialaisis adalah suatu proses penghilangan ion-ion pengganggu kestabilan dengan menggunakan selaput membran semipermiabel. Suatu koloid biasanya bercampur dengan ion-ion pengganggu, karena partikel koloid memiliki sifat mengadsorpsi. Pemisahan ion pengganggu ini dapat dilakukan dengan memasukkan


(33)

koloid dalam membran semipermiabel (selofan), baru kemudian akan dialiri air yang mengalir. Karena diameter ion pengganggu jauh lebih kecil daripada koloid, maka ion pengganggu akan merembes melewati pori-pori kertas selofan, sedangkan partikel koloid akan tertinggal.

Aplikasi proses dialisis dalam kehidupan sehari-hari adalah proses cuci darah untuk penderita gagal ginjal. Jaringan ginjal bersifat semipermiabel, selaput ginjalnya hanya dapat dilewati oleh air dan molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan partikel-partikel koloid seperti sel-sel darah merah.

7. Koloid pelindung

Koloid pelindung adalah sistem koloid yang ditambahakan pada koloid lain agar diperoleh koloid yang stabil. Koloid pelindung ini anak membungkus partikel terdispersi sehingga tidak dapat lagi berkelompok dan menggumpal.

Contoh koloid pelindung antara lain:

- gelatin yang digunakan pada pembuatan es krim untuk mencegah pembentukan kristal es yang keras dan kasar,

- cat dan tinta dapat bertahan lama juga karena adanya koloid pelindung

- zat-zat pengemulsi seperti sabun dan detergen juga tergolong koloid pelindung.

8. Koloid Liofil dan Liofob

Koloid liofil adalah koloid yang partikelnya menarik (suka) medium pendispersinya. Contohnya agar-agar, kanji, lem, gelatin. Koloid liofob adalah koloid yang pertikelnya tidak menarik (tidak suka) medium pendispersinya. Contohnya adalah koloid logam. Koloid liofil lebih stabil jika dibandingkan dengan koloid liofob.

Suatu zat dapat dibuat menjadi koloid dengan beberapa cara. Pembuatan partikel koloid dapat dilakukan dengan memperbesar partikel larutan atau memperkecil partikel suspensi. Maka dari itu ada dua metode dasar dalam pembuatan system koloid yaitu disperse dan kondensasi.

Dispers i

Larutan Koloid Suspensi


(34)

1. Cara kondensasi

Merupakan cara pembuatan koloid dengan cara menggabungkan larutan sejati menjadi partikel koloid. Pembuatan koloid dengan metode kondensasi biaanya dilakukan dengan cara reaksi redoks, hidrolisis, penggantian pelarut dekomposisi rangkap. Untuk lebih jelasnya simak pemaparan berikut ini;

a. Reaksi dekomposisi rangkap Misalnya:

- Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-lahan melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang;

As2O3 (aq) + 3H2S(g) → As2O3 (koloid) + 3H2O(l)

(Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-)

- Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih; AlCl3 (aq) + 3H2O(l) → Al(OH)3 (koloid) + 3HCl(aq)

b. Reaksi reduksi-oksidasi (redoks) Misalnya:

- Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut dalam air dengan mengalirinya gas H2S ;

2H2S(g) + SO2(aq) → 3S(s) + 2H2O(l) c. Penggatian pelarut

Cara ini dilakukan dengan mengganti medium pendispersi sehingga fasa terdispersi yang semulal arut setelah diganti pelarutanya menjadi berukuran koloid. Misalnya; - untuk membuat sol belerang yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam alkohol seperti etanol dengan medium pendispersi air, belarang harus terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol sampai jenuh. Baru kemudian larutan belerang dalam etanol tersebut ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Sehingga belerang akan menggumpal menjadi pertikel koloid dikarenakan penurunan kelarutan belerang dalam air.


(35)

2. Cara dispersi

Merupakan cara pembuatan koloid dengan memecah partikel-partikel kasar (besar) menjadi partikel koloid. Proses disperse ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu cara mekanik, peptisasi, dan busur bredig. Simak penjelasan berikut ini.

a. Cara Mekanik

Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan proses penggilingan untuk dapat membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan untuk cara ini biasa disebut penggilingan koloid, yang biasa digunakan dalam:

- industri makanan untuk membuat jus buah, selai, krim, es krim,dsb. - Industri kimia rumah tangga untuk membuat pasta gigi, semir sepatu, deterjen, dsb. - Industri kimia untuk membuat pelumas padat, cat dan zat pewarna. - Industri-industri lainnya seperti industri plastik, farmasi, tekstil, dan kertas.

b. Cara peptisasi.

Cara peptisasi adalah pembuatan koloid/sistem koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan/proses pendispersi endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemecah tersebut dapat berupa elektrolit khususnya yang mengandung ion sejenis ataupun pelarut tertentu.

Contoh:

- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.

- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh AlCl3. - Sol Fe(OH)3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH)3 yang baru terbentuk dengan sedikit FeCl3. Sol Fe(OH)3 kemudian dikelilingi Fe+3 sehingga bermuatan positif.

- Beberapa zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membentuk sistem kolid. Contohnya; gelatin dalam air.

c. Cara Busur Bredig

Cara busur Bredig ini digunakan untuk membuat sol-sol logam, sperti Ag, Au, dan Pt. Dalam cara ini, logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel koloid akan digunakan sebagai elektrode. Kemudian kedua logam dicelupkan ke dalam medium


(36)

pendispersinya (air suling dingin) sampai kedua ujungnya saling berdekatan. Kemudian, kedua elektrode akan diberi loncatan listrik. Panas yang timbul akan menyebabkan logam menguap, uapnya kemudian akan terkondensasi dalam medium pendispersi dingin, sehingga hasil kondensasi tersebut berupa pertikel-pertikel kolid. Karena logam diubah jadi partikel kolid dengan proses uap logam, maka metode ini dikategorikan sebagai metode dispersi.

B. KERANGKA BERPIKIR

Kimia termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya. Pada awalnya kimia diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif), namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia merupakan ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Kimia termasuk pelajaran yang mempunyai sifat abstrak, juga bahan/materinya banyak sehingga sebagian besar siswa menganggap kimia sebagai satu pelajaran yang sulit.

Keberhasilan pembelajaran sehingga siswa dapat memahami konsep yang dipelajari memerlukan suatu perencanaan pembelajaran yang baik. Pemilihan pendekatan, metode, dan model pembelajaran dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kesulitan siswa dalam memahami kimia adalah dengan menggunakan pendekatan belajar yang memberikan pengalaman nyata bagi siswa dan melibatkan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran berbasis inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali potensi yang mereka miliki. Dalam pembelajaran berbasis inkuiri siswa diberikan kesempatan untuk bertindak layaknya seorang ilmuwan yang ingin menemukan sebuah hal baru yang belum mereka ketahui. Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan sebuah alternatif bagi guru untuk menghindari rasa bosan siswa ketika menerima pelajaran. Selain itu juga untuk melatih siswa mengembangkan kemampuan dan


(37)

pengetahuan yang sudah mereka miliki sebelumnya. Jadi guru bertindak sebagai fasilitator dalam pembelajaran inkuiri.

Dengan pembelajaran berbasis inkuiri siswa diharapkan akan lebih cepat memahami konsep-konsep pelajaran yang diharapkan pahami siswa. Karena seperti yang telah diketahui jika seseorang mengalami dan melaksanan sendiri suatu proses pembelajaran maka kemungkinan ia memahami pelajaran atau konsep akan lebih besar dan lebih tahan lama melakat dalam daya ingatannya.

C. PENGAJUAN HIPOTESIS

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut: “Terdapat pengaruh pembelajaran kimia berbasis inkuiri


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan pada bulan Mei, semester dua tahun ajaran 2009-2010.

B.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan ekperimental lemah. Desain penelitian yang digunakan adalah one-group pretest-postest design. Desain ini dapat digambarkan seperti berikut1:

Table 3.1 Desain Penelitian

Pretest Perlakuan Posttest

O1 X O2

Keterangan :

X : perlakuan dengan menggunakan pembelajaran kimia berbasis inkuiri O1 : nilai pretest sebelum diberikan pembelajaran inkuiri

O2 : nilai posttest setelah diberikan pembelajaran inkuiri

C.Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

purposive sampling yaitu pengambilan unsur sampel atas dasar tujuan tertentu

sehingga memenuhi keinginan dan kepentingan peneliti.2

1

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 110-111

2


(39)

1. Populasi target

Seluruh siswa SMA N 1 Pamulang yang terdaftar pada semester dua tahun ajaran 2009-2010 yang mendapat pelajaran kimia.

2. Populasi terjangkau

Seluruh siswa kelas XI SMA N 1 Pamulang yang terdaftar pada semester dua tahun ajaran 2009-2010 dan mendapat konsep koloid.

3. Sampel

Sampel yang diambil adalah kelas XI-A yang berjumlah sebanyak 40 siswa.

D.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes tertulis, adapun angket sebagai data pendukung.

E.Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini terdiri atas dua jenis yaitu :

1. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran terdiri atas silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Selain itu digunakan juga Lembar Kerja Siswa (LKS) yang digunakan untuk membuat siswa lebih aktif dalam belajar. 2. Instrumen Pengumpulan Data

a. Tes Hasil Belajar

Tes ini diberikan untuk mengetahui tingkat penguasaan konsep dan pemahaman siswa pada konsep koloid. Tes yang digunakan berupa tes objektif pilhan ganda.


(40)

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar

N

o Indikator

Jenjang Kognitif

Jumlah C1 C2 C3 C4 C5

1 Mengklasifikasikan suspensi kasar, larutan sejati, dan koloid berdasarkan data hasil percobaan

(homogenitas/heterogen itas, penyaringan dan effek thyndall).

2,4*,6* 1*,3,5 6

2 Mengelompokkan jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersi.

7,8,9*,10, 11,12, 13

7

3 Menjelaskan proses pembuatan koloid.

14 15,16,17, 18,19

6

4 Mendeskripsikan sifat-sifat koloid (Efek tyndall dan koagulasi) melalui percobaan.

20,21*, 22*

23*,24, 25, 26,27*

8

5 Mendeskripsikan peranan koloid pada industri kosmetik, makanan, dan farmasi.

28*, 29,30

3

Jumlah 14 8 8 30

b. Angket

Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa tentang proses pembelajaran dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemahaman


(41)

siswa pada konsep koloid dengan pendekatan inkuiri yang digunakan dalm proses pembelajaran. Selain itu digunakan untuk mendapatkan data sekunder yang mendukung dari data primer.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

Untuk mengolah data yang telah diperoleh dari lapangan, maka dipergunakan teknik sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah tahap pertama dalam pengolahan data yang dilakukan untuk pengecekan terhadap pengisian lembar observasi dan tes tulis yang diberikan, setiap lembar observasi dan lembar jawaban dari soal tes diperiksa satu per satu untuk memastikan pengisiannya sesuai dengan petunjuk.

b. Skoring

Setelah dilakukan editing, maka penulis melakukan pemberian skor terhadap butir indikator-indikator yang ada pada lembar observasi.

c. Tabulating

Adalah proses mengubah data ke dalam bentuk tabel, selanjutnya dinyatakan dalam bentuk frekuensi dan persentase.

2. Kalibrasi Instrumen

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis kuantitatif.

Sebelum soal pada tes pilihan ganda digunakan terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan berupa uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran.

a. Uji validitas

Validitas berasal dari kata validity, dapat diartikan tepat atau sahih, yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam


(42)

melakukan fungsi ukurnya.3 Rumus yang diguanakan untuk menghitung koefisien korelasi biserial antara skor butir dengan skor total tes adalah4:

rbis = X −i Xt St

pi

qi Keterangan :

rbis adalah koefisien korelasi

Xi adalah rata-rata skor total responden menjawab benar butir soal nomor Xt adalah rata-rata skor total semua responden

St adalah standar deviasi skor total semua responden pi adalah proporsi jawaban benar untuk butir nomor i qi adalah proporsi jawaban salah untuk butir nomor i

Soal dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r table.

b. Uji reliabilitas

Reliabilitas bermakna keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, atau konsistensi, dapat diartikan sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan konsisten.5

rii =

k

k−1 1− Si2 St2

Keterangan:

rii adalah koefisien realibilitas tes k adalah jumlah butir soal

Si adalah varians skor butir soal St adalah varians skor total c. Uji daya pembeda

3

Ahmad Sofyan dkk, Evaliuasi Pelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet. Ke 1, h. 105

4

Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi ... , h. 109

5


(43)

Daya beda dugunakan untuk mengetahui kemampuan butir dalam membedakan kelompok siswa antara kelompok siswa yang pandai dengan kelompok siswa yang kurang pandai.

Rumus yang digunakan adalah6

= (� − ��)

0,5

Keterangan:

D adalah daya beda soal

Ba adalah jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok atas Bb adalah jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah N adalah jumlah siswa

Klsifikasi daya pembeda ;

0,70 - 1,00 = baik sekali (excellent) 0,40 - 0,70 = baik (good)

0,20 – 0,40 = cukup (statisfactory) 0,00 – 0,20 = jelek (poor)7

d. Uji taraf kesukaran

Taraf kesukaran merupakan salah satu analisis kuantitatif konvensional paling sederhana dan mudah. Hasil hitungnya merupakan proporsi atau perbandingan antara siswa yang menjawab benar dengan keseluruhan siswa yang mengikuti tes.

Rumus yang digunakan adalah 8

� = �

��

Keterangan :

P adalah proporsi atau indeks kesukaran B adalah jumlah siswa yang menjawab benar

6

Ahmad Sofyan dkk Evaluasi ...., h.105

7

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), h.221

8


(44)

JS adalah jumlah siswa

Tingkat kesukaran yang baik adalah P = 0,5. Ketentuan lain adalah jika: P = 0 – 0,30 soal dikatakan sukar

P = 0,30 – 0,70 soal dikatakan sedang P = 0,70 – 1 soal dikatakan mudah9 3. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola kategori dan suatu uraian dasar. Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis untuk dapat menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Untuk itu dilakukan beberapa pengujian dengan urutan sebagai berikut:

a. Uji Prasyarat Analisis

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam mengelola data yang diperoleh adalah sbb:

1) Menghitung skor mentah dari setiap jawaban dari hasil tes awal dan terakhir

2) Menentukan distribusi frekuensi dari masing-masing data pretest dan posttest. Untuk menentukan distribusi frekuensi maka ditempuh beberapa langkah:

(a) Mengurutkan skor dari tertinggi sampai skor terendah (b) Menentukan rentang data (range)

(c) Menentukan panjang kelas interval (d) Membuat tabel distribusi frekuensi (e) Menentukan mean dengan rumus:

� = ��

�=1 �

� � �=1

(f) Menentukan Modus dengan rumus:

9

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evalusi Pendidikan (Jakarta, Bumi Aksara, 2008) h.212


(45)

� =�+ �1 �1+�2 (g) Menentukan median dengan rumus:

� =�+ 2− �

b. Uji Normalitas

Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sample yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini dugunakan uji Liliefors

Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut: (a) Kolom Xi

Data diurutkan dari yang terkecil hingga ke yang terbesar (b) Kolom Zi

Xi X

Z S

 

S = simpangan baku (c) Kolom Zt

Nilai Zt dikonsultasikan pada Ftabel (d) Kolom F(Zi)

Jika Zi negatif maka F(Zi) = 0.5 – Zt Jika Zi positif maka F(Zi) = 0.5 + Zt (e) Kolom S(Zi)

S = nomer responden Jumlah responden (f) Kolom F(Zi) – S(Zi)

Merupakan harga mutlak selisih dari F(Zi) – S(Zi) (g) Menentukan harga terbesar dari selisih tersebut untuk

mendapatkan Lo.


(46)

 Jika Lo < Lt maka H0 diterima, yang berarti data sampel terdistribusi normal.

 Jika Lo > Lt maka Ha diterima, yang berarti data sampel tidak terdistribusi normal.

c. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui perbedaan dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher, dengan rumus:10

�= �12

�22

dengan

�2 = � − �

2

Keterangan: F = Homogenitas S12 = Varians terbesar S22 = Varians terkecil

Langkah – langkah pengujian adalah sebagai berikut : (a) Hitung rata-rata (X )

(b) Menentukan selisih

XnX

(c) Menentukan kuuadrat selisih

2

n

XX

(d) Menjumlah kuadrat-kuadrat tersebut (e) Jumlah kuadrat tersebut dibagi dengan (n)

(f) Mencari varians dengan menggunakan rumus 11:

�2 = � − �

2

(g) Mencari Fhitung dengan rumus12,

10

H.E.T. Ruseffendi, Statistika Dasar untuk Pelatihan Pendidkan (Bandung:IKIP Bandung Press,2000),h. 295

11

H.E.T. Ruseffendi, Statistika Dasar untuk Pelatihan Pendidkan (Bandung:IKIP Bandung Press,2000), h.123

12


(47)

Fhitung = var

var

ianterbesar ianterkecil

Kriteria pengujiannya :

 Jika Fhit < Ft maka Ho diterima, kelompok berasal dari populasi yang homogen.

 Jika Fhit > Ft maka Ha diterima, kelompok tidak berasal dari populasi yang homogen.

d. Uji Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji “t” jika hasil uji normalitas normal. Tes t adalah tes yang dipergunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua buah mean sampel yang diambil secara random dari populasi yang sama tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Adapun untuk mencari perbedaan hasil belajar antara pretest dengan postest digunakan rumus sebagai berikut:13

= �

� �

Dimana

� =

� � = �

−1

� =

2

22

Keterangan: To : Nilai t hitung MD : Nilai rerata gain

N : jumlah subjek yang diteliti

13

Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2001), h.289-290


(48)

SEMD : standar kesalahan SDD : Standar deviasi

Ʃ D : selisih nilai posttest dengan pretest Kritreria pengujian

 Jika thit ≥ ttab maka Ha diterima, yang berarti pengaruh antara pembelajaran kimia berbasis inkuiri dengan pemahaman konsep siswa.

 Jika thit ≤ ttab maka Ho diterima, yang berarti tidak terdapat pengaruh antara pembelajaran kimia berbasis inkuiri dengan pemahaman konsep siswa.

e. Uji Normal Gain

Menentukan Normal gain. Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretest, gain menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang dilakukan guru. Normal Gain dicari dengan menggunakan rumus di bawah ini:14

= � − �

− �

Keterangan : g = normal gain

Mps = maximum possible score: skor ideal = 100 Dengan katagori perolehan:

g-tinggi : nilai (<g>) > 0,70 g-sedang : nilai 0,70 ”(<g>)” 0,30 g-rendah : nilai (<g>) <0,30

14

David E. Meltzer, “The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics and Astronomy : A possible “ Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores” @ http://physics.ia.state.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf , diakses pada 2011


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Hasil Belajar Kognitif a. Data Pretest

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 40 siswa yang menjadi sampel diperoleh data pretest dengan nilai tertinggi 63, nilai terendah 30, dan nilai rata-rata sebesar 48,1. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi berikut:

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi pretest

No. Interval Frekuensi (fi)

Nilai Tengah

(xi)

f (%)

1. 30 35 5 32,5 12,5

2. 36 41 0 38,5 0

3. 42 47 7 44,5 17,5

4. 48 53 13 50,5 32,5

5. 54 59 9 56,5 22,5

6. 60 65 6 62,5 15

Tabel di atas menunjukkan skor pada interval 48−53 merupakan skor yang paling banyak diperoleh siswa yaitu sebesar 32,5 %. Skor rerata yang diperoleh adalah 50,35. Banyaknya siswa yang memperoleh skor di atas skor rerata adalah 22 siswa atau sebanyak 55 % , berada pada interval ke 4,5, dan 6. Sedangkan siswa yang


(50)

memperoleh skor di bawah skor rerata ada 18 siswa atau sebanyak 45%, berada pada interval 1,3, dan sebagian interval 4.

b. Data Posttest

Setelah dilakukan pembelajaran kimia ynag berbasis inkuiri kemudian dilakukan posttest, maka diperoleh nilai tertinggi 96 dan nilai terendah 50, dengan skor rerata adalah 72,9. Distribusi frekuensi hasil posttest dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Posttest

No. Interval Frekuensi (fi)

Nilai Tengah

(xi)

f (%)

1. 50 57 3 53.5 7.5

2. 58 65 4 61.5 10

3. 66 73 12 69.5 30

4. 74 81 16 77.5 40

5. 82 89 4 85.5 10

6. 90 97 1 93.5 2.5

Dari tabel di atas dapat dilihat skor yang paling banyak diperoleh siswa berada pada interval 74−81, diperoleh 16 siswa atau berkisar 40 %. Skor rerata hasil posttes adalah 72,9. Siswa yang memperoleh skor di atas skor rerata ada sebanyak 21 siswa atau sebanyak 52,5%. Sedangkan siswa yang memperoleh skor di bawah skor rerata ada 19 siswa atau 47,5% dari keseluruhan siswa.


(51)

c. Pemahaman Konsep Siswa

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus persentase pemahaman konsep pada tiap indikator, diperoleh hasil pemahaman konsep siswa tiap indikator seperti dalam tabel berikut:

Tabel 4.3. Persentase Pemahaman Siswa

No Indikator Pemahaman

Pretest (%)

Pemahaman Posttest (%) 1 Mengklasifikasikan suspensi kasar,

larutan sejati, dan koloid berdasarkan data hasil percobaan

(homogenitas/heterogenitas, penyaringan dan effek thyndall).

26 84

2 Mengelompokkan jenis koloid

berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersi.

15 86

3 Menjelaskan proses

pembuatan koloid. 10 80

4 Mendeskripsikan sifat-sifat koloid (Efek

tyndall dan koagulasi) melalui percobaan 12 28

5 Mendeskripsikan peranan koloid pada

industri kosmetik, makanan, dan farmasi. 45 91

Rata-rata 21,6 73,8

Pada tabel di atas dapat kita lihat persentase pemahaman konsep sebelum dilakukan pembelajaran kimia berbasis inkuiri dan sesudah dilakukan pembelajaran berbasis inkuiri. Sebelum dilakukan pembelajaran inkuiri tampak persentase pemahaman konsep siswa pada indikator pertama adalah 26 %, pada indikator kedua adalah 15 %. Rata-rata pemahaman konsep siswa pada indikator ketiga adalah 10 %, indikator ke empat 12 %, dan pada indikator ke lima adalah 45 %.

Setelah dilakukan pembelajaran kimia berbasis inkuiri tampak bahwa pemahaman siswa pada materi koloid ada peningkatan besar. Dari data diperoleh bahwa pada indikator pertama diperoleh


(52)

pemahaman rata-rata siswa adalah sebesar 84%. Sedangkan pada indikator kedua diperoleh pemahaman rata-rata siswa sebesar 86 %. Pada indikator ketiga diperoleh pemahaman siswa sebesar 80%. Pada indikator keempat tampak bahwa pemahaman siswa adalah 28%. Pada indikator pembelajaran kelima diperoleh pemahaman sebesar 91%. Dari kelima inikator tersebut diperoleh rata-rata pemahaman siswa sebesar 73,8%.

2. Data Kualitatif a. Angket

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket

dengan jawaban “Ya” atau “Tidak” Pengolahan data yang digunakan

adalah dengan menggunakan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.4. Hasil Angket Pemahaman Konsep Siswa

No Pernyataan Jawaban

“Ya”

Jawaban

“Tidak”

1 Setelah guru memberikan ilustrasi tentang koloid, saya menjadi tertarik untuk

mempelajari lebih lanjut tentang koloid.

62,5% 37,5%

2 Setelah penyajian gambar/ilustrasi dari guru, saya tidak dapat membayangkan apakah

sebenarnya koloid itu.

10% 90%

3

Setelah membaca buku dan beberapa bacaan tentang koloid, saya dapat memperkirakan apa yang akan terjadi jika minyak dicampur dengan air jeruk.

70% 30%

4

Ketika melakukan percobaan tentang efek tyndhall, saya memahami bahwa susu, emulsi (koloid) jika di berikan cahaya akan mengahamburkan cahaya dari sinar lampu.

95% 5%

5 Setelah saya membaca dan berdiskusi


(53)

yang akan terjadi apa bedanya larutan sejati, suspense, dan koloid.

6 Setelah saya melakukan percobaan tentang koagulasi saya mengeatahui bagaimana

sebuah telur bisa menggumpal jika direbus.

77,5% 22,5%

7

Setelah melakukan percobaan tentang effek tyndall, saya mengetahui kenapa pada malam hari kabut di udara lebih terlihat jelas dari pada siang hari.

72,5% 27,5%

8

Setelah melakukan percobaan koloid, saya menyimpulkan bahwa proses pembuatan juz mangga itu proses pembutan koloid dengan cara kondensasi.

40% 60%

9

Berdasarkan percobaan yang telah saya lakukan tentang koloid, saya simpulkan bahwa koloid adalah campuran yang dapat disaring dengan penyaring ultra.

80% 20%

10 Proses pembuatan pudding dari serbuk agar-agar menjadi gel termasuk peristiwa

koagulasi

82% 18%

Dengan melihat data hasil angket yang disebarkan kepada siswa dapat dilihat bahwa pemahaman siswa pada pertanyaan ke

pertama adalah 62,5 % menjawab “ya” dan sebanyak 37,5% menjawab “tidak”. Pada pertanyaan ke dua, siswa menjawab “ya “ sebanyak 10 % dan menjawab “tidak sebanyak 90 % . Selanjutnya pada pertanyaan ke tiga persentase siswa yang menjawab “ya” adalah 70% dan sisanya 30% menjawab “tidak”. Pada pertanyaan ke empat yang menanyakan

tentang sifat koloid yaitu effek tyndall yaitu sebesar 95% menjawab

“ya” dan 5% menjawab “tidak”. Kemudian pada pertanyaan ke lima siswa yang menjawab “ya” ada sebanyak 65% dan menjawab “tidak” sebanyak 35%. Pada pertanyaan ke enam siswa yang menjawab “ya” sebanyak 77,5% dan 22,5% menjawab “tidak”. Pada soal angket nomer ke tujuh, persentase siswa yang menjawab “ya” sebesar 72,5% dan “tidak” sebanyak 7,5%. Lain halnya pada petanyaan ke delapan,


(1)

Lampiran 11

Perhitungan Uji Homogenitas

Contoh persiapan menghitung varians untuk baris pertama: 1. Menghitung rata-rata

� = ���

� = 2018

40 = 50,45

2. Menentukan selisih � − �

30−50,45 =−20,45

3. Menentukan kuadrat selisih � − � 2

−20,45 2= 418,20

4. Lakukan cara yang sama (1-3) untuk data berikutnya. 5. Menghitung Varians

�2 = � − � 2

�2 =1118,62


(2)

Contoh persiapan menghitung varians untuk baris pertama: 1. Menghitung rata-rata

� = ���

� = 2900

40 = 72,5

2. Menentukan selisih � − �

50−72,5 =−22,5

3. Menentukan kuadrat selisih � − � 2

−22,5 2= 506,25

4. Lakukan cara yang sama (1-3) untuk data berikutnya. 5. Menghitung Varians

�2 = � − � 2

�2 =1750,25

40 = 43,76

Untuk Menghitung Fhit maka kita membagi varians terbesar dengan varians terkecil.


(3)

�ℎ� = � � 2

�2 � �

�ℎ� = 43,76 27,97

�ℎ� = 1,56

Ftab = 1,69

Untuk mengetahui sampel homogen maka Fhit < Ftab . Ternyata nilai 1,56 < 1,69 jadi sampel terdistribusi normal.


(4)

Lampiran 12

Perhitungan Uji t

Rumus yang digunakan adalah ;

= � � � Dimana � = � � = � −1 � = 2

22 Berikut ini data nilai gain yang diperoleh siswa:

Tabel gain

pretest postest D

30 50 20

34 56 22

43 62 19

47 67 20

49 70 21

53 74 21

56 78 22

61 88 27

65 96 31

1. Menghitung jumlah gain ƩD = 203

2. Menghitung nilai rerata gain (MD) MD = 203/40 = 5, 07


(5)

3. Menghitung standar deviasi ( SDD)

� = 41209

40 −

41209 1600

� = 1030,225−25,75

� = 32,097−25,75

� = 6,34

4. Menghitung Standar kesalahan (SEMD)

� � = 6,34

401

� � =

6,34

6,24= 1,02

5. Menghitung nilai t

0 =

5,07

1,02= 4,97


(6)